Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MANAJEMEN RISK DAN HAZARD

Oleh:

Putu Susmitha Devy Larasati ( 50 )

Made Sintia Meilina Dewi ( 51 )

Ida Ayu Kadek Dwi Mahariani ( 52 )

Ni Made Ari Reni Jayanti ( 53 )

A.A. Sri Sasmita Laksmi ( 54 )

Ni Komang Ayu Puspitasari ( 55 )

Gusti Ayu Putu Briliani ( 56 )

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI NERS
2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MANAJEMEN RISK DAN HAZARD

A. Pengertian bahaya dan risiko

Risiko : sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakkan,

atau sakit yang dihasilkan karena bahaya.

Manajemen Risiko : organisasi yang dapat menerapkan metode

pengendalian risiko apapun sejauh metode tersebut mampu mengidentifikasi,

mengevaluasi, memilih prioritas dan mengendalikan risiko dengan melakukan

pendekatan jangka pendek dan jangka panjang.

Identifikasi bahaya dan risiko merupakan langkah awal dan penting dalam

penerapan K3. Dengan melakukan identifikasi bahaya dan risiko ditempat kerja

akan membantu dalam menyusun dan mengembangkan program K3 yang

diperlukan hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

1. Jenis pekerjaan

2. Bahan-bahan yang digunakan

3. Mesin dan peralatan yang digunakan

4. Jumlah pekerja

5. Karakteristik bangunan dan gedung

6. Cara dan pola kerja

B. Analisis Derajat Risiko Bahaya Kerja

Agar dapat mendahulukan pengendalian bahaya kerja yang dapat berakibat

paling buruk atau bahaya kerja yang paling sering terjadi, tahap evaluasi bahaya

kerja selanjutnya adalah menganalisis derajat risiko bahaya kerja untuk


menentukan beratnya risiko dan besarnya kemungkinan bahaya kerja yang

mungkin terjadi.Klasisfikasi berat risiko bahaya kerja yang terjadi:

1. Sangat berat (catastrophic) – dapat mengakibatkan kematian atau khancuran

seluruh property berserta fasilitas yang ada di dalamnya.

2. Berat (critical) – dapat mengakibatkan ganguan kesehtan akibat kerja yang

berat atau kerusakan property dalam skala besar.

3. Sedang (marginal) – dapat mengakibatkan gangguan kesehatan akibat kerja

yang ringan, biasanya mengakibatkan pekerja tidak dapat masuk kerja untuk

beberapa hari, atau kerusakan property dalam skala kecil.

4. Ringan (negligible) – kemungkinan tidak berpengaruh dalam kesehatan dan

keselamatan pekerja, tetapi jalas dalam kondisi yang menyalahi syarat-syarat

kesehatan kerja yang baik.

C. Teknik identifikasi bahaya dan risiko

Banyak teknik identifikasi yang salah satunya dapat dipilih sebagai yang

paling efektif di organisasi tertentu atau yang dapat menyediakan informasi yang

dibutuhkan dalam proses tertentu. Teknik-teknik tersebut meliputi :

1. Survei keselamatan kerja

a. Kadang dinamakan inspeksi keselamatan kerja

b. Inspeksi umum terhadap seluruh area kerja

c. Cendrung kurang rinci dibanding teknik-teknik lainnya

d. Memberikan gambaran yang menyeluruh tentang keadaan pencegahan

kecelakaan di seluruh area kerja tertentu


2. Patroli Keselamatan Kerja

a. Inspeksi terbatas pada rute yang ditentukan terlebih dahulu

b. Perlu merencanakan rute berikutnya untuk memastikan cakupan menyeluruh

atas area kerja

c. Mempersingkat waktu setiap inspeksi

3. Pengambilan Sampel Keselamatan Kerja

a. Melihat pada satu aspek kesehatan atau keselamatan kerja saja

b. Fokuskan perhatian untuk mengerjakan identifikasi lebih rinci

c. Perlu merencanakan serangkaian pengambilan sampel untuk mencakup

seluruh aspek kesehatan dan keselamatan kerja

4. Audit Keselamatan Kerja

a. Inspeksi tempat kerja dengan teliti

b. Lakukan pencarian untuk mengidentifikasi seluruh jenis bahaya

c. Jumlah seluruh jenis bahaya yang teridentifikasi harus dicatat

d. Dapat dikembangkan menjadi system peringkat untuk mengukur derajat

‘kesehatan dan keselamatan kerja’ di perusahaaan

e. Audit ulang perlu dilaksanakan untuk menilai perbaikan-perbaikan apa saja

yang sudah dilakukan

f. Bisa menyita waktu

5. Pemeriksaan Lingkungan

a. Dilakukan berdasarkan pengukuran kosentrasi zat-zat kimia diatmosfer

b. Dapat mengidentifikasi kemungkinan bahaya terhadap kesehatan di tempat

kerja
c. Mencatat pembacaan secara berturut-turut dapat menunjukkan peningkatan

atau kebalikannya

d. Pemeriksaan dengan ‘sampel kasar’ sangat tidak akurat dan bisa sangat mahal

e. Instrumen elektronik memang mahal namun memberikan pembacaan

tepat dan akurat

f. Insrtumen elektronik dapat digunakan terus menerus dalam jangka waktu

panjang

6. Laporan Kecelakaan

a. Dibuat setelah kecelakaan

b. Kecelakaan kecil perlu dicatat dan juga kerugian berupa kehilangan waktu

c. Informasi yang diperoleh dari laporan kecelakaan

d. Laporan harus dapat mengidentifikasi tindakan pencegaha yang perlu

dilakukan

7. Laporan Kecelakaan yang Nyaris Terjadi

a. Laporan insiden-insiden dalam keadaan yang sedikit berbeda data

menyebabkan kecelakaan

b. Memerlukan budaya keselamatan kerja yang tepat agarefektif

8. Masukan dari Para Karyawan

a. Secara formal dapat diperoleh melalui komite keselamatan keja

b. Membutuhkan budaya ‘tidak saling menyalahkan’ untuk memberanikan

pekerja melaporkan masalah

c. Para pekerja sering lebih mengetahui dan dapat menyampaikan apa yang perlu

dilakukan
d. Perlu umpan balik ke pekerja dalam bentuk tindakan untuk mempertahankan

redibilitas manajemen

Pemilihan metode yang digunakan bergantung pada jenis dan

besarnya potensi kerugian yang mungkin terjadi bila metode tersebut

dilaksanakan. Penggunaan metode identifikasi yang membutuhkan waktu dan

biaya yang besar biasanya digunakan untuk bahaya yang berisiko

tinggi. Perbedaan tingkat konsekuensi dan probabiliti suatu risiko akan

memerlukan metode yang berbeda. Untuk mengetahui besaran bahaya dan risiko

tertentu diperlukan pengukuran dengan menggunakan alat ukurmenurut jenis

bahaya dan risiko yang ada.

D. Risiko dan Hazard dalam setiap tahap Asuhan Keperawatan

1. PengkajianHazard dan Risk dalam Asuhan Keperawatan

Pengkajian keperawatan didefinisikan sebagai pemikiran dasar dariproses

keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi ataudata tentang

klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah – masalah, kebutuhan

kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental,sosial dan lingkungan

(Effendy, 1995 dalam Fitriyanti, 2012).

a. Contoh Risiko dan Hazard bagi Perawat saat Melakukan Pengkajian

1) Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga.

2) Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian.

3) Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang diajukan perawat.

4) Risiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat pemeriksaan

fisik.
5) Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan keluarganya.

Dalam mengkaji pasien, perawat harus menyadari akan adanya risiko dan

hazard yang mungkin mereka dapatkan. Berbagai macam upaya perlu dilakukan

sebagai tindakan pencegahan. Upaya – upaya tersebut dapat dilakukan baik dari

pihak manajemen rumah sakit. Berikut beberapa upaya yang perlu dilakukan

untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik dan verbal pada perawat saat

melakukan pengkajian :

a) Perawat harus melaporkan setiap adanya tindakan kekerasan dalam bentuk

apapun kepada pihak rumah sakit.

b) Memberikan pengertian kepada pasien agar memperlakukan sesama manusia

dengan dasar martabat dan rasa hormat.

c) Dalam melakukan kontak kepada pasien, perawat seharusnya menjadi

pendengar yang baik. Salah satu teknik pengumpulan data pada pengkajian

adalah wawancara. Saat melakukan wawancara, perawat harus mampu

menempatkan diri sebagai tempat curhat pasien sebaik mungkin.

d) Memberikan pelatihan dan pendidikan kepada perawat tentang cara

menghindari tindakan kekerasan verbal dan fisik.

e) Ketika pasien terlihat sedang dalam keadaan tidak terkontrol dan susah untuk

didekati, perawat dapat melakukan pengkajian kepada keluarga pasien terlebih

dahulu.

f) Saat mengkaji, perawat tidak boleh menyampaikan kata – kata yang

menyinggung pasien dan keluarganya.

g) Saat melakukan tindakan pemeriksaan fisik, perawat harus meminta

persetujuan dari pasien terlebih dahulu.


h) Manajemen rumah sakit perlu memfasilitasi perawat mempersiapkan diri

untuk menghadapi risiko dan hazard.

i) Manajemen harus terbuka serta tidak berusaha menutupi terhadap laporan –

laporan kekerasan fisik maupun verbal terhadap perawat.

j) Memodifikasi lingkungan yang nyaman di rumah sakit mulai dari poli,

ruangan rawat inap, sampai ke unit gawat darurat dan ruang intensif untuk

menentramkan suasana hati pasien dan keluarga.

b. Upaya mencegah dan Meminimalkan Resiko dan Hazard pada Perawat

dalam Tahap Pengkajian Berdasarkan Kasus Penyakit Akibat Kerja

1) Batasi akses ke tempat isolasi.

2) Menggunakan APD dengan benar.

3) SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak tertutup

APD.

4) Petugas tidak boleh menyentuh wajahnya sendiri.

5) Membatasi sentuhan langsung ke pasien.

6) Cuci tangan dengan air dan sabun.

7) Bersihkan kaki dengan di semprot ketika meninggalkan ruangan tempat

melepas APD.

8) Lakukan pemeriksaan berkala pada pekerja.

9) Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.

2. Intervensi Hazard dan Risk dalam Asuhan Keperawatan


a. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Secara Umum

1) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pengendalian bahaya di tempat

kerja: pemantauan dan pengendalian kondisi tidak aman di tempat kerja.


2) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pembinaan dan pengawasan:

pelatihan dan pendidikan, konseling dan konsultasi, pengembangan sumber

daya atau teknologi terhadap tenaga kerja tentang penerapan K3.

3) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui system manajemen: prosedur dan

aturan K3, penyedian sarana dan prasarana K3 dan pendukungnya,

penghargaan dan sanksi terhadap penerapan K3 di tempat kerja.

4) Terdapat juga beberapa upaya pencegahan lain, antara lain :Pelayanan

kesehatan kerja diselenggarakan secara paripurna, terdiri dari pelayanan

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan dalam suatu

sistem yang terpadu.

3. Implementasi Hazard dan Risk dalam Asuhan Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan.

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang

telah ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit,

pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

Metode Implementasi Keperawatan

 Membantu dalam aktifitas kehidupan sehari-sehari.

 konseling

 penyuluhan
 Memberikan asuhan keperawatan langsung.

 Kompensasi untuk reaksi yang merugikan.

 Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien untuk

prosedur.

 Mencapai tujuan perawatan.

 Mengawasi dan mengevaluasi kerja dari anggota staf lain

4. Evaluasi Bahaya dan Risiko

Evaluasi risiko dilakukan sebagai tindak lanjut dari proses analisis risiko

untuk memutuskan tindakan selanjutnya (Pengendalian Risiko), Tindak lanjut

dapat berupa:

 Apakah risiko yang ada memerlukan pengendalian.

 Tindakan apa saja yang harus dilakukan.

 Prioritas risiko yang akan dikendalikan.

 Nilai risiko yang diperoleh dari hasil analisis dibandingkan dengan kriteria

yang ditetapkan tentang batasan risiko yang bisaditolerir dan tidak.

Tujuan Evaluasi Bahaya dan Risiko

 Untuk mengetahui level dan prioritas bahaya dan risiko di tempat kerja

 Mengetahui tindakan pengendalian/program K3 yang diperlukan

 The purpose of risk evaluation is to make decisions, based on the outcomes of

risk analysis, about which risks need treatment and treatment priorities.

Dalam melakukan evaluasi terhadap bahaya dan risiko diperlukan kriteria

untuk menentukan prioritas tingkat risiko yang bisa di terima (tolerable risk)
merupakan salah satu kriteria yang umum digunakan dalam mengevaluasi bahaya

dan risiko.

Evaluasi bahaya kerja adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk dapat

menetapkan seberapa besar risiko bahaya kerja yang ditemukan di tempat kerja.

Pengukuran objektif dosis bahaya kerja yang diterima oleh pekerja merupakan

komponan penting pada manajemen evaluasi bahaya kerja. Akan tetapi sebaiknya

pada awal tahap ini, tindakan pengendalian pada bahaya kerja serius , yang

ditemukan pada tahap identifikasi bahaya kerja, sudah harus dilaksanakan tanpa

menunggu hasil pengukuran yang objektif.

Evaluasi dan pengelolaan risiko adalah langkah lebih lanjut dari proses

manajemen risiko. Dimana tahapan manajemen risiko sesungguhnya mulai dari

identifikasi risiko yang terdiri dari pembuatan daftar kategorisasi risiko,lalu

mendeskripsikan risiko.

Berdasarkan hasil pengukuran objektif yang telah disimpulkan, pada tahap

berikutnya dapat diperkirakan akibat yang ditimbulkan oleh bahaya kerja yang

ditemukan, besarnya kemungkinan dan frekuensi terjadinya ganguan

kesehatan.kecelakaan kerja, serta derajat pajanan bahaya kerja yang terjadi.

Selanjutnya adalah pengelolaan risiko yang terdiri dari estimasi awal

risiko, yaitu mempertimbangkan akibat yang mungkin terjadi bila risiko terjadi

dengan menggunakan system scoring misalnya cara NHS. Kemudian evaluasi

terhadap risiko yang telah diestimasi dengan toleransi skor risiko yang disarankan

oleh NHS adalah 6. Bila skornya lebih besar dari 6 mitigation cukup dimasukkan

kedalam daftar risiko saja. Namun bila skor risiko kurang dari 6 selain

dimasukkan dalam daftar juga harus dibuatkan rencana tindak lanjutnya.


Langkah berikutnya memutuskan tindakan untuk mengelola risiko.

Dengan cara memilih dan menerapkan kegiatan yang sesuai lalu mengontrol atau

memodifikasi risiko. Pilihan kegiatannya dapat berupa: mengambil kesempatan

untuk kondisi ada kemungkinan keuntungan lebih besar dibanding kerugiannya,

mentoleransi risiko secukupnya dalam level yang masih dapat ditoleransi,

mentransfer risiko kepada pihak ketiga seperti asuransi atau yang terakhir bisa

dengan menghentikan aktivitas yang menimbulkan risiko.

Eskalasi risiko terjadi bila pada proses mendefinisian dan memasukkan

kedalam register membuat terjadinya perubahan level risiko. Hal ini akan

menekan manajemen untuk mengambil tindakan yang memungkinkan,

diantaranya; menerima risiko apa adanya, merubah atau memodifikasi risiko atau

menolak eskalasi risiko.

Beberapa kejadian yang mungkin menjadi risiko dalam kegiatan sehari-

hari dirumah sakit adalah adverse event dan risiko klinis. Adverse incident adalah

kejadian atau kondisi yang dapat membawa kerugian yang tidak disengaja dan

tidak diharapkan pada orang, property atau organisasi. Risiko klinis adalah

kejadian yang tidak pasti atau sekelompok kejadian yang bila itu terjadi akan

memberikan efek negative kepada layanan pasien.

a. Penilaian Hasil Evaluasi Bahaya Kerja

Penilaian hasil evauasi bahaya kerja merupakan hasil rangkuman peninjauan

semua faktor yang mengakibatkan bahaya kerja pada manusia. Penilaian ini akan

memberikan fakta dan kemungkinan yang relevan sehingga, memudahakan

penetapan langkah berikutnya dalam pengendalian risiko bahaya


kerja.Denganmempertimbangan criteria risiko masing-masing bahaya kerja, dapat

ditetapkan prioritas risiko bahaya kerja sebagai berikut:

1) Risiko ringan: kemungkinannya kecil untuk terjadi serta akibat yang

ditimbulkannya ringan maka bahaya kerja ini dapat diabaikan.

2) Risiko sedang: kemungkinannya kecil untuk terjadi akan tetapi akibat yang

ditimbulkannya cukp berat, atau sebaliknya, maka perlu pelaksanaan

manajemen risiko khusus.

3) Risiko berat: sangat mungkin terjadi dan akan berakibat sangat buruk, maka

harus dilaksanakan penganggulangan sesegara mungkin.

E. Contoh Kasus

1. Kasus 1: Seorang Perawat RSUD Gunung Jati Positif Difteri

a. Seorang perawat di RSUD Gunung Jati, Kota Cirebon, diketahui positif difteri

pasca menangani pasien yang menderita penyakit yang sama.

CIREBON - Seorang perawat di RSUD Gunung Jati, Kota Cirebon,

diketahui positif difteri pasca menangani pasien difteri. Berdasarkan informasi,

perawat tersebut diduga tertular pasca menangani dan melakukan tindakan awal

pada pasien positif difteri tersebut, perawat yang terkena difteri berinisial Ru dan

bertugas di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Gunung Jati. Ru diketahui

merupakan perawat pertama yang menangani pasien pertama difteri yang masuk

rumah sakit tersebut.

b. Hazard yang ada di kasus :

Hazard Biologis yaitu perawat tertular penyakit Difteri dari pasien pasca

menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien positif difteri.


c. Upaya pencegahan dari Rumah Sakit/ tempat kerja:

1) RS menyediakan APD yang lengkap seperti masker, handscoon, scout dll


Alasan: meminimalisirterjadinyaatautertularnyapenyakit/ infeksi yang

dapatterjaditerutamasaatbekerja, APD harusselalu di

gunakansebagaipelindungdiri.

Dengankasusdiatasdapatdihindarijikaperawatmenggunakan APD

lengkapmengingatcarapenularanDifterimelaluiterpaparnyacairankepasien.

2) Menyediakan sarana untuk mencuci tangan atau alkohol gliserin untuk

perawat.

Alasan:

Cucitanganmerupakancarapenangananawaljikakitasudahterlanjurterpaparcairanpa

sienbaikpasienberesikomenularkanatautidakmenularkan.

Cucitanganmerupakantindakan aseptic

awalsebelumkepasienmaupunsetelahkepasien.

3) RS menyediakan pemilahan tempat sampah medis dan non medis.

Alasan: Bila sampah medis dan non medis tercampur dan tidak dikelola

dengan baik akan menimbulkan penyebaran penyakit.

4) RS menyediakan SOP untuk tindakan keperawatan.

Alasan: Agar petugas/perawat menjaga konsistensi dan tingkat kinerja

petugas/perawat atau tim dalam organisasi atau unit kerja, sebagai acuan (check

list) dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesama pekerja, supervisor dan lain-

lain dan SOP merupakan salah satu cara atau parameter dalam meningkatkan

mutu pelayanan.
d. Upaya pencegahan pada Perawat:

1) Menjaga diri dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptic seperti

mencuci tangan, memakaiAPD, dan menggunakan alat kesehatan dalam

keadaan steril.

Alasan: Agar perawat tidak tertular penyakit dari pasien yang di tangani

meskipun pasien dari UGD dan memakai APD adalah salah satu SOP RS

2) Perawat mematuhi Standar Operational Prosedure yang sudah ada RS dan

berhati-hati atau jangan terburu-buru dalam melakukan tindakan.

Alasan :Meskipun pasien di Ruang UGD dan pertama masuk RS, perawat

sebaiknya lebih berhati – hati atau jangan terburu-buru dalam melakukan

tindakan ke pasien dan perawat menciptakan dan menjaga keselamatan tempat

kerja supaya dalam tindakan perawat terhindar dari tertularnya penyakit dari

pasien dan pasien juga merasa aman

2. Kasus 2: Ribuan Perawat di Indonesia Tertular Hepatitis B

a. Jakarta, HanTer - Data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

Kementerian Kesehatan, menunjukkan sebanyak 7.000 tenaga kesehatan

(Nakes) terinfeksi hepatitis B.

Sebanyak 4.900 di antaranya disebabkan karena tertusuk jarum

suntik, dan hanya 2.200 yang terinfeksi dari populasi. Hal ini menunjukkan

jika tenaga kesehatan menjadi profesi yang paling rawan tertular hepatitis B.
Penularan virus hepatitis B terjadi dalam insiden ‘kecelakaan’. Kecelakaan

berupa tertusuk jarum terjadi saat Nakes mencoba menutup jarum suntik

terutama saat selesai melakukan tindakan seperti setelah selesai melakukan

pemberian obat atau pengambilan sampel darah. Dengan metode penutupan

yang salah dan kurang hati-hati, banyak Nakes yang akhirnya tertusuk jarum.

Rata-rata empat dari tindakan menutup jarum suntik bekas pakai, satu

diantaranya tertusuk jarum,” Peneliti Hepatitis dari Universitas Indonesia, dr

Lukman Hakim Tarigan MMedSc, ScD, di Jakarta, kemarin.

Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa

Indonesia bagian barat tercatat 9,4 persen atau 1 dari 10 penduduk Indonesia

mengidap hepatitis B.

Jadi total penduduk Indonesia yang mengidap virus hepatitis B ada

22,3 juta orang, dimana separuhnya membutuhkan pengobatan. Jika tidak

diobati, maka dalam 10 tahun ke depan akan berubah menjadi sirosis hati yang

membutuhkan transplantasi hati,” tandasnya. (Tryas).

b. Hazard :

Terinfeksihepatitis B

akibattertusukjarumsuntiksaatmenutupjarumsuntiksetelahdigunakandaripasien.

c. Upaya pencegaham dari Rumah Sakit/ tempat kerja:

1) Memberikan imunisasi hepatitis pada semua tenaga kesehatan yang bekerja

dan belum mendapat imunisasi hepatitis sebelumnya, terlebih pada tenaga

kesehatan yang mempunyai resiko tinggi tertular. Mereka harus diberi

perlindungan khusus misalnya dengan memberikan dalam tiga dosis

vaksinasi.Alasan: Dengan memberikan imunisasi pada semua tenaga


kesehatan dapat dapat menjadi pencegahan awal / preventif agar tenaga

kesehatan bebas tertular penyakit akibat kerja seperti tertular virus hepatitis B,

dan prinsip mencegah lebih baik dari pada mengobati.

2) Rutin mengadakan konseling dan rutin mengadakan pemeriksaan kesehatan

berkala kepada tenaga kesehatan, terutama tenaga kesehatan yang bergelut di

tempat beresiko terkena kecelakaan kerja.

Alasan: Dengan mengadakan konseling rutin dan pemeriksaan kesehatan

berkala dapat menjadi suatu pendeteksi kesehatan tenaga kerja, konseling

dapat digunakan sebagai upaya untuk memberikan edukasi kepada tenaga

kesehatan, dan pemeriksaan kesehatan berkala dapat dilakukan sebagai upaya

perlindungan kesehatan, serta pendeteksian awal apabila terkena penularan

penyakit sehingga dapat cepat tertangani / terobati.

3) Memberikan pendidikan, pengetahuan kepada seluruh tenaga kesehatan

tentang cara menutup jarum suntik yang benar , tidak membahayakan, dan

sesuai dengan prosedur.

Alasan: pendidikan ini sangat penting diberikan kepada perawat agar

terhindar dari kecelakaan yang membahayakan kesehatan. Sehingga apabila

perawat mengetahui cara yang benar akan menjauhkan diri dari kecelakaan

terutama tertusuknya jarum suntik.

4) Menyediakan tempat sampah khusus jarum dan benda-benda tajam yang

sesuai dan praktis.

Alasan: Dengan penyediaan tempat sampah khusus jarum dapat

mempermudah kerja perawat sehingga saat perawat lalai atau terburu-buru


perawat bisa langsung membuang jarum tersebut ke tempat sampah khusus

jarum.

5) Menyediakan semua alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan yang sesuai

dengan standart keselamatan.

Alasan: apabila tersedia semua alat pelindung diri secara lengkap dapat

meminimalkan terjadinya kecelakaan saat kerja.

6) Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Seperti kelengkapan

perlengkapan kerja dll.

Alasan: Dengan lingkungan kerja yang aman dan nyama dapat

meningkatkan kinerja baik bagi tenaga kesehatan, serta tenaga kesehatan bisa

lebih focus dan berkonsentrasi saat bekerja.


DAFTAR PUSTAKA

Fabre, June. 2009. Smart Nursing: Nurse Retention & Patient Safety Improvement

Startegies. New York: Springer Pulishing Company. (online)

diaksestanggal 5 Juli 2019.

Fitriyanti, Umi. 2012. HubunganKemampuanKomunikasiInterpersonal

DenganPengkajianpadaMahasiswaKeperawatanUniversitasMuhammadiy

ah Semarang. Skripsi. Semarang :UniversitasMuhammadiyah Semarang.

HENDRA.2010. identifikasi dan evaluasi bahaya

danrisiko.http://staff.ui.ac.id/internal/132255817 material/Sesi5Identifikasi

danEvaluasiBahayadanRisiko.pdf. Diakses pada tanggal 25 Januari 2012

pukul 14:35 WIB.

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/09/manajemen-resiko-definisi-

danmanfaat.html. Diaksespadatanggal 18 Februari 2012. Pukul 19.00

John ridley. KesehatandanKeselamatanKerja. 2008. Jakarta :Erlangga.

Yoga, AditamaTjandra. 2001. KeselamatanKesehatanKerja. Jakarta: Universitas

Indonesia

Anda mungkin juga menyukai