Disusun Oleh:
Kelompok 1
Tingkat 2B
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Guna memenuhi tugas
“Makalah SNNT”.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dan motivasi sehingga kami tetap berupaya dengan maksimal untuk
menghasilkan hasil yang terbaik dalam makalah ini.
Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka kritik saran yang membangun sangat penyusun
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
kalangan dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk membuat makalah yang lebih baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG...................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................. 2
C. TUJUAN........................................................................................................... 2
A. DEFINISI.......................................................................................................... 4
B. ETIOLOGI ....................................................................................................... 4
C. KLASIFIKASI ................................................................................................ 5
D. MANIFESTASI KLINIS.................................................................................. 5
E. PATOFISIOLOGI............................................................................................ 6
F. KOMPLIKASI.................................................................................................. 6
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG..................................................................... 7
H. PENATALAKSANAAN.................................................................................. 8
I. PENCEGAHAN .............................................................................................. 8
A. PENGKAJIAN................................................................................................. 11
B. ANALISA DATA............................................................................................. 17
C. INTERVENSI................................................................................................... 19
D. IMPLEMENTASI............................................................................................ 22
E. EVALUASI...................................................................................................... 28
BAB IV PENUTUP
A. SIMPULAN...................................................................................................... 36
B. SARAN............................................................................................................. 36
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Struma nodosa merupakan pembesaran pada kelenjar tiroid yang teraba
sebagai suatu nodul. Etiologi struma nodosa multifaktorial, dimana faktor risiko
yang banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan adalah pencemaran
lingkungan, penggunaan alat kontrasepsi hormonal dan paparan goitrogenik.
Manisfestasi klinis struma nodosa adalah adanya benjolan di leher. Sekitar 10 juta
orang di seluruh dunia mengalami gangguan tiroid, baik kanker tiroid, struma
nodosa non toxic, maupun struma nodosa toxic (American Thyroid Association,
2013). Struma nodosa non toxic adalah pembesaran kelenjar tiroid baik berbentuk
nodul atau difusa tanpa ada tanda-tanda hipertiroidisme dan bukan disebabkan
oleh autoimun atau proses inflamasi (Hermus& Huysmans, 2004).
Hasil survey Balitbang pada tahun 2007 didapatkan angka prevalensi struma
nodosa di Indonesia meningkat sebesar 35,38%. Laporan akhir survey nasional
pemetaan GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) menunjukkan bahwa
sebanyak 42 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah endemik dan sebanyak 10
juta menderita struma nodosa. Struma nodosa banyak ditemukan di daerah
pegunungan yang disebabkan oleh defisiensi yodium dan merupakan salah satu
masalah gizi di Indonesia. Yodium diperlukan dalam pembentukan hormon tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat terlihat pada penderita hipotiroidisme maupun
hipertiroidisme (Black and Hawks, 2009). Penyebab lainnya adalah paparan goitrogen yang
terdapat di obat-obatan dan makanan. Goitrogenik adalah zat yang dapat menghambat
pengambilan zat yodium oleh kelenjar tiroid, sehingga konsentrasi yodium dalam kelenjar
menjadi rendah. Jenis makanan seperti brokoli, kubis, bunga kol, lobak, bayam, sawi, kacang
tanah, kedelai dan produk kedelai termasuk tempe dan tahu merupakan jenis makanan yang
mengandung goitrogen. Penggunaan alat kontrasepsi yang banyak digunakan di wilayah
perkotaan dapat memicu gangguan hormonal pada tubuh. Pada wanita hamil atau wanita
yang mengunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil) akan meningkatkan kadar hormon
tiroid total yang mengakibatkan terjadinya pembesaran kelenjar tiroid. Penderita struma
nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak adanya hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, jumlah nodul bermacam-macam, mungkin tunggal dan mungkin
1
banyak terdapat nodul yang berkembang menjadi multinodular yang tidak
berfungsi. Gejala awal yang sering ditemui adalah adanya benjolan di area leher
tanpa ada keluhan lain yang menyertai. Struma nodosa banyak menyerang wanita yang
berusia antara 20 sampai 60 tahun. Belum diketahui secara pasti penyebab tingginya angka
kejadian struma nodosa pada wanita. Tindakan pembedahan untuk mengangkat struma yang
membesar (tiroidektomi) menjadi alternatif terakhir pada penderita struma nodosa. Dengan
adanya hal tersebut penyusun tertarik untuk membuat makalah mengenai penyakit SNNT
untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien SNNT.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa definisi dari SNNT ?
2. Apa saja etiologi pada kasus SNNT?
3. Apa saja klasifikasi SNNT?
4. Apa gejala dan tanda pada SNNT?
5. Bagaimana patofisologi dari SNNT?
6. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari SNNT?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi SNNT?
8. Apa saja penatalaksanaan SNNT?
9. Bagaimana pencegahan SNNT ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien SNNT?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini, sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah 2 pada program studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan di Universitas Muhammadiyah Gombong
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui definisi SNNT
b. Dapat mengetahui etiologi pada SNNT
c. Dapat mengetahui klasifikasi SNNT
d. Dapat mengetahui gejala dan tanda pada SNNT
e. Dapat mengetahui patofisologi dari SNNT
f. Dapat mengetahui komplikasi yang dapat terjadi dari SNNT
2
g. Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi SNNT
h. Dapat mengetahui penatalaksanaan pasien SNNT
i. Dapat menegtahui cara pencegahan SNNT
j. Dapat mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
SNNT
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pembesaran pada kelenjar tiroid biasa disebut sebagai struma nodosa atau
struma. Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul, disebut
struma nodosa (Tonacchera, Pinchera & Vitty, 2009).
Struma Nodusa non toksik atau goiter adalah pembesaran kelenjar tiroid karena
adanya nodul yang tidak disertai gejala hipertioridisme (Tarwoto, 2013).
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan
jaringan kelejar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga
menimbulkan keluhan seperti berdebardebar, berkeringat, dan berat badan menjadi turun
(Amin Huda Nurarif & Hardi Kusuma, 2015).
Jadi, Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang
dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan
sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.
B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormone tiroid merupakan faktor
penyebab terjadinya pembesaran kelenjar tiroid, antara lain : (Amin Huda Nurarif & Hardi
Kusuma, 2015)
1. Defisiensi Iodium
Terjadinya diagnosa struma paling banyak disebabkan karena kurangnya kadar
yodium di dalam tubuh. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering
terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung
iodium, misalnya daerah pegunungan. Menurut sebuah penelitian oleh
Sarah,dkk (2016) menjelaskan bahwa struma dapat diklasifikasikan secara
fisiologik menjadi eutiroid, hipotiroid, dan hipertiroid maupun secara klinik
menjadi struma toksik dan non toksik. Kedua tipe struma dapat juga di
klasifikasikan berdasarkan perubahan bentuk anatomi tiroid menjadi struma
4
nodusa non-tosik, struma nodusa toksik, struma difusa non toksik, dan struma
difusa toksik
2. Kelainan metabolic congenital yang menghambat sintesa hormone tiroid.
3. Penghambatan sintesa hormone oleh zat kimia (substansi dalam kol, lobak,
dan kacang kedelai).
4. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide, sulfonylurea
dan litium).
5. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada masa
pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi
dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid yang
dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.
C. Klasifikasi
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non- toksik, struma difusa
toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa non-toksik. Dimana istlah toksik dan
nontoksik ini merujuk pada adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid
seperti hipertiroid (kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormone tiroid secara berlebihan) dan
hipotiroid (produksi hormone tiroid kurang dari kebutuhan tubuh). Sedangkan istilah nodusa
dan diffusa lebih berfokus kepada bentuk pembesaran kelenjar tiroid.
1. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan diseluruh
kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma diffusa toksik
(disertai gejala hipertiroidisme) dan struma diffusa non toksik (tanpa tanda dan
gejala hipertiroidisme).
2. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar tiroid,
yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut ditandai dengan
benjolan di leher yang bergerak pada saat menelan. Nodul mungkin tunggal,
tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.
Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena
pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar
tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma
nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
a. Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon
tiroid sehingga produksinya berlebihan.
5
b. Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkan
hormon tiroid. sering tidak menampakkan gejala/keluhan karena pasien
tidak mengalami hipotiroidisme ataupun hipertiroidisme.
D. Manifestasi Klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat beberapa manifestasi klinis
berupa :
1. Terdapat benjolan di daerah leher
2. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan
gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan sehingga terjadi
gangguan menelan.
3. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
4. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut
nadi.
5. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan
E. Patofisiologi
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tiroid.
Bahan yang mengandung yodium diserap usus, masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap
paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, yodium dioksida menjadi bentuk yang
aktif yang distimulasikan oleh Tiroid Stimulating Hormon (TSH) kemudian disatukan
menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam
molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin
(T4) menunjukan pengaturan umpan balik negatif dari seksesi TSH dan bekerja langsung
pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormon metabolic yang tidak aktif. Akibat
kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel
menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid
sekaligus menghambat
sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan
pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran
kelenjar tiroid. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsurangsur, struma
6
dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan
struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma
nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral.
F. Komplikasi
1. Gangguan menelan atau bernafas
2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
3. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
4. Komplikasi pembedahan :
a. Perdarahan
b. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
c. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
d. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam
sirkulasi dengan tekanan.
e. Sepsis yang meluas ke mediastinum
f. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
g. Trakeumalasia (melunaknya trakea).
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid,
kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL;
T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang
dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat
membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH
meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
1) antibodi tiroglobulin
2) antibodi microsomal
3) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
4) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
7
5) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)
2. Sidik (scanning) tiroid
Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan
fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila uptake > normal
disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut cold area (pada
neoplasma).
3. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau
padat. Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid dan kistik.
Bila hasil USG memberikan gambaran solid (padat) maka selanjutnya dapat
dilakukan pemeriksaan scanning tiroid.
4. Radiologi
a. Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin
lesion (papiler), cloudy (folikuler).
b. Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.
5. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum
dapatditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas.
Pemeriksaan patologianatomi merupakan standar baku untuk sel
tiroid dan memiliki nilai akurasipaling tinggi. Pengerjaan dengan teknik
Biopsi Aspirasi dengan Jarum Halusatau Fine Needle Aspiration Biopsi
(BAJAH/FNAB) harus dilakukan olehoperator yang sudah
berpengalaman. Di tangan operator yang terampil, BAJAH dapat menjadi
metode yang efektif untuk membedakan jinak atau ganas padanodul soliter
atau nodul dominan dalam struma multinodular.
6. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH ialah dengan
terapi supresi TSH dengan tiroksin.
H. Penatalaksanaan
1. Konservatif/medikamentosa
Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat awal,
rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif, pada kehamilan
(misalnya pada trimester ke-3).
a. Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
8
b. Struma toksik :
1) Bed rest
2) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-
tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan
akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin
(T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai
tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan
dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
3) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi
tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar
tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang
tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam
mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-
10 mg/hari selama 14 hari.
2. Radioterapi
3. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya pembesaran kelenjar
thyroid dengan gejala penekanan berupa gangguan menelan, suara parau dan
gangguan pernafasan, keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik. Beberapa jenis
pembedahan yang dilakukan adalah :
a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
b. Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri.
e. Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy
subtotal sinistra dan sebaliknya.
f. Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan
limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan
nervus naccessories, vena jugularis eksterna dan interna,
musculus sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus serta
kelenjar ludah submandibularis
I. Pencegahan
1. Pemberian edukasi
9
Pemberian edukasi ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, khususnya
mengenai pola makan dan memasyarakatkan penggunaan garam beriodium.
2. Pemberian kapsul minyak beriodium, terutama bagi penduduk yang berada di
wilayah endemic sedang dan berat.
3. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemic,
diberikan endemic 40%tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan
anak diatas enam tahun 1 cc, sedangkan yang usianya sedang atau kurang dari
enam tahun hanya diberikan 0,2 – 0,8 cc.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
10
masuk rumah sakit. Benjolan terasa semakin membesar sejak 6 bulan yang lalu, dan sekarang
benjolan menjadi sebesar telur puyuh namun tidak mengganggu. Pasien mengatakan nyeri
saat menelan makanan, terkadang merasa sesak napas, sering berkeringat dan berdebar-bedar.
Benjolan teraba kenyal, berbatas tegas, permukaan datar, tidak ada perlekatan, dan benjolan
mengikuti gerakan menelan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe di daerah sekitar. Hasil
pemeriksaan TTV menunjukkan S : 36,50C, TD : 130/90, RR : 24x/menit, N : 115x/menit.
A. PENGKAJIAN
Nama Pengkaji : Murti Firdaus Nur’aini
Tanggal Masuk RS : Minggu, 10 Oktober 2021
Tanggal Pengkajian : Minggu, 10 Oktober 2021 pukul 08.00 WIB
Tempat Pengkajian : Ruang Barokah
Sumber Data : Rekam Medik, Pasien dan Keluarganya
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Banyumas
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Dx medis : Struma Nodosa Non Toxic
b. Penaggung Jawab
Nama : Tn. L
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan klien : Suami dari pasien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : pasien mengeluhkan nyeri pada leher kanan sehingga
sulit untuk menelan makan
11
b. Riwayat Kesehatan Sekarang : Pasien datang dengan diantar suaminya
dengan keluhan nyeri dibagian leher kanan, sulit untuk menelan
makanan
c. Riwayat Kesehatan Yang Lalu : Pasien pernah menderita penyakit
gondok beberapa tahun yang lalu
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Ibu dan budhe pasien pernah
mengalami kanker payudara, bulik pasien mengalami DM, dan pakde
mengalami stroke
12
Sebelum sakit: pasien setiap hari melakukan aktivitas layaknya ibu
rumah tangga
Selama sakit: aktivitas pasien terganggu karena nyeri yang dirasakan
f. Pola berpakaian
Sebelum sakit : pasien biasa ganti baju 1 x sehari sehabis mandi tanpa
bantuan.
Saat dikaji : dalam hal berpakaian, pasien dibantu oleh keluarganya
g. Pola personal hygine
Sebelum sakit : pasien biasa mandi 2 x perhari, sikat gigi 2x, Keramas
1 x dalam 3 hari tanpa bantuan.
Saat dikaji : pasien hanya diseka dan dibantu oleh keluarganya.
h. Temperatur Suhu
Sebelum sakit : pasien biasa menggunakan selimut jika kedinginan,
suhu normal.
Saat dikaji : Suhu tubuh pasien normal menunjukkan 36,50C
i. Rasa Aman dan nyaman
Sebelum sakit : pasien merasa nyaman ditengah-tengah keluarganya,
di lingkungan dan kondisi rumah juga membuat pasien merasa aman.
Saat dikaji : pasien kurang nyaman karena gejalanya
j. Kebutuhan spiritual
Sebelum sakit : pasien biasa solat 5 waktu seperti biasa.
Saat dikaji : pasien tidak bisa tepat waktu dalam memenuhi
kebutuhan spiritualnya
k. Kebutuhan bekerja
Sebelum sakit : Pekerjaan rumah selalu di selesaikan dengan baik oleh
pasien
Saat sakit : urusan pekerjaan rumah diselesaikan oleh anaknya
l. Kebutuhan bermain
Sebelum sakit : pasien sering bermain ke pantai bersama keluarganya
Saat dikaji : pasien tidak bisa memenuhi kebutuhan rekreasinya ke
pantai karena sakit, tidak bisa beranjak dari tempat tidurnya
m. Kebutuhan Komunikasi
Sebelum sakit : pasien bisa berkomunikasi dengan lancar
menggunakan bahasa jawa.
13
Saat dikaji : pasien bicara dengan bahasa jawa dan bahasa
Indonesia dengan nada yang lemah karena menahan nyeri
n. Kebutuhan Belajar
Sebelum sakit : pasien sedikit mengetahui ttg penyakitnya
Saat dikaji : pasien mengetahui penyakitnya setelah diberitahu oleh
tenaga medis
4. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Pasien tampak lemah
Kesadaran : composmentis, EMV =15
GCS : E4M6V5
TTV : TD : 130/90 mmHg, N : 115x/menit, S : 36,5 oC, RR
: 24x/menit.
Capilari Refile Time : 3 detik
Pengkajian Nyeri : Pasien mengatakan nyeri di leher disebelah kanan
14
e. Mulut dan tenggorokan
Bibir tampak pucat, mukosa lembab, jalan nafas normal
f. Leher
Terdapat benjolan di leher kanan, merasa agak menekan dan
mengganjal. Jika di tekan terasa nyeri, tidak ada pembesaran
kelenjar limfe di daerah sekitar
g. Dada
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi dada kiri dan kanan
sejajar, pengembangan dada normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, Vokal fremitus normal.
Perkusi : Bunyi sonor
Auskultasi : Suara paru (pekak, redup, sonor, hipersonor, timpani)
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis teraba di intracosta 5
Perkusi : Suara pekak dari intracosta 2 sampai intarcosta 5
Auskultasi : Irama regular, Suara S1 dan S2, tidak ada bunyi tambahan.
h. Abdomen
Inspeksi : keadaan kulit simetris, bentuk perut cembung
Auskultasi : frekuensi suara bising usus 22 x/menit
Palpasi : Hati, Limfa, adanya nyeri tekan
Perkusi : suara peristaltik usus
i. Ekstremitas
atas : tangan kanan terpasang infus dan aktifitasnya dibantu oleh
keluarga.
bawah : tidak ada lesi
5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Tanggal : 10 Oktober 2021 pukul 15.00 WIB
15
Hemoglobin 12,2 g/dL 13-16
Leukosit 11.000 103/µl 5.000-10.000
Hematokrit 34 % 37-47
Eritrosit 5,2 juta/µl 4,2-5,4
trombosit 330.000 103/µl 250.000-
450.000
Basofil 0,6 % 0,1
Eosinofil 5,6 % 2-4
Batang 0,5 % 2-5
Segmen 56 % 40-70
Limfosit 31,3 % 23-40
Monosit 6 % 2-8
Ureum darah 6,5 mg/dL 8-24
Kreatinin 0,81 U/L 0,6-1,2
Natrium 135 mmol/L 136-145
Kalium 4,4 mmol/L 3,5-5,1
Clorida 100 mmol/L 8,4-10,2
ALT (SGPT) 38 U/L < 30 (L)
AST (SGOT) 32 U/L < 25 (L)
GDS 108 mg/dL 70-140
HbsAg Negatif
FT4 43 nmol/l 60-150
TSH 0,09 ulu/ml 0,27-4,20
b. Pemeriksaan Ultrasonografi
Hasil ekspertisi didapatkan :Isi nodul berupa cairan
c. Terapi
1) Infuse RL 20 tpm
2) Injeksi Ketorolak 2x30 ml
3) Injeksi Ceftriaxon 2x1 gram
B. ANALISA DATA
NO DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI/ PARAF
PENYEBAB
1 Data Subyektif (DS): Nyeri akut Agen pencedera Murti
fisik (mis. trauma)
- Pasien mengatakan nyeri di leher
disebelah kanan
P : Nyeri karena pembesaran
16
nodul pada leher
Q : Klien mengatakan nyeri
seperti ditusuk
R : Klien mengatakan nyeri
dibagian leher kanan
S : Klien mengatakan nyeri
sedang (Skala 5)
T : Klien mengatakan nyeri
hilang timbul
DO :
17
3 - Klien mengatakan sulit untuk
menelan makan
DO :
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
18
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis Observasi
(mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
Edukasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgetik, sesuai indikasi
2. Gangguan rasa nyaman b.d ketidakmampuan Observasi
menelan makanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
selama 2x24 jam maka tingkat rasa efektif digunakan
- Periksa ketegangan otot frekuensi nadi, TD
nyaman dapat meningkat suhu sebelum dan sesudah latihan
- Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
- Pasien mau
dipasang infus dan
merasakan sakit saat
disuntik.
- Pasien kooperatif
- Pasien kooperatif
- Tidak menunjukan
adanya tanda-tanda
- Melakukan pemeriksaan USG alergi
- Mengidentifikasi adanya
alergi interaksi dan kontra
indikasi obat
21
11 I, II, III
Oktobe
r 2021
Hari ke
- Memberikan menu diit - Pasien menerima
2 makanan
- DS: Pasien
mengatakan masih
ada keluhan nyeri di
bagian lehernya,
susah untuk
menelan makan
- TD : 100/80MmHg,
S : 36.7o C, N :
100x/menit, RR :
23x/menit, SpO2 :
99%
- Pasien dapat
22
melakukannya
- Monitor TTV dengan baik
- Pasien dapat
melakukannya
dengan baik
- Pasien mengatakan
- Menganjurkan pasien nyeri sudah sedikit
memilih posisi yang nyaman berkurang
- Pasien kooperatif
- Menganjurkan pasien
beristirahat
12 I, II, III - Memberikan menu diit - Pasien dibantu
keluarga dalam
Oktobe melakukan aktivitas
makan dan pasien
r 2021 menghabiskan ½
23
Porsi makan
- Injeksi IV bolus
- Pemberian obat sesuai masuk
progam terapi
- DS: Pasien
- Memonitor keluhan utama mengatakan nyeri di
lehernya berkurang,
untuk menelan
makananan sudah
enakan
P : Nyeri karena
pembesaran nodul
pada leher
Q : Klien
mengatakan nyeri
seperti ditusuk
R : Klien
mengatakan nyeri
dibagian leher
kanan
S : Klien
mengatakan nyeri
sedang (Skala 1)
T : Klien
mengatakan nyeri
hilang timbul
- TD : 100/70MmHg,
S : 36.7o C, N :
90x/menit, RR :
20x/menit, SpO2 :
97%
- Pasien dapat
melakukannya
dengan baik
- Pasien dapat
- Monitor berat badan pasien
melakukannya
dengan baik
- Infus RL pasien
menetes 20x/menit
- Pasien kooperatif
- Menganjurkan pasien
memilih posisi yang nyaman
24
Kriteria Hasil Awal Target Saat ini
Keluhan nyeri 2 5 2
Meringis 3 5 3
Frekuensi nadi 2 5 2
Frekuensi
2
untuk mengurangi nyeri 5 2
pernafasan
- Monitor tetesan infus
E. EVALUASI
Waktu Dx Evaluasi Paraf
kep
10 I S:
Oktober
- Pasien mengatakan masih nyeri
2021 - Klien mengatakan sakit saat disuntikkan obat
O:
TD : 110/80 mmHg, N : 122x/menit, S : 36.5o C, RR :
24x/menit, SpO2 : 98%
Klien tampak meringis saat dimasukkan obat melalui IV
bolus
- P : Nyeri karena pembesaran nodul pada leher
Q : Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk
R : Klien mengatakan nyeri dibagian leher kanan
S : Klien mengatakan nyeri sedang (Skala 5)
T : Klien mengatakan nyeri hilang timbul
A:
P:
II S:
O:
25
- TD : 110/80 mmHg, N : 122x/menit, S : 36.5o C, RR :
24x/menit, SpO2 : 98%
A:
Gangguan rasa nyaman belum teratasi
III S:
P:
26
- Memonitor tetesan infus
27
11 I S:
Oktober
- Klien mengatakan nyeri sudah berkurang
2021 - Klien mengatakan dapat meminum obat oral sendiri
O:
TD : 100/80 mmHg, N : 100x/menit, S : 36.7o C, RR :
23x/menit, SpO2 : 99%
Klien dapat minum obat oral sendiri
- P : Nyeri karena pembesaran nodul pada leher
Q : Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk
R : Klien mengatakan nyeri dibagian leher kanan
S : Klien mengatakan nyeri sedang (Skala 2)
T : Klien mengatakan nyeri hilang timbul
A:
P:
28
II S:
O:
- TD : 100/70 mmHg, N : 100x/menit, S : 36.7o C, RR :
20x/menit, SpO2 : 97%
- Klien dapat memanggil perawat dengan bel
- Klien sudah dapat beristirahat dengan nyaman
A:
Gangguan rasa nyaman mulai teratasi
III S:
29
P:
A:
P:
- Intervensi dilajutkan
II S:
O:
- TD : 100/70 mmHg, N : 100x/menit, S : 36.7o C, RR :
20x/menit, SpO2 : 97%
- Klien dapat memanggil perawat dengan bel
- Klien sudah dapat beristirahat dengan nyaman
A:
Gangguan rasa nyaman mulai teratasi
30
Kriteria Hasil Awal Target Saat ini
Keluhan tidak
2 5 4
nyaman
Gelisah 3 5 5
P:
- Intervensi dilanjutkan
III S:
P:
- Intervensi dilanjutkan
31
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Struma Nodosa Non Toxic adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh
kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya
pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang
dihasilkan. Biasanya ditandai dengan adanya benjolan di leher sehingga
mengakibatkan gangguan menelan pada pasien. Dari hasil pengkajian di dapatkan
diagnosa Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik, Gangguan rasa nyaman b.d gejala
penyakit, Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
B. Saran
Diharapkan agar masyarakat meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan
penanganan kasus SNNT khususnya dalam penanganan dirumah. Bagi tenaga
kesehatan khususnya perawat diharapkan selalu meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan dengan mengikuti pelatihan atau pendidikan
berkelanjutan lainnya.
32