Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

KONSEP TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“ MENINGITIS “

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. ANNISA FITRIANI (P07120421046)


2. GHAZALAH WULAN SAFITRI (P07120421056)
3. LULUK AYU DEA (P07120421069)
4. M. AGUNG ARIANDRA RAHMAN (P07120421070)
5. MEIYSHA PUJI LESTARI (P07120421071)
6. SANTI AMALISA (P07120421082)
7. TITANIA AZIZAH (P07120421085)
8. TUTI ALAWIYAH (P07120421087)
9. ZUHRATUL KHUMAIRAH (P07120421089)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MATARAM

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN & PROFESI NERS

TAHUN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat,
karunia dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan tugas KMB 1, yang dimana kami
harapkan dapat menjadi pedoman pembelajaran untuk seluruh mahasiswa jurusan
keperawatan.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada bapak dosen
matakuliah KMB 1, yaitu bapak Sahrir Ramadhan, M.Kep. yang telah memberikan
bimbingan maupun pengarahan demi terselesaikannya makalah ini dan terima kasih pula
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami tentu menyadari banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan dan


penyusunan makalah ini. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 10 September 2022

. Hormat Kami

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………………4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………...........5
C. Tujuan……………………………………………………………………………….5

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Teori Meningitis


1. Definisi Meningitis………………………………………………………………….6
2. Etiologi……………………………………………………………….......................7
3. Patofisiologi…………………………………………………………………………8
4. Manifestasi klinis……………………………………………………………………8
5. Pemeriksaan penunjang…………………………………………………….……….8
6. Penatalaksanaan………………………………………..……………………………9
7. Gejala…………….………………………………………………………………….9
8. Pengobatan………………………………………..…………………………………9
B. Konsep Askep Meningitis
1. Pengkajian………………………………………………………………………….11
2. Diagnosa……………………………………………………………………………16
3. Intervensi…………………………………………………………………………...16
4. Implementasi……………………………………………………………………….21
5. Evaluasi…………………………………………………………………………….21

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan………………………………………………………………...............22
2. Saran……………………………………………………………………………….22

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit meningitis merupakan masalah kesehatan masyarakat sedunia. Penyakit
ini secara umum merupakan penyakit infeksi otak dan sumsum tulang belakang
dengan manifestasi demam dan kaku kuduk. Penyebabnya dapat berupa virus, bakteri,
jamur dan parasit (CDC, 2017). penyakit meningitis bakterial salah satunya
disebabkan oleh bakteri Neiserria meningitidis. Ada dua penyakit yang disebabkan
oleh N. meningititis yaitu meningitis meningokokus dan septikemia meningokokus.

Penyakit ini menjadi terkenal sejak adanya epidemi yang terjadi pada jemaah
haji atau orang yang kontak dengan jemaah haji. Laporan Badan Kesehatan Dunia
(World Health) Organization/WHO) tahun 2002 menyebutkan terjadi epidemi dani
penyakit meningokokus yang berasal dari Arab Saudi selama penyelenggaraan haji
pada Maret 2000. Dari 304 kasus yang dilaporkan, 50% terkonfirmasi laboratoris
bersumber Neiseria meningitidisserotipe W135. Pada periode Haji 2001 dilaporkan
274 kasus meningokokus dan negara lain juga melaporkan kasus penyakit
meningokokus seperti: Burkina Faso (4), Republik Afrika Tengah (3), Denmark (2),
Norwegia (4), Singapura (4) dan Inggris (41) yang kasus-kasus tersebut berhubungan
dengan pergi atau kontak dengan orang yang pergi ke Arab Saudi (WHO, 2002).
Masyarakat muslim Indonesia yang menunaikan ibadah haji mencapai 200 ribu orang
lebih setiap tahun, dengan risiko kesehatan yang masih cukup tinggi.

Insiden kasus meningitis bervariasi mulai kasus-kasus rendah terjadi di Eropa


dan Amerika Utara (1 kasus per 100.000) hingga kasus tinggi di Afrika (800 hingga
1.000 kasus per 100.000). Sekitar 1,2 juta kasus meningitis bakteri terjadi setiap
tahunnya di dunia, dengan tingkat kematian mencapai 135.000 jiwa. Wabah
meningitis terbesar dalam sejarah dunia yang dicatat WHO pada 1996-1997 yang
menyebabkan terjadi lebih dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian. Epidemi terparah
menimpa pernah Afrika bagian Sahara dan sekitarnya selama satu abad. Angkanya
100 hingga 800 kasus pada 100.000 orang (WHO, 2000). Secara global, diperkirakan

4
terjadi 500.000 kasus dengan kematian sebesar 50.000 jiwa setiap tahunnya (Borrow,
2017). WHO mencatat sampai dengan bulan Oktober 2018 dilaporkan 19.135 kasus
suspek meningitis dengan 1.398 kematian di sepanjang sabuk meningitis (Case
Fatality Rate /CFR 7,3%), Dari 7.665 sampel yang diperiksa diketahui 846 sampel
bakteri positif N. meningitidis (WHO, 2018).

Di Indonesia sendiri, menurut data Kementerian Kesehatan, pada 2010 jumlah


kasus meningitis secara total mencapai 19.381 orang dengan rincian laki-laki 12.010
pasien dan wanita 7.371 pasien, dan dilaporkan pasien yang meninggal dunia sebesar
1.025 orang (Kemenkes, 2010). Beberapa penelitian terkait penyakit meningokokus
seperti yang dilakukan Pusponegoro (1998) menyebutkan pada tiga Rumah Sakit di
Jakarta dan Tangerang terdapat 1 dari 6 kasus meningitis pada anak umur <5 tahun
(16,7%) disebabkan oleh N.meningitidis. Handayani (2006) dari hasil penelitian dan
hasil survei rutin karier meningitis meningokokus pada jemaah haji Indonesia pada
tahun 1993-2003 menyebutkan bahwa pada jemaah haji Indonesia ditemukan adanya
karir meningokok sekitar 0,3% -11% dengan serogrup A, BC, dan W135.

Untuk medeteksi adanya suspek meningitis pada masyarakat, saat ini Indonesia
sudah memiliki Sistem Kewaspadaan Dini dan Tanggapan (SKDR). Berdasarkan data
SKDR 3 tahun terakhir, jumlah kasus suspek meningitis pada tahun 2015 sebanyak
339 kasus, pada tahun 2016 sebanyak 279 kasus, dan pada tahun 2017 sebanyak 353
kasus.

Permenkes no. 1501 tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang
dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penangulangan menyebutkan bahwa penyakit
meningitis ini merupakan salah satu penyakit yang mungkin menjadi penyebabnya
KLB/wabah serta menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Satu-satunya
bentuk meningitis bakteri yang penyebab epidemi adalah meningitis meningokokus.
epidemi dapat terjadi di seluruh dunia termasuk Indonesia. Dengan demikian,
diperlukan panduan bagi petugas kesehatan untuk melakukan deteksi dan respons
penyakit meningitis meningokokus di wilayah kerja masing-masing.

5
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Meningitis?
2. Apa saja etiologi Meningitis?
3. Apa saja patofisiologi Meningitis?
4. Apa saja manifestasi klinis Meningitis?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit Meningitis?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit Meningitis?
7. Bagaiman gejala pada penyakit meningnitis?
8. Bagaimana pengobatan penyakit meningnitis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Meningitis
2. Untuk mengetahui etiologi Meningitis
3. Untuk mengetahui patofisiologi Meningitis
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis Meningitis
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada penyakit Meningitis
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada penyakit Meningitis
7. Untuk mengetahui gejala dari penyakit meningnitis
8. Untuk mengetahui pengobatan penyakit meningnitis

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Teori Meningitis

1. Definisi Meningitis

Meningitis adalah peradangan pada selaput yang mengelilingi otak dan medulla spinalis
yang mengakibatkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. Berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, meningitis terdiri dari dua yaitu meningitis serosa dan meningitis
purulenta. (Suriadi & Yuliani, 2010).

Penyakit Meningitis merupakan sebuah penyakit yang masih belum begitu familiar di
telinga kita. Penyakit meningitis merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya infeksi
meninges atau yang dikenal dengan selaput yang melindungi sistem syaraf pusat pada tubuh
manusia. Infeksi tersebut bisa terjadi karena adanya peradangan yang disebabkan karena
virus maupun bakteri pada selaput meninges tersebut. Dari keterangan tersebut nampak jelas
bahwa penyakit meningitis merupakan salah satu penyakit yang berbahaya dan menakutkan.
Penyakit meningitis diketahui mampu membuat bagian syaraf manusia, sumsum tulang
belakang dan otak menjadi rusak.

Penyakit meningitis dapat menyerang kelompok umur manapun, meskipun pada


kenyataannya, kelompok umur yang rawan terkena penyakit ini adalah anak-anak usia balita
dan orang tua. Beberapa orang yang rentan terkena penyakit meningitis selain dilihat melalui
kelompok umur juga bisa disebabkan oleh hal berikut ini:

1. Seseorang yang memiliki pleuroperitoneal CSF dalam otak/ patologi lain.


2. Seseorang yang menggunakan prosedur tulang belakang, seperti halnya anestesi tulang
belakang.
3. Seseorang dengan cacat dural Penderita penyakit diabetes
4. Seseorang yang terinfeksi bakteri Endokarditis
5. Para pecandu alkohol
6. Pecandu narkotika jenis suntik (Obi Andaresto 2015)

7
Secara ringkas, pengertian dari meningnitis adalah inflamasi pada meningen atau
membran (selaput) yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Penyebab meningnitis
meliputi :

1. Bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokukus,
penumokukus dan basil influensa
2. Virus, yang disebabkan oleh agens-agens virus yang bervariasi dan 3. organisme jamur.
(Arif Muttaqin 2008)

2. Etiologi
Sebenarnya penyebab penyakit meningitis ini bukan merupakan jenis virus yang
begitu berbahaya, namun jika telah parah dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang
serius seperti kerusakan otak, kurangnya daya ingat, kurang nya kemampuan pendengaran
dan bahkan menyebabkan kematian jika tidak ditangani secara serius. Virus penyebab
penyakit meningitis pada awal nya menginfeksi bagian tubuh penderita dan mengalir
masuk ke dalam sel-sel syaraf pusat yaitu otak manusia. Penyebab utama penyakit
meningitis pada dasar nya adalah virus yang dapat menyerang manusia dalam kondisi
kekebalan tubuh seperti apapun. Selain itu juga dapat disebabkan karena infeksi akibat
bakteri atau pun jamur, meskipun ini sangat jarang dijumpai. Bakteri penyebab meningitis
tersebut antara lain: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus
influenzae, Listeria monocytogenes, Mycobacterium tuberculosis dan Staphylococcus
aureus. Silakan Anda cari tahu sendiri mengenai asal muasal bakteri bakteri tersebut.

Penyebab meningitis terdiri dari:

a. Bakteri : Kasus meningitis pada neonatus sebagian besar diakibatkan karena


flora dalam saluran genitalia sang ibu, Haemophilus influenza dan
streptococcus pneumoniae merupakan penyebab tersering pada anak usiah 6
bulan atau lebih. Meningitis juga disebabkan karena kuman mycobacterium
tuberculosa yang berawal dari TBC.
b. Virus : Echovirus, coxsakie virus, virus gondongan dan virus imunodefisiensi
manusia (HIV).
c. Faktor maternal : Infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan, rupture
membrane fetal.

8
d. d.Faktor imunologi : Defesiensi imunoglobin anak yang mengkonsumsi obat-
obatan imunosupresi, defesiensi mekanisme imun.

3. Patofisiologi

Bakteri masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke tubuh termasuk pada selaput
yang melindungi otak dan sumsum tulang belakang kemudian ke cairan serebrospinal dan
menyebar ke area subaraknoid. Reaksi inflamasi diikuti dengan akumulasi sel darah putih
di atas permukaan otak disertai dengan eksudat purulent dan kental. Kuman neisseria
meningiditis cenderung menutupi lobus parietal, oksipital dan area cerebellum otak ketika
streptococcus pneumonia menyear di permukaan lobus sehingga otak menjadi hiperemi
dan edema sehingga terjadi peningkatan tekanan intra kranial. Hidrosepalus dapat terjadi
jika ventrikel terifeksi dan obstruksi atau cairan serebrosponal dalam subaraknoid
tertahan.

4. Manifestasi Klinis

Manistasi klinis tergantung usia dan kuman penyebab yang meliputi: pada bayi
kurang dari 3 bulan: letargi, rewel peka terhadap rangsang, demam tidakada kemungkinan
hipotermia, vomiting atau diare tanpa penurunan berat badan. Bayi ditemukan fontanel
anterior cembung jika ada dehidrasi, gangguan tingkat kesadaran. Pada bayi > 3 bulan
dan toddler sama dengan bayi biasanya disertai demam atau peka terhadap rangsang.
Anak diatas 2 tahun akan disertai dengan gangguan di gastrointestinal, demam dan
menggigil. Jika bagian kortikal maka anak peka terhadap rangsang, agitasi bingung,
delirium atau letargi dan somnolen serta nausea dan muntah proyektil. Bagian saraf
kranilais akan ditemukan potopobia (sensitive terhadap cahaya) dan diplopia (penglihatan
ganda) dan tinnitus. Jika saraf cervical iritasi akan ditemukan nuchal rigidity positif dan
posisi epitostonus.

5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah ditemukannya peningkatan sel darah putih, pemeriksaan
koagulasi, kultur darah adanya mikroorganisme pathogen. Pada pemeriksaan urine
ditemukan albumin, sel eritrosit, sel leukosit ada dalam urine.

9
b. Radiografi
Rontgen dada untuk menentukan sumber infeksi serta scan otak untuk
menentukan kelainan otak.
c. Pemeriksaan lumbal
fungsi untuk membandingkan keadaan CSF normal dengan meningitis.

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terdiri dari dua yaitu:

a. Medis : Segera setelah pemeriksaan diagnostik diberikan antibiotik. Pemberian


antibiotic melalui intravena selama 7 sampai 10 hari tergantung jenis kuman, Obat
dexamentasone (kortikosteroid) diberikan 4 hari pertama untuk mengurangi respons
inflamasi. Jika ada kejang berikan obat antikejang sesuai prosedur. Untuk demam,
sakit kepala nyeri sendi maka diberikan golongan antipiretik seperti acetaminophen.
b. Keperawatan : Diruangan emergensi diberikan perawatan awal sampai keadaan anak
stabil. Setelah itu, perawatan diruang rawat meliputi :
1) Pantau pernapasan anak
2) Pantau sistem neurologis
3) Perhatikan posisi anak (miring dan telentang)
4) Memberikan cairan oral untuk mempertahankan hidrasi;
5) Awasi anak untuk meminimalisir terjadinya komplikasi:
6) Gunakan standar precaustion dan tempatkan anak di ruang isolasi;
7) Kurangi stimulus dan membatasi pengunjung.

7. Gejala

Penderita penyakit meningitis perlu didiagnosis terlebih dahulu untuk memastikan dia
benar-benar terjangkit penyakit ini. Meskipun begitu, ada beberapa gejala penyekit
meningitis yang biasanya muncull pada penderita. gejala tersebut antara lain:

1. Sakit kepala
2. Demam
3. Otot leher kaku
4. Ketakutan pada cahaya terang Ketakutan pada suara keras (phonophobia)
5. Sering ingin Muntah

10
6. Nampak seperti kebingungan
7. Susah bangun dari tidurnya

Sementara, jika penderita adalah seorang bayi, gejala tersebut tidak begitu nampak.
Namun biasanya bayi yang menderita penyakit meningitis akan nampak lemah dan
kurang aktif, gemetar pada tubuhnya, tidak mau menyusu ibu nya, dan sering muntah.

8. Pengobatan

Pengobatan yang terbaik untuk penyakit meningitis tentu saja segera di bawa ke rumah
sakit. Bahkan rumah sakitnya pun benar-benar yang berkelas dan memiliki perlengkapan
yang baik untuk mendiagnosa penyakit ini karena dalam penyembuhan dan pengobatan
penyakit meningitis harus dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium seperti test darah,
rontgen bahkan cek cairan selaput otak.

Sementara untuk pencegahan penyakit meningitis tentu harus dimulai sejak sekarang
juga dan jangan menunggu Anda divonis mengidap penyakit ini. Cara nya dalah selalu
menjaga kebersihan mulai dari pakaian, makanan, badan dan lingkungan sekitar kita agar
tidak banyak mengandung bakteri dan virus yang memang tidak dapat dilihat dengan mata
kita.

11
B. Konsep Askep Meningnitis

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan, Diperlukan


pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberikan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan
ketelitian dalam tahap pengkajian (Muttaqin 2008).

a. Identitas
1) Identitas pasien : terdiri dari nama, umar, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/bangsa, pendidikan, perkerjaan dan alamat.
2) Indentitas penanggung jawab : terdiri dari nama, hubungan dengan klien,
pendidikan, pekerjaan dan alamat.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa
anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah suhu badan tinggi,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis
kuman penyebab. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang
timbul seperti kapan mulai terjadinya serangan, sembuh, atau bertambah
buruk. Pada pengkajian klien dengan meningitis biasanya didapatkan
keluhan yang berhubungan dengan akibat infeksi dan peningkatan tekanan
intrakranial. Keluhan tersebut di antaranya sakit kepala dan demam adalah
gejala awal yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang
selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada
dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang
sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam
upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri.

12
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit,
demikian pula respons individu terhadap proses fisiologis. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma. Pengkajian lainnya yang
perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS,
pernahkah menjalani tindakan invasif yang memungkinkan masuknya
kuman ke meningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernahkah klien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia: sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah
saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa
sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada klien
terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani
pengobatan obat anti tuberkulosis yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obat-obat
yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat kortikosteroid,
pemakaian jenis-jenis antibiotik dan reaksinya (untuk menilai resistensi
pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensifnya pengkajian.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya apakah ada di dalam
keluarga yang pernah mengalami penyakit keturunan yang dapat memacu
terjadinya meningitis.

13
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien meningitis biasanya
bersekitar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa

2) Tanda-Tanda Vital (TTV)


Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh
lebih dari normal 38-41° C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas,
kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses
inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu
tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan
TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi napas sering kali berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem
pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah (TD) biasanya
normal atau meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan
TIK.
a. B1 (Breathing)

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas,


penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi napas yang sering
didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada
sistem pernapasan. Palpasi toraks hanya dilakukan jika terdapat deformitas
pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura massif (jarang terjadi
pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran
primer dari paru.

b. B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien


meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami
renjatan (syok). Infeksi fulminasi terjadi pada sekitar 10% klien dengan
meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septikemia: demam tinggi
yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan
ekstremitas), syok dan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata

14
(CID). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan
infeksi.

c. B3 (Brain)

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih


lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

Pengkajian Tingkat Kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter


yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat kewaspadaan klien dan respons terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa
sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan
dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya


berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

Pengkajian Fungsi Serebral. Status mental: observasi penampilan,


tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien.
Pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.

Pengkajian Saraf Kranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-


XII.

1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman,
2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif
disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK berlangsung lama.
3) Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran,
tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan.

15
Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada
otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
(rigiditas nukal).
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.

Pengkajian Sistem Motorik.

Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada


meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
Pengkajian Refleks.
Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum
atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya
refleks Babinski (+) merupakan tanda lesi UMN.
• Gerakan Involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan
distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang
umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai peningkatan
suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga
berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder akibat area
fokal kortikal yang peka.
Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi
raba, nyeri, suhu yang normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan
tubuh, sensasi propriosefsi, dan diskriminatif normal.
Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan
peningkatan TIK (tekanan intrakranial). Tanda-tanda peningkatan TIK
sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri atas: perubahan

16
karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan nadi dan bradikardia).
Pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat
kesadaran. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang mencolok pada
meningitis meningokokus (neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua
klien dengan tipe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit di antaranya
ruam petekie dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas.
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang
umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah kaku
kuduk, tanda Kernig (+), dan adanya tanda Brudzinski.
 Kaku Kuduk
Kaku kuduk merupakan tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher.
Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.

 Tanda Kernig
Positif Ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan
fleksi ke arah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.

 Tanda Brudzinski

17
Tanda ini didapatkan jika leher klien difleksikan, terjadi fleksi
lutut dan pinggul, jika dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah
pada salah satu sisi, gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas
yang berlawanan.

 B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan
berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
 B5 (Bowel)
Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena
anoreksia dan adanya kejang.
 B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut
dan pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam.
Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah
dan ekstremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan
kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu ADL.

d. Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan darah
Misalnya ditemukannya peningkatan sel darah putih, pemeriksaan
koagulasi, kultur darah adanya mikroorganisme pathogen. Pada
pemeriksaan urine ditemukan albumin, sel eritrosit, sel leukosit ada
dalam urine.

18
 Radiografi Rontgen dada
Untuk menentukan sumber infeksi serta scan otak untuk menentukan
kelainan otak.
 Pemeriksaan lumbal
fungsi untuk membandingkan keadaan CSF normal dengan meningitis.
2. Diagnosa
Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah
 Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit infeksi (D.0130)
 Resiko Perfusi Serebral Tidak efektif (D.0017)
 Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera Fisiologis /Inflamasi
(D.0077)
3. Intervensi
 Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit infeksi (D 0130)
Luaran: Termoregulasi membaik (L.14134)
 Menggigil dan kulit merah menurun
 Kejang menurun
 Akrosianosis, piloreksi, vasokonstriksi perifer dan pucat menurun
 Takikardi, takipnea, dasar kuku sianotik, dan hipoksia menurun
 Suhu tubuh dan suhu kulit membaik
 Pengisian kapiler membaik
 Ventilasi membaik
 Tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen hipertermia (I.15506)


 Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan panas
penggunaan incubator)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urine
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
19
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Batasi oksigen, jika perlu
 Anjurkan tirah baring
 Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

b. Regulasi Temperatur (I.14578)

 Monitor suhu bayi sampai stabil ( 36.5 C -37.5 C)


 Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam, jika perlu
 Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
 Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
 Bedong bayi segera setelah lahir, untuk mencegah kehilangan panas
 Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir ( mis. bahan
polyethylene, poly urethane)
 Gunakan topi bayi untuk memcegah kehilangan panas pada bayi baru lahir
 Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant warmer
 Pertahankan kelembaban incubator 50 % atau lebih untuk mengurangi
kehilangan panas Karena proses evaporasi
 Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
 Hangatkan terlebih dahulu bhan-bahan yang akan kontak dengan bayi
(mis. seelimut,kain bedongan,stetoskop)
 Hindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka atau di area aliran
pendingin ruangan atau kipas angin
 Gunakan matras penghangat, selimut hangat dan penghangat ruangan,
untuk menaikkan suhu tubuh, jika perlu

20
 Gunakan kasur pendingin, water circulating blanket, ice pack atau jellpad
dan intravascular cooling catherization untuk menurunkan suhu
 Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
 Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion,heat stroke
 Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin
 Demonstrasikan teknik perawatan metode kangguru (PMK) untuk bayi
BBLR
 Kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu

 Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D 0017)

Luaran: Perfusi Serebral meningkat (L.02014)

 Tingkat kesadaran meningkat


 Kognitif meningkat
 Tekanan intraktranial menurun
 Sakit kepala menurun
 Gelisah, kecemasan, dam agitasi menurun
 Demam menurun
 Refleks saraf membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen peningkatan tekanan intrakranial (I.06198)

 Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan


metabolisme, edema serebral)
 Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat,
tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran
menurun)
 Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
 Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
 Monitor PAWP, jika perlu
 Monitor PAP, jika perlu
 Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia

21
 Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
 Monitor gelombang ICP
 Monitor status pernapasan
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
 Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi fowler
 Hindari maneuver Valsava
 Cegah terjadinya kejang
 Hindari penggunaan PEEP
 Hindari pemberian cairan IV hipotonik
 Atur ventilator agar PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu tubuh normal
 Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

b. Pemantauan tekanan intrakranial (I.06198)

 Observasi penyebab peningkatan TIK


 Monitor peningkatan TD
 Monitor pelebaran tekanan nadi (selish TDS dan TDD)
 Monitor penurunan frekuensi jantung
 Monitor ireguleritas irama jantung
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
 Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm rentang yang diindikasikan
 Monitor tekanan perfusi serebral
 Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan
serebrospinal
 Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
 Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
 Kalibrasi transduser

22
 Pertahankan sterilitas system pemantauan
 Pertahankan posisi kepala dan leher netral
 Bilas sitem pemantauan, jika perlu
 Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

 Nyeri Akut berhubungan demgan agen pencedera Fisiologis /Inflamasi


(D.0077)

Luaran: Tingkat nyeri menurun (L.08066)

 Keluhan nyeri menurun


 Merigis menurun
 Sikap protektif menurun
 Gelisah dan kesulitan tidur menurun
 Anoreksia, mual, muntah menurun
 Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
 Pola napsa dan tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan:

a . Manajemen Nyeri (I.08238)

 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas


nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik

23
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pemberian Analgetik (I.08243)

 Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,


intensitas, frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika,
atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

24
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

4. Implementasi

Implementasi/pelaksanaan adalah realisasi dari rencana intervensi untuk


mencapai tujuan yang spesifik, Jenis-jenis tindakan pada tahap pelaksanaan adalah:

 Secara mandiri (independent)


Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu
pasien dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya
stressor.
 Saling ketergantungan (interdependent)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan
tim kesehatan lainnya, seperti dokter, fisioterapi, dan lain-lain.
 Rujukan ketergantungan (dependent)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya
diantaranya dokter, psikiater, ahli gizi dan sebagainya

5. Evaluasi

Perawat melaksanakan evaluasi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan


dan terdapat 3 kemungkinan hasil yaitu;

a. Tujuan tercapai

Apabila pasien telah menunjukkan perubahan dan kemajuan yg sesuai dengan


kriteria yang telah ditetapkan

b. Tujuan tercapai sebagian

Jika tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari
berbagai masalah atau penyebabnya.

c. Tujuan tidak tercapai

Jika pasien tidak menunjukkan suatu perubahan ke arah kemajuan


sebagaimana dengan kriteria yang diharapkan.

25
BAB III

EVALUASI

A. Kesimpulan

Penyakit meningitis merupakan masalah kesehatan masyarakat sedunia. Penyakit


ini secara umum merupakan penyakit infeksi otak dan sumsum tulang belakang
dengan manifestasi demam dan kaku kuduk. Penyebabnya dapat berupa virus, bakteri,
jamur dan parasit (CDC, 2017). Meningitis adalah peradangan pada selaput yang
mengelilingi otak dan medulla spinalis yang mengakibatkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis
terdiri dari dua yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. (Suriadi & Yuliani,
2010).
Sebenarnya penyebab penyakit meningitis ini bukan merupakan jenis virus yang
begitu berbahaya, namun jika telah parah dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
yang serius seperti kerusakan otak, kurangnya daya ingat, kurang nya kemampuan
pendengaran dan bahkan menyebabkan kematian jika tidak ditangani secara serius.
Virus penyebab penyakit meningitis pada awal nya menginfeksi bagian tubuh
penderita dan mengalir masuk ke dalam sel-sel syaraf pusat yaitu otak manusia.

B. Saran

Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan memperluas wawasan
mengenai pasien dengan Meningitis. Dengan adanya pengetahuan dan wawasan yang
luas mahasiswa akan mampu mengembangkan diri dalam masyarakat dan
memberikan pendidikan kesehatan bagi masyarakat mengenai Meningitis.

26
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Ferasinta, S.Kep.,Ners.,M.Kep., dkk. (2021). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Aceh:


Yayasan penerbit Muhammad Zaini.

Andareto, Obi. (2015). Penyakit Menular di Sekitar Anda. Ciamis: Pustaka Ilmu Semesta.

Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.


(2019). Panduan Deteksi dan Respon Penyakit Meningnitis Meningokukus. Jakarta:
Kemenkes RI.

PPNI, (2017). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. Jakarta:
DPP, PPNI

PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. Jakarta:
DPP, PPNI

PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. Jakarta:
DPP, PPNI

27

Anda mungkin juga menyukai