Anda di halaman 1dari 55

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MENINGITIS DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN DI RUANG NUSA INDAH
RSUD dr. DORYS SYLVANUS PALANGKA RAYA

OLEH
Agus Arianto NIM : 2019.B.20.0500
Ceciy Anti NIM : 2019.B.20.0501
Devia NIM : 2019.B.20.0502

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


YAYASANEKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
2020

i
KATA PENGANTAR

            Penulis menyadari Asuhan keperawatan ini masih jauh dari harapan


pembaca yang mana di dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari
sistem penulisan maupun isi. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun sehingga dalam makalah berikutnya dapat
diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya.

Palangkaraya, 9 Maret 2021

v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………….V
DAFTAR ISI………………………………………………………....VI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….1
1.2 Rumusan masalah……………………………………………….....1
1.3 Tujuan laporan Asuhan Keperawatan……………………………..1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR MENINGITIS
2.1.1 Definisi……………………………………………………….….4
2.1.2 Etiologi..…………………………………………………….…...4
2.1.3 Tanda dan gejala………………………………………………....5
2.1.4 Patofisiologi………………………………………………….…..6
2.1.5 WOC…….…………………………………………………….....8
2.1.6 Komplikasi……………. ………………………………………...9
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang………………………………………….9
2.1.8 Penatalaksanaan Medis……………………………………….....10
2.1.9 Konsep Dasar Asuhan keperawatan……………………………..11
2.2 KONSEP DASAR RASA AMAN DAN NYAMAN
2.2.1 Definisi…………………………………………………………..23
2.2.2 Etiologi..…………………………………………………….…...24
2.2.3 Tanda dan gejala………………………………………………....24
2.2.4 Patofisiologi……………………………………………………...25
2.2.5 Komplikasi……………. ………………………………………..26
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang………………………………………….26
2.2.7 Penatalaksanaan Medis………………………………………......26
2.2.8 Konsep Dasar Asuhan keperawatan……………………………...27

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian………………………………………………………….31
3.2 Diagnosa…………………………………………………………...46

vi
3.3 Intervensi…………………………………………………………46
3.4 Implementasi……………………………………………………...47
3.5 Evaluasi…………………………………………………………...47
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian………………………………………………………...49
4.2 Diagnosa………………………………………………………….49
4.3 Intervensi…………………………………………………………50
4.4 Implementasi…………………………………………………...…50
4.5 Evaluasi…………………………………………………………...50
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………………………51
5.2 Saran……………………………………………………………..51
DAFTAR PUSTAKA

vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningitis merupakan reaksi peradangan yang terjadi pada lapisan yang
membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter)dan sumsum tulang
belakang yang disebabkan organisme seperti bakteri, virus, dan jamur.
Meningitis merupakan masalah kesehatan yang serius dan perlu diketahui dan
diobati untuk meminimalkan gejala sisa neurologis yang serius dan
memastikan keselamatan pasien.
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosa. Penyakit ini
merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit
paru. Infeksi primer yang muncul di paru dapat menyebar secara hematogen
maupun limfogen ke berbagai bagian tubuh diluar paru, seperti perikardium,
usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. Kuman TB yang menyerang
susunan saraf pusat ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis,
tuberkuloma, dan araknoiditis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis
TB dengan kasus terbanyak berupa Meningitis TB. Indonesia sebagai salah
satu negara dengan prevalensi TB yang cukup tinggi juga sering ditemukan
adanya kasus Meningitis Tuberkulosis. Meningitis merupakan masalah
kesehatan terutama dalam bidang kesehatan anak dan sebagian besar terjadi
pada negara-negara yang sedang berkembang karena tingginya angka
kematian dan kecacatan.
Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2013 menyatakan
bahwa terdapat 9 juta penduduk Dunia terinfeksi kuman TB, terjadi
peningkatan pada tahun 2014, terdapat 9,6 juta penduduk dunia telah
terinfeksi kuman TB dimana angka kematian mencapai 1,5 juta jiwa, wilayah
Afrika menduduki jumlah kasus terbanyak (37%), dan wilayah Asia tenggara
(28%) dan wilayah Mediterania Timur (17%) dari jumlah kasus TB pada
tahun 2014(6) .Angka insidensi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2015
mencapai 395 kasus per 100.000 jiwa, dengan tingkat kematian akibat
penyakit ini sekitar 40 dari 100.000 jiwa.

1.2 Rumusan masalah


Bagaimana cara prosedur tindakan asuhan keperawatan pada Meningitis ?
1.3 Tujuan Laporan Asuhan keperawatan
1. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
asuhan keperawatan pada meningitis di ruang rawat inap Dorys Sylvanus
Palangka Raya.

1
2. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan masalah
asuhan keperawatan pada meningitis
2. Menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan masalah
asuhan keperawatan pada meningitis
3. Membuat intervensi keperawatan pada klien dengan masalah
asuhan keperawatan pada meningitis
4. Membuat Impelementasi keperawatan pada klien dengan masalah
asuhan keperawatan pada meningitis
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan masalah
asuhan keperawatan pada meningitis
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Toeritis
Membantu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang
asuhan keperawatan yaitu sebagai bahan literatur dalam proses belajar
mengeajar mengenai proses asuhan keperawatan pada pasien
meningitis
2. Manfaat Praktis
a. Bagi keluarga pasien
Membantu keluarga dalam memahami peran dan fungsi
keluarga terhadap masalah kesehatan keluarga terutama anggota
keluarganya pada meningitis sehingga keluarga dapat memberikan
sikap dan perlakuan yang tepat atau proporsional untuk dapat
merawat dalam proses penyembuhan pasien pada meningitis
b. Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai masukan dan pertimbangan dalam perencana untuk
memberikan pelayanan kesehatan terutama kesehatan pasien pada
meningitis
c. Bagi Instansi
Mengetahui proses asuhan keperawatan pada pasien maka
dosen dapat bekerja sama dengan mahasiswa dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien meningitis

2
d. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman dan wawasan peneliti tentang asuhan
keperawatan terutama proses asuhan keperawatan pada pasien
meningitis

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Meningitis
2.1.1 Definisi Meningitis
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang
lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa
ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan
serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman
Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah
meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan
disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus
merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita
dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan
cairan tenggorok penderita.
Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan penyakit
ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari
pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen
(melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri
didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.
2.1.2 Etiologi
Etiologi meningitis sebagian besar adalah agen infeksius, yaitu bakteri,
virus, fungi, atau parasit. Bakteri yang dapat menyebabkan meningitis di
antaranya adalah S.pneumoniae, P.aeruginosa, N.meningitidis, dan H.influenzae.
Virus yang dapat menyebabkan meningitis misalnya enterovirus, paromyxovirus,
West Nile virus, dan Human Herpes Virus. HIV juga dapat menyebabkan aseptik
meningitis.
Bakteri yang dapat menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu
melewati

4
perlindungan yang dibuat oleh tubuh dan memiliki virulensi poten. Faktor host
yang rentan dan
lingkungan yang mendukung memiliki peranan besar dalam patogenesis infeksi.
Pada individu dewasa yang imunokompeten, S. pneumonia dan N. meningitides
adalah patogen utama penyebab meningitis bakteri, karena kedua bakteri tersebut
memiliki kemampuan kolonisasi nasofaring dan menembus SDO. Basil gram
negatif seperti E. coli, S. aureus, S. epidermidis, Klebsiella spp dan Pseudomonas
spp biasanya merupakan penyebab meningitis bakteri nosokomial, yang lebih
mudah terjadi pada pasien kraniotomi, kateterisasi ventrikel internal ataupun
eksternal, dan trauma kepala (Roper dan Brown, 2005; Clarke et al.,
2009).Sedangkan bakteri gram positif berbentuk kokus yang juga merupakan
penyebab meningitis bakteri (meningitis suis) adalah S. suis (Susilawathi et al.,
2016).
1.1.3 Tanda dan Gejala
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat
pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara
akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang,
nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan
fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan
penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 %
oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan
dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,
penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh
atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau
stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti
gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering
tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan

5
turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,
nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu
dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang
hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda
rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat
tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih
hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal
dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana
mestinya.
1.1.4 Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen
sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput
otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus
dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu
kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam
terdapat makrofag.

6
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks
dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen
menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus,
cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri

7
2.1.5 WOC

Inhalasi Mycobacterium
tuberkulosis
Fagositosis oleh makrofag alveolus paru

Organisme masuk ke aliran darah

Invasi kuman ke selaput otak

Reaksi peradangan jaringan


serebral

Odema Gangguan Eksudat


cerebral metabolisme cerebral meningen
Reaksi septicemia
TIK Asam laktat ↑ jaringan
otak/infeksi
Perubahan Menstimulasi Gangguan
Nyeri Metabolisme tubuh↑
tingkat reflek vasogal keseimbanga
kepala
kesadaran n & neuron
MK : Nyeri ↑Kompensasi
MK : Perfusi Mual, ventilasi
Difusi ion
Jaringan Serebral muntah
K(+) + Na(-) Hiperventilasi
Tidak Efektif

MK :
Lepas muatan listrik MK : Pola Nafas
Ketidakseimbanga
n nutrisi kurang Tidak Efektif
dari kebutuhan
Kejang

Berkurangnya
koordinasi
otot
MK :
Gangguan
mobilitas fisik

8
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang muncul akibat meningitis pada tiap orang dapat
berbeda-beda. Berikut adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi:

 Kehilangan penglihatan
 Kejang
 Gangguan ingatan
 Migrain
 Kehilangan pendengaran
 Arthritis atau radang sendi
 Gagal ginjal
 Syok
 Kesulitan berkonsentrasi
 Kerusakan otak
 Hidrosefalus

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan


protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
tekanan intrakranial. a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi,
cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-). b.
Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis
bakteri.

2.Pemeriksaan darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap


Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur. a. Pada
Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada

9
Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED. b. Pada Meningitis
Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis


Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2009) penatalaksanaan medis yang
secara umum yang dilakukan di rumah sakit antara lain :
a. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering
atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat
badan anak atau tingkat degidrasi yang diberikan karena pada anak yang
menderita meningitis sering datang dengan penurunan kesadaran karena
kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran cairan melalui proses evaporasi
akibat hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat kesadaran yang menurun.

b. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Dosis awal diberikan


diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian melalui intravena. Setelah kejang dapat
diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonates 30m, anak
kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan anak yang lebih dari 1 tahun 75 mg. Untuk
rumatannya diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ di bagi dalam dua kali
pemberian diberikan selama dua hari. Sedangkan pemberian fenobarbital dua hari
berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dua kali pemberian.
Pemberian diazepam selain untuk menurunkan kejangjuga diharapkan dapat
menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik kumanpeningkatan suhu tubuh
berasal dari kontraksi otot akibat kejang.

c. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik


yang sering dipakai adalah ampisilin dengan dosis 300-400 mg/KgBB dibagi
dalam enam dosis pemberian secara intravena dikombinasikan dengan

10
kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam empat dosis pemberian. Pemberian
antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur dari pengambilan cairan
serebrospinal melalui pungsi lumbal.

d. Penempatan pada ruang yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara,


cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat
membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsang depolarisasi
neuron yang dapat berlangsung cepat.

e. Pembebasan jalan napas dengan menghisap lendir melalui suction dan


memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan
pembebasan jalan napas dipadu dengan pemberian oksigen untuk mendukung
kebutuhan metabolism yang meningkat selain itu mungkin juga terjadi depresi
pusat pernapasan karena peningkatan tekanan intracranial sehingga peril diberikan
oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran pernapasan.
Pemberian oksigen pada anak meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa
tinggi melalui masker oksigen.

1.1.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
 Anamnesa
Anamnesa pada meningitis meliputi keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial (pada anak
perlu dikaji dampak hospitalisasi).
a) Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa
anaknya untuk meminta pertolongan keschatan adalah suhu badan tinggi,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui
jenis kuman penyebab. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala
yang timbul seperti kapan mulai terjadinya serangan, sembuh, atau

11
bertambah buruk. Pada pengkajian klien dengan meningitis biasanya
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat infeksi dan
peningkatan tekanan intrakranial. Keluhan tersebut di antaranya sakit
kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan
pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus
apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah
diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan
meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya
merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada
beratnya penyakit, demikian pula respons individu terhadap proses
fisiologis. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama
menjalani perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan invasif yang
memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama tindakan melalui
pembuluh darah.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan
adanya huhungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernahkah klien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah
saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa
sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada klien
terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani
pengobatan obat anti tuberkulosis yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obat-obat
yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat kortikosteroid,
pemakaian jenis-jenis antibiotik dan reaksinya (untuk menilai resistensi

12
pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensifnya pengkajian.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
d) Pengkajian Psikososial Spiritual
Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Sebagian besar
pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan
klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan memberi pertanyaan dan
tetap melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan
kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa
digunakan klien selama masa stres, meliputi kemampuan klien untuk
mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan
perubahan perilaku akibat stres.
Pada pengkajian pada klien anak perlu diperhatikan dampak
hospitalisasi pada anak dan family center. Anak dengan meningitis sangat
rentan rerhadap tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi
keluhan, hal ini memberi dampak stres pada anak dan menyebabkan anak
kurang kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian
psikososial yang terbaik dilaksanakan saat observasi anak-anak bermain
atau selama berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak

13
mampu untuk mengekspresikan perasaan mereka dan cenderung untuk
memperlihatkan masalah mereka melalui tingkah laku.
2) Pengkajian Fisik
a) Tanda-tanda Vital
Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh
tubuh dari normal 38-41° C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas,
kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan
proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat
pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-
tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi napas sering
kali berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya
infeksi pada sistem pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan
darah (TD) biasanya normal atau meningkat dan berhubungan dengan
tanda-tanda peningkatan TIK.
b) Pengkajian per system
(1) Breath
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi napas
yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya
gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi toraks hanya dilakukan
jika terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi
pleura massif (jarang terjadi pada klien dengan meningitis).
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
(2) Blood
Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada
klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah
mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminasi terjadi pada sekitar
10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda
septikemia: demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang
menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda-tanda

14
koagulasi intravaskular diseminata (CID). Kematian mungkin
terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.
(3) Brain
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
(a) Pengkajian Tingkat Kesadaran. Kualitas kesadaran klien
merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter
yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkar
kewaspadaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persaralan.
Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
(b) Pengkajian Fungsi Serebral.
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien
meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
(c) Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII.
(1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan
pada fungsi penciuman
(2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terurama
pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi
subdural yang menyebabkan terjadinya pen ingka tan TIK
berlangsung lama.

15
(3) Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil
pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
meningitis yang retail mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akin didapatkan.
Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis
mengelith mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya.
(4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan
paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak
ada kelainan
(5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris
(6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
(7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik
(8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dad klien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal)
(9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal
(d) Pengkajian Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi
pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
(e) Pengkajian Refleks
Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon,
ligamentum arau periosteum derajat refleks pada respons
normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien
meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks
Babinski (+) merupakan tanda lesi UMN.
(f) Gerakan Involunter

16
Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum,
rerutama pada anak dengan meningitis disertai peningkatan
suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga
berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder
akibat area fokal kortikal yang peka.
(g) Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan
sensasi raba, nyeri, suhu yang normal, tidak ada perasaan
abnormal di permukaan tubuh, sensasi propriosefsi, dan
diskriminarif normal.
(h) Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang herhubungan dengan
peningkatan TIK (tekanan intrakranial).
Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen
dan edema serebral terdiri atas: perubahan karakterisrik tanda-
tanda vital (melebarnya tekanan nadi dan bradikardia).
Pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan
tingkat kesadaran. Adanya ruam merupakan salah satu ciri
yang mencolok pada meningitis meningokokus (neisseria
meningitis). Sekitar setengah dari semua klien dengan ripe
meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit di antaranya
roam petekie dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah
yang luas. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda
yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua ripe
meningitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, tanda Kernig
(+), dan adanya tanda Brudzinski.
 Kaku Kuduk
Kaku kuduk merupakan tanda awal. Adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme
otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
 Tanda Kernig Positif

17
Ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
ke arab abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
 Tanda Brudzinski
Tanda ini didapatkan jika leher klien difleksikan, terjadi
fleksi lutut dan pinggul; jika dilakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi, gerakan yang sama
terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

(4) Bladder
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan
berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan
dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
(5) Bowel
Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam
lambung. Pementihan nutrisi pada klien meningitis menurun
karena anoreksia dan adanya kejang.
(6) Bone
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lunit
dan pergetangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului
oleh roam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis
yang besar pada wajah dan ekstremitas. Klien sering mengalami
penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum
sehingga mengganggu ADL.
2. Diagnosa
1) Risiko Infeksi berhubungan dengan pajanan orang lain terhadap patogen
2) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit misal
iritasi meningen
3) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
kesalahan interpretasi prestasi
3. Intervensi

N Diagnosa NOC NIC

18
O
1 Risiko infeksi Keparahan Kontrol Infeksi :
berhubungan infeksi : Independen
dengan pajanan Afebris, 1. Catat usia
orang lain terhadap bebas dari klien
patogen malaise 2. Catat ada atau
( kelemahan
tidaknya
)/ letargi, dan
menunjukka demam
n kultur 3. Implementasik
negative an isolasi
dengan tepat. sesuai indikasi
Kontrol 4. Tekankan dan
risiko : contohkan
Proses
teknik
infeksius.
Mengungkap membersihkan
kan secara (hygiene)
verbal tangan dengan
pemahaman tepat,
tentang menggunakan
factor risiko sabun
individual.
bacterial dan
air mengalir
5. Gunakan
sarung tangan
sesuai indikasi
6. Gunakan
perlengkapan
pelindung
sesuai yang
ditetapkan
oleh kebijakan
lembaga.
7. Bantu dan
dorong
perubahan
posisi secara
teratur
8. Pertahankan
tindakan steril
untuk
prosedur
invasive,

19
missal
pemasangan
selang IV,
kateter urine,
dll
2 Gangguan 1. Mengungkapkan 1. Beri dan
rasa secara verbal tingkatkan
nyaman sensasi rasa lingkungan
berhubun
nyaman yang tenang,
gan
dengan 2. Mendemostrasika massage
gejala n meredaan gejala, lembut,
terkait klien tampak perubahan
penyakit rileks posisi,
misal gerakan
iritasi rentang
meningen
gerak atau
ROM pasif
2. Beri periode
tidur tanpa
gangguan
3. Pertahankan
posisi
nyaman
dengan cara
tinggikan
kepala
tempat tidur
sesuai
kebutuhan
4. Bantu dan
dorong
penggunakan
teknik
relaksasi
missal
imajinasi
terbimbing
5. Beri
perhatian
pada isyarat
non verbal
6. Beri

20
medikasi
sesuai
kebutuhan
melalui rute
yang benar
dan dosis
optimal
3 Defisiensi 1. Mengidentifikasi 1. Pastikan
pengetah hubungan antara tingkat
uan tanda atau gejala pengetahuan
berhubun
dengan proses klien atau
gan
dengan penyakit orang
keterbatas 2. Memulai terdekat,
an perubahan gaya termasuk
kognitif, hidup yang kebutuhan
kesalahan diperlukan dan yang
interpreta berpartisipasi diantisipasi
si prestasi
dalam regimen 2. Libatkan
terapi keluarga atau
pemberi
asuhan
dalam
pengkajian
kebutuhan
dan
perencanaan
untuk
perawatan
setelah
pulang
3. Diskusikan
cara
penyelesaian
masalah
untuk
mengatasi
keletihan
missal:
menggunaka
n memori
jogger
dimana

21
keluarga atau
pemberi
asuhan
mengingatka
n klien
tentang
memori
4. Dorong
keluarga atau
pemberi
asuhan untuk
melakukan
kontak
dengan klien
guna untuk
melakukan
evaluasi
medis jika
klien
mengalami
gejala
seperti: sakit
kepala,
demam,
kaku leher
5. Tekankan
kebutuhan
untuk tindak
lanjut medis
jangka
panjang dan
rehabilitasi.

4.Implementasi
mplementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Berdasarkan terminology NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi (Kozier et al., 2010).

22
Adapun implementasi yang dilakukan sesuai dengan perencanaan menurut (Amin
Huda Nurarif & Hardhi Kusuma 2015).
a. Monitor suhu sesering mungkin minimal tiap 2 jam
b. Monitor warna dan suhu kulit
c. Monitor tekanan darah, nadi, dan RR
d. Berikan anti piretik jika perlu
e. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
f. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila.

5.Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah fase kelima dan fase terakhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi merupakan aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan
terarah ketika pasien dan professional kesehatan menentukan kemajuan pasien
menuju pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan.
Evaluasi ini akan menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri,
dilanjutkan atau diubah(Kozier et al., 2010). Adapun hasil yang diharapkan
menurut (Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma 2015)yaitu :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.

2.2 Konsep Dasar Rasa Aman dan Nyaman


2.2.1 Definisi
Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis
atau bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2015) Perubahan
kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang
tidak menyenangkan dan berespons terhadap suatu rangsangan yang
berbahaya (Carpenito, Linda Jual, 2015 ).

Keamanan

Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen,


kelembaban yang optimum, nutrisi, dan suhu yang optimum akan
mempengauhi kemampuan seseorang.
1.Oksigen Bahaya umum yang ditemukan dirumah adalah sistem
pemanasan yang tidak berfungsi dengan baik dan pembakaran yang

23
tidak mempunyai sistem pembuangan akan menyebabkan penumpukan
karbondioksida.

2.Kelembaban Kelembaban akan mempengaruhi kesehatan dan keamanan


klien, jika kelembaban relatifnya tinggi maka kelembaban kulit akan
terevaporasi dengan lambat

3.Nutrisi Makanan yang tidak disimpan atau disiapkan dengan tepat atau
benda yang dapat menyebabkan kondisi kondisi yang tidak bersih akan
meningkatkan resiko infeksi dan keracunan makanan.

Kenyamanan

1. Nyeri adalah kondisi suatu mekanisme prolektif tubuh ayng timbul


bilamana jaringan mengalami kerusakan dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan tersebut. (Guyton
Hall, 2017 ).

a.   Nyeri Akut

Nyeri akut adalah suatu keadaan dimana seseorang melaporkan adanya


ketidaknyamanan yang hebat. Awitan nyeri akut biasanya mendadak,
durasinya singkat kurang dari 6 bulan.

b. Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah keadaan dimana seorang individu mengalami nyeri


yang berlangsung terus menerus, akibat kausa keganasan dan non
keganasan atau intermiten selama 6 bulan atau lebih

c. Mual

Mual adalah keadaan dimana individu mengalami sesuatu


ketidaknyamanan, sensasi seperti gelombang dibelakang tenggorokan
epigastrium, atau seluruh abdomen yang mungkin atau mungkin tidak
menimbulkan muntah.

2.2.2 Tanda Dan gejala


1. Emosi
Kecemasan, depresi, dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi
keamanan dan kenyamanan.

2. Status Mobilisasi

24
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran
menurun memudahkan terjadinya resiko injury.

3.Gangguan Persepsi Sensory


Mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang berbahayaseperti
gangguan penciuman dan penglihatan.

4. Keadaan Imunits
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga
mudah terserang.

5. Tingkat Kesadaran
Pada pasien koma, respon akan enurun terhadap rangsangan, paralisis,
disorientasi, dan kurang tidur.

2.2.3 Patofisiologi
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subyektif nyeri
terhadap empat proses tersendiri: Transduksi, transmisi, modulasi, dan
persepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu
sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri. Trasmisi nyeri
melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat terinduksi
melewati saraf perifer sampai termal di medula spinalis dan jaringan
neoron-neuron pemancar yang naik dan medula spinalis ke otak.
Medulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf
desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri yang
setinggi medula spinalis. Medulasi juga melibatkan faktor-faktor
kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas direseptor
nyeri aferen primer.
Akhirnya, persepsi nyeri adalah pengalaman subyektif nyeri yang
bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.

MUAL

Mual dapat dijelaskan sebagai perasaan yang sangat tidak enak


dibelakang tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan muntah.
Terdapat berbagai perubahan aktivitas saluran cerna yangberkaitan
dengan mual seperti meningkatnya salivasi, menurunnya tonus lambung
dan peristaltik. Peningkatan tonus duodenum dan jejenum
menyebabkan terjadinya refluks isi dodenum kedalam lambung. Namun
demikian, tidak terdapat bukti yang mengesankan bahwa
inimenyebabkan mual. Tanda dan gejala mual sering kali adalah pucat,
meningkatnya salivasi, hendak muntah, hendak pingsan, berkeringat.

25
2.2.4 Komplikasi

a)Gangguan pola istirahat tidur

b)Syok neurogenic

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


a)Pemeriksaan darah lengkap
b)CT scan
c)MRI
d)EKG

2.2.7 Penatalaksanaan Medis

a)Monitor gejala cardinal/ tanda-tanda vital


b)Kaji adanya infeksi atau peradangan di sekitar nyeri
c)Beri rasa aman
d)Sentuhan therapeuticTeori ini mengatakan bahwa individu yang sehat
mempunyai keseimbanganenergy antara tubuh dengan lingkungan luar.
Orang sakit berarti adaketidakseimbangan energi, dengan memberikan
sentuhan pada pasien, diharapkanada transfer energy.
e)AkupressurePemberian tekanan pada pusat-pusat nyeri
f)Guided imagery Meminta pasien berimajinasi membayangkan hal-hal
yang menyenangkan,tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang
terang, serta konsentrasi dari pasien.
g)DistraksiMengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri
ringan sampai sedang.Distraksi visual (melihat TV atau ertandingan bola),
distraksi audio (mendengarmusik), distraksi sentuhan massage, memegang
mainan), distraksi intelektual(merangkai puzzle).
h)Anticipatory guidanceMemodifikasi secara langsung cemas yang
berhubungan dengan nyeri.
i)HipnotisMembantu persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.

26
j)BiofeedbackTerapi prilaku yang dilakukan dengan memberikan individu
informasi tentangrespon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih control
volunter terhadap respon.Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan
otot dan migren dengan caramemasang elektroda pada pelipis
k)Pemberian analgesikObat golongan analgesik akan merubah persepsi
dan interprestasi nyeri dengan jalan mendpresi sistem saraf pusat pada
thalamus dan korteks serebri. Analgesikakan lebih efektif diberikan
sebelum pasien merasakan nyeri yang beratdibandingkan setelah
mengeluh nyeri. Contoh obat analgesik yani asam salisilat(non narkotik),
morphin (narkotik), dll.
l)PlaseboPlasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat
analgesikseperti gula, larutan garam/ normal saline, atau air. Terapi ini
dapat menurunkanrasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan
pasien.
2.2.8 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a.  Keamanan
Memastikan lingkungan yang aman, perawat perlu
memahami hal-hal yang memberi kontribusi keadaan rumah,
komunitas, atau lingkungan pelayanan kesehatan dan kemudian
mengkaji berbagai ancaman terhadap keamanan klien dan
lingkungan
1)      Komunitas Ancaman keamanan dalam komunitas
dipengaruhi oleh terhadap perkembangan, gaya hidup, status
mobilisasi, perubahan sensorik, dan kesadaran klien terhadap
keamanan.
2)      Lembaga pelayanan kesehatan Jenis dasar resiko
terhadap keamanan klien di dalam lingkungan pelayanan kesehatan
adalah terjadi kecelakaan yang disebabkan klien, kecelakaan yang
disebabkan prosedur, dan kecelakaan yang menyebabkan
penggunaan alat.
b. Kenyaman

27
Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan
yang bersifat subyektif dan hanya yang menerimanya yang dapat
menjelaskannya. Tanda-tanda yang menunjukan seseorang
mengalami sensasi nyeri:
1)      Posisi yang memperlihatkan pasien Pasien tampak
takut bergerak, dan berusaha merusak posisi yang
memberikan rasa nyaman
2)          Ekspresi umum
 Tampak meringis, merintih
 Cemas, wajah pucat
 Ketakutan bila nyeri timbul mendadak
 Keluar keringat dingin
 Kedua rahang dikatupkan erat-erat dan kedua tangan
tampak dalam posisi menggenggam
 Pasien tampak mengeliat karena kesakitan
3)      Pasien dengan nyeri perlu diperhatikan saat
pengkajian adalah
 Lokasi nyeri
 Waktu timbulnya nyeri
 Reaksi fisik/psikologis pasien terhadap nyeri
 Karakteristik nyeri
 Faktor pencetus timbulnya nyeri
 Cara-cara yang pernah dilakukan untuk mengatasi
nyeri

B. Diagnosa
a)      Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik atau trauma b)     
Nyeri kronis berhubungan dengan kontrol nyeri yang tidak adekuat c)     
Nausea berhubungan dengan terapi, biofisik dan situasional
d)     Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

28
e)      Resiko Infeksi berhubungan dengan faktor resiko prosedur infvasif,
tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan patogen.
f)       Resiko Trauma berhubungan dengan faktor resiko eksternal yang
berasal dari lingkungan sekitar dan internal yang berasal dari diri sendiri
g)      Resiko Injury berhubungan dengan imobilisasi, penekanan sensorik
patologi intracranial dan ketidaksadaran

C. Intervensi
Interv
ensi Rasional
1.Kaji faktor penyebab, kualitas, 1.Menentukan sejauhmana nyeri
lokasi,frekuensi, dan skala nyeri yangdirasakan dan untuk
2.Monitor tanda-tanda vital, memudahkanmember intervensi
perhatikantakikardia, hipertensi, selanjutnya.
dan peningkatan pernafasan. 2.Dapat mengidentifikasi rasa
3.Ajarkan tehnik distraksi dan sakit danketidaknyamanan
relaksasi 3.Membantu pasien menjadi
4.Beri posisi yang nyaman untuk rileks,menurunkan rasa nyeri,
pasien serta mampumengalihkan
5.Beri Health Education (HE) perhatian pasien dari nyeriyang
tentangnyeri dirasakan
6.Kolaborasi dalam pemberian 4.Mengurangi rasa sakit,
terapianalgesik seperti meningkatkansirkulasi, posisi
semifowler dapatmengurangi
tekanan dorsal.
5.Pasien mengerti tentang nyeri
yangdirasakan dan menghindari
hal-hal yangdapat memperparah
nyeri.
6.Menekan susunan saraf pusat
padathalamus dan korteks serebri
sehiggadapat mengurangi rasa
sakit/ nyeri

D. Implementasi
Implementasi adalah tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Implementasi
merupakan pelaksanaan rencana keperawatan yang dilakukan oleh perawat
dan pasien (Dermawan, 2016).

29
E. Evaluasi
1)Penurunan skala nyeri, contohnya skala nyeri menurun dari 8 menjadi 5
dari10 skala yang diberikan.
2)Merasa nyaman dan dapat istiraht

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Raisa


NIM : 2019.B.20.0514
Ruang Praktek : Nusa Indah
Tanggal Praktek : 8/12/2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 8/12/2020

I. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Umur : 40 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : lulusan SMP
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Desa selucing, Kotim
Tgl MRS : 3/12/2020
Diagnosa Medis : Meningitis

B. Riwayat Kesehatan /Perawatan


1. Keluhan Utama :
Pusing terus menerus

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

30
Pasien mengeluh pusing terus menerus, mual dan pasien
juga mengatakan tidak bisa tidur

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat


operasi)
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga

C. Kebutuhan Dasar
Rasa Nyaman Nyeri
Suhu : 36,2℃
Skala nyeri : Tidak ada
Gambaran nyeri : Tidak ada
Frekuensi nyeri : Tidak ada
Durasi/perjalanan : Tidak ada
Respon emosional : Tidak ada
Penyempitan focus : Tidak ada
Cara mengatasi : Tidak ada
Tidak Ada Masalah Keperawatan

Oksigenasi
Pernafasan : 20x/mnt
TD : 160/100 mmgHg
Bunyi nafas : Irama nafas teratur, tidak ada suara nafas tambahan
Respirasi : 20x/mnt
Kedalaman : 12
Fremitus : Normal ( kecepatan 10 )
Sputum : Tidak ada
Sirkulasi oksigen : Normal
Dada : Simetris
Tanggal : Tidak terpasang oksigen
Tidak Ada Masalah Keperawatan

Cairan
Kebiasaan minum : 5000 cc/hari
Jenis : Air putih dan berwarna
Turgor kulit : Tidak ada
Mukosa mulut : Tidak ada
Punggung kaki : Normal ( Warna sawo matang )
Pengisian kapiler : Tidak ada
Mata cekung : Tidak ada
Konjungtiva : simetris
Sklera : Simetris

31
Edema : Tidak ada
Dispensi vena jugularis : Tidak ada
Asites : Tidak ada
Minuman per NGT : Tidak ada
Tanggal : Tidak terpasang NGT
Tidak Ada Masalah Keperawatan

Nutrisi
TB 150 cm, BB 60 kg
Kebiasaan makan : 3 kali/hari ( Tdk teratur )
Keluhan saat ini : Pusing, mual dan tidak bisa tidur
Nyeri ulu hati/salah cerna : Tidak ada nyeri ulu hati
Pembesaran tiroid : Tidak ada
Hernia/massa : Tidak ada
Maltosa : Tidak ada
Kondisi gigi/gusi : Normal ( tidak ada pembengkak kan )
Penampilan lidah : Simetris
Bising usus : 24x/mnt
Infuse terpasang : Tgl 3/12/2020.jam 12 WIB
Ciaran : NaCl 0,9 %
Lokasi : Di pasang di bagian punggung telapak tangan
Tidak Ada Masalah Keperawatan

Kebersihan perorangan
Kebiasaan mandi : 3x/hari
Cuci rambut : 1x/hari
Kebiasaan gosok gigi : 4x/hari
Kebersihan badan : Bersih
Keadaan rambut : Bersih
Keadaan kepala : Bersih
Keadaan gigi dan mulut : Bersih
Keadaan kuku : Pendek
Keadaan vulva parineal : Tidak ada
Keluhan saat ini : Tidak ada
Iritasi kulit : Tidak ada
Luka bakar : Tidak ada
Keadaan luka : Tidak ada
Tidak Ada Masalah Keperawatan

Aktivitas Istirahat
Aktivitas waktu luang : istirahat dan tidur
Aktivitas hobi : Mengikuti pengkajian di musola

32
Kesulitan bergerak : Tidak ada
Kekuatan otot : Normal ( Pasien mampu menahan beban eksternal
dan internal )
Tonus otot : Tidak ada
Postur : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Rentang gerak : Normal ( Pasien mampu bergerak secara aktif
maupun pasif )
Keluhan saat ini : Tidak bisa tidur
Alat bantu : Tidak ada
Masalah Keeperawatan : Gangguan Pola Tidur

Eliminasi
Kebiasaan BAB : 1x/hari
Kebiasaan BAK : 6x/hari
Menggunakan laxan : Tidak ada
Menggunakan diuretic : Tidak ada
Keluhan BAB saat ini : Tidak ada
Keluhan BAK saat ini : Tidak ada
Peristaltik usus : Normal ( bunyi 32 kali per menit )
Abdomen:nyeri tekan : Abdomen tidak terasa nyeri saat di tekan
Lunak/keras : Lunak
Massa : Tidak ada
Lingkar abdomen : 90 cm
Terpasang kateter urine : Pada tgl 3/12/2020 di vulva
Tidak Ada Masalah Keperawatan

Tidur & Istirahat


Kebiasaan tidur malam : 6 jam
Kebiasaan tidur siang : 1 jam
Kebiasaan tidur : Jam 21.00 – 05.45 WIB
Kesulitan tidur : Jam 01.00 – 06.00 WIB
Cara mengatasi : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Gangguan Pola Tidur

Pencegahan Terhadap Bahaya


Reflek : Normal ( pupil membesar ketika berada di tempat kecil,
dan pupil mengeccil ketika terkena cahaya terang )
Penglihatan : Normal ( Pasien mampu mengukur bagan snellen 20/20
kaki atau dalam satuan meter 6 meter )
Pendengaran : Normal ( Rentang pendengaran 250 Hz )
Penciuman : Normal ( Pasien mampu membedakan bau minyak angin
dan bau minyak kayu putih )
Perabaan : Normal ( Pasien mampu merasakan pada saat perawat
melakukan palpasi ( Perabaan ) pada bising usus.

33
Tdak Ada Masalah Keperawatan

Neuresensori
Rasa ingin pingsan/pusing : Pusing, namun tidak ada rasa ingin pingsan
Stroke ( Rasa sisa ) : Tidak ada
Kejang : Tidak ada
Agra : Tidak ada
Frekuensi : Tidak ada
Status postikal : Tidak ada
Cara mengntrol : Tidak ada
Status mental : Tidak ada
Kesadaran : Compos mentis
Kaca mata : Tidak memakai kaca mata
Alat bantu dengar : Tidak ada
Ukuran pupil : Simetris
Facial drop:kaku kuduk : Rasa tidak nyaman di leher ketika mencoba untuk
menggerakkan atau memutar kepala dari sisi ke sisi
Tidak Ada Masalah Keperawatan

Keamanan
Alergi/sensitifitas : Tidak ada
Reaksi : Tidak ada
Perubahan sistem imun : Tidak ada
Penyebab : Tidak ada
Riwayat penyakit hub seksual: Tidak ada
Tranfussi darah : Tidak ada
Gaambaran reaksi : Tidak ada
Riwayat cidera kecelakaan : Tidak ada
Fraktur : Tidak ada
Artritis/sendi tak stabil : Tidak ada
Masalah punggung : Tidak ada
Perubahan pada tahi lalat : Tidak ada
Pembesaran nodus : Tidak ada
Kekuatan umum : Normal ( nilai 5 )
Cara berjalan : Normal ( Tubuh tegak, tidak membungkuk )
Rem : Normal
Hasil kultur : Tidak ada
Tidak Ada Masalah Keperawatan

Seksualitas
Aktif melakukan hubungan seksual :-
Penggunaan kondom :-
Masalah kesulitan seksual : Tidak ada
Perubahan terakhir dalam frekuensi :-
Usia menarche : 16 th

34
Lama siklus : 5 hari
Lokasi : Vulva
Periode menstruasi terakhir : 1 bulan sekali
Menopause : Belum menopause
Rabas vaginal : Tidak ada
Penderahan antara periode : 1-2 hari
Melakukan pemeriksaan payudara : tidak ada
Kutil genetalia : Tidak ada
Tidak Ada Masalah Keperawatan

Keseimbangan & Peningkaatan Hubungan Psiko serta Interaksi Sosial


Hidup dengan : Keluarga dan bertetangga
Masalah/stress : Kecemasan atas penyakit yang di derita
sekarang
Cara mengatasi stress : Jalan – jalan
Orang pendukung lain : Suami dan anak
Peran dalam struktur keluarga : Istri
Sosiologis : Tidak ada
Perubahan bicara : Tidak ada
Penggunaan alat bantu : Tidak ada
Komunikasi : Tidak ada
Adanya laringoskopi : Tidak ada
Keluarga/orang terdekat lain nya : Orang tua, anak serta suami
Spiritual : Tidak ada
Tidak Ada Masalah Keperawatan

D. Penyuluhan Dan Pembelajaran


1. Bahasa Dominan (Khusus) : Bahasa Indonesia
Buta huruf : Tidak buta hhuruf Ketidakmampuan
belajar (khusus )  Keterbatasan kognitif 2.
Informasi yang telah disampaikan :
 Pengaturan jam besuk  Hak dan kewajiban klien
 Tim /petugas yang merawat  Lain -lain :…………….. 3.
Masalah yang ingin dijelaskan
 Perawatan diri di RS Obat - obat yang diberikan
 Orientasi Spesifik terhadap perawatan (seperti dampak dari agama
/kultur yang dianut)
 Lain -
lain .......................................................................................................
..
4. Faktor resiko keluarga ( tandai hubungan ) :
 Diabetes Tuberkulosis  Penyakit jantung
 Stroke  TD Tinggi Epilepsi
 Penyakit ginjal Kanker  Penyakit Jiwa

35
 Lain –
lain: ......................................................................................................
. Obat yang diresepkan ( lingkari dosis terakhir ) :
Dimininum secara Tujuan
Obat Dosis Waktu
Teratur
Inf NaCl 0,9 Drip Untuk mengganti
% tramadol 1 cairan tubuh yang
amp 16 tpm hilang, mengoreksi
ketidak
seimbangan
elektroolit.
Ceftriaxone 2 gram 12 jam 2x2 gram/IV Mengatasi
berbagai infeksi
bakteri dalam
tubuh
Ranitidin 50 mg 12 jam 2x50 mg/IV Untuk
menghambat
sekresi asam
lambung
berlebihan
Dexamethason 5 mg 8 jam 3x5 mg/IV Mengatasi
peradangan, reaksi
alergi
Ketorolac 30 mg 8 jam 3x30 mg/IV Untuk meredakan
nyeri dan
peradangaan

Ondansentron 8 mg 12 jam 2x8 mg/IV Untuk mencegah


serta mengobati
mual dan muntah

Amplodipin 10 mg 24 jam 1x10 mg/oral Untuk mengatasi


hipertensi, selain
itu amplodipin
juga digunakan
untuk meredakan
gejala nyeri dada
atau angina
pektoris pada
penyakit jantung
coroner.

Candesartan 8 mg 24 jam 1x8 mg/oral Untuk


menurunkan
tekanan darah

36
( hipertensi )

Depakote 1 mg 24 jam 1x1 mg/oral Untuk membantu


menangani kejang
akibat epilepsy,
menangani gejala
mania padaa
pengidap
gangguan bipolar
serta mencegah
migrain

Halloperidol 0,5 mg 1-0-1 48 jam 0,5 mg 1-0-1/oral Untuk mengatasi


gejala skizofremia
( gangguan yang
mempengaruhi
seseorang untuk
berfikir )

Merlopam 0,5 mg 1-0-1 48 jam 0,5 mg 1-0-1/oral Untuk mengatasi


gangguan
kecemasan
( ansietas ) dengan
memberikan efek
menenangkan serta
mengatasi
gangguan
kesulitan tidur
( insomnia )

E. Pemeriksaan Fisik Lengkap


Terakhir 1. Status Mental ;
 Orientasi : Compos mentis
 Afektifitas : Normal ( pasien mampu menyatakkan
emosi, berdasarkan pengalaman sendiri, khususnya untuk
memenuhi suatu kebutuhan atau dorongan yang mendesak
2. Status Neurologis ;
Uji Syaraf Kranial :
Nervus Kranial I : Olfaktori, pasien bisa membedakaan bau minyak angina
dan bau minyak kayu putih
Nervus Kranial II : Optik, pasien dapat melihat dengan jelas
Nervus Kranial III :Okulomotor pasien dapat menggerakkan bola mata ke
samping
Nervus Kranial IV : Troklear, pasien dapat menggerakkan kedua bola mata ke

37
atas dank e bawah
Nervus Kranial V : Trigeminal, pasien dapat menggerakkan otot rahang
Nervus Kranial VI : Abdusen, pasien dapat membuka mata
Nervus Kranial VII : Fasial, pasien dapat mengerakkan otot wajah
Nervus Kranial VIII : Auditori, pasien dapat mendengaar dengan baik
Nervus Kranial IX : Glosofaringeal, pasien dapat menggerakkan
lidahnya
Nervus Kranial X : Fagus, gerakkaan otot faring normal
Nervus Kranial XI : Assesori, gerakan otot jantung normal
Nervus Kranial XII : Hipoglosal, pasien mampu menelan

3. Ekstermitas Superior :
a) Motorik
Pergerakan : Baik
Kekuatan : Skala 5
b) Tonus
c) Refleks Fisiologis
Bisep : Normal ( adanya fleksi ringan yang normal pada
saat perfusi )
Trisep : Normal ( adanya fleksi dan supinasi pada lengan
klien, jari – jari tangaan sedikit ekstensi )
d) Refleks Patologis
Hoffman Tromer : Normal ( respon ibu jari, telunjuk, dan
jari laainnya fleksi )
e) Sensibilitas
Nyeri : Skala 4
4. Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan : Normal ( tidak ada gangguan )
Kekuatan : Normal ( tidak ada gangguan )
b) Tonus : Normal ( tidak ada gangguan )
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella : Normal ( reflek tendon lutut )
d) Refleks Patologis
Babinsky : Normal ( dursum fleksi ibu jari, diikuti fanning
( pengembangaan ) jari – jari ).
Chaddock : Normal ( dursum fleksi ibu jari, diikuti fanning
( pengembangaan ) jari – jari ).

Gordon : Normal ( dursum fleksi ibu jari, diikuti fanning


( pengembangaan ) jari – jari ).

Oppenheim : Normal ( respon lengan bawah fleksi


5. Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk : Terasa nyeri pada leher
b) Brudzinksky I & II : Normal ( gerakkan fleksi pada kepala

38
c) Lassaque : Negatif ( tidak ada gangguan )
d) Kernig Sign : Negatif ( tidak ada gangguan )

39
F. Data Genogram

33 th 32 th

Keterangan :
: Laki-laki

: Perempuan

/ : Meninggal

: Hubungan perkawinan

↗ : Klien

: Tinggal serumah

40
G. Data Pemeriksaan Penunjang ( Diagnostik & Laboratorium )

GDS 86, Ureum 26, Creatinin 0,42, Natrium 131 mmol/L, Kalium 3,3
mmol/L,Calcium, 1.17 mmpl/L

41
Penatalaksanaan Medis
No Nama Obat Dosis Pemberian Indikasi
1. Inf NaCl 0,9 % Drip tramadol 1 amp Untuk mengganti cairan tubuh yang
16 tpm hilang, mengoreksi ketidak seimbangan
elektroolit.

2. Ceftriaxone 2x2 gram/IV Mengatasi berbagai infeksi bakteri dalam


tubuh

3. Ranitidin 2x50 mg/IV Untuk menghambat sekresi asam


lambung berlebihan

4. Dexamethason 3x5 mg/IV Mengatasi peradangan, reaksi alergi

5. Ketorolac 3x30 mg/IV Untuk meredakan nyeri dan peradangaan

6. Ondansentron 2x 50 mg/IV Untuk mencegah serta mengobati mual


dan muntah

7. Amplodipin 1x10 mg/oral Untuk mengatasi hipertensi, selain itu


amplodipin juga digunakan untuk
meredakan gejala nyeri dada atau angina
pektoris pada penyakit jantung coroner.

8. Candesartan 1x8 mg/oral Untuk menurunkan tekanan darah


( hipertensi )

9. Depakote 1x1/oral Untuk membantu menangani kejang


akibat epilepsy, menangani gejala mania
padaa pengidap gangguan bipolar serta
mencegah migrain

10. Halloperidol 0,5 mg 1-0-1/oral Untuk mengatasi gejala skizofremia


( gangguan yang mempengaruhi
seseorang untuk berfikir )

11. Merlopam 0,5 mg 1-0-1/oral Untuk mengatasi gangguan kecemasan


( ansietas ) dengan memberikan efek
menenangkan serta mengatasi gangguan
kesulitan tidur ( insomnia )
43
Hari/Tanggal Pemberian Obat : Kamis, 3 Desember 2020
Palangka Raya, 3 Desember 2020
Mahasiswa,

( RAISA )

44
Analisis Data

Data Subyektif & Kemungkinan Masalah


Data Obyektif Penyebab
Ds : Pasien mengeluh tidak
bisa tidur

Do : Os. Tampak terjaga dan


tampak tidak segar atau
tenang, istirahat tidak cukup
( Mis. Pencahayaan,
kebisingan, suhu, dan Hambatan lingkungan Gangguan pola tidur
tempat tidur ).
TTV TD 160/100, N
70x/mnt, RR 20x/mnt, S
36,8, Kesadaran Compos
Mentis ( kesadaran
sepenuhnya ).
Rentang tidur malam dari
jam 22.00 – 04.00 WIB
Rentang tidur siang dari jam
13.00 – 14.00 WIB.

Prioritas Masalah
No Diagnosa Keperawatan Keperawatan Dasar
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkuangan dibuktikan dengan
mengeluh tidak bisa tidur. TTV TD 160/100, N 70x/mnt, RR 20x/mnt, T 36, 8, Kesadaran
Compos Mentis ( kesadaran sepenuhnya )

45
K. Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Ny.W
Ruang Rawat : Nusa Indah
Diagnosa Tujuan (Kriteria
Keperawatan hasil) Intervensi Rasional
1. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan Tindakan Intervensi utama : Dukungan tidur Observasi :
berhubungan dengan keperawatan 2x24 jam, pola ( SIKI : L.05174, Hal : 48 ) 1. Membantu dalam penggunaan energi
hambatan lingkuangan tidur pasien membaik, dengan Observasi : untuk beraktifitas
dibuktikan dengan kriteria hasil : ( SLKI : 05045 ) 1.Identifikasi faktor pengganggu 2. Untuk mengidentifikasi penyebab aktual
mengeluh tidak bisa tidur Keluhan sulit tidur menurun tidur dari gangguan tidur
dengan skor 5 2.Identifikasi pola aktivitas dan Edukasi :
tidur 1. Istirahat yang cukup akan membantu
Terapeutik : proses penyembuhan
1.Fasilitasi menghilangkan stres Kolaborasi :
sebelum tidur 1. Membantu agar klien dapat beristirahat
Edukasi :
1.Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
Kolaborasi :
1Ajarkan rileksasi otot atau cara
nonfarmakologi lainnnya.
2. Pemberian obat per oral :
- Halloperidol 0,5 mg 1-0-1/oral
- Merlopam 0,5 mg 1-0-1/oral

46
L. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan danNama


Perawat
Rabu, 9 Desember D1 :
2020/jam 12.00 WIB S = Klien mengatakan sudah mulai tidak sulit
1.Mengidentifikasi Faktor pengganggu tidur
tidur O = klien terlihat segar
2. Mengidentifikasi pola aktivitas A = Masalah teratasi
3. Memfasilitasi menghilangkan stres P = Intervensi di hentikan
sebelum tidur
4. Menjelaskan pentingnya tidur cukup
5. Berikan obat oral :
- jam 08.00 WIB pemberian obat
Halloperidol 1 tab 0,5 mg 1-0-1/oral
- Jam 09.00 WIB pemberian obat
Merlopam 1 tab 0,5 mg 1-0-1/oral

47
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan metode autoanamnesa dan alloanamnesa
pada hari kamis, 3/12/2020 pukul 12.00 WIB. Mengadakan pengamatan,
observasi secara langsung, pemeriksaan fisik, catatan medis dan keperawatan.
Dari hasil pengkajian, dengan nama Ny. W, umur 40 tahun, agama islam,
pekerjaan IRT, pendidikan terakhir SMP. Alamat desa selucing, Kotim. Tgl
masuk Rs tanggal 3/12/2020. Dengan riwayat penyakit klien sekarang adalah
pasien mengeuluh pusing terus menerus, mual dan tidak bisa tidur, lalu pasien
dibawa ke Rs Dorys Sylvanus Palangka Raya, sampai di IGD klien di periksa dan
diberikan pertolongan pertama dan langsung rawat inap di ruang Nusa Indah
untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Menurut teori pengkajian meningitis yang dilakukan adalah mengkaji rasa
aman dan nyaman, karena jika rasa aman dan nyaman terganggu pasien dapat
mengalami penurunan kesadaran yang berakibat penururnan respon terhadap
rangsangan dari dalam seperti pengeluaran sekresi trakeobrokial maupun dari luar
seperi rangsangan yang berupa panas, nyeri maupun rangsangan suara. Kondisi ini
dapat berakibat berisiko cidera fisik sehingga terganggu rasa aman nya ( Riyadi &
Sukarmin, 2009 ).

4.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. W adalah diagnosa
keperawatan “ Gangguan Pola Tidur ’’.
Diagnosa keperawatan di angkat gangguan pola tidur pada Ny. W karena
adanya pernyataan atau keluhan pasien berupa tidak bisa tidur. Penulis mengamati
klien tampak terjaga dan tampak tidak segar atau tidak tenang, istirahat tidak
cukup.

4.3 Intervensi
Intervensi keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada diagnosa
keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
adalah : Identifikasi faktor pengganggu tidur, idetifikasi pola aktivitas dan tidur,

48
fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur, jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit, ajarkan relaksasi otot atau cara nonfaarmakologi lain nya, dan
berikan obat analgetik yaitu Halloperidol 0,5 mg 1-0-1/oral dan Merlopam 0,5 mg
1-0-1/oral.

4.4 Implementasi
Implementasi keperawatan dari diagnosa gangguan pola tidur berhubungan
dengan hambatan lingkunngan adalah : Mengidentifikasi faktor pangganggu tidur,
mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur, memfasilitasi menghilangkan stress
sebelum tidur, Menjlaskan pentingnya tidur cukup selama sakit, ajarkan relaksasi
otot atau cara nonfaarmakologi lain nya, dan berikan obat analgetik yaitu
Halloperidol 0,5 mg 1-0-1/oral dan Merlopam 0,5 mg 1-0-1/oral.

4.5 Evaluasi
Berdasarkan teori menurut creaven daan Hirnle ( 2000 ) evaluasi di
definisikan sebagai keputusan efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan
keperawatan klien yang telah di tetapkan dengan respon perilaku klien yang
tampil.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan
rencana tindakan yang telah di tentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Sedangkan evaluasi yang didapatkan oleh penulis dari masalah diatas dengan
gangguan pola tidur bahwa masalah sudah teratasi dengan ditandai dengan klien
mengatakan sudah tidak sulit tidur, klien terlihat segar. TTV dalam batas normal
TD 160/100, N 70x/mnt, RR 20x/mnt, S 36,8, Kesadaran Compos Mentis
( kesadaran sepenuhnya ).

49
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Meningitis TB adalah radang pada meningen ( membran yang
mengelillingi otak dan medula spinalis ) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau
organ – organ jamur. Distribusi frekuensi karakteristik dasar pasien pebderita
meningitis , sebagian besar pasien meningitis berumur 34 tahun kebawh.umur
berhubungan dengan ketahanan hidup pasien pemderita meningitis.

5.2 Saran
Diharapkan kepada pasien untuk selalu menjaga kesehatan dan pola
istirahat yang cukup serta menjaga keseimbangan pola makan dengan asupan
makanan yang bernutrisi dan bergizi untuk memenuhi kesehatan tubuh. Dan juga
minum obat sacara teratur selama masa pemulihan.

50
DAFTAR PUSTAKA

Zhang YL. Validation of Thwaite's diagnostic scoring system for the


defferemtial diagnosis of tuberculosis meningitis and bacterial
meningitis. Departemen Of Infectius Disease, Huashan Hospital
Affiliated to Fudan University, Shanghai-China. 2014.
Marais suuzan dkk. Presentation and Outcome of Tuberculous
Meningitis in a High HIV Prevalence Setting. University OF
Melbourne. Australia. 2011.
Kongbunkiat K. Clinical Factor Predictive of Functional
outcomes in Tuberculosis Meningitis. Departement of Medicine,
Khon Kaen University. 2014.
33. Huldani. Diagnosis dan Penatalaksanaan Meningitis TB.
Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Kedokteran
Banjarmasin. 2012.
Nofareni. status imunisasi BCG dan faktor lain yang mempengaruhi
terjadinya meningitis Tuberkulosa. Bagian ilmu kesehatan anak
FK USU. 2003;1-13.
Harsono. Meningitis tuberkulosa. Buku Ajar Neurologi Klinis :
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Edisi ke 3.
Yogyakarta: Gadjah Mada University; 2005.
Ahmad B, Amir D. 2008. Buku ajar ilmu penyakit saraf (Neurologi).
Edisi I. Padang: Bagian Ilmu Peyakit saraf. Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
Sudewi RAA, Sugianto P, Ritarwan (eds). Infeksi Pada Sistem Saraf.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan percetakan Universitas
Airlangga; 2011.
Evandert. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan keluaran pasien
Meningitis Tuberkulosis di SMF saraf RSUP DR. M. Djamil
Padang 2015-2016 [Skripsi] Padang. FK Unand; 2016.

51
52

Anda mungkin juga menyukai