Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH SISTEM PERSARAFAN

MENINGITIS
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Medah 3
Dosen Pengampu : Saiful Nurhidayat, S. kep., Ns., M. Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Regif Intan Barany 18631721
Aldi Ichsan Pratama 18631714
Luailiyatun Nahdhiyah 18631685
Dewi Novita Sari 18631663
Dila Restiani 18631658
Fay Hurin'in Zakiya 18631641

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................... 2
BAB 2 KONSEP PENYAKIT.......................................................................... 3
2.1 Definisi ................................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi ............................................................................................... 3
2.3 Etiologi .......................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi .................................................................................. 4
2.5 Manifestasi Klinis .................................................................................. 5
2.6 Pathway ......................................................................................... 6
2.7 Penatalaksanaan ..................................................................................... 7
2.8 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 8
2.9 Prognosis ....................................................................................... 9
2.10 Komplikasi .................................................................................... 9
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN............................................. 10
3.1 Pengkajian .............................................................................................. 10
3.2 Diagnosa ................................................................................................. 15
3.3 Intervensi ................................................................................................ 16
3.3 Implementasi........................................................................................... 25
3.4 Evaluasi................................................................................................... 25
BAB 4 PENUTUP............................................................................................ 27
4.1 Kesimpulan.............................................................................................. 27
4.2 Saran ....................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 28

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan
Makalah ini dengan cukup baik dan tepat pada waktunya.
Adapun makalah ini kami susun atas dasar kelengkapan tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 3. Kami sampaikan terima kasih kepada Bapak
Saiful Nurhidayat, S.Kep., Ns., M. Kep. Selaku dosen pengampu Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah (KMB) 3 di Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan laporan ini, semua yang telah memberi informasi yang kami
tidak sebut satu per satu.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan di dalamnya, maka untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca dalam kesempurnaan laporan
ini.Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.Sekali lagi kami
sampaikan terima kasih.

Ponorogo, 1 Juni 2021

Kelompok 4

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang menakutkan
karena menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama di
negara berkembang sehingga diperlukan pengenalan dan penanganan medis
yang serius untuk mencegah kematian. Meningitis merupakan suatu reaksi
peradangan yang terjadi pada lapisan yang membungkus jaringan otak
(araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang yang disebabkan
organisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Kondisi ini dapat menyebabkan
kerusakan otak yang parah dan berakibat fatal pada 50% kasus jika tidak
diobati (Speets et al., 2018). Meningitis meningokokus, yang disebabkan
oleh bakteri Neisseria meningitidis (atau N. meningitidis), memiliki potensi
untuk menyebabkan epidemi yang besar. Dua belas jenis dari bakteri
tersebut, yang disebut serogroup, telah diidentifikasi, dan enam diantaranya
(jenis A, B, C, W, X dan Y) dapat menyebabkan epidemi (WHO, 2018).
Gejala yang paling umum pada pasien dengan meningitis adalah leher
kaku, demam tinggi, sensitif terhadap cahaya, kebingungan, sakit kepala,
mengantuk, kejang, mual, dan muntah. Selain itu pada bayi, fontanelle
menonjol dan penampilan ragdoll juga sering ditemukan (Piotto, 2019).
Meningitis bakterial (penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri)
berada pada urutan sepuluh teratas penyebab kematian akibat infeksi di
seluruh dunia dan menjadi salah satu infeksi yang paling berbahaya pada
anak. Meningitis jenis ini merupakan penyebab utama kematian pada anak-
anak, dengan perkiraan 115.000 kematian di seluruh dunia pada tahun 2015.
World Health Organization (WHO) telah melaporkan 26.029 kasus
meningitis di daratan Afrika pada tahun 2016 dengan 2.080 kematian (rasio
fatalitas kasus keseluruhan sebesar 8%).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit meningitis ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien dengan penyakit
meningitis ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep penyakit meningitis.
2. Mengetahui asuhan keperawatan untuk pasien dengan penyakit
meningitis.

1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan tentang konsep penyakit meningitis.
2. Menambah pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan untuk pasien
dengan penyakit meningitis.

2
BAB 2
KONSEP PENYAKIT

2.1 Definisi
Meningitis adalah kerusakan pada “meninges” yaitu kulit yang
menutupi otak. Meningitis biasanya disebabkan oleh bakteri atau virus.
Meningen = selaput otak. Penyakit meningitis, mungkin jarang kita dengar,
tapi penyakit ini adalah penyakit yang cukup berbahaya. Penyakit ini
menyerang bagian saraf atau otak yang berfungsi sebagai pusat pemikiran
manusia. Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang
mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam
derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang
superfisial. Meningitis merupakan komplikasi intrakranial yang paling
banyak terjadi pada pasien OMSK. Meningitis dapat terjadi melalui ekstensi
langsung tulang yang erosi, salurang yang sudah terbentuk sebelumnya atau
melalui darah (hematogen).

2.2 Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai
cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernana Adalah radang bernanah arakhnoid dan
noid dan piameter yang meliput yang meliputi otak dan otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

3
2.3 Etiologi
1. Bakteri; Mycrobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumonie
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita.
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, insfeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan.
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi
imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan, atau injury yang
berhubungan dengan sisem persarafan.

2.4 Patofisiologi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu
pada bagian paling luar adalah durameter, bagian tengah araknoid dan
bagian dalam piameter. Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari otak
yang berada dalam ruang subarachnoid yang dihasilkan dalam fleksus-
fleksus choroid yang kemudian di alirkan melalui sistem ventrikel.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui beberapa
cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembus
pada CSF dan arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen
mengakibatkan respon peradangan. Netropil bergerak ke ruang
subarachnoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam ruang
subarachnoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang
subarkhnoid yang pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus.
Selain itu luka atau fraktur terbuka pada kepala dan medulla spinalis,
memungkinkan mudahnya bakteri atau kuman masuk ke otak. Infeksi pada
telinga seperti otitis media dan mastoiditis meningkatkan resiko meningitis
bakteri. Kuman bakteri akan mudah menembus membrane epithelium dan

4
masuk ke ruang subarachnoid, berkembang menimbulkan respon inflamasi.
Radang paru yang paling sering adalah karena tuberkolusis paru
mengakibatkan meningitis bakteri atau meningitis TB. Selain itu
pembedahan otak dan spinal secara langsung kuman dapat masuk ke lapisan
otak. Sepsis atau infeksi sistemik juga beresiko terjadinya meningitis (Arif
Muntaqqin,2008).

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letarik, tidak responsif,
dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut :
a. Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b. Tanda kernik positip : ketika pasien dibaringkan dengan paha
dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna.
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksi pasif pada ekstremitas
bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat pada
sisi ekstremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema derebal dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan
bradikardi), persarafan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan
penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningkitis
meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-
tiba muncul, lesi purpura yang melebar, syok dan tanda koagulopati
intavaskuler diseminata.

5
2.6 Pathway

predisposisi mencakup: ISNA, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pen

Invansi kuman ke jaringan serebral via vena nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid

Reaksi peradangan jaringan serebral

Eksudat meningen Gangguan metabolisme serebral Hipoperfusi

Thrombus daerah korteks dan aliran


darah serebral

Kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi, kerusakan endotel,


dan nekrosis pembuluh darah

Infeksi/septicemia jaringan otak

Iritasi meningen

Sakit kepala dan demam Perubahan fisiologis intrakrnial

Hipertermia Nyeri Akut Edema serebral dan peningkatan TIK Peningkatan permeanilitas darah ke otak

Penekanan area fokal


Adhesi
Perubahan kortikal
menyebabkan
tingkat kesadaran,kelumpuhan saraf
perubahan perilaku, Perubahan
disorientasi, Penurunan
gastrointestinal
fotofobia, peningkatan tingkat
sekresi ADHkesadaranBradikardi

Risiko Perfusi Serebral Tidak Efe


giditas nukal, tanda kerning dan Brudzinki positif Mual dan muntah
Penurunan kemampuan batuk dan peningkatan produksi mukus
Koma

Kejang Kematian

Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit


Risiko Ansietas
Cedera Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

Peningkatan permeabilitas kapiler dan retensi caira


Prosedur invansif lumbal pungsi Kelemahan Fisik

Intoleransi Aktivitas
Hipervolemia

6
2.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan medis meningitis yaitu :
a. Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
b. Steroid untuk mengatasi inflames
c. Antipiretik untuk mengatasemam
d. Antikonvulsant untuk mencegah kejang
e. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa
dipertahankan
f. Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Peritoneal
Shunt) Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan
yang dilakukan untuk membebaskan tekanan intrakranial yang
diakibatkan oleh terlalu banyaknya cairan serbrospinal. Cairan
dialirkan dari ventrikel di otak menuju rongga peritoneum.
Prosedur pembedahan ini dilakukan di dalam kamar operasi dengan
anastesi umum selama sekitar 90 menit. Rambut di belakang
telinga dicukur, lalu dibuat insisi tapal kuda di belakang telinga dan
insisi kecil lainnya di dinding abdomen. Lubang kecil dibuat pada
tulang kepala, lalu selang kateter dimasukkan ke dalam ventrikel
otak. Kateter lain dimasukkan ke bawah kulit melalui insisi di
belakang telinga, menuju ke rongga peritoneum. Sebuah katup
diletakkan di bawah kulit di belakang telinga yang menempel pada
kedua kateter. Bila terdapat tekanan intrakranial meningkat, maka
CSS akan mengalir melalui katup menuju rongga peritoneum
(Jeferson, 2004).
2. Penatalaksanaan umum :
a. Pasien diisolasi
b. Pasien diistirahatkan/bedrest
c. Kontrol hipertermi dengan kompres
d. Kontrol kejang
e. Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi

7
3. Penatalaksanaan antibiotic :
a. Diberikan 10-14 hari atau setidaknya 7 hari bebas panas
b. Antibiotik yang umum diberikan : ampisilin, gentamisin,
kloromfenikol, sefalosporin.
c. Jika pasien terindikasi miningitis tuberkolosis diberikanobat-obatan
TBC.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan pungsi lumbal
Dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal,
dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
a. Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan
jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal,
kultur (-).
b. Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan
keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa
menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di
samping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila
mungkin dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,
sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada (Smeltzer, 2002).

2.9 Prognosis

8
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme
penyebab, banyaknya mikro organisme dalam selaput otak, jenis meningitis
dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus,
anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu
dapat menimbulkan cacat berat dan kematian, penderita yang selamat akan
mengalami sequelle (akibatsisa). Lima puluh persen meningitis purulenta
mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan
gangguan perkembangan mental, dan 5 –10% penderita mengalami
kematian.

2.10 Komplikasi
Menurut Nera Dhella (2019) komplikasi yang dapat muncul antara lain.
1. Peningkatan tekanan intracranial
2. Hydrosephalus : Penumpukan cairan pada rongga otak, sehingga
meningkatkan tekanan pada otak.
3. Infark serebral : Kerusakan jaringan otak akibat tidak cukup suplai
oksigen, karena terhambatnya aliran darah ke daerah tersebut.
4. Ensepalitis : peradangan pada jaringan otak dan meningenakibat virus,
bakteri, dan jamur.
5. Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone
6. Abses otak : Infeksi bakteri yang mengakibatkan penimbunan nanah
didalam otak serta pembengkakakan.
7. Kejang : Gangguan aktivitas listrik di otak. Ditandai dengan gerakan
tubuh yang tidak terkendali dan hilangnya kesadaran.
8. Endokarditis : Infeksi pada endokardium yaitu lapisan bagian dalam
jantung.
9. Pneumonia : Infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung
udara disalah satu atau kedua paru-paru yang dapat berisi cairan.
10. Syok sepsis : Infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan
tekanan darah yang sangat rendah.

BAB 3

9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
b. Identitas Penanggung Jawab
2. Keluhan Utama.
Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam, sakit kepala,
mual dan muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat kesadaran
a. Keluhan Utama Saat MRS
Data fokus yang dirasakan pada saat masuk rumah sakit.
b. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Data fokus yang dirasakan pada saat pengkajian
3. Diagnosa Penyakit
Meningitis
4. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk
mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan
jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai terjadinya
serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien
dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan
dengan akibat infeksi atau peningkatan tekanan intrakranial.
Keluhan tersebut di antaranya sakit kepala dan demam adalah
gejala awal yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan
meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan
pengkajian lebih mendalam, bagaiman sifat timbulnya kejang,
stimulasi apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa
yang diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang. Adanya
penurunan kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri.

10
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal
adanya penyakit.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat
selama menjalani perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan
invasive yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen
terutama tindakan melalui pembuluh darah.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan
nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala
dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada klien perlu
ditanyakan kepada klien terutama jika ada keluhan batuk produktif
dan pernah mengalami pengobatan obat anti tuberculosis yang
sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa..
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluargapasien ada/tidak mengalami penyakit
yang sama.
5. Aktifitas sehari-hari
a. Pola Aktivitas Sehari-Hari (ADL)
1) Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan (Makan dan
Minum)
Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual
dan muntah disebabkan peningkatan asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada pasien meningitis menurun karena
anoreksia dan adanya kejang.
2) Pola Eliminasi
Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.

11
3) Pola Istirahat Tidur
4) Pola Kebersihan Diri (PH)
Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas
perawatan diri karena penurunan kekuatan otot.
5) Aktivitas Lain
Perasaan tidak enak (malaise), klien sering mengalami
penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum
sehingga mengganggu ADL.
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter
b. Riwayat Psikologi
Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : takut, cemas, gelisah , menari diri.
c. Riwayat Sosial
d. Riwayat Spiritual
6. Pemeriksaan Fisik (Fokus)
a. Keadaan Umum
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya
berkisar pada tingkat letergi, stupor, dan semikomatosa.
Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk pemantauan pemberi asuhan.
b. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
1) Suhu : suhu mengalami peningkatan lebih dari normal sekitar
38-41°C
2) Nadi : denyut nadi menurun sebagai tanda peningkatan tekanan
intrakranial
3) Tekanan darah : Biasanya normal atau meningkat berhubungan
dengan tanda-tanda peningkatan intrakranial
4) Pernafasan : sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas.
c. Pemeriksaan Wajah
1) Wajah : pucat, sianosis.
2) Mata

12
3) Hidung
4) Mulut
5) Telinga : Kadang ditemukan pada pasien meningitis adanya
tuli konduktif dan tuli persepsi.
d. Pemeriksaan Kepala dan Leher
1) Kepala : Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri
kepala.
2) Leher
Inspeksi : Biasanya terlihat distensi vena jugularis.
Palpasi : Biasanya teraba distensi vena jugularis.
Biasanya pada pasien meningitis kemampuan menelan kurang
baik, biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku kuduk
e. Pemeriksaan Thoraks / Dada
1) Paru-paru
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi nafas
yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai
adanya gangguan sistem pernafasan.
Palpasi thorax hanya dilakuan jika terdapat deformitas pada
tulang dada pada klien dengan efusi pleura massif.
Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti rochi pada klien
meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
2) Jantung
Inspeksi : Biasanya pada pasien meningitis ictus tidak teraba
Palpasi : Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari
medial midklavikula sinistra RIC IV.
Perkusi : Biasanyabunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi
jantung II RIC 4-5 midklavikula.
Auskultasi : Biasanya jantung murni, tidak ada mur-mur.
f. Pemeriksaan Abdomen
g. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal

13
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan
berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan
dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
h. Pemeriksaan Punggung dan Tulang Belakang
i. Pemeriksaann Ekstremitas / Muskuloskeletal
Kulit kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat.
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan, dan koordinasi
pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut
dan pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului
oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis
yang berat pada wajah dan ekstremitas.
j. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran / Penghidu / Tenggorokan
k. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
l. Pemeriksaan Fungsi Neurologis
Pemeriksaan reflek profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum
atau periosteum derajat reflek pada respon normal.
Reflek patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan
tingkat kesadaran koma. Adanya reflek Babinski (+) merupakan
tanda lesi UMN.
Pemeriksaan Saraf kranial:
1) Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien meningitis dan
tidak ada kelainan fungsi penciuman.
2) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam
kondisi normal.
3) Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi reaksi pupil pada
klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran
biasanya normal. Pada tahap lanjut meningitis yang telah
mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan
reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak
diketahui, klien meningitis mengalami fotopobia atau sensitive
yang berlebihan terhadap cahaya.

14
4) Saraf V. Klien meningitis umumnya tidak mengalami paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
7) Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Ada usaha klienuntuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi, Indrapengecapan normal.
m. Pemeriksaan Kulit / Integument
n. Pemeriksaan Penunjang

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. D.0017 Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d bradikardi.
2. D.0130 Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi) d.d demam.
3. D.0077 Nyeri akut b.d reaksi peradangan / inflamasi d.d sakit kepala.
4. D.0136 Risiko cedera b.d kegagalan mekanisme pertahanan tubuh d.d
kejang.
5. D.0056 Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d kelemahan fisik.
6. D.0022 Hipervolemia b.d peningkatan permeabilitas kapiler dan
retensi cairan.
7. D.0001 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d proses infeksi d.d
penurunan kemampuan batuk dan peningkatan produksi mukus.
8. D.0037 Risiko ketidakseimbangan elektrolit b.d perubahan gastro
intestinal d.d mual muntah.
9. D.0080 Ansietas b.d ancaman kematian.

15
3.3 Intervensi
No. Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. D.0017 L.02014 I. 06198
Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Perfusi Serebral Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
Definisi: Luaran tambahan : Observasi
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi a. Komunikasi verbal a. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.
darah ke otak b. Kontrol risiko Lesi, gangguan metabolisme, edema
Faktor risiko c. Memori serebral)
a. Keabnormalan masa protrombin d. Mobilitas fisik status b. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis.
dan/atau masa tromboplastin parsial e. Neurologis Tekanan darah meningkat, tekanan nadi
b. Penurunan kinerja ventikel kiri melebar, bradikardia, pola napas ireguler,
c. Aterosklrosis aorta Setelah dilakukan tindakan kesadaran menurun)
d. Diseksi arteri keperawatan diharapkan c. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
e. Fibrilasi atrium perfusi serebral meningkat d. Monitor CVP (Central Venous Pressure),
f. Tumor otak dengan kriteria hasil : jika perlu
g. Stenosis karotis a. Tingkat kesadaran e. Monitor PAWP, jika perlu
h. Miksoma atrium meningkat f. Monitor PAP, jika perlu
i. Aneurisma serebri b. Tekanan intrakranial g. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika
j. Koagulopati (mis. anemia sel sabit) menurun tersedia
k. Dilatasi kardiomiopati c. Sakit kepala menurun h. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
l. Koagulasi (mis. anemia sel sabit) d. Demam menurun i. Monitor gelombang ICP
m. Embolisme e. Nilai rata-rata j. Monitor status pernapasan
n. Cedera kepala tekanan darah k. Monitor intake dan output cairan
o. Hiperkolesteronemia membaik l. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna,
p. Hipertensi f. Kesadaran membaik konsistensi)
q. Endokarditis infektif Terapeutik
r. Katup prostetik mekanis a. Minimalkan stimulus dengan menyediakan
s. Stenosis mitral lingkungan yang tenang
t. Neoplasma otak b. Berikan posisi semi fowler

16
u. Infark miokard akut c. Hindari maneuver Valsava
v. Sindrom sick sinus d. Cegah terjadinya kejang
w. Penyalahgunaan zat e. Hindari penggunaan PEEP
x. Terapi tombolitik f. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
y. Efek samping tindakan (mis. g. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
tindakan operasi bypass) h. Pertahankan suhu tubuh normal
Kondisi Klinis Terkait Kolaborasi
a. Stroke a. Kolaborasi pemberian sedasi dan
b. Cedera kepala antikonvulsan, jika perlu
c. Aterosklerotik aortik b. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika
d. Infark miokard akut perlu
e. Diseksi arteri c. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
f. Embolisme perlu
g. Endokarditis infektif
h. Fibrilasi atrium I.06198
i. Hiperkolesterolemia Pemantauan Tekanan Intrakranial
j. Hipertensi Observasi
k. Dilatasi kardiomiopati a. Observasi penyebab peningkatan TIK (mis.
l. Koagulasi intravaskular diseminata Lesi menempati ruang, gangguan
m. Miksoma atrium metabolism, edema sereblal, peningkatan
n. Neoplasma otak tekanan vena, obstruksi aliran cairan
o. Segmen ventrikel kiri akinetik serebrospinal, hipertensi intracranial
p. Sindrom sick sinus idiopatik)
q. Stenosis karotid b. Monitor peningkatan TD
r. Stenosis mitral c. Monitor pelebaran tekanan nadi (selish TDS
s. Hidrosefalus dan TDD)
t. Infeksi otak (mis. meningitis, d. Monitor penurunan frekuensi jantung
ensefalitis, abses serebri) e. Monitor ireguleritas irama jantung
f. Monitor penurunan tingkat kesadaran
g. Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan

17
respon pupil
h. Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm
rentang yang diindikasikan
i. Monitor tekanan perfusi serebral
j. Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik
drainase cairan serebrospinal
k. Monitor efek stimulus lingkungan terhadap
TIK
Terapeutik
a. Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
b. Kalibrasi transduser
c. Pertahankan sterilitas system pemantauan
d. Pertahankan posisi kepala dan leher netral
e. Bilas sitem pemantauan, jika perlu
f. Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
g. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2. D.0130 L.14134 I.15506


Hipertermia Termoregulasi Manajemen Hipertermia
Definisi : Luaran tambahan : Observasi
Suhu tubuh meningkat di atas rentang a. Perfusi perifer a. Identifkasi penyebab hipertermi (mis.
normal tubuh b. Status cairan dehidrasi terpapar lingkungan panas
Penyebab c. Status kenyamanan penggunaan incubator)
a. Dehidrasi d. Status neurologis b. Monitor suhu tubuh
b. Terpapar lingkungan panas e. Status nutrisi c. Monitor kadar elektrolit
c. Proses penyakit (mis. infeksi, f. Termoregulasi d. Monitor haluaran urine

18
kanker) neonates Terapeutik
d. Ketidaksesuaian pakaian dengan a. Sediakan lingkungan yang dingin
suhu lingkungan Setelah dilakukan tindakan b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
e. Peningkatan laju metabolisme keperawatan diharapkan c. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
f. Respon trauma termoregulasi membaik d. Berikan cairan oral
g. Aktivitas berlebihan dengan kriteria hasil : e. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
h. Penggunaan inkubator a. Menggigil menurun mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
Gejala dan Tanda Mayor b. Kulit merah menurun f. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut
Subjektif c. Kejang menurun hipotermia atau kompres dingin pada dahi,
(tidak tersedia) d. Pucat menurun leher, dada, abdomen,aksila)
Objektif e. Suhu tubuh membaik g. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
a. Suhu tubuh diatas nilai normal f. Suhu kulit membaik h. Batasi oksigen, jika perlu
Gejala dan Tanda Minor g. Tekanan darah Edukasi
Subjektif membaik a. Anjurkan tirah baring
(tidak tersedia) Kolaborasi
Objektif a. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena,
b. Kulit merah jika perlu
c. Kejang
d. Takikardi I.14578
e. Takipnea Regulasi Temperatur
f. Kulit terasa hangat Observasi
Kondisi Klinis Terkait a. Monitor suhu bayi sampai stabil ( 36.5 C
a. Proses infeksi -37.5 C)
b. Hipertiroid b. Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam, jika
c. Stroke perlu
d. Dehidrasi c. Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan
e. Trauma dan nadi
f. Prematuritas d. Monitor warna dan suhu kulit
e. Monitor dan catat tanda dan gejala
hipotermia dan hipertermia

19
Terapeutik
a. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika
perlu
b. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
adekuat
c. Bedong bayi segera setelah lahir, untuk
mencegah kehilangan panas
d. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic
segera setelah lahir ( mis. bahan
polyethylene, poly urethane)
e. Gunakan topi bayi untuk memcegah
kehilangan panas pada bayi baru lahir
f. Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant
warmer
g. Pertahankan kelembaban incubator 50 %
atau lebih untuk mengurangi kehilangan
panas Karena proses evaporasi
h. Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
i. Hangatkan terlebih dahulu bhan-bahan yang
akan kontak dengan bayi (mis. seelimut,kain
bedongan,stetoskop)
j. Hindari meletakkan bayi di dekat jendela
terbuka atau di area aliran pendingin ruangan
atau kipas angin
k. Gunakan matras penghangat, selimut hangat
dan penghangat ruangan, untuk menaikkan
suhu tubuh, jika perlu
l. Gunakan kasur pendingin, water circulating
blanket, ice pack atau gel pad dan
intravascular cooling catherization untuk

20
menurunkan suhu
m. Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Edukasi
a. Jelaskan cara pencegahan heat
exhaustion,heat stroke
b. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena
terpapar udara dingin
c. Demonstrasikan teknik perawatan metode
kangguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu
3. D.0077 L.14125 I.08238
Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
Definisi : Luaran tambahan : Observasi
Pengalaman sensorik atau emosional yang a. Fungsi b. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
berkaitan dengan kerusakan jaringan gastrointestinal frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
aktual atau fungsional, dengan onset b. Kontrol nyeri c. Identifikasi skala nyeri
mendadak atau lamat dan berintensitas c. Mobilitas fisik d. Identifikasi respons nyeri non verbal
ringan hingga berat yang berlangsung d. Penyembuhan luka e. Identifikasi factor yang memperberat dan
kurang 3 bulan. e. Perfusi miokard memperingan nyeri
Penyebab f. Perfusi perifer f. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
a. Agen pencedera fisiologis (mis. g. Pola tidur tentang nyeri
infarmasi, lakemia, neoplasma) h. Status kenyamanan g. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
b. Agen pencedera kimiawi (mis. i. Tingkat cedera nyeri
terbakar, bahan kimia iritan) h. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
c. Agen pencedera fisik (mis.abses, Setelah dilakukan tindakan hidup
amputasi, terbakar, terpotong, keperawatan diharapkan i. Monitor keberhasilan terapi komplementer
mengangkat berat, prosedur operasi, tingkat nyeri menurun yang sudah diberikan
trauma, latihan fisik berlebihan) dengan kriteria hasil : j. Monitor efek samping penggunaan analgetik

21
Gejala dan Tanda Mayor a. Keluhan nyeri Terapeutik
Subjektif menurun a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
(tidak tersedia) b. Neringis menurun mengurangi rasa nyeri
Objektif c. Sikap protektif b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
a. Tampak meringis menurun nyeri
b. Bersikap protektif (mis. waspada, d. Gelisah menurun c. Fasilitasi istirahat dan tidur
posisi menghindari nyeri) e. TTV dalam batas d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
c. Gelisah normal pemilihan strategi meredakan nyeri
d. Frekuensi nadi meningkat f. Skala nyeri menurun Edukasi
e. Sulit tidur atau berkurang a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
Gejala dan Minor nyeri
Subjektif b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
(tidak tersedia) c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Objektif d. Anjurkan menggunakan analgetik secara
a. Tekanan darah meningkat tepat
b. pola napas berubah e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
c. nafsu makan berubah mengurangi rasa nyeri
d. proses berpikir terganggu f. Kolaborasi
e. Menarik diri g. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaforesis
Kondisi Klinis Terkait
a. Kondisi pembedahan
b. Cedera traumatis
c. Infeksi
d. Sindrom koroner akut
e. Glaukoma

22
4. D.0136 L.14136 I.14537
Risiko cedera Tingkat Cedera Pencegahan Cidera
Definisi : Luaran tambahan Observasi
Berisiko mengalami bahaya atau a. Fungsi sensori a. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi
kerusakan fisik yang menyebabkan b. Keseimbangan menyebabkan cedera
seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat c. Koordinasi b. Identifikasi obat yang berpotensi
atau dalam kondisi baik pergerakan menyebabkan cedera
Faktor Risiko d. Mobilitas c. Identifikasi kesuaian alas kaki atau stocking
Eksternal e. Tingkat jatuh elastis pada ekstermitas bawah
a. Terpapar patogen Terapeutik
b. Terpapar zat kimia toksik Setelah dilakukan tindakan a. Sediakan pencahayaan yang memadai
c. Terpapar agen nosokomial keperawatan diharapkan b. Gunakan lampu tidur selama tidur
d. Ketidaknyamanan Transportasi tingkat cedera menurun c. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
Internal dengan kriteria hasil : lingkungan ruang rawat
a. Ketidaknormalan profil darah a. Toleransi aktivitas d. Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami
b. Perubahan orientasi afektif meingkat cedera serius
c. Perubahan sensasi b. Kejadian cedera e. Sediakan alas kaki antislip
d. Disfungsi autoimun menurun f. Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi
e. Disfungsi biokimia c. Ekspresi wajah di tempat tidur
f. Hipoksia jaringan kesakitan menurun g. Pastikan bel panggilan atau telepon mudah
g. Kegagalan mekanisme pertahanan d. Gangguan mobilitas dijangkau
tubuh meurun h. Pertahankan posisi tempat tidur diposisi
h. Malnutrisi e. TTV membaik terendah saat digunakan
i. Perubahan fungsi psikomotor i. Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda
j. Perubahan fungsi kognitif dalam kondisi terkunci
Kondisi Klinis Terkait j. Gunakan pengaman tempat tidur sesuai
a. Kejang kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan
b. Sinkop k. Pertimbangkan penggunaan alam elektronik
c. Vertigo pribadi atau alam sensor pada tempat tidur
d. Gangguan penglihatan atau kursi

23
e. Gangguan pendengaran l. Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik
f. Penyakit parkinson yang diperlukan
g. Hipotensi m. Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas
h. Kelainan nervus vestibularis yang sesuai
i. Retardasi mental n. Diskusikan bersama anggota keluarga yang
dapat mendampingi pasien
o. Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
a. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh
ke pasien dan keluarga
b. Anjurkan berganti posisi seacara perlahan
dan duduk selama beberapa menit sebelum
berdiri

24
3.4 Implementasi
Menurut Wartonah (2015), implementasi merupakan tahap ketika
perawat melakukan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
perawatan. Implementasi yang dikategorikan serangkaian perilaku perawat
yang berkoordinasi bersama pasien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain
untuk membantu mengatasi masalah kesehatan pasien sesuai perencanaan
dan kriteria hasil yang sudah ditetapkan. Seorang perawat melakukan
hubungan interpersonal dengan pendekatan terapeutik kepada pasien guna
untuk mempercepat kesembuhan pasien.
Menurut Debora (2013), aktivitas yang dilakukan pada tahap
implementasi dimulai dari pengkajian lanjutan, membuat prioritas,
menghitung alokasi tenaga, memulai intervensi keperawatan, dan
mendokumentasikan tindakan dan respon klien terhadap tindakan yang telah
dilakukan.

3.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan,
tahap penilaian atau perbandingan yang sistematis, dan terencana tentang
kesehatan pasien,dengan tujuan yang telah ditetapkan yang dilakukan secara
berkesinambungan (Debora, 2013). Pada tahap evaluasi perawat
membandingkan status kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil
yang telah ditetapkan. Menurut Alimul & Hidayat (2012), evaluasi terdiri
dari dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses
dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai respon pasien,
sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target tujuan yang diharapkan.
Format yang digunakan dalam tahap evaluasi menurut Alimul &
Hidayat (2012) yaitu format SOAP yang terdiri dari:
1. Subjective, yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien
setelah tindakan yang diberikan.
2. Objective, yaitu informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.

25
3. Assesment, yaitu membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil. Adapun ukuran pencapaian
tujuan tahap evaluasi dalam keperawatan meliputi:
a. Masalah teratasi, jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan
b. Masalah teratasi sebagian, jika klien menunjukkan perubahan
sebagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
c. Masalah tidak teratasi, jika klien tidak menunjukkan perubahan
dankemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul
masalah/diagnosa keperawatan baru.
4. Planning, yaitu rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.

26
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Meningitis adalah kerusakan pada “meninges” yaitu kulit yang
menutupi otak. Meningitis biasanya disebabkan oleh bakteri atau virus.
Meningen = selaput otak. Meningitis dibagi menjadi 2 golongan
berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis
serosa dan meningitis purulenta purulenta. Dalam makalah ini terdapat 9
diagnosa keperawatan, yaitu :
1. D.0017 Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d bradikardi.
2. D.0130 Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi) d.d demam.
3. D.0077 Nyeri akut b.d reaksi peradangan / inflamasi d.d sakit kepala.
4. D.0136 Risiko cedera b.d kegagalan mekanisme pertahanan tubuh d.d
kejang.
5. D.0056 Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d kelemahan fisik.
6. D.0022 Hipervolemia b.d peningkatan permeabilitas kapiler dan
retensi cairan.
7. D.0001 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d proses infeksi d.d
penurunan kemampuan batuk dan peningkatan produksi mukus.
8. D.0037 Risiko ketidakseimbangan elektrolit b.d perubahan gastro
intestinal d.d mual muntah.
9. D.0080 Ansietas b.d ancaman kematian.

4.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca, khususnya
mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih mengenai
penyakit meningitis dan cara penerapan asuhan keperawatan pada pasien
penderita meningitis, serta dapat menstimulasi pembaca untuk menggali
pemahaman yang lebih dalam.

27
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A., & Hidayat. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. (D. Sjabana, Ed.) (1st ed.). Jakarta:
Salemba Medika.

Audina, Tari. (2019). Meningitis ASKEP. Yang diakses diinternet


https://id.scribd.com/document/431804035/Meningitis-ASKEP pada 11
Juni 2021 pukul 08.50 WIB

Bulechek, G.M.,H.K.,Doctheman,J.M.,& Wagner, C.M. (2013). Nursing Outcome


Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Mocomedia

Debora, O. (2013). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba


Medika.

Haryono, Rocky. (2020). Penerapan Metode Laplacian Of Gaussian Dalam


Mendeteksi Tepi Citra Pada Penyakit Meningitis. KLIK (Kajian Ilmiah
Informatika & Komputer), 1(1) 20-26.

Logan, S. MacMahon, E. (2008). Viral Meningitis. BMJ. 336(7634), pp. 36-40.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Nera, Dhella. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Sdr. Z Dengan Susp.Meningitis


Diruang Rawat Inap Neurologi RSUD Dr.Achmad Mochtar Kota
Bukittinggi Tahun 2019. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi D III
Keperawatan STIKES Perintis Padang

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Ratniasih, Niluh. 2017. Rancang Bangun Sistem Pakar untuk Mendiagnosa


Penyakit Meningitis Menggunakan Metode Naïve Bayes Berbasis Web.
Konferensi Nasional Sistem & Informatika, 699-704.

Sari, Jenny Tri Yuspita, dkk. 2018. Otitis Media Supuratif Kronis Tipe
Kolesteatom dengan Komplikasi Meningitis dan Paresis Nervus Fasialis
Perifer. Jurnal Kesehatan Andalas. 7(4) 88-95.

28
Tarwoto, Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi 5. Jakarta Selatan: Penerbit Salemba Medika.

29

Anda mungkin juga menyukai