Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUHAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN APENDIKSITIS AKUT

NI KETUT KARYAWATI
20089142200

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK
2020/2021
BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi
Apendiksitis adalah inflamasi pada apendiks, yang merupakan
saluran sempit dan buntu sepanjang bagian bawah sekum (Lewis, 2014,
Medical Surgical Nursing, Assessment and Management of Clinical
Problem, hal. 1150).
Apendiksitis adalah inflamasi pada apendiks vermiformis yang
banyak terjadi pada remaja dan dewasa muda (Luckman and Sorensen,
2011, Medical Surgical Nursing: A Psychophysiologic Approach (fourth
edition), hal 1635)
Klasifikasi:
Apendiksitis dibagi atas apendiksitis akut dan apendiksitis kronik.
 Apendiksitis akut dibagi atas
- Apendiksitis akut fokalis atau segmentalis.
Biasanya hanya bagian distal yang meradang, tetapi seluruh rongga
appendiks 1/3 distal berisi nanah. Untuk diagnosa yang penting
ialah ditemukannya nanah dalam luwen bagian itu. Kalau
radangnya menjalar maka dapat terjadi:
- Apendiksitis akut purulenta/supperotiva diffusa disertai
pembentukan nanah yang berlebihan. Jika radanya lebih mengeras,
dapat terjadi nekrosis dan pembusukan disebut apendiksitis yang
renosa dapat terjadi perforasi akibat nekrosis ke dalam rongga perut
dengan akibat peritonitis.
 Apendiksitis Kronik dibagi atas:
- Apendiksitis Kronik Fokalis
Secara mikroskopik tampak fibrosis setempat yang melingkar,
sehingga dapat menyebabkan stenosis.
- Apendiksitis Kronik Obsiteratif
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang apendiks pada jaringan
submukosa dan subserosa. Sehingga terjadi obliterasi (hilangnya
lumen) terutama di bagian distal dengan menghilang selaput lendir
pada bagian itu.

2
B. Anatomi Fisiologi

Apendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-


kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal.
Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara ke dalam sekum.
Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks
cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi (apendiksitis).
Apendiks mempunyai peranan dalam mekanisme imunologik.
Apendiks mengeluarkan cairan yang bersifat basa mengandung
amilase, erepsin dan musin. Apendiks diperdarahi oleh cabang arteri
mesentrika superior sedangkan aliran baliknya menuju vena mesentrika
yang dilanjutkan ke vena porta hepatika.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis
apendiksitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Galt (Gut
Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks ialah IgA, imunoglobulin itu sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Dengan berkurangnya jaringan limfoid. Terjadi
fibrosis dan pada kebanyakan masuk timbul konstriksi lumen.

C. Etiologi
- Fekalit (massa keras dari feses)
- Tumor atau benda asing
- Pembengkakan usus besar
- Kekakuan pada apendiks

3
D. Patofisiologi
Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak
dan menekan dinding apendiks sehingga mengganggu aliran limfe dan
menyebabkan dinding apendiks edema serta merangsang tunika serosa dan
peritoneum viseral dan dirasakan sakit di daerah sekitar perut kanan
bawah/titik Mc Burney.
Mukus yang terkumpul terinfeksi bakteri dan menjadi nanah
kemudian timbul gangguan sirkulasi. Karena terjadi gangguan sirkulasi
darah maka timbul gangren, dan dapat terjadi kerapuhan dinding apendiks
yang menyebabkan perforasi.
Bila semua proses di atas hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrat apendicularis, peradangan apendiks tersebut ditambah
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya
perforasi. Seringkali perforasi ini terjadi dalam 24-36 jam. Bila proses ini
berjalan lambat, organ-organ di sekitar ileum terminal, sekum, dan
omentum dalam membentuk dinding mengitari apendiks sehingga
berbentuk abses yang terlokalisasi.

E. Tanda dan Gejala


- Demam
- Nyeri perut
- Mual, muntah
- Anoreksia
- Nyeri tekan di titik Mc. Burney
- Konstipasi

F. Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan darah lengkap: menunjukkan adanya peningkatan jumlah
leukosit.
- Pemeriksaan urin rutin: ditemukan sejumlah kecil eritrosit dan leukosit.
- Foto abdomen: gambaran fekalit, adanya massa jaringan lunak di
abdomen kanan bawah, dan mengandung gelembung-gelembung udara.
- USG menunjukkan gambaran apendiksitis.
- Pemeriksaan fisik nyeri tekan pada titik Mc Burney.

4
PATHWAY
- Fekalit
- Tumor atau benda asing Tertahan di apendiks
- Pembengkakan usus, besar
- Kekakuan pada apendiks
- Obstruksi lumen

Pembengkakan jaringan limfoid

Sekresi mukus meningkat

Sekret apendiks terbendung


Risiko ketidakseibangan
nutrisi kurang dari Mengganggu aliran Peningkatan tekanan intralumen
kebutuhan tubuh limfe
Apendiks teregang

- Mual, muntah Edema Ulserasi mukosa


- Anoreksia

- Nyeri umbilikus Merangsang tunika


serosa peritoneum
viseral
Resiko kekurangan volume
cairan Invasi multiplikasi Mukus berlebih
bakteri pada dinding
apendiks
Obstruksi vena
Hipertermia Demam Infeksi
Edema semakin meningkat
Menutup apendiks dengan Trombosis dinding
omentum, usus halus vena
Kecemasan
Terbentuk massa Gangguan aliran
periapendikularis (infiltrat vena
appendicularis)
Tindakan
Peradangan pembedahan
Iskemia

Peritoneum parietal Nyeri kuadran


Kanan bawah
Nekrosis jaringan Terputusnya
jaringan

Gangren Abses
Nyeri akut

Jaringan parut Perforasi


Resiko infeksi
Perlengketan dengan Peritonitis
jaringan sekitarnya

5
G. Komplikasi
- Abses akibat dari perforasi dinding apendiks.
- Peritonitis akibat infeksi dari perforasi dinding apendiks yang
menyebar ke seluruh rongga perut.

H. Terapi dan Pengelolaan Medik


a. Pre Operasi
- Istirahat tirah baring: untuk observasi dalam 8-12 jam setelah
keluhan.
- Puasa: pemberian cairan parenteral jika pembedahan langsung
dilakukan.
- Terapi pharmacologic: narkotik dihindari karena dapat
menghilangkan tanda dan gejala, antibiotik untuk menanggulangi
infeksi.
- NGT untuk mengeluarkan cairan lambung jika diperlukan.
- Enema dan laxantria tidak boleh diberikan karena dapat
meningkatkan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan
perforasi.
- Pembedahan: apendiktomi secepatnya dilakukan bila diagnosanya
tepat.
b. Intra Operasi
- Apendiktomi
c. Post Operasi
- Observasi TTV: syok, hipertermi, gangguan pernafasan
- Klien dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal.
- Berikan minum mulai 15 ml/am selama 4-5 jam lalu naikkan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring
dan hari berikutnya lunak.
- Aktivitas: satu hari pasca operasi klien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua klien
dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
- Antibiotik dan analgesik.
- Jahitan diangkat hari ketujuh.

6
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
- Riwayat penyakit
b. Pola nutrisi metabolik
- Kebiasaan makan makanan berbiji, rendah serat
- Mual, muntah
- Anoreksia
- Demam
c. Pola eliminasi
- Konstipasi
d. Pola tidur dan istirahat
- Gangguan tidur karena nyeri
e. Pola persepsi kognitif
- Nyeri perut
- Nyeri tekan di titik Mc Burney.
f. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
- Cemas
g. Pola aktivitas dan latihan
- Bagaimana aktivitas klien sehari-hari
h. Pola hubungan dengan orang lain
- Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara baik tetapi
akibat kondisinya pasien malas untuk keluar dan memilih untuk
istirahat
i. Pola reproduksi/seksual
- Pola hidup meningkatkan resiko terpejan (ex: homoseksual
aktif/biseksual pada wanita)
j. Pola mekanisme koping
- Apabila pasien merasakan tidak nyaman selalu memegangi
perutnya dan meringis kesakitan
k. Pola nilai kepercayaan/keyakinan
- Karena pasien merasakan kesakitan di perutnya menyebabkan
terganggunya aktivitas ibadah pasien

7
B. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi
appendicitis) (D.0077)
2) Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif (muntah) (D.0034)
3) Defisit nutrisi
4) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
5) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada
appendicitis). (D.0130)
b. Intra Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi
appendicitis) (D.0077)
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada
appendicitis). (D.0130)
c. Post Operasi
1) Nyeri akut (D.0077)
2) Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif (muntah) (D.0034)
3) Defisit nutrisi
4) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada
appendicitis). (D.0130)
5) Risiko infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).

8
C. Intervensi

NO DIAGNOSA/MASALAH KOLABORASI SLKI SIKI

1 Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (I.08238).
pencedera fisiologi (inflamasi appendicitis) diharapkan tingkat nyeri (L.08066) dapat Observasi
(D.0077) menurun dengan Kriteria Hasil :  Identifikasi lokasi, karakterisitik, durasi, frekuensi,
 Keluhan nyeri menurun. kualitas, intensitas nyeri
 Meringis menurun  Identifikasi skala nyeri
 Sikap protektif menurun.  Identifikasi respons nyeri non verbal
 Gelisah menurun  Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

7
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkaan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 Risiko Hipovolemia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen hypovolemia (I.03116).
kehilangan cairan secara aktif (muntah) Status cairan (L.0328) membaik dengan Observasi
(D.0034) Kriteria Hasil :  Periksa tanda dan gejala hipovolemia.
 Kekuatan nadi meningkat.  Monitor intake dan output cairan.
 Membrane mukosa lembap. Terapeutik
 Frekuensi nadi membaik.  Berikan asupan cairan oral
 Tekanan darah membaik. Edukasi
 Turgor kulit membaik.  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.

8
 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak.
Kolaborasi :
 Kolaborasi peberian cairan IV.

3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi


maka defisit nutrisi membaik, dengan  Identifikasi status nutrisi
kriteria hasil :  Identifikasi alergi dan intoleransi makan
 Porsi makan yang dihabiskan  Identifikasi makanan yang disukai
meningkat  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Pengetahuan tentang pilihan makanan  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
yang sehat meningkat  Monitor asupan makanan
 Frekuensi makan membaik  Monitor berat badan
 Nafsu makan membaik  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu

9
 Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
4 Hipertermia berhubungan dengan proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen hipertermia (I.15506).
penyakit (Infeksi pada appendicitis). diharapkan termoregulasi (L.14134) Observasi
(D.0130) membaik dengan Kriteria Hasil :  Identifikasi penyebab hipertermia.
 Menggigil menurun.  Monitor suhu tubuh.
 Takikardi menurun.  Monitor haluaran urine.
 Suhu tubuh membaik. Terapeutik
 Suhu kulit membaik  Sediakan lingkungan yang dingin.
 Longgarkan atau lepaskan pakaian.
 Berikan cairan oral
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi

10
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
5 Ansietas berhubungan dengan kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi ansietas (I.09314).
terpapar informasi (D.0080) tingkat ansietas (L.01006) menurun dengan Observasi
Kriteria Hasil :  Identivikasi saat tingkat ansietas berubah.
 Monitor tanda tanda ansietas verbal non verbal.
 Verbalisasi kebingungan menurun.
 Temani klien untuk mengurangi kecemasan jika
 Verbalisasi khawatir akibat menurun.
perlu.
 Prilaku gelisah menurun.
Terapeutik
 Prilaku tegang menurun.
 Dengarkan dengan penuh perhatian.
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami.
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama klien, jika
perlu.
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.
 Latih teknik relaksasi.
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat antiansietas jika perlu.
Risiko Infeksi ditandai dengan efek Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan infeksi (I.14539)
prosedur infasive (D.0142). tingkat infeksi (L.14137) dengan Kriteria Observasi :

11
Hasil :  Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik.
 Batasi jumlah pengunjung
 Kebersihan tangan meningkat.
Terapeutik
 Kebersihan badan meningkat.
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Demam, kemerahan, nyeri, bengkak
 Cuci tangan seblum dan sesudah kontak dengan
menurun.
klien dan lingkungan klien.
 Kadar sel darah putih meningkat.
 Pertahankan teknik aseptic pada klien beresiko
tinggi.
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
 Ajarkan etika batuk.
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotic jika perlu.

12
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, H. &Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan


Klasifikasi.2015-2017 edisi 10. Jakarta : EGC

Ignatavicius D. Donna. VB. Marilynn (2012). Medical Surgical Nursing: Clinical


Management for Continuity of care. Fifth Edition. Philadelphia: W.B. Saunders
Company.

Lewis, Sharon Mantik (2014). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of
Clinical Problems. Fifth Edition. By Mosby Inc.

Luckman and Sorensen’s (2011). Medical Surgical Nursing: A Psychophysiologic


Approach. Fourth Edition. By. W.B. Saunders Company.

Long C. Barbara (2013). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan IAPK Padjajaran Bandung.

Price, Sylvia Anderson (2014). Pathophysiology Clinical Concepts of Disease Processes.


Fourth Edition. Alih bahasa: Peter Anugerah (1995). Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Made Kariasa (2013). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Mansjoer Arif M. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.

Noer Sjaifoellah (2011). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI Jakarta.

17
18

Anda mungkin juga menyukai