Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari

peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup

(AHH). Namun peningkatan UHH ini dapat mengakibatkan terjadinya transisi

epidemiologi dalam bidang kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka

kesakitan karena penyakit degeneratif. Perubahan struktur demografi ini

diakibatkan oleh peningkatan populasi lanjut usia (lansia) dengan menurunnya

angka kematian serta penurunan jumlah kelahiran (Kemenkes RI, 2013).


Lanjut usia (lansia) adalah kelompok usia 60 tahun ke atas dan mengalami

perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (Notoatmodjo, 2007). Menurut

WHO (2011), pada tahun 2011 jumlah lansia di dunia mencapai 500.000.000 jiwa

dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 20125 mencapai 1.200.000.000 jiwa.

WHO juga memperkirakan pada tahun 2025 Indonesia akan mengalami

peningkatan lansia sebesar 41,4% yang merupakan peningkatan tertinggi di dunia.

Oleh karena peningkatan jumlah lansia yang dari tahun ke tahun semakin tinggi,

pemerintah menjalankan berbagai kebijakan dan program di antaranya tertuang

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya

Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, yang antara lain meliputi: 1) Pelayanan

keagamaan dan mental spiritual seperti pembangunan sarana ibadah dengan

pelayanan aksesibilitas bagi lanjut usia; 2) Pelayanan kesehatan melalui

peningkatan upaya penyembuhan (kuratif), diperluas pada bidang pelayanan


geriatrik/gerontologik; 3) Pelayanan untuk prasarana umum, yaitu mendapatkan

kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, keringanan biaya, kemudahan

dalam melakukan perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus; 4)

Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, seperti pelayanan administrasi

pemerintah (Kartu Tanda Penduduk seumur hidup), pelayanan kesehatan pada

sarana kesehatan milik pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk

pembelian tiket perjalanan, akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket

rekreasi, penyediaan tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan

kartu wisata khusus, mendahulukan para lanjut usia.


Keperawatan Gerontik merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yg

didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-kultural dan

spiritual yang komprehensif, ditujukan pada klien lanjut usia baik sehat maupun

sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok/panti atau masyarakat (Nugroho,

2009). Mengingat banyaknya lansia yang memerlukan jenis asuhan keperawatan

yang bersifat holistic, maka perawat sebaiknya mengetahui dan mendalami tentang

keperawatan gerontik yang meliputi pengkajian khusus tentang gerontik, tujuan

dan criteria hasil yang ngin dicapai, intervensi yang akan diberikan serta evaluasi

dari pemberian asuhan keperawatan sendiri.


B. Rumusan Masalah
Bagaimana proses asuhan keperawatan gerontik pada lansia?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mampu mengaplikasikan proses asuhan keperawatan gerontik

yang tepat untuk lansia.


2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep dasar lansia
b. Mengetahui konsep dasar gerontik
c. Mengetahui dan mampu mengaplikasikan proses asuhan keperawatan

gerontik pada kasus lansia.


D. Manfaat
1. Bagi Praktis Menambah referensi untuk pemberian asuhan keperawatan

gerontik bagi lansia


2. Bagi Teoritis Makalah ini dapat digunakan untuk menjadi acuan dalam

pembuatan asuhan keperawatan gerontik


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Pengertian Lansia

Lansia merupakan tahap akhir perkembangan pada daur hidup manusia

(Maryam, 2008). Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13

tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, dikatakan bahwa lansia adalah

seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun ke atas. Secara umum proses

menjadi lansia didefinisikan sebagai perubahan yang terkait dengan waktu,

bersifat universal, intrinsik, progresif dan detrimental. Keadaan tersebut dapat

menimbulkan menurunnya kemampuan lansia dalam beradaptasi dengan

lingkungannya (Nugroho, 2008).

2. Batasan Umur Lansia

Lansia dapat dibedakan berdasarkan batasan umurnya masing-masing.

Menurut WHO, ada empat tahap batasan umur lansia yaitu usia pertengahan

(middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, dan

usia lanjut usia (old) antara 75-90 tahun, serta usia sangat tua (very old) di atas

90 tahun (Nugroho, 2008). Menurut Depkes RI, batasan lansia terbagi dalam

empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa

persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan

jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang

mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut (senium)
usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang

berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri,

terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat (Maryam,

2008).

3. Perubahan pada Lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perubahan mental,

psikososial dan perubahan fisik (Hutapea, 2005).

a. Perubahan mental

Perubahan mental pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan

lingkungan. Perubahan mental yang terjadi pada lansia berupa munculnya

sifat egosentrik dan tamak apabila memiliki sesuatu. Lansia cenderung

tetap ingin mendapat peran di masyarakat dan apabila nanti meninggal,

lansia ingin mencapai sorga (Nugroho, 2008).

b. Perubahan sosial

Menurut Nugroho (2008), perubahan sosial yang terjadi pada lansia

terjadi karena perubahan pekerjaan seperti masa pensiun. Bila mengalami

pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan yaitu kehilangan finansial,

kehilangan status, dan kehilangan teman untuk bersosialisasi. Sedangkan

menurut Azizah (2011), perubahan sosial yang terjadi pada lansia juga

disebabkan oleh perubahan aspek kepribadian, perubahan dalam peran

sosial di masyarakat dan perubahan minat dan penurunan fungsi.


c. Perubahan fisik

1) Terjadinya perubahan pada sistem indera, dimana lensa mata lansia

mulai kehilangan elastisitas dan menjadi kaku, ketajaman penglihatan

dan daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang. Pada sistem

pendengaran, mulai terjadi gangguan pada pendengaran (Nugroho,

2008).

2) Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya

elastisitas paru-paru yang mempersulit pernafasan sehingga dapat

mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah meningkat

(Hutapea, 2005).

3) Perubahan pada sistem kardiovaskuler masa jantung mulai bertambah,

ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan

jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat, konsumsi

oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru

menurun (Azizah, 2011).

4) Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu tubuh lansia

menjadi rentan terhadap alergi dan penyakit (Hutapea, 2005).

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary

dan uterus serta terjadinya atrofi payudara pada wanita. Pada laki-laki

testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya

penurunan secara berangsur-angsur (Azizah, 2011).


5) Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat,

kepekaan bau dan rasa mulai berkurang, kepekaan sentuhan berkurang

dan pendengaran berkurang, reaksi menjadi lambat, fungsi mental

menurun serta ingatan visual berkurang (Hutapea, 2005).

6) Perubahan pada sistem perkemihan, pola berkemih menjadi tidak

normal seperti banyak berkemih di malam hari sehingga mengharuskan

lansia pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini menunjukkan kejadian

inkontinensia urine meningkat pada lansia (Azizah, 2011).

7) Terjadi perubahan pada sistem metabolik, yang mengakibatkan

gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun

(Hutapea, 2005).

Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, hampir 80% lansia

mengalami perubahan fisik yang bersifat kronis dan mengganggu mobilitas

serta kemandirian lansia (Potter & Perry, 2005). Perubahan fisik yang

paling sering terjadi pada lansia adalah pada sistem muskuloskeletal,

dimana terjadi perubahan pada kolagen yang merupakan penyebab

turunnya fleksibilitas pada lansia dan menimbulkan dampak berupa nyeri

dan penurunan kemampuan otot sehingga lansia mengalami hambatan

dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Azizah, 2011). Penyakit yang

paling sering menyebabkan disabilitas pada lansia adalah golongan

penyakit atritis (Depkes RI, 2008).


B. Konsep Keperawatan Gerontik

1. Lingkup Asuhan Keperawatan Gerontik

Fenomena yang muncul dalam keperawatan gerontik yaitu tidak

terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dalam hal ini lansia karena proses

penuaan. Lingkup asuhan keperawatan dalam bidang gerontik ini yaitu

(Nugroho, 2008):

a. Pencegahan yaitu terhadap ketidakmampuan akibat proses penuaan

b. Perawatan yaitu ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan akibat proses

penuaan

c. Pemulihan yaitu ditunjukkan untuk upaya mengatasi keterbatasan akibat

proses penuaan

2. Lingkup Perawatan pada Lansia

Lansia merupakan tahap akhir perkembangan pada daur hidup manusia,

sehingga lansia akan mengalami perubahan dan penurunan fungsi tubuh.

Perawat dalam hal ini sangat berperan penting agar kebutuhan dasar daripada

lansia dapat terpenuhi. Perawatan lansia memiliki ruang lingkup tersendiri

yaitu (Maryam, 2008):

a. Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat yaitu berupa peningkatan

kepedulian dan pengetahuan masyarakat tentang lansia dan pembinaan

kelompok lansia
b. Pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit seperti panti werdha,

poliklinik geriatric, bangsal geriatric akut dan rawat inap serta konsultasi

geriatric

c. Pelayanan sosial lansia yang diselenggarakan oleh dinas sosial atau swasta

3. Keterampilan Perawat Gerontik

Keterampilan yang harus dimiliki perawat dalam merawat lansia yaitu

sebagai berikut (Wahjudi, 2009) :

a. Keterampilan berkomunikasi pada lansia

Dalam memberi asuhan keperawatan kepada lansia diperlukan tenaga

profesonal yang mampu berkomunikasi dengan lansia. Komunikasi pada

lansia adalah kunci utama keberhasilan dalam menciptakan lansia yang

sehat, sejahtera, berguna dan berkualitas.

b. Keterampilan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada lansia

Perawat lansia wajib memiliki keterampilan dalam memberikan pelayanan

kesehatan kepada lansia yang sakit atau lansia dengan penyakit akut atau

kronis. Lansia yang dalam keadaan sakit memerlukan pelayanan kesehatan

dan keperawatan khusus. Perawat harus memiliki keterampilan asuhan

keperawatan dan pelayanan geriatri di bangsal geriatri rumah sakit.

c. Keterampilan mengadakan aktifitas yang sesuai dengan lansia

Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dan pelayanan sosial harus

mampu memberi motivasi dan memfasilitasi lansia. Perawat lansia

memiliki k eterampilan untuk membentuk suatu kegiatan untuk lansia,

misalnya membentuk klub lansia atau pos lansia. Klub lansia adalah suatu
perkumpulan atau paguyuban lansia yang berasal dari satu lingkungan

hunian. Di dalam klub ini lansia dapat mengadakan beberapa kegiatan

fisik/rohani, kejiwaan, sosial-ekonomi secara bersama-sama. Salah sattu

kegiatan berupa day care atau pusat kegiatan warga senior missal

pemeriksaan kesehatan, perawatan fisik ringan , olahraga bersama atau

senam lansia. Kegiatan lainnya dapat berupa usahan ekonomi koperasi

yang merupakan income generating activities. Disni peran perawat harus

mampu menjadi motivator dan keberhasilan kegiatan ini bergantung pada

bagaiman kemampuan perawat berkomunikasi dengan lansia.

Anda mungkin juga menyukai