Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar
1.1 Definisi Apendicitis
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai caring. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparatomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur.

1.2 Klasifikasi
Klasifikasi apendicitis terbagi atas 2 bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Appendicitis akut, dibagi atas :
a. Apendicitis akut fokalis atau segmental, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur local.
b. Apendicitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas :
a. Apendicitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur
local.
b. Apendicitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya jarang
ditemukan.

1.3 Etiologi
Apendisitis merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi
menghasilkan lender 1-2 ml/hari yang normalnya dihancurkan kedalam lumen dan
selanjutnya mengalir kesekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks
tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks, menurut klasifikasinya
penyebab dari apendisitis yaitu sebagai berikut:
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan faktor
pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu
hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks dan cacing
askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks
karena parasit.
2. Appendisitis kronis meemiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik (fibrosis menyeluruh didinding apendiks, sumbatan parsial atau
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltasi
sel inflamasi kronik), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.

1.4 Patofisiologi
Penyebab utama appendicitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat
disebabkan oleh hiperplasia dari limfoid merupakan penyebab terbanyak, adanya
fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan
(karsinoma karsinoid).
Obstruksi appendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium visceral.
Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka
rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umbilicus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium pariental setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, kemudian ini disebut dengan
appendicitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul allergen dan ini disebut
dengan appendicitis gangrenosa. Bila dinding appendiks yang telah akut itu pecah,
dinamakan appendicitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat
mengelilingi appendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa
local, keadaan ini disebut sebagai appendicitis abses. Pada anak-anak karena
omentum masih pendek dan tipis, appendiks yang relatife lebih panjang, dinding
appendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikianjuga
pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi
lebih sepat. Bila appendicitis ilfiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya
hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendicitis kronis. (Elizabeth, 2009)
WOC Apendisitis
Invasi & multiplikasi Hipertermi Febris
bakteri
Kerusakan kontrol
Apendisitis Peradangan pada suhu terhadap
jaringan inflamasi

Operasi Secresi mucus


berlebihan pada

Luka incisi Asientas lumen apendik


Apendic teregang
Kerusakan Pintu masuk kuman
jaringan
Ujung saraf Resiko infeksi Spesme Tekanan
dinding intraluminal
terputus
apendiks lebih dari
Pelepasan Kerusakan tekanan vena
Nyeri
prostataglandin integritas Hipoxia jaringan
apendik
jaringan Nyeri di
Stimulasi persepsikan ulcerasi
dihantarkan
Spinal cord Resiko ketidakefektifan perforasi
perfusi gastrointestinal
Cortex cerebri Anestesi

Penurunan peristaltik Depresi sistem


respirasi
usus
Distensi abdomen
Reflek Batuk Akumulasi
sekret
Gangguan rasa Mual muntah Ketidak
nyaman efektifan
bersihan jalan
Resiko
kekurangan
cairan
Anoreksia

Ketidakseimbanga
n nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
1.5 Tanda Dan Gejala
a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
b. Mual, muntah
c. Anoreksia, malaise
d. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
e. Spasme otot
f. Konstipasi, diare

1.6 Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering
pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah
2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada
anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih
tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan
terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.
Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon
dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam
sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.

1.7 Pemeriksaan Diagnostik


a. Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai
75%
b. Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
c. Foto abdomen : adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus
terlokalisir
d. Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah
1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis meliputi terapi medis dan terapi
bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses
ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah
penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam
beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu
terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai resiko operasi
yang tinggi.
Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi
awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical
Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum
pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam
untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi.
Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik
adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat
apendisitis dengan perforasi.
a. Cairan intravena
Cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera
dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau
kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance
cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat (RL) harus di infus
secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah
serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami
anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.
b. Antibiotik
Pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri patogen,
antibiotik initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin
sulbaktam, dan lain-lain dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob.
Pemberian antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kultur dan sensitivitas.
Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit.
Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan
pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari
apendisitis perforasi.
Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian
rongga peritonium untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi
dari bakteria. Pencucian cukup dengan larutan kristaloid isotonis yang hangat,
penambahan antiseptik dan antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna
bahkan malah berbahaya karena menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau
provine iodine), anti biotik yang diberikan secara parenteral dapat mencapai
rongga peritonium dalam kadar bakterisid.
Tapi ada juga ahli yang berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1
mg dalam 1 ml larutan garam dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual, pada
kadar ini antibiotik bersifat bakterisid terhadap kebanyakan organisme. Walaupun
sedikit membuat kerusakan pada permungkaan peritonial tapi tidak ada bukti
bahwa menimbulkan resiko perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine tidak
populer. Setelah pencucian seluruh cairan di rongga peritonium seluruh cairan
harus diaspirasi.
c. Pembedahan
Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C.,
2001).
Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi.
Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks.
Mencakup Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi
melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu
muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks
dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang
terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi
pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.

Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks


kemudian diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag.
Laparoskopik apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan
antara lain bekas operasinya lebih bagus dari segi kosmetik dan
mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa penelitian juga
menemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat
masa rawatan di rumah sakit. Kerugian laparoskopik apendiktomi
antara lain mahal dari segi biaya dan juga pengerjaannya yang
lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari apendiktomi terbuka.
Namun lama pengerjaanya dapat dipersingkat dengan peningkatan
pengalaman.
Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada pasien dengan
perlengketan intra-abdomen yang signifikan.

2. Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat: Malaise
2. Sirkulasi : Tachikardi
3. Eliminasi
Konstipasi pada awitan awal
Diare (kadang-kadang)
Distensi abdomen
Nyeri tekan/lepas abdomen
Penurunan bising usus
4. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah
5. Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau
nafas dalam
6. Keamanan : demam
7. Pernapasan
Tachipnea
Pernapasan dangkal

2.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2016 diagnosa yang biasa
diangkat pada klien dengan appendicitis yaitu:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Hipertermi berhubungan dengan respon sistemik dari inflamasi gastointestinal
3. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
mekanisme perstaltic usus menurun
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis ketidak mampuan untuk mencerna makanan
6. Kerusakan integritas jaringan
7. Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal berhubungan dengan proses
infeksi, penuruna sirkulasi darah ke gastrointestinal, hemoragi
gastrointestional akut
8. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahan tubuh
9. Asientas berhubungan dengan prognosis penyakit rencana pembedahan

2.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa 1: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
NOC: respiratory status: ventilation, airway patency
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan nafas kembali
efektif
Kriteria hasil:
a. Mendemontrasiikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnue (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat
jalan nafas
NIC:
1. Monitor status oksigen klien
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Lakukan fisioterafi dada jika perlu
4. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
5. Auskultasi suara nafas catat adanya suara nafas tambahan
6. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
7. Atur intek untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
8. Monitor respirasi dan status O2

Diagnosa 2: Hipertermi berhubungan dengan respon sistemik dari inflamasi


gastointestinal
NOC: termoregulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan tidak terjadi
hipertermi
Kriteria hasil:
a) Suhu tubuh dalam rentang normal
b) Nadi dan respirasi dalam rentan normal
c) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

NIC : fever treatment


1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor IWL
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
5. Monitor penurunan tingkat kesadaran
6. Berikan anti piretik
7. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
8. Selimuti pasien
9. Lakukan tapid sponge
10. Kolaborasi cairan intravena

Diagnosa 3 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi


NOC: Pain level, pain control, comfort level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan tidak terjadi nyeri

Kriteria hasil
1. Mampu mengontrol nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan menejemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri
NIC:
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presopitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan
3. Kontrol ruangan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal)
5. Ajarkan teknik-teknik non farmakologi
6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Diagnosa 4: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan


aktif mekanisme perstaltic usus menurun
NOC: fluld balance, hydration, nutritilon status: foof and fluid intake
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan tidak terjadi
kekurangan volume cairan
Kriteria Hasil:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan ysia dan BB, BJ uurine normal,
HT normal
2. Tekanan darah, mado, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
NIC:
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hidrasi
3. Monitor vital sign
4. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
5. Kolaborasi dalam pemberian cairan IV
6. Monitor status nutrisi

Diagnosa 5: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan faktor biologis ketidak mampuan untuk mencerna makanan
NOC : Nutritional status: adequacy of nutrient, nutritional status : food and fluid
intake, weight control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan kebutuhan nutrisi
cukup
Kriteria hasil:
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

NIC:
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
4. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
5. BB pasien dalam batas normal
6. Monitor lingkungan selama makan
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi

Diagnosa 6: Kerusakan integritas jaringan


NIC: Tissue Integrity : Skin and, Mucous Membranes, Wound Healing : primer
dan sekunder
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan tidak terjadi
gangguan integritas kulit
Kriteria hasil:
1. Perfusi jaringan normal
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi
3. Ketebalan dan tekstur jaringan normal
NOC:
1. Anjurkan pasien untuk menggunakanpakaian yang longgar
1. Jaga kulit agar tetap agar tetap bersih dan kering
2. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan
4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
6. Monitor status nutrisi pasien
7. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Diagnosa 6: Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal berhubungan dengan
proses infeksi, penuruna sirkulasi darah ke gastrointestinal, hemoragi
gastrointestional akut
NOC: Bowl Elimination, Circulation statu, Electrolite and Acid
Base Balance, Fluid Balance, Hidration, Tissue perfusion
:abdominal organs
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan fungsi
gastointestional kembali efektif
Kriteria hasil:
1. Jumlah, warna, konsistensi dan bau fese dalam batas normal
2. Tidak ada nyeri perut
3. Bising usus normal
4. Tekanan systole dan diastole dalam rentan normal
NOC:
1. Monitor TTV
2. Monitor elektrolit
3. Monitor irama jantung
4. Catat intake dan output secara akurat
5. Kaji tanda-tanda gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit (membran mukosa kering, sianosis, jaundice)
6. Kelola pemberian suplemen elektrolit sesuai order
7. Kolaborasi dengan ahli gizi jumlah kalori dan jumlah zat gizi
yang dibutuhkan
8. Pasang NGT jika perlu

Diagnosa 7: Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahan tubuh


NOC: imumune status, knowledgen: infection control, risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan tidak terjadi
infeksi
Kriteria hasil:
1. Bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaanya
3. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
NIC:
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan tehnik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Intrusikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meningalkan pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

Diagnosa 8 Asientas berhubungan dengan prognosis penyakit rencana


pembedahan
NOC: anxiety self control, ansiety level, coping
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan tidak terjadi cemas
Kriteria hasil
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukan tehnik untuk mengontrol
cemas
3. Vital sign dalam batas normal
NOC:
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
4. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
5. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
6. Dorong keluarga untuk menemani anak

2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marylinn E. (2000). Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan


Klien. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Bruner dan Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8,
EGC. Jakarta.

Elizabeth J. Corwin. (2001). Buku saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Manjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Media Aesculspius.


Jakarta.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2016. Nanda- NIC- NOC Jilid 1.
Jogjakarta. Mediaction.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2016. Nanda- NIC- NOC Jilid 3.
Jogjakarta. Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai