Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDITIS PERFORASI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktek Belajar Klinik Keperawatan Medikal Bedah 1
Dosen Pembimbing Ibu Erida Fadila, Ners., M. Kep

Disusun Oleh :
HILDA PUSPITA DEWI
19068
TK 2B

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ahmad Dahlan Cirebon


JL.walet No.21,Kertawinangun,Kedawung ,Cirebon,Jawa Barat 45153
2020/2021
1. PENGERTIAN
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu feses
kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks verivormis
(Nugroho, 2011).
Apendisitis merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa
menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2011).
Apendisitis adalah suatu peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat
ileosekal (Reksoprojo, 2010).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing. Infeksi
ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010)
- Pengertian perforasi
Perforasi merupakan lubang atau luka pada dinding suatu organ tubuh. Kondisi ini
dapat terjadi pada esofagus, lambung, usus kecil, usus besar, anus atau kantung
empedu. Kondisi ini umumnya dikarenakan berbagai penyakit seperti radang usus
buntu (apendisitis) dan radang kantung usus besar (divertikulitis). Selain itu, kondisi
ini juga dapat disebabkan oleh trauma fisik seperti luka karena tusukan pisau atau
tembakan peluru.

2. ETIOLOGI
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun
terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya
obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia
jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer
dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks
adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi faktor penyebabnya.
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan
limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat juga menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E.Histolytica (Sjamsuhidajat, 2010).

3. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus
terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi
vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan
bawah.
Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
- PATHWAY APENDISITIS

Invasi dan multiplikasi Hipertermi Febris

Kerusakan control suhu


APPENDICITIS Peradangan pada jaringan terhadap inflamasi

Operasi Seckresi mucus berlebih


pada lumen apendik

Luka incisi Ansietas Apendik teregang

Kerusakan jaringan Pintu masuk kuman


Invasi dan multiplikasi
multi
Ujung saraf terputus Resiko infeksi

Pelepasan prostaglandin Kerusakan integritas


jaringan
Tekangan intraluminal
Stimulasi dihantarkan Spasme dinding apendik Lebih dari tekanan vena

Spinal cord Nyeri Hypoxia jaringan apendik

Cortex cerebri Nyeri dipersepsikan Ulcerasi

Anastesi Resiko ketidakefektifan Perforasi


Reflek
perpusi batuk
gastrointestinal

Peristaltic usus Akumulasi sekret


Depresi sitem respirasi

Ketidakefektifan bersihan
Distensi abdomen Anoreksia jalan nafas

Gangguan rasa nyaman Mual dan muntah Ketidakseimbangan


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Risiko kekurangan
volume cairan
4. Manifestasi klinik

Genjala awal yang khas, yang merupakan genjala klasik apendisitis adalah nyeri
samar (nyeri tumpul) di daerah Epigastrium di sekitar Umbilukus atau Perlumbilikus.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada
umunya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke
kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney (seperti gambar). Di titik ini nyeri terasa lebih
tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang,
tidak dirasakan adanya nyeri di daerah Epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena
bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga diserati dengan
demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5 derajat celcius.
Kenungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan mmenggunakan skor
Alvarado :

The Modified Alvarado Score Skor


Genjala Perpindahan nyeri ulu hati ke perut kanan bawah 1
Mual-muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5° c 1
Pemeriksaan Lab Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score :


1-4 : sangat mugnkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut

Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.


Selain genjala klasik, ada beberapa genajala lain yang dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya genjala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut genjala yang timbul tersebut :
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung
oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada
saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan.
Nyeri ini timbul karen adanya kontraksi m. psoas mayor yang menegang otot.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rekktum, akan timbul genjala
dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristaltik meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemsih, karena rangsangannya dindingnya.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang post operasi apendiktomi menurut Wijaya dan Putri (2013),
yaitu:

a. Laboratorium Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000 –hingga 18.000
/ mm3, kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC meningkat sampai 20.000
mungkin indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah)

b. Data Pemeriksaan Diagnostik Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon
menunjukkan adanya batu feses pada katup. Kemudian pada pemeriksaan barium
enema :menunjukkan apendiks terisi barium hanya sebagian.

Pemeriksaan fisik.

- Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut


dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
- Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan lepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang aman
merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
- Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai di angkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign).
- Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertamabah bila
pemeriksaan dubur atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
- Suhu dubur (rektal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
- Pada apendiks treletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif dan
tanda perangsangan pertoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks
terletak di rongga pelvis maka obturator sign akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.
6. KOMPLIKASI

Komplikasi yang terjadi pada apendisitis menurut Smeltzer dan Bare (2009). yaitu :

a. Perforasi Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum, dan
letak usus halus. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan 11 suhu 39,50C
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat perforasi dan
pembentukan abses.

b. Peritonitis Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta ditandai dengan panas tinggi
390C – 400C menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang jarang.

7. PENATA LAKSANAAN MEDIS

Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga (Brunner &
Suddarth, 2010), yaitu:

A. Sebelum operasi

1) Observasi 12 Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi ketat
karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah baring dan
dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis.
Diagnosis ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah setelah
timbulnya keluhan.
2) Antibiotik

Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan antibiotik, kecuali


apendiksitis tanpa komplikasi tidak memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan
bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau preforasi.

B. . Operasi

Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu apendiktomi. Apendiktomi


harus segera dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat
dilakukan dibawah anestesi umum dengan pembedahan abdomen bawah atau dengan
laparoskopi. Laparoskopi merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner &
Suddarth, 2010).
Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua metode pembedahan, yaitu
secara teknik terbuka (pembedahan konvensional laparatomi) atau dengan teknik
laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode
terbaru yang sangat efektif (Brunner & Suddarth, 2010)

1. Laparatomi

Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke dalam rongga perut.
Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan merasakan organ dalam untuk
membuat diagnosa apa yang salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif,
laparatomi semakin kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur ini hanya
dilakukan jika semua prosedur lainnya yang tidak membutuhkan operasi, seperti
laparoskopi yang seminimal mungkin tingkat invasifnya juga membuat laparatomi
tidak sesering terdahulu. Bila laparatomi dilakukan, begitu organ-organ dalam dapat
dilihat dalam masalah teridentifikasi, pengobatan bedah harus segera dilakukan.

Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut. Operasi laparatomi dilakukan


bila terjadi masalah kesehatan yang berat pada area abdomen, misalnya trauma
abdomen. Bila klien mengeluh nyeri hebat dan gejala-gejala lain dari masalah
internal yang serius dan kemungkinan penyebabnya tidak terlihat seperti usus
buntu, tukak peptik yang berlubang, atau kondisi ginekologi maka dilakukan
operasi untuk menemukan dan mengoreksinya sebelum terjadi keparahan lebih.
Laparatomi dapat berkembang menjadi pembedahan besar diikuti oleh transfusi
darah dan perawatan intensif (David dkk, 2009).

2. Laparoskopi

Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh mulai dari iga paling
bawah samapi dengan panggul. Teknologi laparoskopi ini bisa digunakan untuk
melakukan pengobatan dan juga mengetahui penyakit yang belum diketahui
diagnosanya dengan jelas. Keuntungan bedah laparoskopi :
a) Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali, memudahkan dokter dalam
pembedahan.

b) Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka operasi pasca bedah
konvensional. Luka bedah laparoskopi berukuran 3 sampai 10 mm akan hilang
kecuali klien mempunyai riwayat keloid.

c) Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga penggunaan obat-obatan


dapat diminimalkan, masa pulih setelah pembedahan lebih cepat sehingga klien
dapat beraktivitas normal lebih cepat.

C. Setelah operasi

Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di


dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan. Baringkan klien dalam posisi
semi fowler. Klien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,
selama itu klien dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah
dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur selama 2 x 30 menit.
Hari kedua 15 dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari ke tujuh dapat
diangkat dan dibolehkan pulang (Mansjoer, 2010)

8. PENGKAJIAN

1. Pengkajian merupakan pengumpulan informasi subjektif dan objektif, dan peninjauan


informasi riwayat pasien pada rekam medik. Informasi subjektif, misalnya dengan
wawancara pasien/ keluarga. Sedangkan informasi objektif, misalnya dengan pengukuran
tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik . Data yang perlu dikaji yaitu :
a. Identitas Pasien Yang perlu dikaji meliputi nama, no rekam medis, umur, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, status, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian
b. Keluhan Utama Keluhan yang sering muncul pada pasien dengan masalah keperawatan
apendisitis adalah klien mengeluh nyeri pada daerah perut kwadran kanan bawah, mual,
muntah
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu Mempunyai riwayat demam rematik, keturunan penyakit
jantung, pernah operasi jantung, by-pass
b) Riwayat Kesehatan Sekarang nyeri luka oprasi pada daerah perut kwadran kanan
bawah,skala nyeri 6 (1-10)
c) Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat adanya penyakit apendisitis dalam anggota
keluarga.
d) Riwayat Bio-psiko-sosio-spiritual
Nn. A adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Klien adalah siswa kls 1 SMA
tinggal bersama ibunya dan ke dua kakak laki-laki, sementara ayahnya meninggal
karena sakit. Sedangkan kakak perempuan tertua sudah berumah tangga dan
berpisah.
Saat ini status nutrisi klien: nafsu makan berkurang, makan 3x sehari ½ porsi habis,
klien minum ±1.500 ml/ hari. Status cairan klien saat ini terpasang infus dan klien
tidak memiliki masalah dengan pengeluaran cairan BAK frekuensi baik selama sakit
dengan warna urine kuning. BAB ± 1 x/ hari, konsistensi lembek, warna kuning.
Pola tidur malam mulai dari jam 21.00 malam sampai 05.00 pagi, tapi sering
terbangun tengah malam karena nyeri. Pada pola interaksi sosial, klien
mangatakan orang terpenting adalah keluarga, selama di rumah sakit klien
ditunggu ibunya, jika mempunyai masalah biasanya dibicarakan bersama keluarga.
Pola nilai kepercayaan, klien beragama Islam, sewaktu sehat klien taat dalam
menjalankan ibadah sholat 5 waktu, tapi ketika sakit klien tidak bisa shalat karena
terpasang infus. Pola psikologis selama sakit, klien merasa cemas akan apa yang
dideritanya, namun klien yakin bahwa dia akan sembuh. Interaksi dengan tenaga
kesehatan baik dan keluarga kooperatif.
3. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan rambut

Yang perlu dikaji adalah bentuk kepala, apakah kulit kepala tampak kotor atau
Berketombe, apakah ada lesi atau tidak.
2) Wajah

Yang perlu dikaji adalah apakah wajah pasien pucat atau tidak, apakah ada
Kloasma, wajah pasien tampak mengantuk atau tidak, dan wajah pasien sayu
atau Tidak
3) Mata

Bola mata simetris atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, dan warna sklera.
4) Telinga

Kebersihan telinga, apakah ada kelainan fungsi pendengaran, dan adanya lesi
pada telinga
5) Mulut dan bibir
Kelembaban pada mulut, kebersihan mulut, danapakah ada tidaknya
pembesaran tonsil.
6) Leher

Yang perlu dikaji adalah apakah ada pembesaran tiroid, dan vena jugularis.
7) Kulit

Bagaimana warna kulit, turgor kulit, dan apakah kulit pucat atau tidak.
8) Dada

Bentuknya simetris atau tidak, warna areola, putting menonjol atau tidak,
apakah ada bendungan asi, ada tidaknya kolostrum, dan payudara tampak
bersih atau tidak.
9) Thorax

Apakah ada suara ronchi, apakah ada lesi, dan edema.


10) Abdomen

Apakah adanya linea, striae, bagaimana luka berapa bising usus, berapa tinggi
fundus uterus, apakah ada kontraksi, apakah ada perabaan distensi blas.
11) Genetalia

Yang perlu dikaji oleh perawat adalah kebersihan vagina, apakah ada hematoma,
apakah ada nyeri, lochea (warna, jumlah, bau, atau konsistensi, 1-3 hari rubra, 4
10 hari serosa, >10 hari alba), pemeriksaan anus (apakah ada hemoroid atau
tidak).
- Ekstremitas atas dan bawah atas yaitu: apakah ada odema, varises, serta lakukan
pemeriksaan capillary refill time (crt).
- Bawah yaitu: apakah ada odema, varises, serta lakukan pemeriksaan capillary
refill time (crt).
4. Pemeeiksaan diagnostik
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
15 Desember 2020 Darah lengkap Hb: 14,7 gr/ dL 11.7- 15,5 g/dL),

Leukosit: 15.600 / Leukosit


3.600-11000/ mm3
mm3
Trombosit: Trombosit
434.000/ mm3 150.000-450.000/
mm3
Eritrosit: 5,27/ Eritrosit
(Normal: 3.8-5.2/
mm3 mm3),
Hematokrit: 41,3% Hematokrit
(Normal: 35-47
%).
GDS: 110 mg/dL, Kimia darah
(75-140 mg/dL)
HbsAg ELFA: HbsAg ELFA: (≤
Kimia darah 0,13),
0,01
HIV AB: 0,02 HIV AB:
(≤ 0,25),
SAR-CoV-2 IgG: SAR-CoV-2 IgG:
Non Reaktif
Non Reaktif
Serologi
SAR-CoV-2 IgM: SAR-CoV-2 IgM:
Non Reaktif
Non Reaktif
PPT: 12,2 PPT: 11- 15 detik

Koagulasi Darah APTT: 35,2 APTT: 25 -35


detik
INR: 1,11 INR: (0,9 – 1,1
detik)
EKG Sinus Tachicardi ECG

Dalam batas tidak tampak TB


Rontgen Thorax paru
AP: Cor/Pulmo normal tidak
tampak TB paru

1. THERAPY

Tanggal Nama Obat Waktu


Pemberian

17 Desember 2020 Infus RL 20 gtt/ 14.00 WIB


menit.

Ceftriaxone 2x1 gram 14.30 WIB


(iv),
Ketorolac 3x30 mg (iv),
14.00 WIB
Omeprazole 1x40 mg
(iv), 14.00 WIB

Ondancentron 2x1
14.30 WIB
ampul (iv).

5. Diagnosa keperawatan
- Nyeri akut b.d agen pencendera patofisologi
- Mobilitas fisik b.d kerusakan integritas

- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis,


ketidakmampuan untuk mencerna makanan

- Intoleransi Aktivitas
6. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Perencanaan
. Keperawa Tujuan Intervensi Rasional
tan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. identifikasi 1. Mengetahui klien
b.d agen tindakan lokasi nyeri bisa menerima
pencegah keperawatan 3x24 2. identifiksi keaadan di
patofisiolo jam dihrapkan respon nyeri dirinya dan untuk
gi tingkat nyeri non verbal mengetahui
menurun dengan 3. identifikasi penyebab nyeri
kriteria hasil: skala nyeri kualitas nyeri
1. Melaporkan 4. identifikasi serta lokasi
nyeri faktor yang 2. Mengetahui
terkontrol memperberat kualitas nyeri
dari level 4 dan yang dirasakan
(meningkat) mamperingan klien,observasi
ke level 2 nyeri reaksi non verba
(cukup dari
menurun) 5. kolaborasi ketidaknyamanan
pemberian obat l
2. kemampuan dengan dokter 3. Membantu dalam
mengenali identifikasi
nyeri dari derajat nyeri
level 4 4. Mengetahui
(cukup keadaan klien
meningkat) 5. Pemberian
ke level analgetik untuk
3( sedang) mengendalikan
nyeri

3. keluhan nyeri
penggunaan
analgesik
dari skala
nyeri 4
(cukup
meningkat)
ke level 2
(menurun)
2. Ganguan Setelah dilakukan 1. toleransi 1. mengidentifikasi
mobilitas tindakan fisik kekuatan ataui
fisik b.d keperawatan selama melakukan kelemahanan dan
kerusakan 3x24 jam di pergerakan dapat
integritas harapkan mobilitas 2. Monitor memebrikan
fisik meningkat kondisi informasi
dengan kriteria hasil. umum pemulihan
selama 2. mengidentifikasi
1. pergerakan melakukan kekuatan atau
eksterminitas mobilisasi kelemahan
dari level 2 3. Fasilitasi keadaan umum
(cukup mobilisasi klien
menurun) ke dengan alat 3. mencegah
level 4 bantu terjadinya
(cukup (misal kontraktur
meningkat). pagar -memberikan
tempat fasilitas kepada
2. gerakan tidur) klien
terbatas dari 4. Fasikitasi 4. membantu klien
level 2 melakukan dalam beristirahat
(cukup pergerakan selama perawatan
menurun) ke jika perlu 5. mengetahui
level 4 5. Libatkan kemampuan klien
(cukup keluarga dalam melakukan
meningkat). untuk aktivitasnya
membantu
3. kelemahan klien dalam
fisik dari meningkatk
level 2 an
(cukup pergerakan
menurun) ke
level 4
(cukup
meningkat)
3. Ketidaksei Setelah dilakukan 1. Kolaborasi dengan 1. Memberikan
mbangan tindakan 3x24 jam ahli gizi untuk kebutuhan kalori klien
nutrisi diharapkan mual dan menentukan jumlah 2. Mengetahui output
kurang dari muntah kalori dan nutrisi cairan klien
kebutuhan berkurang/hilang yang dibutuhkan 3. Melihat tingkat
tubuh b.d dengan kriteria: 2. Monitor mual dan turgor klien
faktor muntah 4. Memberikan asupan
- Mampu
3. berikan antiemetik klien
biologis, mengidentifikasi
untuk mengurangi 5. Mampu mengetahui
ketidakmam kebutuhan nutrisi
mual muntah kebutuhan nutrisi
puan untuk - Tidak ada tanda-
4. Beri makan sedikit yang baik
mencerna tanda malnutrisi
tapi sering
makanan - Menunjukan
5. Berikan informasi
peningkatan fungsi
tentang kebutuhan
pengecapan dari
nutrisi
menelan

4. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Bantu klien untuk 1. Mengetahui


aktivitas tindakan 3x24 jam mengidentifikasi aktivitas apa
diharapkan meberikan aktivitas yang yang dilakukan
rasa nyaman dengan mampu dilakukan 2. Membantu bila
kriteria: 2. Bantu perlu, harga diri
pasien/keluarga ditingkatkan
- Mampu
untuk bila klien
melakukan
mengidentifikasi melakukannya
aktivitas secara
kekurangan sendiri
mandiri
dalam 3. Meningkatkan
beraktivitas rasa semangat
3. Bantu pasien dalam diri klien
untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguaatan
-
-

.
.
Daftar pustaka

https://www.alomedika.com/penyakit/bedah-umum/apendisitis/
patofisiologi#:~:text=Patofisiologi%20appendicitis%20dimulai%20dengan
%20terjadinya,apendiks%20yang%20menyebabkan%20peningkatan%20tekanan.

https://www.google.com/search?
q=pathway+apendisitis+perforasi&tbm=isch&ved=2ahUKEwj1xdmvjMjuAhUc-
TgGHRCpAX0Q2-
cCegQIABAA&oq=pathway+apendisitis+PER&gs_lcp=CgNpbWcQARgAMgIIADoEC
AAQHjoGCAAQBRAeOgYIABAIEB5Ql98BWKXzAWD9gQJoAHAAeACAAW2IAc
ECkgEDMy4xmAEAoAEBqgELZ3dzLXdpei1pbWfAAQE&sclient=img&ei=xaQXYL
XPHZzy4-EPkNKG6Ac&bih=600&biw=1366&safe=strict#imgrc=N-GDHO7i7o21kM

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1368/4/4.%20BAB%20II.pdf

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.


https://www.halodoc.com/kesehatan/penyakit-usus-buntu

Anda mungkin juga menyukai