APPENDITIS PERFORASI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktek Belajar Klinik Keperawatan Medikal Bedah 1
Dosen Pembimbing Ibu Erida Fadila, Ners., M. Kep
Disusun Oleh :
HILDA PUSPITA DEWI
19068
TK 2B
2. ETIOLOGI
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun
terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya
obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia
jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer
dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks
adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi faktor penyebabnya.
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan
limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat juga menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E.Histolytica (Sjamsuhidajat, 2010).
3. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus
terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi
vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan
bawah.
Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
- PATHWAY APENDISITIS
Ketidakefektifan bersihan
Distensi abdomen Anoreksia jalan nafas
Genjala awal yang khas, yang merupakan genjala klasik apendisitis adalah nyeri
samar (nyeri tumpul) di daerah Epigastrium di sekitar Umbilukus atau Perlumbilikus.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada
umunya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke
kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney (seperti gambar). Di titik ini nyeri terasa lebih
tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang,
tidak dirasakan adanya nyeri di daerah Epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena
bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga diserati dengan
demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5 derajat celcius.
Kenungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan mmenggunakan skor
Alvarado :
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang post operasi apendiktomi menurut Wijaya dan Putri (2013),
yaitu:
a. Laboratorium Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000 –hingga 18.000
/ mm3, kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC meningkat sampai 20.000
mungkin indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah)
b. Data Pemeriksaan Diagnostik Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon
menunjukkan adanya batu feses pada katup. Kemudian pada pemeriksaan barium
enema :menunjukkan apendiks terisi barium hanya sebagian.
Pemeriksaan fisik.
Komplikasi yang terjadi pada apendisitis menurut Smeltzer dan Bare (2009). yaitu :
a. Perforasi Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum, dan
letak usus halus. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan 11 suhu 39,50C
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat perforasi dan
pembentukan abses.
b. Peritonitis Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta ditandai dengan panas tinggi
390C – 400C menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang jarang.
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga (Brunner &
Suddarth, 2010), yaitu:
A. Sebelum operasi
1) Observasi 12 Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi ketat
karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah baring dan
dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis.
Diagnosis ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah setelah
timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
B. . Operasi
1. Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke dalam rongga perut.
Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan merasakan organ dalam untuk
membuat diagnosa apa yang salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif,
laparatomi semakin kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur ini hanya
dilakukan jika semua prosedur lainnya yang tidak membutuhkan operasi, seperti
laparoskopi yang seminimal mungkin tingkat invasifnya juga membuat laparatomi
tidak sesering terdahulu. Bila laparatomi dilakukan, begitu organ-organ dalam dapat
dilihat dalam masalah teridentifikasi, pengobatan bedah harus segera dilakukan.
2. Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh mulai dari iga paling
bawah samapi dengan panggul. Teknologi laparoskopi ini bisa digunakan untuk
melakukan pengobatan dan juga mengetahui penyakit yang belum diketahui
diagnosanya dengan jelas. Keuntungan bedah laparoskopi :
a) Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali, memudahkan dokter dalam
pembedahan.
b) Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka operasi pasca bedah
konvensional. Luka bedah laparoskopi berukuran 3 sampai 10 mm akan hilang
kecuali klien mempunyai riwayat keloid.
C. Setelah operasi
8. PENGKAJIAN
Yang perlu dikaji adalah bentuk kepala, apakah kulit kepala tampak kotor atau
Berketombe, apakah ada lesi atau tidak.
2) Wajah
Yang perlu dikaji adalah apakah wajah pasien pucat atau tidak, apakah ada
Kloasma, wajah pasien tampak mengantuk atau tidak, dan wajah pasien sayu
atau Tidak
3) Mata
Bola mata simetris atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, dan warna sklera.
4) Telinga
Kebersihan telinga, apakah ada kelainan fungsi pendengaran, dan adanya lesi
pada telinga
5) Mulut dan bibir
Kelembaban pada mulut, kebersihan mulut, danapakah ada tidaknya
pembesaran tonsil.
6) Leher
Yang perlu dikaji adalah apakah ada pembesaran tiroid, dan vena jugularis.
7) Kulit
Bagaimana warna kulit, turgor kulit, dan apakah kulit pucat atau tidak.
8) Dada
Bentuknya simetris atau tidak, warna areola, putting menonjol atau tidak,
apakah ada bendungan asi, ada tidaknya kolostrum, dan payudara tampak
bersih atau tidak.
9) Thorax
Apakah adanya linea, striae, bagaimana luka berapa bising usus, berapa tinggi
fundus uterus, apakah ada kontraksi, apakah ada perabaan distensi blas.
11) Genetalia
Yang perlu dikaji oleh perawat adalah kebersihan vagina, apakah ada hematoma,
apakah ada nyeri, lochea (warna, jumlah, bau, atau konsistensi, 1-3 hari rubra, 4
10 hari serosa, >10 hari alba), pemeriksaan anus (apakah ada hemoroid atau
tidak).
- Ekstremitas atas dan bawah atas yaitu: apakah ada odema, varises, serta lakukan
pemeriksaan capillary refill time (crt).
- Bawah yaitu: apakah ada odema, varises, serta lakukan pemeriksaan capillary
refill time (crt).
4. Pemeeiksaan diagnostik
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
5. Diagnosa keperawatan
- Nyeri akut b.d agen pencendera patofisologi
- Mobilitas fisik b.d kerusakan integritas
- Intoleransi Aktivitas
6. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Perencanaan
. Keperawa Tujuan Intervensi Rasional
tan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. identifikasi 1. Mengetahui klien
b.d agen tindakan lokasi nyeri bisa menerima
pencegah keperawatan 3x24 2. identifiksi keaadan di
patofisiolo jam dihrapkan respon nyeri dirinya dan untuk
gi tingkat nyeri non verbal mengetahui
menurun dengan 3. identifikasi penyebab nyeri
kriteria hasil: skala nyeri kualitas nyeri
1. Melaporkan 4. identifikasi serta lokasi
nyeri faktor yang 2. Mengetahui
terkontrol memperberat kualitas nyeri
dari level 4 dan yang dirasakan
(meningkat) mamperingan klien,observasi
ke level 2 nyeri reaksi non verba
(cukup dari
menurun) 5. kolaborasi ketidaknyamanan
pemberian obat l
2. kemampuan dengan dokter 3. Membantu dalam
mengenali identifikasi
nyeri dari derajat nyeri
level 4 4. Mengetahui
(cukup keadaan klien
meningkat) 5. Pemberian
ke level analgetik untuk
3( sedang) mengendalikan
nyeri
3. keluhan nyeri
penggunaan
analgesik
dari skala
nyeri 4
(cukup
meningkat)
ke level 2
(menurun)
2. Ganguan Setelah dilakukan 1. toleransi 1. mengidentifikasi
mobilitas tindakan fisik kekuatan ataui
fisik b.d keperawatan selama melakukan kelemahanan dan
kerusakan 3x24 jam di pergerakan dapat
integritas harapkan mobilitas 2. Monitor memebrikan
fisik meningkat kondisi informasi
dengan kriteria hasil. umum pemulihan
selama 2. mengidentifikasi
1. pergerakan melakukan kekuatan atau
eksterminitas mobilisasi kelemahan
dari level 2 3. Fasilitasi keadaan umum
(cukup mobilisasi klien
menurun) ke dengan alat 3. mencegah
level 4 bantu terjadinya
(cukup (misal kontraktur
meningkat). pagar -memberikan
tempat fasilitas kepada
2. gerakan tidur) klien
terbatas dari 4. Fasikitasi 4. membantu klien
level 2 melakukan dalam beristirahat
(cukup pergerakan selama perawatan
menurun) ke jika perlu 5. mengetahui
level 4 5. Libatkan kemampuan klien
(cukup keluarga dalam melakukan
meningkat). untuk aktivitasnya
membantu
3. kelemahan klien dalam
fisik dari meningkatk
level 2 an
(cukup pergerakan
menurun) ke
level 4
(cukup
meningkat)
3. Ketidaksei Setelah dilakukan 1. Kolaborasi dengan 1. Memberikan
mbangan tindakan 3x24 jam ahli gizi untuk kebutuhan kalori klien
nutrisi diharapkan mual dan menentukan jumlah 2. Mengetahui output
kurang dari muntah kalori dan nutrisi cairan klien
kebutuhan berkurang/hilang yang dibutuhkan 3. Melihat tingkat
tubuh b.d dengan kriteria: 2. Monitor mual dan turgor klien
faktor muntah 4. Memberikan asupan
- Mampu
3. berikan antiemetik klien
biologis, mengidentifikasi
untuk mengurangi 5. Mampu mengetahui
ketidakmam kebutuhan nutrisi
mual muntah kebutuhan nutrisi
puan untuk - Tidak ada tanda-
4. Beri makan sedikit yang baik
mencerna tanda malnutrisi
tapi sering
makanan - Menunjukan
5. Berikan informasi
peningkatan fungsi
tentang kebutuhan
pengecapan dari
nutrisi
menelan
Daftar pustaka
https://www.alomedika.com/penyakit/bedah-
umum/apendisitis/patofisiologi#:~:text=Patofisiologi%20appendicitis%20dimulai
%20dengan%20terjadinya,apendiks%20yang%20menyebabkan%20peningkatan
%20tekanan.
https://www.google.com/search?
q=pathway+apendisitis+perforasi&tbm=isch&ved=2ahUKEwj1xdmvjMjuAhUc-
TgGHRCpAX0Q2-
cCegQIABAA&oq=pathway+apendisitis+PER&gs_lcp=CgNpbWcQARgAMgIIADoEC
AAQHjoGCAAQBRAeOgYIABAIEB5Ql98BWKXzAWD9gQJoAHAAeACAAW2IAc
ECkgEDMy4xmAEAoAEBqgELZ3dzLXdpei1pbWfAAQE&sclient=img&ei=xaQXYL
XPHZzy4-EPkNKG6Ac&bih=600&biw=1366&safe=strict#imgrc=N-GDHO7i7o21kM
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1368/4/4.%20BAB%20II.pdf