Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN POST OPERASI APPENDISITIS


DI RUANG BEDAH SENTRAL RSUD KOTA KENDARI

OLEH
LILISRI SULISDIAWATY. A

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PDOGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAN MANDALA WALUYA
KENDARI
2021
KONSEP MEDIS APPENDISITIS

A. Pengertian
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya
(Wim de Jong et al, 2010).
Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner &
Suddarth, 2014).
B. Klasifikasi
Menurut Sjamsuhidayat dan De (2005), apendisitis diklasifikasikan
menjadi 2 yaitu :
1. Apendisitis Akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala apendisitis
akut nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral
didaerah epigastrium disekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual
dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa
jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic
setempat.
2. Apendisitis Kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial maupun total lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa dan adanya sel 17 inflamasi kronik.
Insiden apendisitis kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
C. Etiologi
Penyebab appendicitis adalah adanya obstruksi pada lumen appendikeal
oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material
garam kalsium, debris fekal ) atau parasit (Katz, 2009 ).
Apendisitis penyebabnya paling umum adalah inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan dari rongga abdomen. Kira-kira 7% dari populasi akan
mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka: pria
lebih sering dipengaruhi wanita, dan remaja lebih sering dari pada dewasa.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat
dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh
tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid.
Adapun penyebab lain terhadap apendisitis yaitu : 1. Sumbatan lumen 2.
Kostipasi (kebiasaan memakan yang rendah serat) tinja yang keras.18 3.
Hyperplasia jaringan limfoid.
D. Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan
serat dalam makanan yang rendah (Burkitt, 2007).
Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi
mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan
lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta
terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan
peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen,
menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, 2007).
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam
lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah
menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan 12 menyebar
ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum,
abses lokal akan terjadi (Burkitt, 2007).
Pathway appendisitis (Nurarif & Kusuma, 2016)

Invasi & multiplikasi

APPENDISITIS

Peradangan pada jaringan Mual muntah Sekresi mucus


berlebih pada
lumen apendiks
Kerusakan control suhu Resiko
terhadap inflamasi hipovolemia
Apendiks teregang

Hipertermia
Nyeri akut
operasi

Luka insisi ansietas anestesi

Kerusakan Pintu masuk


jaringan kuman Deficit
pengetahuan

Ujung saraf Resiko infeksi


terputus Peristaltic usus
menurun

Pelepasan
prostagladin Distensi abdomen

Spinal cord Mual muntah

Cortex serebri Nyeri Nyeri akut Resiko


dipersepsikan hipovolemia
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Lippicott Williams & Wilkins (2011) adalah
sebagai berikut :
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
2. Mual, muntah
3. Anoreksia, malaise
4. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney
5. Spasme otot
6. Konstipasi, diare.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi untuk massa apendiks
2. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainanovarium
sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda
3. Diagnosis berdasarkan klinis, namun sek darah putih (hamperselalu
leukositosis)
4. CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau dimana penyebab lain masih
mungkin.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Lakukan observasi TTV klien
b. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
c. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,
selama pasien dipuasakan.
2. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Wijaya & Putri, 2013), penatalaksanaan medis pada
appendisitis meliputi :
a. Observasi
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan
toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses
intra abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik
diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara
pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2014)
c. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.
Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara
membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya 16
operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan
berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan diperlukan
pemeriksan penunjang USG atau CT scan.
H. Komplikasi
Komplikasi appendicitis akut adalah keadaan yang terjadi akibat
perforasi, seperti peritonitis generalisata, abses dan pembentukan fistula, dan
konsekuensi penyebaran melalui pembuluh darah, pieloflebitis supuratif
(radang dan trombosis vena porta), abses hepar dan septikemia. Radang dapat
menjadi kronis, atau obstruksi pada leher apendiks yang menyebabkan retensi
mucus dan kemudian menimbulkan mukokel. Ini sering tidak menimbulkan
masalah klinis tetapi walaupun jarang, dapat terjadi ruptura dan sel epitel yang
mensekresi mukus dapat menyebar ke kavum peritoneum.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data demografi Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor
register.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang
menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam
tinggi
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang
sama.
3. Pemeriksaan fisik
a. Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai,
konjungtiva anemis.
b. Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
c. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada
simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping
hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
d. Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi dan pendarahan.
e. Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
f. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena
proses perjalanan penyakit.
g. Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis,
pucat.
h. Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan
distensi abdomen.
4. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan,
alkohol dan kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat
mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi
akibat pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik
usus kembali normal.
c. Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi
kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur
akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan
mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh
anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
d. Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena
rasa nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa
waktu lamanya setelah pembedahan.
e. Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi
terhadap orang tua, waktu dan tempat.
f. Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat
sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
g. Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan
gerak segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan
tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang
tidak stabil.
h. Pola hubungan
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
5. Pemeriksaan diagnostic
a. Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut
b. Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan
non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau
untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan
c. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml
2) Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit,
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Adapun diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan appendisitis adalah :
Pre Operasi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur operasi).
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada
appendicitis).
Post Operasi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan dengan luka insisi pada abdomen kuadran
kanan bawah post operasi appenditomi.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
C. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
Tujuan & Kriteria
No Diagnosa Intervensi
Hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan tindakan 1. Identifikasi lokasi ,
dengan agen keperawatan karakteristik, durasi,
pencedera fisik diharapkan tingkat frekuensi, kulaitas nyeri,
(Prosedur nyeri dapat menurun skala nyeri, intensitas nyeri
operasi). dengan Kriteria 2. Identifikasi respon nyeri
Hasil : non verbal
1. Keluhan nyeri 3. Berikan teknik
menurun nonfarmakologis untuk
2. Meringis menurun mengurangi rasa nyeri
3. Sikap protektif 4. Fasilitasi istirahat dan tidur
menurun 5. Kolaborasi pemberian
4. Gelisah menurun. analgetik jika perlu.
2 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
berhubungan tindakan 1. Identifikasi penyebab
dengan proses keperawatan hipertermia
penyakit diharapkan 2. Monitor suhu tubuh
(Infeksi pada termoregulasi 3. Monitor haluaran urine
appendicitis). membaik dengan 4. Longgarkan atau lepaskan
Kriteria Hasil : pakaian
1. Menggigil 5. Berikan cairan oral
menurun 6. Anjurkan tirah baring
2. Suhu tubuh 7. Kolaborasi pemberian
membaik cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu.
Post Operasi
Tujuan & Kriteria
No Diagnosa Intervensi
Hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan tindakan 1. Identifikasi lokasi ,
dengan dengan keperawatan karakteristik, durasi,
luka insisi diharapkan tingkat frekuensi, kulaitas nyeri,
pada abdomen nyeri dapat menurun skala nyeri, intensitas
kuadran kanan dengan Kriteria nyeri
bawah post Hasil : 2. Identifikasi respon nyeri
operasi 1.Keluhan nyeri non verbal
appenditomi. menurun 3. Berikan teknik
2. Meringis menurun nonfarmakologis untuk
3. Sikap protektif mengurangi rasa nyeri
menurun 4. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Gelisah menurun. 5. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu.
2 Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
berhubungan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala
dengan agen keperawatan tingkat infeksi local dan sistemik
pencedera fisik infeksi dengan 2. Batasi jumlah pengunjung
(prosedur Kriteria Hasil : 3. Berikan perawatan kulit
operasi) 1. Kebersihan pada area edema
tangan meningkat 4. Cuci tangan seblum dan
2. Kebersihan badan sesudah kontak dengan
meningkat klien dan lingkungan klien
3. Demam, 5. Pertahankan teknik aseptic
kemerahan, nyeri, pada klien beresiko tinggi
bengkak menurun 6. Jelaskan tanda dan gejala
4. Kadar sel darah infeksi.
putih meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Burkitt, and R. 2007. Appendicitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis, &
Management . (4th ed.). London: Elsevier Ltd.

Brunner, Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: ECG.

Jong, S. & de. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.\

Nurarif, Amin H., Kusuma H. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction.

Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Sulikhah, N. M. 2014. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasein


Operasi Apendiktomi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. 1–12.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia..
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Williams, L & Wilkins. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit.


Alih Bahasa Paramita. Jakartasz: PT. Indeks.

Anda mungkin juga menyukai