Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP PENYAKIT APPENDIKSITIS

Disusun Oleh :

Amorizqya Zhaleecca (191003)

Dosen pengajar :

Ns. Henrianto Karolus Siregar, S. Kep., M. Kep.

Mata kuliah :

Keperawatan Medikal Bedah II

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUMAH SAKIT HUSADA

TA. 2020/2021

JAKARTA

1
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN APPENDIKSITIS

APPENDIKSITIS

1. Definisi Appendiksitis

Apendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usu buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi
yang umumnya berbahaya (Nurarif dan Kusuma, 2015).

Inflamasi akut pada apendiksitis verniformis dan merupakan penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat. (Brunner & Suddarth, 2014). Apabila terjadi proses
peradangan yang timbul secara mendadak pada daerah apendiks maka disebut dengan
apendiksitis akut (Permenkes, 2014). Apendiksitis akut merupakan masalah
kegawatdaruratan abdominal yang paling umum terjadi (Humes, 2016). Peradangan
apendiksitis yang mengenai semua lapisan dinding organ, dimana patogenis utamanya
diduga karena obstruksi pada lumen yang disebabkan oleh fekalit (feses keras yang
terutama disebabkan oleh serat ) (Wim de Jong et al, 2015).

2. Klasifikasi

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), apendiksitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

1. Apendiksitis akut
Merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria. Dan faktor pencetusnya
disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia jaringan limfe,
fikalit (tinja/batu), tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan
sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasite (E. histolytica).
2. Apendiksitis rekurens

2
Yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong
dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan yang apendiksitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun apendiksitis tidak pernah kembali kebentuk
aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
3. Apendiksitis kronis
Apendiksitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara maroskopik dan mikroskopik (fibrosis
menyeluruh di dinding apendiks, sumpatan parsial atau lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan
keluhan menghilang setelah apendiktomi.

3. Manifestasi Klinis

Menurut Baughman dan Hackley (2016), manifestasi klinis apendiksitis meliputi :


1. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam drajat rendah, mual dan
seringkali muntah
2. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari
ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawaah
otot rektus kanan
3. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan,
spasm otot, dan konstipasi atau diare kambuhan
4. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempelajari kuadran kanan bawah, yang
menyebabkan nyeri kada kuadran kiri bawah)
5. Jika terjadi rupture apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih melebar, terjadi
distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk

3
4. Anatomi Fisiologi Apendiksitis

1. Anatomi
Apendiksitis merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang
kira-kira 10cm dan berpangkal pada sekum. Apediks pertama kali tampak saat
perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans
sekum. Pada saat antenatal dan postnatal. Pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi apendisitis yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi apendiksitis berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan
menyempit kea rah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya 12 insidens
apendiksitis pada usia tersebut. Apendiksitis memiliki lumen sempit dibagian
proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli
yang menyatu di persambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi
apendiksitis. Gejala klinik apendiksitis ditemukan oleh letak apendiksitis. Posisi
apendiksitis adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul)
31,01%, subcaecal (dibawah sekum) 2,26% preileal (di depan usus halus) 1% dan
postileal (dibelakang usus halus) 0,4%.
2. Fisiologi
Apendiksitis menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiksitis tampaknya berperan pada pathogenesis
apendiksitis, immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh gut Associated
Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
appendiks ialah imunoglobulin A (Ig-A). Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus,
serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun,
pengangkatan apendiks tidak memengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah
jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh.

4
5. Patofisiologi

Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folokel limfoid, fekalit, benda asing, striktutur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peninkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran
limfe yang mengakibatkn edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrum. Apabila sekresi
mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendiksitis supuraktif akut. Apabila kemudian
aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren.
Stadium disebut dengan apendiksitis gangrenosa. Bila dinding yang raapuh itu pecah, akan
terjadi apendiksitis perforasi. Bila proses diaatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut
infiltrate apendikularis. Oleh karena itu tindakan yang paling tepat adalah apendiktomi, jika
tidak dilakukan tindakan segera 14 mungkin maka peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang (Mansjoer, 2012).

6. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (Post operasi)


2. Resiko infeksi berhubungan dengan kelelahan (Patique)
3. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit (Nanda,
dkk, 2015).
4. Nyeri Akut berhubungan dengan agens-agens pencedera bilogis (Pre Op)
5. Defsit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (PPNI, 2018).

5
7. Pathway

Invasi & Multiplikasi

APPENDIKSITIS

Mual&muntah Sekresi mucus berlebih pada


Peradangan pada jaringan
lumen apendiks

Kerusakan control suhu Resiko Hipovolemia


terhadap inflamasi Appendiks teregang

Hipertermia
Nyeri akut

Operasi

Luka insisi
Anastesi
Defisit

Kerusakan jaringan
Pintu masuk kuman anastesi

ansieta

Ujung syaraf terputus Peristaltic usus


Resiko infeksi

Pelepasan prostagladin Distensi abdomen

Nyeri akut

Mual muntah
Spinal cord Nyeri6 di persepsikan

Cortex serebri Resiko hipovolemia


8. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Paraf &
Tgl. No. Keperawatan Rencana Tindakan
Hasil nama jelas
(PES)

22-06- 1. Nyeri akut b.d Setelah diberikan 1. Identifikasi skala nyeri Amorizqya
agens-agens tindakan 2. Identifikasi lokasi nyeri
2021
penyebab keperawatan 3. Beri posisi nyaman
4. Monitor ttv pasien
cendera 3x24jam diharapkan
5. Kolaborasi dengan
biologis pasien mampu pemberian obat analgesik
mencapai kriteria 6.Ciptakan lingkungan yang
hasil sebagai aman dan nyaman
berikut : 7. Ajarkan tehnik relaksasi
nafas dalam
1.Keluhan nyeri
menurun

2.Tekanan darah
membaik

2. Amorizqya
22-06- Defisit nutrisi Setelah diberikan 1.Identifikasi makanan yang
b.d tindakan disukai
2021
ketidakmamp keperawatan 2.Monitor berat badan
uan mencerna 3x24jam diharapkan 3.Monitor asupan makanan
4.Identifikasi alergi dan
makanan pasien mampu
intoleransi makanan
mencapai kriteria 5.Identifikasi status nutrisi
hasil sebagai 6.Monitor ttv pasien
berikut :

1.Porsi makanan
yang dihabiskan
meningkat

2.Nyeri abdomen
menurun

3.Pengetahuan
tentang pilihan
makanan yang
sehat meningkat

7
4.Nafsu makan
membaik

5.Membran mukosa
membaik

Setelah diberikan
22-06- tindakan
Gangguan Amorizqya
keperawatan 3x24 1.Identifikasi pola aktivitas
2021 pola tidur b.d
3. dan tidur
kurang kontrol jam diharapkan
2.Identifikasi faktor
tidur pasien mampu
pengganggu tidur
mencapai kriteria 3.Identifikasi obat tidur
hasil sebagai dikosumsi
berikut : 4.Melakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
1.Keluhan susah 5.Menjelaskan pentingnya
tidur menurun tidur cukup selama sakit
6.Monitor ttv
2.Keluhan tidak
puas tidur menurun

3.Keluhan pola tidur


berubah menurun

4.Keluhan istirahat
tidak cukup
menurun

5.Kemampuan
beraktivitas
meningkat

8
DAFTAR PUSTAKA

Adhar,Lusia & Andi (2018).Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Kemenkes. (2015). Masalah Kesehatan Masyarakat Indonesia tahun 2015. Jakarta :


Kemenkes.

Lubis. (2016). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC

Maryunani. (2013). Kamus Perawat: Definisi Istilah Dan Singkatan Kata-Kata dalam
Keperawatan. Jakarta : CV. Trans Info Media.

NANDA. (2014). Intervensi Keperawatan Apendiksitis. Asuhan Keperawatan Gangguan


Sistem Pencernaan, Jakarta : CV Trans Info.

Nurarif dan Kusuma. (2015). Keperawatan medical bedah volume 2. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., &amp: Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan


Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta : Mediaction.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luarani Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

9
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator
Diagnostik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

10

Anda mungkin juga menyukai