Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu praktek profesi Ners departemen
Keperawatan Medikal Bedah
Di ruang Dahlia RSI Malang UNISMA
OLEH:
Hendra Sulistiawan
NIM: 2210.1490.1386
DISUSUN OLEH
HENDRA SULISTIAWAN
2210.1490.1386
Disetujui Oleh:
3. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folokel limfoid, fekalit, benda asing, striktutur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuraktif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gengren. Stadium disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. Bila proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang di sebut infiltrat apendikularis. Oleh karena itu tindakan yang paling
tepat adalah apendiktomi, jika tidak dilakukan tindakan segera mungkin maka
peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (mansjoer,
2000, h. 307).
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat
atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda
asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan
nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam
terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks
yang terinflamasi berisi pus (Munir,2011).
4. POHON MASALAH
Sumbatan
Apendiks terenggang
Apendisitis
dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi didekat ureter.
3) UltrasonografiAbdomen(USG)
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan
untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala
appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas
USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%.
Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis
acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7mm atau
lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa
periappendix. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder
appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel
disease. False negative juga dapat muncul karena letak appendix yang
retro caecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang
menghalangi appendiks.
4) CT Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.
Sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang
obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka
CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik. Diagnosis
appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih
dari 5-7mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi
akan mengecil.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga
(Brunner & Suddarth, 2010),yaitu:
1) Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu
diobservasi ketat karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas.
Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh
diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis ditegakkan
dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah setelah timbulnya
keluhan.
b. Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi
memerlukan antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi tidak
memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau preforasi.
2) Operasi
Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu
apendiktomi. Apendiktomi harus segera dilakukan untuk menurunkan
resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum
dengan pembedahan abdomen bawah atau dengan laparoskopi.
Laparoskopi merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner
& Suddarth, 2010).Apendiktomi dapat dilakukan dengan menggunakan
dua metode pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan
konvensional laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang
merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode
terbaru yang sangat efektif (Brunner & Suddarth, 2010).
a. Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke
dalam rongga perut. Prosedur ini memungkinkan dokter melihat
dan merasakan organ dalam untuk membuat diagnose apa yang
salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif, laparatomi
semakin kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur ini
hanya dilakukan jika semua prosedur lainnya yang tidak
membutuhkan operasi, seperti laparoskopi yang seminimal
mungkin tingkat invasifnya juga membuat laparatomi tidak
sesering terdahulu. Bila laparatomi dilakukan, begitu organ-organ
dalam dapat dilihat dalam masalah teridentifikasi, pengobatan
bedah harus segera dilakukan.
Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut. Operasi
laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan yang berat
pada area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila klien
mengeluh nyeri hebat dan gejala-gejala lain dari masalah internal
yang serius dan kemungkinan penyebabnya tidak terlihat seperti
usus buntu, tukak peptikyang berlubang, atau kondisi ginekologi
maka dilakukan operasi untuk menemukan dan mengoreksinya
sebelum terjadi keparahan lebih. Laparatomi dapat berkembang
menjadi pembedahan besar diikuti oleh transfusi darah dan
perawatan intensif (David dkk, 2009).
b. Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh
mulai dari iga paling bawah samapi dengan panggul. Teknologi
laparoskopi ini bisa digunakan untuk melakukan pengobatan dan
juga mengetahui penyakit yang belum diketahui diagnosanya
dengan jelas. Keuntungan bedah laparoskopi:
Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali, memudahkan
dokter dalam pembedahan.
Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka
operasi pasca bedah konvensional. Luka bedah laparoskopi
berukuran 3 sampai 10 mm akan hilang kecuali klien
mempunyai riwayat keloid.
Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga penggunaan
obat-obatan dapat diminimalkan, masa pulih setelah
pembedahan lebih cepat sehingga klien dapat beraktivitas
normal lebih cepat.
3) Setelah operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan
pernafasan. Baringkan klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan
baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu klien
dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah
dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur
selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar
kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang (Mansjoer,
2010).
7. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.Adapun
jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
1) Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mulamula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk
kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi
dini) maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini
merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari
setelah kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi
interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi
konservatif awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama
beberapa minggu.
2) Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12
jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 2
jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya
peritonitis.
Perforasi memerlukan pertolongan medis segera untuk
membatasi pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke
rongga perut. Mengatasi peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk
memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau dalam beberapa
kasus mengangkat bagian dari organ yang terpengaruh .
3) Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita peritonitis akan
disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit. Beberapa
penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
a. Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik
suntik atau obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah
infeksi jamur, untuk mengobati serta mencegah infeksi
menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu pengobatan akan
disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami klien.
b. Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk
membuang jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan yang
terjadi pada organ dalam.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1) Indetitas klien
Biasanya indetitas klien terdiri Nama, umur, jenis kelamin, status, agama,
perkerjaan, pendidikan, alamat , penanggung jawaban juga terdiri dari
nama, umur penanggung jawab , hub. keluarga, dan perkerjaan.
2) Alasan masuk
Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit denga keluhan sakit
perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan BAB yang
sedikit atau tidak samasekali, kadang – kadang mengalami diare dan juga
konstipasi.
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada saat post op
operasi, merasakan nyeri pada insisi pembedahan, juga bisanya tersa
letih dan tidak bisa beraktivitas atau imobilisasi sendiri.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan makanan rendah serat,
juga bisa memakan yang pedas-pedas.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit keturunan seperti hipertensi,
hepatitis , DM, TBC, dan asma.
4) Pemeriksaan Fisik
Biasanya kesadaran klien normal yaitu composmetis, E :4 V:5 M:6.
Tanda-tanda vital klien biasanya tidak normal karena tubuh klien
merasakan nyeri dimulai dari tekanan darah biasanya tinggi, nadi takikardi
dan pernafasan biasanya sesak ketika klien merasakan nyeri.
a. Kepala
Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah kalau
penyakitnya itu apenditis mungkin pada bagian mata ada yang
mendapatkan mata klien seperti mata panda karena klien tidak bisa
tidur menahan sakit.
b. Leher
Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat masalah pada klien
yang menderita apedisitis.
c. Thorak
Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah atau
gangguan bunyi normal paru ketika di perkusi bunyinya biasanya
sonor kedua lapang paru dan apabila di auskultrasi bunyinya
vesikuler. Pada bagian jantung klien juga tidak ada masalah bunyi
jantung klien regular ketika di auskultrasi, Bunyi jantung klien regular
(lup dup), suara jantung ketiga disebabkan osilasi darah antara orta
dan vestikular.
Suara jantung terakir (S4) tubelensi injeksi darah. Suara
jantung ketiga dan ke empat disebab kan oleh pengisian vestrikuler,
setelah fase isovolumetrik dan kontraksi atrial tidak ada kalau ada
suara tambahan seperti murmur (suara gemuruh, berdesir) (Lehrel
1994).
d. Abdomen
Pada bagian abdomen biasanya nyeri dibagian region kanan
bawah atau pada titik Mc Bruney. Saat di lakukan inspeksi. Biasanya
perut tidak ditemui gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
klien dengan komplikasi perforasi. Benjolan perut kanan bawah dapat
dilihat pada massa atau abses periapedikular. Pada saat di palpasi
biasnya abdomen kanan bawah akan didapatkan peninggkatan
respons nyeri. Nyeri pada palpasi terbatas pada region iliaka kanan,
dapat disertai nyeri lepas. Kontraksi otot menunjukan adanya
rangsangan periotenium parietale. Pada penekanan perut kiri bawah
akan dirasaka nyeri diperut kanan bawah yang disebut tanda rofsing.
Pada apendisitis restroksekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menemukan adanya rasa nyeri.(Sjamsuhidayat 2005).
5) Pola Fungsional Kesehatan
Menurut pola fungsi Gordon 1982, terdapat 11 pengkajian pola fungsi
kesehatan, yaitu :
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Secara umum pola pengkajian ini, perawat akan mengetahui
bagaimana pasien memandang diri sendiri saat sebelum maupun
setelah sakit, kemampuan dirinya, kemampuan pasien, tanggapan
terhadap sakit yang diderita, sejauh mana pasien mengetahui tentang
penyakitnya. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan kerja pasien
mengenai:
Pandangan pasien mengenai sehat-sakit.
Apakah pasien memahami kesehatan dirinya?
Apakah jika sakit pasien akan segera berobat ke dokter, atau
menggunakan obat tradisional?
Apakah pasien sudah memeriksakan sebelum ke rumah sakit?
b. Pola nutrisi
Pada pola nutrisi kaji pasien mengenai :
Pola makan
Bagaimana nafsu makan pasien selama sakit?
Berapa porsi makanan pasien persekali makan?
Pola minum
Berapa frekuensi minum pasien selama sakit?
c. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi kaji pasien mengenai :
Buang air besar
Berapakah frekuensi setiap kali buang air besar?
Bagaimana konsistensi pasien dalam buang air besar?
Buang air kecil
Berapakah frekuensi jumlah urine pasien setiap buang air
kecil?
d. Aktivitas dan latihan
Pada pola aktivitas dan latihan kaji pasien mengenai :
Kemampuan perawatan diri
Kebersihan diri
Berapa kali pasien mandi dan menggosok gigi per hari selama
sakit?
Berapa kali pasien memotong kuku dan keramas selama sakit?
Aktivitas sehari-hari
Apakah pasien mengikuti aktivita
sehari-hari selama sakit?
Rekreasi
Apakah pasien selama sakit melakukan rekreasi?
Olahraga
Apakah pasien melakukan olahraga selama
sakit?
d. Tidur dan Istirahat
Pola tidur
Bagaimana pola tidur pasien selama sakit? Yang
digambarkan dengan pukul berapa pasien mulai
tidur sampai pukul berapa pasien terbangun pada
malam hari.
Frekuensi tidur
Bagaimana frekuensi tidur pasien selama sakit? Yang
digambarkan dengan berapa lama pasien tidur?
e. Sensori, persepsi, kognitif
Kaji pasien mengenai :
Bagaimanakah cara pembawaan pasien saat bicara? Apakah
normal, gugup atau bicara tidak jelas.
Bagaimanakah tingkat ansietas pada pasien?
f. Konsep diri
Body image / Gambaran Diri
Adakah prosedur pengobatan yang mengubah
fungsi alat tubuh?
Apakah pasien memiliki perubahan fungsi
ukuran tubuh?
Adakah perubahan fisiologis tumbuh kembang?
Apakah pasien menolak berkaca?
Adakah keluhan karena kondisi tubuh?
Role / Peran
Adakah perubahan peran pasien?
Identity / Identitas Diri
Apakah pasien merasakan kurang percaya diri?
Mampukah pasien menerima perubahan?
Self Esteem / Harga Diri
Apakah pasien menunda tugas selama sakit?
Apakah pasien menyalahgunakan zat?
Self Ideal / Ideal Diri
Apakah pasien tidak ingin berusaha selama
sakit?
Seksual dan reproduksi
Kapankah pasien mengalami menstruasi
terakhir?
Apakah pasien mengalami masalah menstruasi?
Apakah pasien melakukan pemeriksaan
payudara dan testis setiap bulan?
Apakah pasien mengalami masalah seksual?
Pola peran hubungan
Pada pola hubungan kaji pasien mengenai :
Apakah pekerjaan pasien?
Bagaimanakah kualitas pekerjaan pasien?
Bagaimanakah pasien berhubungan dengan
orang lain?
Manajemen Koping dan Stress
Bagaimana pasien menangani stres yang dimiliki?
Apakah pasien menggunakan sistem pendukungan dalam
menghadapi stres?
Sistem nilai dan keyakinan
Menggambarkan bagaimana pasien memandang secara
spiritual dan keyakinan masing-masing yang mungkin berpengaruh
terhadap kehidupan. Serta pandangan pasien mengenai budaya dan
kebiasaan masyarakat sekitar terkait dengan penyakit yang diderita
pasien.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (mis.
Inflamasi, iskemia, neoplasma), agen pencedera fisik (mis. Abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan) dibuktikan dengan dengan mengeluh
nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah,
proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,
diaphoresis.
2) Risiko hipovolemia dibuktikan dengan faktor risiko kehilangan cairan
secara aktif.
3) Risiko infeksi dibuktikan dengan fktor risiko peningkatan paparan
organisme patogen lingkungan.
4) Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan factor
mekanis (mis. penekanan, gesekan) atau factor elektris
(elektrodiatermi, energy listrik betegangan tinggi) dibuktikan dengan
kerusakan jaringan dan/ atau lapisan kulit, nyeri perdarahan,
kemerahan, hematoma.
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan
dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot
menurun, rentang gerak (ROM) menurun, nyeri saat bergerak, enggan
melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku,
gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah.
3. RENCANA KEPERAWATAN
membaik hipovolemia,
hypokalemia,
Membran mukosa
hiponatremia)
membaik
Terapeutik
Jugular venous
Timbang berat badan
presure (JVP)
setiap hari pada
membaik
waktu yang sama
Kadar Hb membaik
Batasi asupan cairan
Kadar Ht membaik
dan garam
Central venous
Tinggikan kepala
pressure membaik
tempat tidur 30-40○
Refuks hepatojugular
Edukasi:
membaik
Anjurkan melapor
Berat badan membaik
jika haluaran urin
Hepatomegalli
<0,5 mL/kg/jam
membaik dalam 6 jam
Oliguria membaik Anjurkan melapor
Intake cairan jika BB bertambah
membaik >1 kg dalam sehari
Status mental Ajarkan cara
membaik mengukur dan
Suhu tubuh membaik mencatat asupan dan
haluaran cairan
Luaran Tambahan Ajarkan cara
Keseimbangan Cairan membatasi cairan
(L.05020) Kolaborasi:
Setelah dilakukan tindakan Kolaborasi
keperawatan ..x.. jam pemberian diuretic
diharapkan Keseimbangan Kolaborasi
Cairan meningkat dengan penggantian
kriteria hasil: kehilangan kalium
Asupan cairan akibat diuretic
meningkat Kolaborasi
Keluaran urin pemberian
meningkat Continuous renal
Kelembabab replacement therapy
membrane mukosa (CRRT), jika perlu
meningkat
Asupan makanan Pemantauan Cairan
meningkat (L.03121)
membaik
Kultur feses membaik
Dukungan Mobilisasi
(I.05173)
Observasi
Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan
fisik lainnya
Identifikasi toleransi
fiisk melakukan
pergerakan
Monitor frekuensi
jantung dan tekanna
darah sebelum
memulai mobilisasi
Monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu (mis,
pagar tempat tidur)
Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika
perlu
Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis, duduk di
tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
DATAR PUSTAKA
Elma, RA. (2018). BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diakses pada 3 Maret 2021, dari
eprints.poltekkesjogja.ac.id: http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1410/4/BAB
%20II.pdf
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indoneisa:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Klungkung, 3 Maret 2021
Mengetahui
Pembimbing