NIM : 22007009
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh
pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi
(Nurlina, 2008). Batu saluran kemih yang muncul dapat disebabkan oleh
faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor ekstrinsik yang paling
mempengaruhi adalah faktor gaya dan pola hidup masyarakat terutama
mayarakat kota.
Pola hidup masyarakat kota cenderung statis dan praktis. Pola
hidup dikatakan statis karena masyarakat kota cenderung kurang
aktivitas/gerak dan mobilitas dibantu dengan mesin seperti kendaraan
bermotor dan eskalator. Pola hidup dikatakan praktis karena masyarakat
kota memiliki tuntutan untuk bekerja efisien dalam kehidupan sehari-hari
sehingga membutuhkan hal-hal yang praktis, termasuk didalamnya
kepraktisan untuk mengakses makanan dan minuman cepat saji (fastfood).
Pada orang yang dalam pekerjaannya kurang gerakan fisik, kurang
olahraga, dan menderita stres lama sering mengalami batu saluran kemih
(Muslim, 2007). Faktor pola minum yang memicu timbulnya batu saluran
kemih antara lain kurang meminum air putih, banyak mengkonsumsi jus
tomat, anggur, apel, vitamin C dan soft drink, sementara banyak
mengkonsumsi teh, kopi, susu dan jus jeruk mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu saluan kemih. Makanan yang mempengaruhi
kemungkinan terbentuknya batu saluran kemih antara lain terlau banyak
protein hewan, lemak, kurang sayur, kurang buah, dan tingginya konsumsi
fastfood/junkfood. Mengkonsumsi suplemen makanan dan obat-obatan
tertentu juga dapat memicu terbentuknya batu saluran kemih. Sering
menahan BAK dan kegemukan juga dapat menaikkan kemungkinan
terkena batu saluran kemih (Muslim, 2007). Gaya hidup masyarakat kota
seperti disebutkan dalam paragraf ini mempengaruhi terbentuknya batu
saluran kemih.
Peningkatan jumlah penderita batu saluran kemih berhubungan
langsung dengan faktor-faktor pembentuk batu itu sendiri. Faktor
instrinsik seperti genetik, penyakit, jenis kelamin, ras, dan usia memegang
peranan sekitar 25%, sedangkan sebesar 75 lebih dipengaruhi oleh faktor
ekstrinsik seperti iklim tempat tinggal, geografis, dan gaya hidup (Muslim,
2007). Gaya hidup yang menjadi penyebab pembentukan batu adalah
pekerjaan, diet, aktivitas/olahraga, pola makan dan minum, serta kebiasaan
menahan buang air kecil. Gaya hidup ini merupakan salah satu faktor yang
bersifat modifiable. Batu saluran kemih lebih banyak dialami oleh
masyarakat Indonesia yang tinggal di lingkungan perkotaan karena
memiliki gaya hidup yang cenderung statis.
Terapi dan penatalaksanaan batu saluran kemih yang biasa
digunakan adalah terapi medikamentosa, pengenceran kemih, tindakan
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Litotripsy), URS (Ureterorenoscopic
Litotripsy), PCNL (Percutaneous Litotripsy), dan operasi terbuka (Muslim,
2007). Setiap tindakan yang dilakukan memerlukan penanganan medis dan
keperawatan sehingga pasien dengan batu saluran kemih perlu mengalami
hospitalisasi.
Penananganan pembedahan selama di rumah sakit menjadi salah
satu fokus dan perhatian perawat. Fillingham dan Douglass (2000)
menyebutkan bahwa resiko perdarahan (hematuria), resiko infeksi, nyeri,
perubahan jumlah urin, dan perforasi ureter adalah hal yang muncul dan
memerlukan perhatian khusus. Selama perawatan, pasien dengan batu
saluran kemih terutama pasca pembedahan memiliki banyak resiko
sehingga perawat perlu melakukan pemantauan khusus terutama hidrasi
dan perdarahan sampai kondisi pasien stabil.
Dalam proses penyembuhan pasien, perawat juga memerlukan
tindakan mandiri keperawatan untuk mencegah kekambuhan berulang
dengan melakukan edukasi keperawatan termasuk didalamnya discharge
planning. Hal ini menjadi sangat penting mengingat tingginya angka
kekambuhan pasca pengobatan batu saluran kemih. Berbagai penelitian
melaporkan bahwa kekambuhan di tahun pertama berkisar 15-27%, 4-5
tahun selanjutnya 4067,5%, dan 10 tahun lebih sekitar 70-100%. Edukasi
yang tepat adalah mengenai perubahan gaya hidup yang mampu
mengurangi faktor resiko batu saluran kemih di kemudian hari. Sebagai
contoh perawat dapat melakukan tindakan pengenceran kemih dengan
memotivasi banyak minum air putih dan melakukan edukasi mengenai
pentinganya pengenceran kemih.
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Menganalisis asuhan keperawatan masyarakat perkotaan pada klien
dengan batu saluran kemih di RSUD Banda Neira
b. Tujuan Khusus
1. Menganalisis masalah kesehatan perkotaan pada agregat dewasa
dengan penyakit batu saluran kemih.
2. Menganalisi kasus kelolaan pasien dengan batu saluran kemih
3. Menganalisis aplikasi asuhan keperawatan pasien dengan batu
saluran kemih
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Batu Saluran Kemih
1. Definisi
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang
menghantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter
adalah sekitar 20-30 cm dengan diameter maksimum sekitar 1,7 cm di
dekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung
kemih (Fillingham dan Douglass, 2000). Ureter dibagi menjadi pars
abdominalis, pelvis,dan intravesikalis (Brunner dan Suddarth, 2003).
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti
batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan
nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Sja’bani,
2006). Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di
dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu
ini disebut urolitiasis.
Batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman
Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung
kemih mummi (Muslim, 2007). Batu saluran kemih dapat diketemukan
sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter,
buli-buli dan ureter. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian
turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran
kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-
buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam
divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal
kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa
mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran
kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan Suddarth, 2003).
2. Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air
kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau
karena air kemih kekurangan penghambat pembentuka batu yang normal
(Sja’bani, 2006). Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya
mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral
struvit (Sja’bani, 2006). Batu struvit (campuran dari magnesium,
amonium dan fosfat) juga disebut batu infeksi karena batu ini hanya
terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi (Muslim, 2007). Ukuran
batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batuyang besar
disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan
pelvis renalis dan kalises renalis.
Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan
beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih,
yaitu:
a. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan
hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral
dalam air minum.
Muslim (2007) menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi
pembentukan saluran kemih antara lain:
a. Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis
jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentuk batu saluran
kemih. Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk
amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.
b. Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem perkemihan akan
mempermudah Infeksi Saluran Kencing (ISK).
c. Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan
perbandingan 3:1
d. Ras
Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
e. Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu
saluran kemih memiliki resiko untuk menderita batu saluran kemih
dibanding dengan yang tidak memiliki anggota keluarga dengan
batu saluran kemih.
f. Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang didapat
dari minum air. Memperbanyak diuresis dengan cara banyak
minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu,
sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi
dalam urine meningkat.
g. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
h. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan
panas sehingga pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila
tidak didukung oleh hidrasi yang adekuat akan meningkatkan
resiko batu saluran kemih.
i. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani, kalsium,
natrium klorida, vitamin C, makanan tinggi garam akan
meningkatkan resiko pembentukan batu karena mempengaruhi
saturasi urine.
3. Patofisiologi
a. Teori Intimatriks
Sja’bani (2006) meyebutkan terbentuknya batu saluran kencing
memerlukan adanya substansi organik sebagai inti. Substansi ini
terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang
mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan
batu.
b. Teori Supersaturasi
Sja’bani (2006) menyebutkan erjadi kejenuhan substansi
pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat,
kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Sja’bani (2006) menyebutkan perubahan pH urine akan
mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang
bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine
alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
(Muslim, 2007) Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid
fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam
mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu saluran
kemih.
4. Manifestasi Klinis
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di
dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah.
Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa
menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang
hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul,
biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang
menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam (Brunner
dan Suddarth, 2003).
Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung,
demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin
menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu
bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran
kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul
diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini
berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam
ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal
(hidronefrosis
Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang
nyeri luar biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala obdomen dan
genitalia. Klien sering merasa ingin kemih, namun hanya sedikit urin
yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu
gejala ini disebabkan kolik ureter. Pada laki-laki nyeri khas terasa
menyebar di sekitar testis, sedangkan pada wanita nyeri terasa menyebar
di bawah kandung kemih (Ganong (1992) dan Brunner dan Sudarth) dan
pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.
Menurut Fillingham dan Douglass (2000), ketika batu
menghambat dari saluran urin, terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan
hidrostatik. Bila nyeri mendadak terjadi akut disertai nyeri tekan
disaluran osteovertebral dan muncul mual muntah maka klien sedang
mengalami episode kolik renal. Diare, demam dan perasaan tidak
nyaman di abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat
refleks dan proxsimitas anatomik ginjal kelambung, pangkereas dan
usus besar.
Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang
nyeri luar biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala obdomen dan
genitalia. Klien sering merasa ingin kemih, namun hanya sedikit urin
yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu
gejala ini disebabkan kolik ureter. Pada laki-laki nyeri khas terasa
menyebar di sekitar testis, sedangkan pada wanita nyeri terasa menyebar
di bawah kandung kemih (Ganong (1992) dan Brunner dan Sudarth
(2003)). Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5
sampai dengan 1 cm secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1
cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat
dikeluarkan secara spontan dan saluran urin membaik dan lancar.
( Brunner and Suddarth. 2001).
5. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran
kemih adalah (American Urological Association, 2005) :
a. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-
kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan
obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH :
normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu
asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau
batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium,
fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine
menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20
mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar
perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh
diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik
(cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai
15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Laboratorium
1) Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat
atau polisitemia.
2) Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal
(PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang,
meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
c. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan
adanya batu di sekitar saluran kemih.
d. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.
e. USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
f. EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
g. Foto Rontgen
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal,
menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
h. IVP (Intra Venous Pyelografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,
membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung
kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih dan
memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomik (distensi ureter).
i. Pielogram retrograd
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung
kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung
kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah
dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat,
kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari
diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu
ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk
mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu
kandung kemih pada klien.
6. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi
infeksi, serta mengurangi obstruksi akibat batu (Sja’bani, 2006). Cara
yang biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih adalah
terapi konservatif, medikamentosa, pemecahan batu, dan operasi
terbuka.
a. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari
5 mm. Batu ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar
spontan (Fillingham dan Douglass, 2000). Untuk mengeluarkan batu
kecil tersebut terdapat pilihan terapi konservatif berupa (American
Urological Association, 2005) :
1) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2) α - blocker
3) NSAID
- Muntah.
e) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : - Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi
tergantung pada lokasi batu, contoh pada panggul
di region sudut kostovertebral, dapat menyebar
kepunggung, abdomen, dan turun ke lipat
paha/genetalia. Nyeri dongkal konstan
menunjulkkan kalkulus ada di pelvis atau
kalkulus ginjal.
- Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat
tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain
Ronda : - Melindungi ; perilaku distraksi
- Nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi
f) Keamanan
Gejala : - Penggunaan alcohol
- Demam, menggigil
g) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : - Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit
ginjal, hipertensi, cout, ISK kronis
- Riwayat penyakit usus halus, bedah
abdomen sebelumnya, hiperparatinoklisme.
- Penggunaan antibiotic, antihipertensi,
natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat,
tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau
vitamin.
d. Diagnosa Keperawatan
Menurut Brunner dan Sudarth (2003) dan NANDA (2012) pada pasien
dengan batu saluran kemih sebelum penatalaksanaan operasi dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan seperti berikut ini:
Diagnosa Pra Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan
kontraksi ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema, iskemia
selular.
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung
kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral, obstruksi mekanik,
inflamasi.
3. Resti kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual /
muntah (iritasi sarah abdominal dan pelvic umum dari ginjal atau
kolik uretral), diuresis pasca obstruksi.
4. Defisiensi pengetahuan kebutuhan belajar tentang kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpajan/ mengingat; salah interpretasi informasi, tidak mengenal
sumber informasi.
Diagnosa Post Operasai
1. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : alat
selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. Trauma
jaringan, insisi bedah.
DATA OBYEKTIF
- Hasil Observasi
TTV TD : 110/70 mmHg, S=360C
N = 80x/menit, RR = 12 x/menit
- Hasil pemeriksaan lab tanggal 14 Mei 2013 - Leukosit = 11.010 /
ul - SGOT/SGPT = 40/91
- Hasil pemeriksaan BNO IVP dan USG Abdomen: Batu ureter
distal dextra
- Penatalaksanaan URS Litotripsi tanggal 30 Mei 2013
- Anestesi spinal
- Tidak ada perdarahan post URS Litotripsi
- Terpasang kateter urine 18 Fr produksi kuning
b. ANALISA DATA
Tabel 3.2 Analisa Data Masalah Keperawatan Tn. I dengan Batu
Saluran Kemih
Pre-Op
Klien mengatakan Klien terlihat Nyeri
nyeri pada pinggang kesakitan, ekspresi
kanan sejak akhir menahan nyeri,
tahun 2011 setelah operasi masih
Klien mengatakan merasakan nyeri
skala nyeri sedang disekitar genitalia
(4-5) (testis)
Klien mengatakan Skala nyeri 4-5 dari
ketika berkemih 10
seperti terbakar Klien terlihat
Klien mengatakan melindungi area yang
sebelum URS sakit
Litotripsi: Nyeri di Hasil pemeriksaan
area pinggang dan lab Leukosit = 11.010
testis, nyeri / ul • Hasil
menyebar, skala 5 pemeriksaan BNO
dari 10, nyei hilang IVP dan USG
saat beritirahat dan Abdomen: Batu
muncul saat ingin ureter distal dextra
berkemih. Penatalaksanaan
URS Litotripsi
Klien mengatakan Skala nyeri 4-5 dari Gangguan eliminasi
nyeri pada pinggang 10 urine
kanan sejak akhir Perubahan pola
tahun 2011 berkemih: disuria
Klien mengatakan produksi kuning,
skala nyeri sedang ⇒ sedikit-sedikit
4-5 Riwayat hematuria
Klien mengatakan Hasil pemeriksaan
ketika berkemih BNO IVP dan USG
seperti terbakar Abdomen: Batu
Klien mengatakan ureter distal dextra
berkemih sering
namun tidak tuntas
dan menetes diakhir
Klien mengatakan Penatalaksanaan Ansietas
cemas akan tindakan URS Litotripsi
operasi yang akan tanggal 30 Mei 2013
dijalankan Terlihat gelisah
Wajah tegang
Kecemasan skala
ringan karena masih
terorientasi dengan
waktu, tempat, dan
orang.
Post-Op
Klien mengatakan Hasil pemeriksaan Resiko Cedera
mengantuk setelah lab Leukosit = 11.010
operasi, pusing bila / ul,
mengangkat kepala Penatalaksanaan
URS Litotripsi
Anastesi spinal
Terpasang kateter
urine 18 Fr produksi
kuning, sedikit
tertampung dalam
urine bag.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN