Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

A
DENGAN GANGGUAN KENYAMANAN DI RUANG DAHLIA
RSUD dr.R GOETENG TAROENADIBRATA

Untuk memenuhi tugas Keperawatan Dasar Profesi

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3

Anggoro Dwi Laksana I4B018109


Aisyah Humairo I4B018099
Bangun Sasongko I4B018063
Anis Cahyani Dewantari I4B018098
Ginanjar Laksana I4B018065
Eva Kholifa I4B018112
Nabila Alma Maitsani I4B018086

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Batu Ginjal (Nefrolithiasis) adalah gangguan pada kaliks atau pelvis
ginjal yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal akibat penyumbatan
pada saluran urin. Apabila penyumbatan berlangsung lama, maka urin akan di
alirkan kembali kedalam ginjal sehingga ginjal mengalami peningkatan
tekanan akibat jumlah pengendapan urin yang meningkat. Batu ginjal dapat
dipengaruhi oleh faktor gaya hidup, ras/etnik, kondisi geografis atau faktor
lainnya (Basuki 2011).
Batu ini mungkin terbentuk di ginjal kemudian turun ke saluran kemih
bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena
adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau
batu uretra yang terbentuk di dalam ventrikel uretra. Penyakit batu saluran
kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang
banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak
dijumpai batu saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter), perbedaan ini
dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi
rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12% penduduk menderita batu saluran
kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan
dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik)
(Suharjo 2009).

B. TUJUAN
Melakukan pengkajian dan asuhan keperawatan pada Tn. A dengan
post operasi batu ginjal.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti
batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan
nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Sja’bani,
2006). Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di
dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu
ini disebut urolitiasis.
Batu saluran kemih dapat ditemukan sepanjang saluran kemih
mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan ureter. Batu
ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih
bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah
karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia
prostat atau batu uretra yang terbentuk di dalam divertikel uretra. Batu
ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di
kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta
seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang paling
sering terjadi (Brunner dan Suddarth, 2003).
2. Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air
kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau
karena air kemih kekurangan penghambat pembentukan batu yang normal
(Sja’bani, 2006). Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya
mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral
struvit (Sja’bani, 2006). Batu struvit (campuran dari magnesium,
amonium dan fosfat) juga disebut batu infeksi karena batu ini
hanyaterbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi (Muslim, 2007).
Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang sampai yang sebesar 2,5 centimeter atau lebih. Batuyang besar
disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan
pelvis renalis dan kalises renalis.
Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan
beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih,
yaitu:
a. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan
hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan
mineral dalam air minum.
Muslim (2007) menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi
pembentukan saluran kemih antara lain:
1) Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis
jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentuk batu saluran
kemih. Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk
amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.
2) Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem perkemihan akan
mempermudah Infeksi Saluran Kencing (ISK).
3) Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan
perbandingan 3:1
4) Ras
Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
5) Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu
saluran kemih memiliki resiko untuk menderita batu saluran
kemih dibanding dengan yang tidak memiliki anggota keluarga
dengan batu saluran kemih.

6) Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang
didapat dari minum air. Memperbanyak diuresis dengan cara
banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya
batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua
substansi dalam urine meningkat.
7) Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
8) Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan
panas sehingga pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila
tidak didukung oleh hidrasi yang adekuat akan meningkatkan
resiko batu saluran kemih.
9) Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani, kalsium,
natrium klorida, vitamin C, makanan tinggi garam akan
meningkatkan resiko pembentukan batu karena mempengaruhi
saturasi urine.

3. Manifestasi Klinis
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di
dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah.
Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa
menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).
Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di
daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut,
daerah kemaluan dan paha sebelah dalam (Brunner dan Suddarth, 2003).
Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung,
demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin
menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa
menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih,
bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas
penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini
berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam
ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal
(hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.
Menurut Fillingham dan Douglass (2000), ketika batu menghambat
dari saluran urin, terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila
nyeri mendadak terjadi akut disertai nyeri tekan disaluran osteovertebral
dan muncul mual muntah maka klien sedang mengalami episode kolik
renal. Diare, demam dan perasaan tidak nyaman di abdominal dapat
terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat refleks dan proxsimitas anatomik
ginjal kelambung, pangkereas dan usus besar.
Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang
nyeri luar biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala obdomen dan
genitalia. Klien sering merasa ingin kemih, namun hanya sedikit urin
yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu
gejala ini disebabkan kolik ureter. Pada laki-laki nyeri khas terasa
menyebar di sekitar testis, sedangkan pada wanita nyeri terasa menyebar
di bawah kandung kemih (Ganong (1992) dan Brunner dan Sudarth
(2003)). Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5
sampai dengan 1 cm secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1
cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan
secara spontan dan saluran urin membaik dan lancar. (Brunner and
Suddarth. 2001).

4. Patofisiologi
a. Teori Intimatriks
Sja’bani (2006) meyebutkan terbentuknya batu saluran kencing
memerlukan adanya substansi organik sebagai inti. Substansi ini
terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.

b. Teori Supersaturasi
Sja’bani (2006) menyebutkan terjadi kejenuhan substansi pembentuk
batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan
mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Sja’bani (2006) menyebutkan perubahan pH urine akan
mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat
asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan
mengendap garam-garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Muslim, 2007 menyatakan bahwa berkurangnya faktor penghambat
seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam
mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu saluran
kemih.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu
saluran kemih adalah (American Urological Association, 2005) :
a. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap : warna : normal kekuning-kuningan,
abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi
urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal, pH : normal 4,6 – 6,8
(rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali
(meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium
fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat,
atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi
Saluran Kencing, BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular
Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah
dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin
serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70
sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan
ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi
pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Laboratorium
1) Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila Klien dehidrasi berat atau
polisitemia.
2) Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan
sirkulasi serum dan kalsium urine).
3) Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan
adanya batu di sekitar saluran kemih.
4) Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang
kecil.
5) USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
6) EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
7) Foto Rontgent
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal,
menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
8) IVP (Intra Venous Pyelografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,
membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung
kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih dan
memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomik (distensi ureter).

9) Pielogram retrograde
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung
kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung
kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia
darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam
urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari
diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu
ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga didapatkan
untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya
batu kandung kemih pada klien.

6. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi
infeksi, serta mengurangi obstruksi akibat batu (Sja’bani, 2006). Cara
yang biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih adalah
terapi konservatif, medikamentosa, pemecahan batu, dan operasi terbuka.
a. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5
mm. Batu ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan
(Fillingham dan Douglass, 2000). Untuk mengeluarkan batu kecil
tersebut terdapat pilihan terapi konservatif berupa (American
Urological Association, 2005):
1) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2) α – blocker
3) NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping
ukuran batu syarat lain untuk terapi konservatif adalah berat ringannya
keluhan Klien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik
berulang atau ISK menyebabkan konservatif bukan merupakan
pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada Klien-
Klien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan
fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Klien seperti ini
harus segera dilakukan intervensi (American UrologicalAssociation,
2005).
b. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran
kemih. Badlani (2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah
memecah batu saluran kemih dengan menggunakan gelombang kejut
yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang
dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu
dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi
akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang
kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil,
selanjutnya keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit.
Al-Ansari (2005) menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi
batu ureter hampir tidak ada. Keterbatasan ESWL antara lain sulit
memecah batu keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat), perlu
beberapa kali tindakan, dan sulit pada orang bertubuh gemuk.
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan
anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius karena ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.
c. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980an telah mengubah
secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan
pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses
dalam memecah batu ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa
untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga diperlukan
alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk
menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada
pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
d. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)
PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara teoritis dapat
digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Namun, URS dan ESWL
menjadi pilihan pertama sebelum melakukan PCNL. Meskipun
demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat
memiliki peluang untuk dipecahkan dengan PCNL (Al-Kohlany,
2005).
Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip dari PCNL adalah
membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian
melalui akses tersebut dimasukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau
ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau
dipecah. Keuntungan dari PCNL adalah apabila letak batu jelas
terlihat, batu pasti dapat diambil atau dihancurkan dan fragmen dapat
diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Proses PCNL
berlangsung cepat dan dapat diketahui keberhasilannya dengan segera.
Kelemahan PCNL adalah PCNL perlu keterampilan khusus bagi ahli
urologi.
e. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa
variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan.
Hal tersebut tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi
bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Saat ini
operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja,
terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau
ukuran batu ureter yang besar.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Brunner dan Sudarth (2003) menyebutkan asuhan keperawatan pada
batu saluran kemih meliputi seperti berikut ini:
1. Riwayat Perjalanan Penyakit dan Faktor Risiko
Riwayat perjalanan penyakit dan faktor resiko meliputi:
a. Perubahan metabolik atau diet
b. Immobilitas lama
c. Masukan cairan tidak adekuat
d. Riwayat batu atau Infeksi Saluran Kencing (ISK) sebelumnya
e. Riwayat keluarga dengan pembentukan batu
2. Pemeriksaan Fisik Umum
Hasil pemeriksaan secara umum menunjukkan adanya :
a. Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan
konstan. Batu ureteral menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan
hilang timbul yang berkurang setelah batu lewat.
b. Mual dan muntah serta kemungkinan diare
c. Perubahan warna urine atau pola berkemih, Sebagai contoh, urine
keruh dan bau menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih
dengan nyeri dan penurunan haluaran urine bila masukan cairan tak
adekuat atau bila terdapat obstruksi saluran perkemihan dan
hematuri bila terdapat kerusakan jaringan ginjal.

3. Data Dasar Pengkajian/ Pemeriksaan Fisik


a. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
1) Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana Klien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi.
2) Keterbatasan aktivitas / mobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla
spinalis.
b. Sirkulasi
Tanda:
1) Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal Ginjal)
2) Kulit kemerahan dan hangat; pucat.
c. Eliminasi
Gejala:
1) Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus)
2) Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh
3) Rasa terbakar, dorongan berkemih
4) Diare
Tanda:
1) Olisuria, hematuria, piuria
2) Perubahan pola berkemih
d. Makanan/Cairan
Gejala:
1) Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
2) Diet tinggi purin, asam oksalat, dan atau fosfat
3) Ketidakcukupan pemasukan cairan; tidak munum air dengan
cukup
Tanda:
1) Distensi abdominal, penurunan/tidak adanya bising usus
2) Muntah
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala:
1) Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada
lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovertebral,
dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha
atau genitalia. Nyeri dengkal konstan mununjukkan kalkulus ada
di pelvis atau kalkulus ginjal.
2) Nyeri yang dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang
dengan posisi atau tindakan lain.
Tanda :
1) Melindungi atau perilaku distraksi
2) Nyeri tekan pada area ginjal ketika dipalpasi
f. Keamanan
Gejala:
1) Penggunaan alkohol
2) Demam atau menggigil
g. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
1) Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi,
ISK kronis.
2) Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatinoklisme.
3) Penggunaan antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat,
aloupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau
vitamin.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
N DIAGNOSAKEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI KEPERAWATAN (NIC)
O
1. Nyeri akut berhubungan dengan Kontrol nyeri (1605) Manajemen Nyeri (1400)
agen cedera fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 1. Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh
Batasan Karakteristik: x 24 dilaporkan nyeri berkurang dengan kriteria: meliputi lokasi, durasi, kualitas, keparahan
1. Ekspresi wajah nyeri Indikator Sebelu Setelah nyeri, dan faktor pencetus nyeri.
2. Laporan tentang perilaku m 2. Observasi ketidaknyamanan nonverbal.
nyeri/perubahan aktivitas 1. Mengetahui faktor 2 4 3. Ajarkan untuk teknik nonfarmakologi
3. Keluhan tentang intensitas penyebab nyeri. misalnya relaksasi, guide imagery, terapi
menggunakan standar skala 2. Mengetahui 2 4 musik, dan distraksi.
nyeri permulaan 4. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
terjadinya nyeri. mempengaruhi respon Klien terhadap
3. Menggunakan 2 4 ketidaknyamanan misalnya suhu, lingkungan,
tindakan cahaya, dan kegaduhan.
pencegahan. 5. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai
4. Melaporkan gejala. 2 4 indikasi.
5. Melaporkan
kontrol nyeri 2 4 Pemberian Analgesik (2210)
Keterangan: 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
1. Tidak pernah dilakukan keparahan nyeri sebelum mengobati Klien.
2. Jarang dilakukan 2. Cek perintah pengobatan meliputi obat,
3. Kadang dilakukan dosis, dan frekuensi obat analgesic yang
4. Sering dilakukan diresepkan.
5. Selalu dilakukan 3. Cek adanya riwayat alergi obat.
4. Tentukan pilihan obat analgesik (narkotik,
non narkotik , atau NSAID), berdasarkan tipe
Tingkat nyeri (2102) dan keparahan nyeri.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 5. Tentukan analgesik sebelumnya, rute
x 24 dilaporkan nyeri berkurang dengan kriteria: pemberian dan dosis untuk mencapai hasil
pengurangan nyeri yang optimal.
6. Pilih rute intravena daipada rute
intramuskular, untuk injeksi pengobatan
nyeri yang sering.
Indikator Sebelum Setelah 7. Monitor tanda vital sebelum dan setelah
1. Melaporkan 2 4 memberikan analgesik.
nyeri berkurang
atau hilang.
2. Frekuensi nyeri 2 4
berkurang.
3. Lamanya nyeri 2 4
berlangsung.
4. Ekspresi wajah 2 4
saat nyeri.
5. Posisi tubuh 2 4
melindungi
Keterangan:
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
2. Hambatan mobilitas fisik Pergerakan (0208) Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
berhubungan dengan nyeri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 1. Monitor perbaikan postur (tubuh/mekanika
Batasan Karakteristik: x 24 jam dilaporkan bahwa klien bisa mobilisasi tubuh Klien).
1. Ketidaknyamanan dengan kriteria: 2. Bantu Klien untuk memilih aktivitas
2. Penurunan rentang gerak Indikator Sebelum Setelah pemanasan sebelum memulai latihan atau
3. Kesulitan membolak-balik 1. Keseimbangan 2 4 memulai pekerjaan yang tidak dilakukan
posisi 2. Koordinasi 2 4 secara rutin sebelumnya.
3. Gerakan otot 2 4 3. Edukasi Klien/keluarga tentang frekuensi dan
4. Gerakan sendi 2 4 jumlah pengulangandari setiap latihan.
5. Kinerja pengaturan 2 4 4. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
tubuh mengembangkan postur (tubuh) yang benar.
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Hari/tanggal pengkajian: Senin 25 Maret 2019 dan Selasa 26 Maret 2019
Jam :13.10 dan 10.30 WIB
Ruang : Dahlia
1. Identitas Klien
Nama : TN. A
Umur : 35 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kertanegara 01/03
Status Perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Serabutan
No RM : 00407918
Tanggal MRS : 24 Maret 2019
Diagnosa medis : Post operasi batu ginjal

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri luka bekas operasi di area perut sebelah kanan bawah dengan
skala 7, rasanya seperti ditusuk tusuk, rasa nyerinya sering muncul.
b. Riwayat penyakit sekarang
Sekitar sebulan yang lalu klien mengeluh nyeri pinggang kanan dan
nyeri ketika buang air kecil. Klien berobat ke Poli Bedah RSUD dr.
R. Gueteng Taroenadibrata Purbalingga. Klien didiagnosa terdapat
batu pada ginjal kanan dan disarankan untuk operasi batu ginjal pada
bulan maret 2019.
Klien datang ke IGD RSUD dr. R Gueteng Taroenadibrata
Purbalingga pada minggu tanggal 24 Maret 2019 dengan rencana
operasi batu ginjal dan selanjutnya klien masuk ruang Dahlia. Klien
dijadwalkan operasi batu ginjal pada hari senin, tanggal 25 Maret
2019. Jam 11.30 WIB klien selesai operasi dan kembali ke ruang
Dahlia dengan keluhan nyeri post operasi batu ginjal.
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan tidak pernah dirawat di Rumah Sakit dan tidak
ada penyakit batu ginjal sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan keluarganya tidak mempunyai riwayat penyakit
yang sama dengan Klien.
3. Pola kesehatan fungsional
a. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan (Pengetahuan Tentang
Penyakit/Perawatan):
Klien mengatakan apabila ada masalah dengan kesehatannya maka
akan diperiksakan ke fasilitas kesehatan Puskesmas. Klien bekerja
sebagai pekerja serabutan, sehingga Klien tidak dapat menjaga
kesehatannya dengan baik. Klien meerokok dan minum-minuman
alkohol. Klien tidak pernah melakukan screening kesehatan. Klien
mengatakan sekarang sering minum kopi dan jarang minum air
putih, minum air putihnya hanya 2 gelas perhari. Klien mengatakan
setelah upaya yang dilakukan untuk kesembuhan penyakitnya
periksa ke mantri dan mendapatkan rujukan ke RS Purbalingga.
Setelah masuk RS didapatkan hasil USG pada bagian abdomen
terdapat batu bentuk campuran besar dan kecil.
b. Pola Nutrisi Metabolik :
Sebelum masuk ke Rumah Sakit Klien makan 2-3 kali setiap
harinya, Klien tidak minum suplemen atau vitamin.Klien lebih
sering minum kopi dibandingkan air putih.Klien mengatakan kurang
lebih minum air putihnya 2 gelas/hari.Klien tidak memiliki riwayat
penurunan berat badan.Nafsu makan Klien setelah dilakukan operasi
menurun, tidak ada kesulitan menelan dan nyeri.Klien mendapatkan
diet tau pembatasan cairan yaitu tidak boleh minum terlalu
banyak.Klien terdapat luka operasi dibagian perut kanan bagian
bawah, luka tidak merembes, tidak ada kemerahan.Klien tidak
menggunakan gigi palsu serta Klien tidak pernah memeriksakan gigi
ke dokter.
c. Pola Eliminasi :
1) Buang Air Besar
Sebeleum Klien masuk ke Rumah Sakit Klien mengatakan
frekuensi buang air besarnya satu kali sehari dengan karakteristik
feses warna kuning keemasan, konsistensinya lunak, Klien tidak
menggunakan obat laksatif (obat pencahar), Klien mengatakan
saat BAB tidak merasakan nyeri dan tidak ada inkontinensia
fekal dan tidak diare.Setelah dilakukan operasi Klien
mengatakan belum buang air besat tetapi sudah flatus.
2) Buang Air Kecil
Sebelum Klien dilakukan tindakan operasi Klien merasa nyeri
saat buang air kecil dengan frekuensi BAK 4-5 hari sekali.
Setelah dilakukan tindakan operasi Klien terpasang kateter
dengan produksi urin 2.600 cc, urin Klien bewarna kemerahan
yang bercampur darah dengan bau amis dan pesing. Klien
tampak berkeringat yang banyak, tidak ada bau badan dan
terpasang irigasi abdomen dekat lokasi luka operasi.
d. Pola Aktivitas Latihan :
Sebelum masuk Rumah Sakit Klien bisa beraktivitas secara mandiri
jarang berolahraga, Klien mengatakan jarang berekreasi sedangkan
setelah dilakukan operasi aktivitas Klien sebagai berikut:

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/ minum X
Toileting X
Berpakaian X
Mobilitas di tempat tidur X
Berpindah X

Ambulasi/ ROM X

Keterangan :
0= mandiri
1= dengan alat bantu
2= dibantu orang lain
3= dibantu orang lain dan alat
4= tergantung total
e. Pola Istirahat Tidur
Sebelum masuk Rumah Sakit pola istirahat klien baik, sedangkan
setelah dilakukan tindakan operasi klien mengatakan adanya
gangguan tidur yaitu sering terbangun karena adanya nyeri pada luka
operasi. Klien mengatakan merasa tidak segar setelah bangun tidur.
Klien tidak memerlukan obat untuk membantu tidur, jumlah bantal
untuk tidur hanya 1 buah, Klien bisa tidur dengan lampu menyala,
Klien tidak mengalami mimpi buruk, Klien sering terbangun berkali
kali dan bangun tidur terlalu dini. Jadwal waktu Klien tidur setiap
harinya 4-5 jam.
f. Pola Perceptual Pattern
1) Penglihatan
Klien tidak menggunakan kacamata, dapat membaca, tidak pernah
memeriksa mata dan tidak ada masalah dalam penglihatannya.
2) Pendengaran
Klien tidak memiliki kesulitan dalam mendengar.
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat serta tidak kesulitan
dalam belajar, tidak ada nyeri tekan pada bagian mata dan telinga.
Klien berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat dengan baik
serta mampu memahami ide dengan pertanyaan dan dapat
berkonsentrasi dengan baik.
g. Pola Persepsi
Klien awalnya merasa tidak menerima kenyataan tentang
penyakitnya, tetapi dengan motivasi dari orang lain, keluarga, dan
temannya, klien tetap berusaha untuk menerima keadaannya dan
berusaha agar cepat sembuh.
h. Role relationship pattern
Klien tinggal bersama istri dan kedua anak. Keluarga klien
mengatakan bahwa selalu mensuport atau mendukung klien untuk
menjalani pengobatan, keluarga menerima penyakit yang diderita
saaat ini. Keluarga terlihat kompak dan berperan menjaga klien
secara bergantian. klien tidak memiliki masalah dengan keluarga
maupun anak. Klien tidak mengikuti sosial tertentu, memiliki
sahabat sehingga tidak merasa kesepian. Klien mengatakan bahwa
memiliki penghasilan yang cukup untuk sehari-hari. Klien tidak
merasa terisolasi dalam kehidupan bertetangga.
Genogram :
i. Pola Seksual dan Reproduksi
Klien memiliki 2 orang anak laki-laki dengan tahap perkembangan
balita dan tahap perkembangan usia sekolah. Saat ini Klien tidak
memiliki masalah dalam berhubungan seksual.
j. Pola Menejemen Koping-Stres
Klien mengatakan terdapat perubahan hidup 2 tahun terakhir, Klien
mengatakan lebih suka memendam masalah daripada menceritakan
ke orang lain, jika Klien mengalami masalah maka keluarga Klien
yang membantu. Klien mengatakan akhir-akhir ini tidak merasakan
adanya masalah. Klien tidak menggunakan obat-obatan. Klien
mengatakan jika terdapat masalah yang besar dalam hidupnya Klien
akan berdoa dan terkadang bercerita ke sahabat maupun keluarga
untuk mencari solusi dari masalah tersebut.
k. Pola Nilai dan Keyakinan
Klien mengatakan bahwa kehidupan ini sesuai dengan yang
diharapkan dan Klien mendapatkan apa yang diingkan. Klien
memiliki harapan untuk kedepannya dengan cara membahagiakan
istri dan anaknya serta tidak merepotkan keluarga dan orang lain.
Klien mengatakan agama dan aktivitasnya penting dalam kehidupan
serta agama yang dianutnya dapat menyelesaikan maslah yang
sedang dihadapi. Klien mengatakan bahwa melakukan ibadah
keagamaan ditempat tidur
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis GCS E4V5M6
c. TD : 100/80 mmHg
d. Nadi : 60 x/menit
e. RR : 20 x/menit
f. Suhu : 370C
g. BB/TB : 52 Kg/ 165 cm
h. IMT :
5. Head to Toe
a. Kepala
Kepala simetris, tidak ada massa, luka, penyebaran rambut merata,
rambut hitam. Tidak ada bibir sumbing, warna bibir kehitaman, bibir
tidak kering, terdapat gigi yang berlubang sebelah kiri, tidak ada
peradangan tonsil, tidak ada stomatitis, lidah tidak kotor.
b. Mata
Bentuk mata simetris kanan dan kiri, tidak ada peradangan pada
mata, pupil isokor, pergerakan bola mata simetris, tidak ada nyeri
tekan, tidak teraba keras.
c. Telinga
Daun telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada serumen, telinga
bersih, tidak ada peradangan, benda asing, dan perdarahan. Tidak ada
nyeri tekan, kapilago lentur
d. Hidung
Bentuk simetris, tidak ada secret, tidak ada polip, tidak ada cuping
hidung, tidak ada obstruksi. Fungsi hidung baik, tidak ada nyeri
tekan, tidak teraba massa.
e. Leher
Tidak teraba masa, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid atau
gondok, leher simetris, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada
pembengkakan trakea.
f. Thorak
Paru Jantung
 Inspeksi : simetris antara dada  Inspeksi : tidak terlihat
kanan dan kiri iktus kordis
 Palpasi : tidak ada nyeri  Palpasi : point of
tekan, tidak ada krepitasi maksimal impuls teraba
 Perkusi : sonor  Perkusi : pekak
 Auskultasi: bunyi nafas Auskultasi : normal sinus
vasikuler ritem S1 lub, S2 dup,
frekuensi normal 60-
100/menit
Hasil pengkajian Thorak didapatkan :
g. Abdomen
 Inspeksi : perut bentuk simetris, terdapat selang drainase daerah
kuadrant kanan atas bewarna merah dengan produksi cairan 200
cc, ada luka post op perut sebelah kanan sepanjang 20 cm dengan
kondisi luka tidak rembes dan perban kering.
 Auskultasi
Pada abdomen terdengar suara bising usus normal 24 x/menit,
hepar tidak teraba, limpa tidak teraba
 Perkusi
Perkusi area Thorax terdengar Sonor kiri dan kanan.
Perkusi area Abdomen terdengar timpani kiri dan kanan
 Palpasi
Ada nyeri tekan pada perut bagian bawah area suprapubik
h. Ekstremitas :
Pergerakan ekstremitas kanan dan kiri simetris, tidak ada kelemahan
gerak, ada nyeri tekan pada ekstremitas atas bagian kiri karena
terpasang infuse RL.

Tangan kanan Tangan kiri


(5) (5)
Kaki kanan Kaki kiri
(4) (5)
Keterangan:
0: tidak mampu bergerak sama sekali
1: hanya mampu menggerakan ujung ekstremitas
2: hanya mampu menggeser sedikit
3: mampu mengangkat tangan dengan bantuan, saat bantuan
melepaskan tangan ikut jatuh
4: kekuatan otot sedikit berkurang, mampu melawan gravitasi sesaat
lalu jatuh.
Warna kuku merah muda, tidak ada nyeri tekan, kapilari refill kurang
dari 2 detik, turgor kulit normal, akral teraba hangat.
i. Genetalia
Warna kulit tidak ada kemerahan, tidak ada lesi, tidk ada nyeri tekan,
Klien terpasang kateter hari ke 1, tidak ada hemoroid dianus, tidak
ada laserasi.
j. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 23 Maret 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Interpretasi
Normal
DarahLengkap
Hemoglobin 13.3 g/dL 13.2-17.3 Normal
Leukosit 7.4 10^3/ul 3.8-10.6 Normal
Hematokrit 39 * 40-52 Menurunl
^
Eritrosit 4.5 10 6/ uL 4.4-5.9 Normal
Trombosit 557 10^3/ul 150-440 Meningkat
MCH 30 pg 26-34 Normal
MCHC 35 dl/q 32-36 Normal
MCV 86 £L 80-100 Normal

Hitung Jenis
Eosinofil 2 1-2 Normal
Basofil 0 % 0-1 Normal
Netrofil Segmen 55 % 50-70 Normal
Limfosit 39 % 25-40 Normal
Monosit 4 % 2-8 Normal

Golongan darah A
CT 3.30 menit 3-5 Normal
BT 3 menit 2-5 Normal

Kimia klinik
Glukosa sewaktu 91.3 mg/dL 100-150 Menurun
Ureum darah 34.1 mg/dL 10-50 Normal
Kreatinin 1.02 mg/dL 0.6-1.1 Meningkat
Albumin 3.8 g/dL 3.4-4.6 Normal

HBsAg -/Negati
f

k. Pemeriksaan Penunjang
 Hasil EKG menunjukkan sinus bradikardi
 Hasil Rontgen menunjukkan tidak tampak Ileus Obstruktif,
suspect Colelitiasis multiple dengann bentuk kecil-kecil, diagnosa
banding Neprolitiasis Dextra.
l. Terapi
Terapi yang diberikan meliputi :
No Nama Dosis Sediaan Kegunaan
1. Ceftriaxone 2 x 1 gr Flakon Antibiotik
2. Ketorolac 2 x 30 gr Vial / Ampul Analgesik
3. Ranitidine 2 x 50 mg Vial / ampul Menurunkan
asam
lambung
4. Asam 3 x 500 gr Vial / ampul Menghentikan
traneksamat pendarahan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai denganekspresi
wajah nyeri, laporan tentang nyeri dan keluhan nyeri dengan skala nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeriyang ditandai dengan
ketidaknyamanan, penurunan rentang gerak, kesulitan membolak-balik
posisi
C. ANALISA DATA
TANGGAL/JAM DATA MASALAH ETIOLOGI
26 Maret 2019/ Data Objektif: Nyeri Akut Agen cedera fisik
pukul 10.00 WIB - Ekspresi wajah terlihat meringis kesakitan
- Klien terlihat memegangi area luka post operasi (area nyeri)
- Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan:
TD: 120/70, Nadi: 80, RR: 18
Data Subjektif:
- Klien mengeluh nyeri pada bagian luka post operasi di abdomen
sebelah kanan
- Pengkajian nyeri post operasi yaitu:
P: luka post operasi batu ginjal
Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk dan senut-senut
R: nyeri terasa dibagian abdomen sebelah kanan
S: 7 (dari 1 – 10)
T: Nyeri timbul secara intermiten
26 Maret 2019/ Data Objektif: Hambatan Mobilitas Adanya luka operasi
pukul 10.00 WIB - Klien post operasi hari pertama Fisik pada pinggang
- Klien terlihat lemas dan berbaring di ata tempat tidur
- Terdapat luka post operasi batu ginjal
kanan
- Klien kesulitan untuk membolak-balik tubuhnya secara mandiri

Data Subjeksti:
- Klien mengatakan kesulitan untuk bergerak dan mengatur posisi tirah
baring yang nyaman karena adanya luka operasi batu ginjal di
pinggang kanan.
- Klien mengatakan tidak nyaman dengan drainase yang dipasang pada
tubuh klien
- Klien mengatakan nyeri yang berat pada bagian luka post operasi.

D. PRIORITAS DIAGNOSA
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan ekspresi wajah nyeri, laporan tentang nyeri dan keluhan nyeri
dengan skala nyeri.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka operasi pada pinggang kanan yang ditandai dengan
ketidaknyamanan, penurunan rentang gerak, kesulitan membolak-balik posisi

E. INTERVENSI

N DIAGNOSAKEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI RASIONAL


O KEPERAWATAN
(NIC)
1. Nyeri akut berhubungan dengan Kontrol nyeri (1605) Manajemen Nyeri (1400) NIC: Manajemen Nyeri
agen cedera fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian - Untuk mengetahui lokasi,
Batasan Karakteristik: selama 3 x 24 jam dilaporkan nyeri nyeri secara karakteristik,onset,
1. Ekspresi wajah nyeri berkurang dengan kriteria: menyeluruh meliputi frekuensi, kualitas dan
2. Laporan tentang perilaku lokasi, durasi, kualitas, intensitas nyeri
nyeri/perubahan aktivitas keparahan nyeri, dan - Untuk mengetahui faktor
3. Keluhan tentang intensitas Indikator Sebelum Setelah faktor pencetus nyeri. yang dapat menurunkan
menggunakan standar skala 1. Mengetahui 2 4 2. Observasi dan memperberat nyeri
nyeri faktor ketidaknyamanan - Untuk megurangi rasa
penyebab nonverbal. nyeri Klien.
nyeri. 3. Ajarkan untuk teknik - Untuk memberikan
2. Mengetahui 2 4 nonfarmakologi lingkungan yang nyaman
permulaan misalnya relaksasi, bagi Klien
terjadinya guide imagery, terapi - Untuk mengurangi rasa
nyeri. 2 4 musik, dan distraksi. nyeri Klien dengan
3. Menggunakan 4. Kendalikan faktor diberikan terapi
tindakan lingkungan yang dapat nonfarmakologi yang
pencegahan. 2 4 mempengaruhi respon sesuai dengan dosis.
4. Melaporkan Klien terhadap
gejala. 2 4 ketidaknyamanan
5. Melaporkan misalnya suhu,
kontrol nyeri lingkungan, cahaya,
Keterangan: dan kegaduhan.
1. Tidak pernah dilakukan 5. Kolaborasi pemberian
2. Jarang dilakukan analgetik sesuai
3. Kadang dilakukan indikasi.
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan Pemberian Analgesik NIC: Pemberian Analgesik
(2210) - untuk mengatahui
Tingkat nyeri (2102) 1. Tentukan lokasi, kualitas, karakteristik, dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan karakteristik, kualitas, skala nyeri agar
selama 3 x 24 jam dilaporkan nyeri dan keparahan nyeri pengobatan dapat optimal.
berkurang dengan kriteria: sebelum mengobati - mengecek kembali
Indikator Sebelum Setelah Klien. perintah pemberian obat
1. Melaporkan 2 4 2. Cek perintah agar tidaak terjadi human
nyeri pengobatan meliputi eror.
berkurang obat, dosis, dan - mengecek adanya alergi
atau hilang. frekuensi obat analgesic pada Klien agar
2. Frekuensi yang diresepkan. pengobatan dapat
nyeri 2 4 3. Cek adanya riwayat dilakukan secara optimal.
berkurang. alergi obat. - menentukan obat sesuai
3. Lamanya 4. Tentukan pilihan obat dengan kondisi Klien dan
nyeri 2 4 analgesik (narkotik, sesuai dosisi yang telah di
berlangsung. non narkotik , atau anjurkan.
4. Ekspresi NSAID), berdasarkan - memilih rute intravena
wajah saat 2 4 tipe dan keparahan untuk pemberian obat
nyeri. nyeri. bertujuan untuk
5. Posisi tubuh 5. Tentukan analgesik mempermudah obat
melindungi 2 4 sebelumnya, rute masuk dengan cepat
Keterangan: pemberian dan dosis kedalam tubuh dan Klien
1. Tidak pernah dilakukan untuk mencapai hasil bisa merasakan
2. Jarang dilakukan pengurangan nyeri yang pengurangan nyeri dari
3. Kadang dilakukan optimal. efek obat tersebut.
4. Sering dilakukan 6. Pilih rute intravena - selalu memonitor kondisi
5. Selalu dilakukan daipada rute Klien dengan melakukan
intramuskular, untuk vital sign.
injeksi pengobatan
nyeri yang sering.
7. Monitor tanda vital
sebelum dan setelah
memberikan analgesik.
2. Hambatan mobilitas fisik Pergerakan (0208) Peningkatan Mekanika NIC: Peningkatan
berhubungan dengan nyeri ditandai Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tubuh (0140) Mekanika Tubuh
dengan ketidaknyamanan, selama 3 x 24 jam dilaporkan bahwa klien 1. Monitor perbaikan 1. Mengetahui
penurunan rentang gerak, kesulitan bisa mobilisasi dengan kriteria: postur (tubuh/mekanika perkembangan pergerakan
membolak-balik posisi Indikator Sebelum Setelah tubuh Klien). tubuh Klien
1. Keseimbangan 2 4 2. Bantu Klien untuk 2. Menghindari adanya kram
2. Koordinasi 2 4 memilih aktivitas atau Klien yang kaget saat
3. Gerakan otot 2 4 pemanasan sebelum melakukan aktivitas yang
4. Gerakan sendi 2 4 memulai latihan atau baru
5. Kinerja 2 4 memulai pekerjaan 3. Meningkatkan
pengaturan yang tidak dilakukan pengetahuan Klien dan
tubuh secara rutin keluarga tentang baiknya
Keterangan: sebelumnya. pengulangan dalam proses
1. Sangat terganggu 3. Edukasi Klien/keluarga latihan bergerak, hal itu
2. Banyak terganggu tentang frekuensi dan dapat mempercepat
3. Cukup terganggu jumlah pengulangan penyembuhan Klien
4. Sedikit terganggu dari setiap latihan. 4. Meningkatkan efektifitas
5. Tidak terganggu 4. Kolaborasi dengan latihan pergerakan dengan
fisioterapis dalam tindakan kolaborasi
mengembangkan postur
(tubuh) yang benar.

F. IMPLEMENTASI
Hari/ Diagnosa Implementasi Respon Nama
Tanggal Keperawatan dan Ttd
Senin, I 13.15 WIB Melakukan pengkajian pada S : Klien mengeluh kesakitan
25 Maret klien dan keluarga O : Klien dengan post operasi hari ke-0, klien
2019 tampak meringis kesakitan dan klien tampak
lemas
II 12.15 WIB Melakukan pengkajian pada S : Klien mengeluh kesakitan dan lemas
klien O : Klien tampak lemas dan berbaring di atas
tempat tidur.
Selasa, I 08.00 WIB Melakukan pengkajian Head to S : Klien mengeluh nyeri pada lokasi insisi
26 Maret toe dan pengkajian nyeri pada operasi.
2019 klien. O : Klien tampak meringis kesakitan.
Hasil pengkajian:
P : Terdapat luka post operasi
yang menyebabkan tibulnya
nyeri
Q : Nyeri dirasakan seperti
ditekan dan ditusuk-tusuk.
R : Nyeri dirasakan di pinggang
kanan sampai ke abdomen
kanan.
S : Skala nyeri 7 (dari 1-10)
T : Nyeri timbul secara
intermiten

08.10 WIB Mengajarkan teknik relaksasi S : klien mengeluh nyeri pada luka post
nafas dalam untuk menurunkan operasi di pinggang kanan samapi abdomen
nyeri. kanan.
O : Klien mengikuti perkataan perawat
tentang relaksasi teknik nafas dalam.

08.30 WIB Kolaborasi pemberian obat S : Klien mengatakan senang diberikan terapi
analgesik. injeksi.
Injeksi Ketorolac O : Klien tampak meringis menahan nyeri
1ampul/IV/8jam luka operasi

II 10.30 WIB Melakukan pengkajian pada S : Klien mengatakan senang menerima


klien. dukungan
O : Klien tampak lebih tenang.
10.40 WIB Membantu klien latihan S : Klien mengatakan akan mengikuti latihan
mobilisasi miring kanan dan mobilisasi tersebut.
miring kiri. O : Klien tampak masih kesulitan untuk
melakukan latihan mobilisasi.

10.50 WIB Menganjurkan klien untuk S : Klien mengatakan akan melakukan latihan
latihan mobilisasi secara rutin. mobilisasi secara rutin.
O : Klien mengikuti latihan mobilisasi
meskipun masih tampak kesulitan.

Rabu, 27 I 08.00 WIB Melakukan pengkajian nyeri S : Klien mengeluh masih merasa nyeri pada
Maret pada klien. luka operasi batu ginjal.
2019 Hasil pengkajian PQRST:
P : Nyeri pada luka post operasi batu
ginjal
Q : Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk.
R : Nyeri dirasakan di area pinggang
kanan sampai abdomen kanan.
S : Skala nyeri 5 (1-10)
T : Nyeri timbul secara intermiten
O : Klien tampak meringis kesakitan

08.10 WIB Menganjurkan kembali latihan S : Klien mengatakan teknik relaksasi nafas
relaksasi nafas dalam pada klien. dalam sudah diterapkan sejak kemarin.
O : Klien bisa melakukan latihan teknik
relaksasi nafas dalam.
08.30 WIB Kolaborasi pemberian obat S : Klien mengatakan senang diberikan obat
analgesik. injeksi.
Injeksi Ketorolac O : Klien tampak menahan nyeri luka post
1ampul/IV/8jam operasi batu ginjal.

15.00 WIB Melakukan pengkajian nyeri S : Klien mengeluh nyeri pada luka operasi
pada klien. Hasil pengkajian PQRST
P : Nyeri pada luka post operasi
Q : Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri dirasakan di painggang kanan
S : Skala nyeri 6 (1-10)
T : Nyeri timbul secara intermiten
O : Klien tampak lemas dan meringis
kesakitan.

II 10.00 WIB Mengajarkan klien untuk S : Klien mengatakan akan berusaha untuk
memulai latihan mobilisasi latihan mobilisasi duduk, berdiri, dan jalan.
duduk, berdiri, dan jalan. O : Klien mengikuti latihan mobilisasi yang
diajarkan oleh perawat.

10.15 WIB Memotivasi klien untuk bisa S : Klien mengatakan akan melakukan
melakukan latihan mobilisasi mlatihan mobilisasi secara rutin.
secara rutin. O : Klien tampak bersemangat mengikuti
latihan mobilisasi.

16.00 WIB Mengedukasi keluarga untuk S : Keluarga mengatakan akan selalu mebantu
membantu klien melakukan klien untuk latihan mobilisasi.
latihan mobilisasi. O : Keluarga tampak bersemangat membantu
klien latihan mobilisasi.

Kamis, I 08.00 WIB Melakukan pengkajian nyeri S : Klien mengatakan nyeri pada luka operasi
28 Maret pada klien. sudah berkurang dan merasa lebih nyaman.
2018 Hasil pengkajian PQRST:
P : Nyeri pada luka operasi batu ginjal
Q : Nyeri dirasakan senut-senut
R : Nyeri dirasakan di area pinggang
S : Skala nyeri 3 (1-10)
T : Nyeri dirasakan hilang timbul
O : Klien tampak lebih tenang dan klien
tampak lebih nyaman.

08.10 WIB Mengedukasi pasien dan S : pasien mengatakan sudah menerapkan hal
memotivasi kembali terapi tersebut kemarin yang sudah diajarkan oleh
relaksasi untuk menurunkan perawat dan pasien mengatakan hal tersebut
nyeri yaitu relaksasi nafas dalam membantu untuk menurunkan nyeri.
dan teknik distraksi O : pasien terlihat mengerti tentang yang
dikatakan oleh perawat.

08.30 WIB Kolaborasi pemberian terapi S : pasien mengatakan senang menerima obat
injeksi analgesik yaitu ketorolak injeksi.
2 x 30 mg O : pasien terlihat lebih tenang

16.00 WIB Melakukan terapi musik untuk S : pasien mengatakan senang mendapatkan
menurunkan nyeri terapi musik
O : pasien ter;ihat rileks.
16.30 WIB Melakukan pengkajian nyeri S : Klien mengatakan nyeri pada luka operasi
setelah dilakukan terapi musik sudah berkurang dan merasa lebih nyaman.
Hasil pengkajian PQRST:
P : Nyeri pada luka operasi batu ginjal
Q : Nyeri dirasakan senut-senut
R : Nyeri dirasakan di area pinggang
S : Skala nyeri 2 (1-10)
T : Nyeri dirasakan hilang timbul
O : Klien tampak lebih tenang dan klien
tampak lebih nyaman.

II 10.00 WIB Mengedukasi klien untuk S : Klien mengatakan sudah dapat duduk
mobilisasi yaitu duduk dan sendiri dan akan memulai berjalan pelan-
berjalan pelan.
O : klien terlihat sudah mau duduk dan
mematuhi saran yang dikatakan perawat.

16.00 WIB Membantu klien dan keluarga S : klien mengatakan sudah dapat duduk
untuk melakukan latihan sendiri dan berjalan pelan-pelan.
mobilisasi kembali O : klien terlihat sudah mau duduk dan
mematuhi saran yang dikatakan perawat.

18.00 WIB Memotivasi kembali klien untuk S : klien dan keluarga sudah berlatih
tetap melakukan mobilisasi melakukan mobilisasi setiap saat.
kembali. O : klien mematuhi saran yang dikatakan
perawat.
G. EVALUASI
No Waktu Diagnosa Evaluasi
. keperawatan
1 Selasa, 26 Nyeri akut S: pasien mengatakn nyeri pada luka post operasi bagian abdomen bawah, dengan pengkajian
Maret berhubungan dengan nyeri:
2019 agen cedera fisik
pukul ditandai dengan P: luka post operasi batu ginjal
14.00 ekspresi wajah Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk dan senut-senut
WIB nyeri, laporan R: nyeri terasa dibagian abdomen sebelah kanan
tentang nyeri dan S: 7 (dari 1 – 10)
keluhan nyeri T: Nyeri timbul secara intermiten
dengan skala nyeri.
O:
- Ekspresi wajah terlihat meringis kesakitan
- Pasien terlihat lemas
- Klien terlihat memegangi area luka post operasi (area nyeri)
- Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan:
TD: 120/70, Nadi: 80, RR: 18

A: masalah belum teratasi

Kontrol nyeri (1605)


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dilaporkan nyeri berkurang dengan kriteria:
Indikator Sebelum Setelah Saat ini
Mengetahui faktor 2 4 2
penyebab nyeri.
Mengetahui
permulaan 2 4 2
terjadinya nyeri.
Menggunakan
tindakan 2 4 2
pencegahan.
Melaporkan gejala. 2 4 2
Melaporkan kontrol
nyeri 2 4 2

Keterangan:
1: Tidak pernah dilakukan
2: Jarang dilakukan
3: Kadang dilakukan
4: Sering dilakukan
5: Selalu dilakukan

Tingkat nyeri (2102)


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dilaporkan nyeri berkurang dengan kriteria:

Indikator Sebelum Setelah Saat ini


Melaporkan nyeri 2 4 2
berkurang atau
hilang.
.Frekuensi nyeri 2 4 2
berkurang.
Lamanya nyeri 2 4 2
berlangsung.
.Ekspresi wajah 2 4 2
saat nyeri.
Posisi tubuh 2 4 2
melindungi
Keterangan:
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan

P: lanjutkan intervensi penanganan nyeri


I: Ajarkan pasien mengenai teknik relaksasi nafas dalam dan teknik distraksi

2 Selasa, 26 Hambatan mobilitas S: Pasien mengatakan masih takut untuk bergerak


Maret fisik berhubungan O:
2019 dengan adanya - Klien post operasi hari pertama
pukul luka operasi pada - Klien terlihat lemas dan berbaring di ata tempat tidur
13.00 pinggang kanan - Terdapat luka post operasi batu ginjal
WIB ditandai dengan - Klien kesulitan untuk membolak-balik tubuhnya secara mandiri
ketidaknyamanan,
penurunan rentang A: Masalah belum teratasi
gerak, kesulitan NOC: Pergerakan
membolak-balik Indikator Sebelum Setelah Saat ini
posisi 1. Keseimbangan 2 4 2
2. Koordinasi 2 4 2
3. Gerakan otot 2 4 2
4. Gerakan sendi 2 4 2
5. Kinerja pengaturan 2 4 2
tubuh

Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

P: Lanjutkan intervensi mengenai pergerakan


I: Ajarkan kepada pasien mengenai teknik pergerakan bertahap pada post operasi

3 Rabu, 27 Nyeri akut S: pasien masih mengeluh nyeri namun tidak terlalu berat, dengan pengkajian nyeri:
Maret berhubungan dengan
2019 agen cedera fisik P: luka post operasi batu ginjal
pukul ditandai dengan Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk dan senut-senut
20.00 ekspresi wajah R: nyeri terasa dibagian abdomen sebelah kanan
nyeri, laporan S: 5 (dari 1 – 10)
tentang nyeri dan T: Nyeri timbul secara intermiten
keluhan nyeri
dengan skala nyeri. O:
- Ekspresi wajah terlihat meringis kesakitan
- pasien terlihat sudah tenang namun masih melokalisir nyeri
- Klien terlihat memegangi area luka post operasi (area nyeri)
- Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan:
TD: 120/80, Nadi: 80, RR: 17

A: masalah teratasi sebagian


Kontrol nyeri (1605)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dilaporkan nyeri berkurang dengan kriteria:

Indikator Sebelum Setelah Saat ini


Mengetahui faktor 2 4 3
penyebab nyeri.
Mengetahui
permulaan 2 4 4
terjadinya nyeri.
Menggunakan
tindakan 2 4 4
pencegahan.
Melaporkan gejala. 2 4 4
Melaporkan kontrol
nyeri 2 4 3
Keterangan:
1: Tidak pernah dilakukan
2: Jarang dilakukan
3: Kadang dilakukan
4: Sering dilakukan
5: Selalu dilakukan

Tingkat nyeri (2102)


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dilaporkan nyeri berkurang dengan kriteria:

Indikator Sebelum Setelah Saat ini


Melaporkan nyeri 2 4 3
berkurang atau
hilang.
.Frekuensi nyeri 2 4 3
berkurang.
Lamanya nyeri 2 4 3
berlangsung.
.Ekspresi wajah 2 4 3
saat nyeri.
Posisi tubuh 2 4 3
melindungi
Keterangan:
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan

P: lanjutkan intervensi penanganan nyeri


I: Ajarkan kembali pasien mengenai teknik relaksasi nafas dalam, teknik distraksi dan ajarkan teknik
relaksasi dengan terapi musik
4 Rabu, 27 Hambatan mobilitas S: Pasien mengatakan miring kiri dan kanan namun masih takut untuk duduk
Maret fisik berhubungan O:
2019 dengan adanya - Klien post operasi hari kedua
Pukul luka operasi pada - Klien terlihat berbaring di ata tempat tidur
20.00 pinggang kanan - Terdapat luka post operasi batu ginjal
ditandai dengan - Klien sudah mulai berlatih mobilisasi miring kanan dan kiri
ketidaknyamanan,
penurunan rentang
gerak, kesulitan A: Masalah teratasi sebagian
membolak-balik NOC: Pergerakan
posisi
Indikator Sebelum Setelah Saat ini
Keseimbangan 2 4 3
Koordinasi 2 4 4
Gerakan otot 2 4 4
Gerakan sendi 2 4 4
Kinerja pengaturan tubuh 2 4 3

Keterangan:
1: Sangat terganggu
2: Banyak terganggu
3: Cukup terganggu
4: Sedikit terganggu
5: Tidak terganggu
P: Lanjutkan intervensi mengenai pergerakan
I: Ajarkan kepada pasien mengenai teknik pergerakan bertahap pada post operasi yaitu berjalan
perlahan
5 Kamis, Nyeri akut S: pasien masih mengeluh masih agak nyeri, dengan pengkajian nyeri:
28 Maret berhubungan dengan
2019 agen cedera fisik P: luka post operasi batu ginjal
pukul ditandai dengan Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk dan senut-senut
20.00 ekspresi wajah R: nyeri terasa dibagian abdomen sebelah kanan
nyeri, laporan S: 2 (dari 1 – 10)
tentang nyeri dan T: Nyeri timbul secara intermiten
keluhan nyeri
dengan skala nyeri O:

- Klien terlihat sudah tenang


- Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan:
TD: 120/80, Nadi: 82, RR: 20
A: masalah teratasi penuh

Kontrol nyeri (1605)


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dilaporkan nyeri berkurang dengan kriteria:

Indikator Sebelum Setelah Saat ini


Mengetahui faktor 2 4 4
penyebab nyeri.
Mengetahui
permulaan 2 4 4
terjadinya nyeri.
Menggunakan
tindakan 2 4 4
pencegahan.
Melaporkan gejala. 2 4 4
Melaporkan kontrol
nyeri 2 4 4

Keterangan:
1: Tidak pernah dilakukan
2: Jarang dilakukan
3: Kadang dilakukan
4: Sering dilakukan
5: Selalu dilakukan
Tingkat nyeri (2102)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dilaporkan nyeri berkurang dengan kriteria:

Indikator Sebelum Setelah Saat ini


Melaporkan nyeri 2 4 4
berkurang atau
hilang.
.Frekuensi nyeri 2 4 4
berkurang.
Lamanya nyeri 2 4 4
berlangsung.
.Ekspresi wajah 2 4 4
saat nyeri.
Posisi tubuh 2 4 4
melindungi
Keterangan:
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan

P: Mempertahankan kenyamanan pasien


I: mengulang kembali, mengingat dan mempertahankan teknik yang efektif untuk menurunkan rasa
nyeri, jika rasa nyeri muncul kembali
6 Kamis, Hambatan mobilitas S: Pasien mengatakan sudah dapat duduk dan sudah memulai berjalan sedikit dengan bantuan
28 Maret fisik berhubungan keluarga
2019 dengan adanya O:
pukul luka operasi pada - Klien post operasi hari ketiga
20.00 pinggang kanan - Klien terlihat sudah dapat duduk secara mandiri
ditandai dengan
ketidaknyamanan, A: Masalah teratasi penuh
penurunan rentang NOC: Pergerakan
gerak, kesulitan Indikator Sebelum Setelah Saat ini
membolak-balik Keseimbangan 2 4 4
posisi Koordinasi 2 4 4
Gerakan otot 2 4 4
Gerakan sendi 2 4 4
Kinerja pengaturan tubuh 2 4 4

Keterangan:
1: Sangat terganggu
2: Banyak terganggu
3: Cukup terganggu
4: Sedikit terganggu
5: Tidak terganggu
P: Mempertahankan intervensi yang efektif untuk mengatasi mobilitas
I: Mempertahankan teknik mobilisasi bertahap dengan berjalan perlahan
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan data yang diperoleh pada klien Tn. A yang dirawat di
ruang Dahlia RSUD dr. R. Gueteng Taroenadibrata Purbalingga, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada pengkajian, klien merupakan Klien post operasi batu ginjal dengan
keluhan utama nyeri pada area operasi. Nyeri semakin bertambah ketika
klien banyak bergerak dan berkurang ketika klien diam dan istirahat.
Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk pada area operasi yaitu pinggang
kanan dengan skala nyeri 7 dan dirasakan terus-menerus. Nyeri juga
menyebabkan klien tidak bisa melakukan mobilisasi fisik seperti
menggeser posisi tirah baring, menggerakan ektremitas atas dan bawah
dan lain-lain.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan) dan hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka post operasi.
3. Rencana tindakan keperawatan yang diberikan untuk mengatasi nyeri
yaitu kaji tanda-tanda vital, kaji karakteristik nyeri, berikan posisi tirah
baring yang nyaman, batasi pengunjung, ajarkan teknik relaksasi (nafas
dalam) atau distraksi ( menonton video), dan kolaborasi dengan tim
medis lain untuk pemberian obat analgesik. Untuk mengatasi hambatan
mobilisasi fisik pada klien, rencana tindakan yang akan dilakukan adalah
manajemen peningkatan mekanika tubuh yang bertujuan untuk
membantu pergerakan/mobilisasi klien.
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien Tn. A untuk mengatasi
nyeri antara lain mengkaji tanda-tanda vital, mengkaji karakteristik nyeri,
memberikan posisi tirah baring yang nyaman (supine), mengajarkan
teknik relaksasi nafas dalam dan distraksi (menonton video), membatasi
pengunjung, melakukan perawatan luka atau medikasi, dan kolaborasi
dengan tim medis lain untuk pemberian obat analgesik.
5. Evaluasi menggunakan metode SOAP. Masalah nyeri akut belum teratasi
secara maksimal (skala 1-2) atau masalah teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan. Hambatan mobilitas fisik juga belum teratasi secara
maksimal. Klien belum bisa mobilisasi fisik maksimal karena adanya
nyeri. Masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan.
6. Analisa nyeri pada Tn. A yaitu pada hari pertama pengelolaan, nyeri
bertambah saat bergerak dan berkurang saat dengan istirahat, nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk pada bagian pinggang kanan dengan
skala nyeri 6 dan dirasakan terus-menerus.

B. SARAN
Berdasarkan uraian di atas maka bisa diberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan bisa menjalankan prosedur tindakan sesuai dengan Standar
Pelayanan Prosedur (SPO) yang telah ditetapkan di rumah sakit yang
bersangkutan sehingga bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan khususnya perawat menyadari pentingnya
asuhan keperawatan yang konsisten dan sesuai dengan teori dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada Klien, sehingga Klien akan
mendapatkan perawatan yang holistik dan komprehensif. Fokus
pemberian asuhan keperawatan juga diberikan pada keluarga sehingga
keluarga proaktif dalam mendukung perawatan Klien.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang
berkualitas dan professional agar tercipta perawat yang professional,
terampil, cekatan dan handal dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Bagi Keluarga Klien
Diharapkan keluarga agar proaktif dalam perawatan Klien misalnya
selalu berkoordinasi dengan petugas dalam perawatan Klien sehingga
mendukung kesembuhan Klien.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2003, Keperawatan Medical Bedah, Jakarta : EGC.

Fillingham & Douglas, 2000, Urological Nursing 2nd, China : Bailere Tindal.

M. Bulechek.,G. 2016, Edisi Enam Intervention Classification (NIC), Singapore :


Elsevier Global Right.

NANDA, A.2015, Buku Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2015-


2017,Jakarta : EGC.

Purnomo Basuki 2011, Dasar-Dasar Urologi, Jakarta:Sagung Seto Suharjo, S. B.,


& Cahyono, B.2009. Batu Ginjal.Yogyakarta: Kanisius

Sja’bani, M. 2009, Batu Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi 5. Jakarta : Interna Publisihing.

Anda mungkin juga menyukai