Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN Tn. N DENGAN DIAGNOSA MEDIS BATU URETER


DI RUANG BIMA

Disusun Oleh :
Aldi Praja Alamin (7420002)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
JOMBANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR
1. Definisi

Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter .Batu ureter pada
umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat
sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa
sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang
besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan
obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi
hematuria yang didahului oleh serangan kolik. (R. Sjamsuhidajat, 2003).

Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi


(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di
dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai
dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang
tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus
mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk
dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah,
demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner and
Suddarth, 2002: 1460).

Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu


terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat,
dan asam urat meningkat. Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai
kekandung kemih dan ukurannya bervariasi dari deposit granuler yang kecil, yang
disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih dan berwarna oranye
(Smeltzer & Bare, 2002).
2. Etiologi

Pembentukan batu meliputi idiopatik, beberapa faktor predisposisi terjadinya batu :


a. Ginjal
Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu
b. Immobilisasi
Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan kalsium.
Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.
c. Infeksi : infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
menjadi inti pembentukan batu.
d. Kurang minum : sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu
e. Pekerjaan : dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu
dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.
f. Iklim : tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan
pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis, di
ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi urin.
g. Diuretik : potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi
terbentuknya batu saluran kemih.
h. Makanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju,
kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging,
jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.

Beberapa teori pembentukan batu adalah :


a. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu (nukleus). Partikel-partikel
yang berada dalam larutan yang jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam
nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau
benda asing di saluran kemih.
b. Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan
mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
c. Penghambatan Kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain :
magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah
satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam
saluran kemih
3. Tanda Dan Gejala
Gejala pasti dari urolitiasis tergantung pada lokasi dan ukuran kalkuli dalam
traktus urinarius. Jika kalkuli berukuran kecil tidak menunjukkan gejala. Namun perlahan
keluhan akan dirasakan seiring bertanbahnya ukuran kalkuli seperti:
a. Nyeri atau pegal-pegal pada pinggang atau flank yang dapat menjalar ke perut bagian
depan, dan lipatan paha hingga sampai ke kemaluan
b. Hematuria:buang air kecil berdarah.
c. Urin berisi pasir dan berbau
d. Nyeri saat buang air kecil
e. Infeksi saluran kencing
f. Demam.

Urolitiasi yang masih berukuran kecil umumnya tidak menunjukkan gejala yang
signifikan, namun perlahan seiring berjalannya waktu dan perkembangan di saluran
kemih akan menimbulkan gejala seperti rasa nyeri (kolik renalis) di punggung, atau perut
bagian bawah.
Kolik didefinisikan sebagai nyeri tajam yang disebabkan oleh sumbatan, spasme otot
polos, atau terputarnya organ berongga. Kolik renal berarti nyeri tajam yang disebabkan
sumbatan atau spasme otot polos pada saluran ginjal atau saluran kencing. Nyeri klasik
pada pasien dengan kolik renal akut ditandai dengan nyeri berat dan tiba-tiba yang
awalnya dirasakan pada regio flank dan menyebar ke anterior dan inferior. Hampir 50%
dari pasien merakan keluhan mual dan mutah. Kolik ginjal biasanya nyeri berat, pasien
tidak bisa istirahat (posisi irrespektif). Berbeda dengan pasien peritonitis yang cenderung
berbaring saja dan tidak mau bergerak. Gejala lain adalah lemas, berkeringat, dan nyeri
ringan saat palpasi abdominal ginjal. Namun untuk batu staghorn walaupun besar sering
tanpa gejala nyeri karena jenis batu ini membesar mengikuti system anatomi saluran
ginjal. Gejala dari batu ginjal atau batu ureter dapat diprediksi dari pengetahuan tempat
terjadinya obstruksi. Nyeri yang khas dirasakan pada testis untuk pasien pria dan labia
mayora pada pasien wanita.
Lokasi dan karakteristik dari nyeri pada urolitiasis meliputi:
a. Di ureteropelvic: nyeri bersifat ringan sampai berat dirasakan lokasinya agak dalam
dalam regio flank tanpa penyebaran ke regio inguinal, urgensi (dorongan kuat untuk
berkemih disertai dengan kandung kemih yang tidak nyaman dan banyak berkemih),
frekuensi (sering berkemih), disuria (nyeri saat berkemih) dan stranguria
(pengeluaran urin yang lambat dan nyeri akibat spasme uretra dan kandung kemih).
b. Di ureter: nyeri yang mendadak, berat, nyeri di regio flank dan ipsilateral dari
abdomen bagian bawah, menyebar ke testes atau vulva, mual yang terus menerus
tanpa muntah
c. Di ureter bagian proksimal: nyeri menyebar ke regio flank atau area lumbar
d. Di ureter di bagian medius: nyeri menyebar ke anterior dan caudal - Di uterer di
bagian distal: menyebar ke inguinal atau testes atau labia majora
e. Waktu melewati vesica ruinaria: paling sering asimptomatis, retensio urin
posisional

4. Klasifikasi
4.1 Klasifikasi berdasarka etiologi
Berdasarkan etiologinya urolitiasis dapat diklasifikasikan menjadi: infeksi, non
infeksi, genetik, atau efek samping obat. Dapat dilihat pada tabel 1.

Table 1

Urolitiasis Non Infeksi

a. Kalsium oksalat

b. Kalsium phospat

c. Asam urat

Urolitiasis dengan Infeksi


a. Magnesium ammonium phospat

b. Karbonat apatit

c. Amonium urat

Genetik

a. Cistin

b. Xanthin

c. 2,8-dihidroksiadenin

Obat

4.2 Klasifikasi Berdasarkan Komposisi Kalkuli


Komposisi dari batu (kalkuli) sangat penting untuk menjadi dasar diagnostik dan
penanganan lebih lanjut. Kalkuli sering dibentuk oleh substansi campuran. Pada tabel
2 di bawah menyajikan komposisi dari kalkuli yang relevan dengan klinis dan
komponen mineralnya.

Tabel 2. Komposisi Kalkuli 10

Nama Kimia Nama Mineral Formula Kimia

Kalsium oksalat Whewellite CaC2O4.H2O


monohidrat

Kalsium Oksalat dihidrat Wheddelite CaC2O4.2H2O


Kalsium phospat dasar Apatite Ca10(PO4)6..(OH)2

Kalsium hidroksil Carbonic apatite Ca5(PO3)3..(OH)


phospat

B-trikalsium phospat Whitlockite Ca3(PO4)2

Karbonat apatite phospat Dahlite Ca5(PO4)3OH

Kalsium hidrogen Brushite PO4.2H2O


phospat

Kalsium karbonat Aragonite CaCO3

Oktakalsium phospat Ca8H2(PO4)6.5H2O

Asam urat Uricite C5H4N4O3

Asam urat dihidrat Uricite C5H4O3-2H2O

Amonium urat NH4C5H3N4O3

Sodium asam urat NaC5H3O3.H2O


monohidrat

Magnesium amonium Struvite MgNH4PO4.6H2O


phospat
Asam magnesium Newberyite MbHPO4.3H2O
phospat trihidrat

Magnesium amonium Dittmarite MgNH4(PO4).1H2O


phospat monohidrat

Sistin [SCH2CH(NH2)COOH]2

Gipsum Kalsium sulfat CaSO4.2H2O


dihidrat Zinc phospat
Zn3(PO4)2.4H2O
tetrahidrat

Xantin

2,8-Dihidroksiadenin

Protein

Kolesterol

Kalsit

Potasium urat

Trimagnesium phospat

Melamin
Matrix

Batu obat Komponen aktifnya


menjadi kristal di urin

Corpus alienum di
kalkuli

4.3 Klasifikasi Berdasarkan Ukuran dan Lokasi


Berdasarkan diameter ukurannya secara dua dimensi dibagi menjadi >5 cm, 4-10
cm, 10-20 cm, dan >20 cm. Sedangkan berdasarkan posisi anatominya kalkuli dibagi
menjadi: calyx superior, medius, atau inferior; pelvis renali; ureter proksimal, medius,
dan distal; dan vesica urinaria.
4.4 Klasifikasi Berdasarkan Gambaran Radiologis
Pembagian kalkuli berdasarkan gambaran radiologisnya menjadi tiga yaitu:
radiopak, radiopak lemah, dan radiolusen. Yang bersifat radiopak yaitu: kalkuli
kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat monohidrat, dan kalsium phospat. Yang
gambaran radiologisnya radiopak lemah: magnesium ammonium phospat, apatite,
dan sistin. Dan yang tergolong radiolusen: kalkuli asam urat, amonium urat, xanthin,
2,8-didroksiadenin, batu karena obat-obatan.
5. Patofisiologi
Adanya kalkuli dalam traktus urinarius disebabkan oleh dua fenomena dasar.
Fenomena pertama adalah supersaturasi urin oleh konstituen pembentuk batu,
termasuk kalsium, oksalat, dan asam urat. Kristal atau benda asing dapat bertindak
sebagai matriks kalkuli, dimana ion dari bentuk kristal super jenuh membentuk
struktur kristal mikroskopis. Kalkuli yang terbentuk memunculkan gejala saat mereka
membentur ureter waktu menuju vesica urinaria. Fenomena kedua, yang kemungkinan
besar berperan dalam pembentukan kalkuli kalsium oksalat, adalah adanya
pengendapan bahan kalkuli matriks kalsium di papilla renalis, yang biasanya
merupakan plakat Randall (yang selalu terdiri dari kalsium fosfat). Kalsium fosfat
mengendap di membran dasar dari Loop of Henle yang tipis, mengikis ke interstitium,
dan kemudian terakumulasi di ruang subepitel papilla renalis. Deposit subepitel, yang
telah lama dikenal sebagai plak Randall, akhirnya terkikis melalui urothelium papiler.
Matriks batu, kalsium fosfat, dan kalsium oksalat secara bertahap diendapkan pada
substrat untuk membentuk kalkulus pada traktus urinarius.
Faktor Intrinsic : Faktor Idiopatik : Faktor Ekstrinsik :

- Herediter - Dehidrasi - Asupan air


- Umur - ISK - Diit
- Jenis kelamin - Obstruksi saluran perkemihan - Pekerjaan

Defisiensi kadar magnesium,

Sifat prifosfor, mukoprotein

dan

Mual muntah Resiko kristalisasi mineral

Penumpukan kristal

Resiko tinggi kekurangan

Volume cairan Pengendapan batu saluran kemih

Berhubungan dengan mual

Dan muntah

Sumbatan saluran kemih Batu merusak dinding setempat

Spasme batu saat turun Hematuresis

dari ureter

BAK tidak tuntas

Nyeri

Perubahan pola

eliminasi urin
6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk diagnosa pasti adanya batu adalah dengan Intravenous Pielography
(IVP) dan foto polos abdomen atau Blass Nier Overzicht (BNO). Namun pada keadaan
tertentu misalnya wanita hamil, ada riwayat tak tahan dengan zat kontras, ditentukan
dengan sensitif untuk mendeteksi batu ureteral vesical junction dibandingkan dengan
IVP, namun juga dikatakan bahwa USG tidak dapat mendeteksi batu ureter tengah dan
distal.
Ultrasonografi abdomen terbatas digunakan dalam diagnosis dan pengelolaan
urolitiasis. Meskipun ultrasonografi sudah tersedia, dilakukan dengan cepat dan
sensitif terhadap kalkuli ginjal, hampir sulit mendeteksi adanya batu ureter
(sensitivitas: 19 persen), yang kemungkinan besar bersifat simtomatik daripada
kalkuli ginjal. Namun, jika batu ureter itu ada, divisualisasikan dengan ultrasound,
temuannya dapat diandalkan (spesifisitas: 97 persen). Pemeriksaan ultrasonografi juga
sangat sensitif terhadap hidronefrosis, yang mungkin merupakan manifestasi
obstruksi ureter, namun seringkali terbatas pada penentuan tingkat atau sifat
obstruksi.
Radiografi polos BNO mungkin cukup untuk mendokumentasikan ukuran dan
lokasi kalkuli yang bersifat radiopaque. Batu yang mengandung kalsium, seperti batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat, paling mudah dideteksi dengan radiografi. Batu
yang bersifat radiopaque lemah, seperti batu asam urat murni dan batu yang terutama
terdiri dari sistin atau magnesium amonium fosfat, mungkin sulit, jika tidak mungkin,
untuk dideteksi pada radiografi film biasa.

7. Penatalaksanaan
Pengobatan urolitiasis meliputi penanganan darurat kolik renalis (ureter),
termasuk jika ada indikasi untuk intervensi pembedahan, dan terapi medis untuk
kalkulinya. Dalam keadaan darurat dimana ada kekhawatiran tentang kemungkinan
gagal ginjal, fokus pengobatan adalah harus memperbaiki dehidrasi, mengobati infeksi
saluran kemih, mencegah terjadinya jaringan parut, mengidentifikasi pasien dengan
ginjal fungsional soliter, dan mengurangi risiko cedera ginjal akut akibat
nefrotoksisitas kontras, terutama pada pasien. dengan azotemia yang sudah ada
sebelumnya (kreatinin > 2 mg/dL), diabetes, dehidrasi, atau multiple myeloma.
Hidrasi intravena yang adekuat sangat penting untuk meminimalisi efek nefrotoksik
dari media kontras.
Sebagian besar pasien hidronefrosis karena urolitiasis yang berukuran kecil
dapat ditangani dengan melakukan observasi dan pemberian asetaminofen. Kasus
yang lebih serius dengan nyeri yang sulit ditangani mungkin memerlukan drainase
dengan memasang stent nefrostomi stent atau perkutan. Stent ureter interna biasanya
lebih disukai dalam situasi ini karena dapat menurunkan angka morbiditas.
Ukuran batu merupakan faktor yang sangat penting untuk dapat memprediksi
perjalanannya dalam traktur urinarius. Batu yang berdiameter kurang dari 4 mm
memiliki kemungkinan 80% dapat melewati traktus urinarius secara spontan. Dan
menurun sebesar 20% jika batu berdiameter >8mm. Tapi perjalanan batu pada traktus
urinarius juga tergantung pada bentuk dan lokasi pasti dari batu, dan anatomi dari
traktus urinarius bagian superior. Jika terjadi obstruksi pada junctura ureteropelvis
meskipun berukuran kecil sangat sulit melwati junctura tersebut.
Terapi medikamentosa untuk kalkulus memerlukan waktu yang panjang. Tujuan
pemberian obat adalah untuk melarutkan atau menghancurkan kalkulus sehingga dapat
melewati traktus urinarius dengan mudah. Selain itu bertujuan untuk mencegah
munculnya kembali kalkulus pada traktus urinarius. Terutama pada pasien yang memiliki
risiko tinggi seperti menderita urolitiasis sebelum umur 30 tahun, memiliki keluarga yang
sama menderita urolitiasis, dan pasien yang menderita urolitiasis setelah pembedahan.
Batu yang berdiameter lebih besar (yaitu, ≥ 7mm) yang tidak mungkin lewat
secara spontan memerlukan beberapa jenis prosedur pembedahan. Dalam beberapa
kasus, pasien dengan batu berukuran besar perlu menjalani rawat inap di rumah sakit.
Namun, kebanyakan pasien dengan kolik ginjal akut dapat diobati secara rawat jalan.
Sekitar 15-20% pasien memerlukan intervensi invasif karena ukuran batu yang besar,
penyumbatan, infeksi, atau nyeri yang sulit diatasi. Teknik yang tersedia untuk ahli
urologi saat batu tersebut gagal melewati traktus urinarius secara spontan meliputi:
 Penempatan stent
 Nefrostomi perkutan
 Extraporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
 Ureteroscopi (URS)
 Nephrostolithotomi Perkutan
 Open nephrostomy
 Anatrophic nephrolithotomy
 BAB 2

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian 
Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang berhubungan
dengan pasien secara sistematis.
Pengkajian keperawatan pada ureterolithiasis tergantung pada ukuran, lokasi,
dan etiologi kalkulus (Doenges, 1999 Hal 672).
1.1. Aktivitas / istirahat  
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas / mobilitas sehubungan
kondisi sebelumnya.
1.2. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit hangat
dan kemerahan, pucat.
1.3. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi
vesica urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda : oliguria, hematuria, piuruia, perubahan pola berkemih 
1.4. Makanan / cairan  
Gejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium
oksalat / fosfat, ketidakcukupan intake cairan
Tanda : Distensi abdominal, penurunan / tidak ada bising usus , muntah
1.5. Nyeri / kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu, nyeri
dapat digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan perubahan
posisi atau tindakan lain
Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen
1.6. Keamanan 
Gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil 
1.7. Penyuluhan dan Pembelajaran  
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, ISK,
paratiroidisme, hipertensi, pengguna antibiotik, antihipertensi, natrium
bikarbonat, allopurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan
vitamin  
1.8. Pemeriksaan diagnostic : Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey
biokimia, foto Rontgen, IVP, sistoureteroskopi, scan CT, USG.

2. Diagnosa Keperawatan 
Diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan pada pasien dengan batu
ureter adalah :
Pre Operasi : 
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan 
b. Perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi mekanik 
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca
obstruksi 
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi,
tidak mengenal sumber informasi
Post Operasi : 
a. Resiko kurang volume cairan b.d. haemoragik/ hipovolemik
b. Nyeri b.d insisi bedah 
c. Perubahan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter 
d. Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter. 

3. Perencanaan 
Dari diagnosa yang telah disusun berdasarkan data dari pengkajian, maka
langkah selanjutnya adalah menyusun intervensi.
Pre Operasi : 

a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan  


Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
1) Catat lokasi nyeri, lamanya intensitas, dan penyebaran
Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan pergerakan kalkulus.  
2) Jelaskan penyebab nyeri  
Rasional : memberi kesempatan untuk pemberian analgetik dan membantu meningkatkan
koping klien.  
3) Lakukan tindakan nyaman  
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan meningkatkan
koping.  
4) Bantu dengan ambulasi sesuai indikasi  
Rasional : mencegah stasis urine  
5) Kolaborasi : pemberian obat sesuai indikasi 
Rasional : mengurangi keluhan 
b. Perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi mekanik
Tujuan : Mempertahankan fungsi ginjal adekuat
Intervensi :
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine
Rasional : memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
2) Tetapkan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi
Rasional : kalkulus dapat menyebabkan eksibilitas saraf, sehingga menyebabkan sensasi
kebutuhan berkemih segera.
3) Dorong peningkatan intake cairan
Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan dapat membantu lewatnya
batu
4) Periksa semua urine, catat adanya batu
Rasional : penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe dan jenis batu untuk pilihan
terapi
5) Selidiki keluhan kandung kemih penu
Rasional : Retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan 
6) Kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium
Rasional : hal ini mengindikasikan fungsi ginjal. 

c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca
obstruksi
Tujuan : Mencegah komplikasi
Intervensi : 
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran
Rasional : membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu dalam
evaluasi adanya kerusakan ginjal
2) Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 liter / hari dalam toleransi jantung
Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis tindakan “mencuci”
yang dapat membilas batu keluar.
3) Observasi tanda-tanda vital 
Rasional : indikasi hidrasi / volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi 
4) Kolaborasi : awasi Hb. / Ht., elektrolit 
Rasional : mengkaji hidrasi dan keefektifan / kebutuhan intervensi  
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi,
tidak mengenal sumber informasi
Tujuan : Memberikan informasi tentang proses penyakitnya / prognosis dan kebutuhan
pengobatan
Intervensi :  
1) Kaji ulang proses penyakit
Rasional : memberikan pengetahuan dasar di mana klien dapat 
membuat pilihan berdasarkan informasi  
2) Tekankan pentingnya peningkatan masukan cairan  Rasional : pembilasan sistem ginjal
menurunkan kesempatan pembentukan batu 
3) Kaji ulang program diet
4) Rasional : diet tergantung tipe batu 

4. Intervensi Keperawatan

No Dx Keperawatan SLKI SIKI


1. Nyeri akut (D.007) Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri:
Definisi: (L.080.66) (1.08238)
Pengalaman sensorik Tingkat nyeri menurun dengan 1.Observasi.
atau emosional yang kriteria hasil: a. Lokasi,karakteristik, durasi,
berkaitan dengan 1.Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas, intensitas
kerusakan jaringan 2.Fokus membaik nyeri.
aktual atau 3. Meringis menurun b. Identitas skala nyeri
fungsional, 4. Sifat protektif menurun c. Identitas respon nyeri
dengan onset 5. Gelisah menurun nonverbal
mendadak atau 6. Kemampuan menuntaskan d. Identitas faktor
lambat aktivitas yangmemperberat dan
dan berintensitas 7. Kesulitan tidur memperingan nyeri
ringan hingga berat menurun e. Identitas
yang berlangsung 8. Berfokus pada diri sendiri pengetahuan dan keyakinan
kurang dari 3 bulan. menurun tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
2. Risiko infeksi b.d Tingkat infeksi Manajemen
penyakit kronis (L.14137) imunisasi/vaksinasi
(D.0142). Setelah dilakukan Tindakan (l.14508)
Definisi : selama 3x24 jam di harapkan Definisi:
Beresiko mengalami ekspetasi infeksi menurun Mengidentifikasi dan
peningkatan
Kriteria hasil: mengelola pemberian
terserang organisme
patogenik a. Demam menurun pemberian kekebelan tubuh
b. Kemerahan menurun secara aktif dan pasif
c. Nyeri menurun Observasi;
d. Bengkak menurun 1.Identifikasi Riwayat
Kesehatan dan Riwayat alergi
2.Identifikasi status imunisasi
setiap kunjungan ke pelayaan
Kesehatan
Terapeutik;
1.Jadwalkan imunisasi pada
interval waktu yang tepat
Edukasi:
1.Jelaskan tujuan dan,
manfaat, reaksi, yeng terjadi

3. Resiko perdarahan Tingkat perdarahan Pencegahan perdarahan


berhubungan dengan (L.02017) (1.02067)
trauma efek samping
pembedahan. Setelah dilakukan intervensi Definisi:
keperawatn selama 2x24 jam di Mengidentifikasi dan
harapkan perdarahan menurun menurunkan risiko atau
komplikasi stimulus yang
Kriteria hasil menyebabkan perdarahan atau
1) Kelembapan risiko perdarahan.
membrane mokosa
cukup meningkat Observasi:
2) Kelembapan kulit 1) Monitor tanda dan
meningkat gejala perdarahan
3) Hemoptisis 2) Monitor nilai
menurun hematokrit/hemoglobin
4) Hematemesis sebelum dan setelah
menurun kehilangan darah
5) Hematuria menurun 3) Monitor tanda tanda
vital

Terapeutik;
1) Pertahankan bedstres
selama perdarahan
2) Batasi Tindakan
invasive, jika perlu

Edukasi:
1) Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
2) Anjurkan
mengguanakan kaos
kaki saat ambulasi
3) Anjurkan
meningkatkan cairana
untuk menghindari
konstipasi

Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdaraahan
4. Ansietas b.d Tingkat ansietas Reduksi ansietas
perubahan dalam (L.09093) (l.09314)
(status kesehatan). Setelah dilakukan intervensi Definisi:
(D.0080). keperawatan 1x24 jam Meminimalkan kondisi
Definisi: dirarapkan kecemasa menurun individu dan pengalaman
Kondisi emosi dan Kriteria hasil: subyektif terhadap objek yang
pengalaman subjektif 1) Verbalisasi tidak jelas dan spesifik akibat
individu terhdap kebingungan menurun antisipasi bahaya yang
objek yang tidak 2) Verbalisasi khawatir memungkinkan individu
jelas dan spesifik akibat kondisi yang di melakukan Tindakan untuk
akibat antisipasi
bahaya yang hadapi menurun menghadapi ancaman
memungkinkan 3) Perilaku gelisah Observasi:
individu melakukan menurun 1.Identifikasi saat ansietas
untuk menghadapi 4) Perilaku tegang berubah
ancaman menurun 2.Memonitor tanda tanda
ansietas
Terapeutik:
1.Ciptakan suasana terapeutik
untuk menciptakan
kepercayaan
2.Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan
3.Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
Edukasi:
1.Anjurkan keluarga untuk
selalu Bersama apsein
2.Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepssi
Kolaborasi:
1.Kolaborasi pemberian obat
ansietas

5 Kesiapan Eliminasi Urine Manajemen eliminasi urine


peningkatan (L.04034) (l.04152)
Eliminasi urin
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi Definisi:
prostat keperawatan 1x24 jam Mengidentifikasi dan
diharapkan eliminasi urin mengelola gangguan pola
Definisi: menurun eliminasi
Pola fungsi system
perkemihan yang Kriteria hasil: Observasi:
cukup untuk 1. Desakan berkemih 1) identifikasi tanda dan
memenuhi kebutuhan menurun gejala retensi atau
eliminasi yang dapat 2. desakan berkemih inkontinensia urine
ditingkatkan (urgensi) menurun 2) monitor eliminasi urine
3. distensi kandung kemih
menurun Terapeutik:
1) catat waktu waktu dan
haluaran berkemih
2) batasi asupan cairan
jika perlu
3) ambil sampel urine
tengah (midstream)
atau kultur
Edukasi:
1) anjurkan tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih
2) anjurkan mengukur
cairan dan haluaran
urine
3) anjurkan mium yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
4) kolaborasi pemberian
obat supositoria uretra

6 Retensi Urin Eliminasi Urine Manajemen eliminasi urine


berhubungan dengan (L.04034) (l.04152)
peningkatan tekanan
uretra Setelah dilakukan intervensi Definisi:
(D.0050) keperawatan 1x24 jam Mengidentifikasi dan
diharapkan eliminasi urin mengelola gangguan pola
Definisi: menurun eliminasi
Pengosongan Kriteria hasil:
kandungan kemih 4. Desakan berkemih Observasi:
yang tidak lengkap menurun 3) identifikasi tanda dan
5. desakan berkemih gejala retensi atau
(urgensi) menurun inkontinensia urine
6. distensi kandung kemih 4) monitor eliminasi urine
menurun
Terapeutik:
4) catat waktu waktu dan
haluaran berkemih
5) batasi asupan cairan
jika perlu
6) ambil sampel urine
tengah (midstream)
atau kultur
Edukasi:
5) anjurkan tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih
6) anjurkan mengukur
cairan dan haluaran
urine
7) anjurkan mium yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
8) kolaborasi pemberian
obat supositoria uretra
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
A. Kasus
Tn. N datang ke RSUD JOMBANG pada tanggal 04 januari 2022.pasien datang
bersama istrinya. Pasien dating dengan keluhan nyeri pada bagian perut sampai
pinggang dan mengeluh susah buang air kecil/anyang-anyangen pasien
mengatakan sudah 2 bulan merasakan nyeri dan anyang-anyangen Tanda tanda
vital 120/90 mmhg, suhu 36ͦC, Nadi:90x/menit , RR:22 x/ menit, kesadaran
composmentis, GCS 4,5,6. Pasien terpasang kateter. Diagnosa medis pasien
adalah batu ureter.
B. Pengkajian
1. Identitas pasien
a. Nama : Tn. N
b. Umur :43 tahun
c. Agama : islam
d. Alamat : Ploso, Genep, Perak
e. Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan :
g. Tanggal MRS : 04 Januari 2022
h. Diagnosa medis : Batu Ureter
i. Nomor register : 18 07 58
j. Tanggal pengkajian : 04 januari 2022

2. Keluhan utama
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien nyeri bagian dari pinggang sampai perut
dengan skala nyeri 4-5 di karenakan susah BAK
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasakan nyeri hebat dari pinggang sampai perut karena batu ureter

4. Riwayat penyakit masa lalu


Anyang anyangan atau sulit BAK
5. Riwayat Kesehatan keluarga
Tidak ada
6. Pola aktivitas sehari-hari
a. Pola tidur/istirahat
- Sebelum MRS : pasien tidurnya tidak teratur di karenakan pasien sering
merasakan ingin BAK
- Setelah MRS : pasien tidurnya normal
b. Pola eliminasi
- Sebelum MRS : Pasien BAB teratur dan BAK sehari 2 kali
- Setelah MRS : Pasien BAB tidak lancar konsistensi keras dan BAK
lancar dengan di pasang irigasi katereter three way kateter sehari 1000 cc 24
jam pertama setelah operasi, disaat pengkajian warna kemerahan, berbau
khas
c. Pola kebersihan diri
- Sebelum MRS : Pasien mandi 3 kali sehari
- Setelah MRS : Pasien di bersihkan menggunakan waslap dengan air
hangat, gigi bersih tidak ada karises, mulut bersih dan tidak berbau
d. Pola kegiatan/kebersihan lain
- Sebelum MRS : Pasien beraktivitas sehari-hari
- Setelah MRS : Pasien sehari-hari di bersihkan oleh keluarga, di gantikan
pakaiannya
e. Pola hubungan peran (konsep diri)
 Sebelum MRS : Pasien tidak percaya diri
 Setelah MRS : Sejak sakit pasien mendapatkan dukungan keluarganya
untuk semangat sembuh
f. Pola seksual
Sebelum dan sesudah MRS: Genetalia pasien terpasang Pola penanggulangan
stress
1. Pasien berfikir positif
7. Data psikososial
 Sebelum MRS : Pasien merasa khawatir dan cemas dengan dirinya
 Setelah MRS : Pasien percaya bahwa dirinya bisa sembuh

8. Data spiritual
Sebelum dan Setelah MRS: Pasien berdoa agar cepat sembuh.

9. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1. Status gizi:
2. BB sebelum MRS:65kg

BB setelah MRS: 60 kg

3. Tinggi: 172 cm
4. Tanda-tanda vital
Tekanan darah: 120/90 mmhg Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36℃ RR : 22 x/menit
5. Pemeriksaan kepala dan leher
 Inspeksi
Terlihat rambut pasien pendek ikal terlihat tidak ada ketombe, warna rambut
hitam, rambut tidak berminyak tidak ada benjolan
 Palpasi
Kepala tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan, leher tidak ada nyeri
tekan dan tidak ada benjolan
6. Mata
 Inspeksi
Konjungtiva anemis, klera tidak ikterik, Reflek pupil baik, Mata simetris
 Palpasi
Mata kanan kiri tidak ada benjolan
7. Thorak/dada
 Inspeksi
Bentuk dada simetris, Pola nafas normal
 Auskultasi
Suara paru vaskuler tidak ada suara tambahan, jantung terdengar S1 dan
S2 lup-dup, Irama teratur
 Palpasi
 Tidak ada nyeri, Frekuensi nafas 20x/menit
8. Abdomen
 Inspeksi
Terlihat perut normal
 Palpasi
Adanya nyeri tekan di 7,8,9 regio
9. Kelainan dan daerah sekitarnya
 Sebelum MRS : Pasien merasa sakit Ketika ingin BAK
 Setelah MRS : Tidak ada kelainan pada pasien
10. Muskuluskeletal
Pasien mengatakan bahwa saat mencoba untuk duduk, pasien merasa perutnya
nyeri , namun kekuatan otot cukup baik.
11. Neurologi
Sistem persyarafan (Lemas, composmetis, GCS E4, M6 V5, tidak ada kejang).
10. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
1) Urine Lengkap

PH 1.010 1000-1.030
Protein 8,5 5,5-7
HGlukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negative

2) Darah

Glukosa darah sewaktu 84 ≤200 mg/dl

3) USG
4) Foto rongent

11. Penatalaksanaan
Konservatif:

 Injeksi Santagesik 3x sehari


 Injeksi plasminex
 Cairan infus Asering 2:2
 Antibiotic cefazol
 Transfusi
Invatif:
 Operasi

Jombang, 04 Januari 2022


Aldi Praja Alamin
ANALISA DATA

Nama pasien : Tn. N Dx. Medis : Batu Ureter


No. Register : 18 07 58 Ruangan : Bima

No. Kelompok data Kemungkinan penyebab Masalah


1. S : klien mengatakn air Iritasi kanduung kemih Gangguan Eliminasi Urin
kencing pasca operasi Efek tindakan medis dan
berwarna kemerahan diagnostik

O : tekana darah 120/90


mmhg, suhu 36℃, nadi 90
x/menit, RR 22 x/menit

2. S : Pasien mengatakan Agenpencederafisiologis Nyeri akut


nyeri pada bagian area
post operasi. Agen pecedera fisik
Terpasang irigasi three
way kateter, dan traksi
kateter 24 jam pertama
pasca operasi

O : tekanan darah 120/90


mmhg, suhu 36℃, nadi 90
x/menit, RR 22 x/menit
3 S : Pasien mengatakan Tirah baring Intoleransi aktivitas
kesulitan dalam bergerak Kelemahan
atau ketika ingin duduk Imobilitas
O : Sistem persyarafan
lemas, composmetis, GCS
E4,M6, V5
RENCANA KEPERAWATAN

Nama pasien : Tn. N Dx. Medis : Batu Ureter


No. Register : 18 07 58 Ruangan : Bima

No. SDKI SLKI SIKI


1. Gangguan eliminasi urine Eliminasi Urine Manajemen eliminasi urine
berhubungan dengan (L.04034) (l.04152)
penurunan kapasitas Setelah dilakukan
kandung kemih intervensi keperawatan Definisi:
(D.0040) 1x24 jam diharapkan Mengidentifikasi dan
eliminasi urin menurun mengelola gangguan pola
Definisi: eliminasi
Disfungsi eliminasi urine
Kriteria hasil: Observasi:
1) . Desakan 1) identifikasi tanda
berkemih dan gejala retensi
menurun atau inkontinensia
2) desakan urine
berkemih 2) monitor eliminasi
(urgensi) urine
menurun
3) distensi kandung Terapeutik:
kemih menurun 1) catat waktu waktu
dan haluaran
berkemih
2) batasi asupan cairan
jika perlu
3) ambil sampel urine
tengah (midstream)
atau kultur

Edukasi:
1) anjurkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
2) anjurkan mengukur
cairan dan haluaran
urine
3) anjurkan mium yang
cukup, jika tidak
ada kontraindikasi
kolaborasi pemberian
Edukasi:
1) anjurkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
2) anjurkan mengukur
cairan dan haluaran
urine
3) anjurkan mium yang
cukup, jika tidak
ada kontraindikasi
kolaborasi pemberian
obat supositoria uretra
2 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan manajemen nyeri (1.08238)
pecedera fisik (D.0077) analgesik keperawatan Observasi
3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi
Definisi : ekspektasi tingkat nyeri lokasi,
Pengalaman sensorik atau menurun karakteristik,
emosional yang berkaitan Kriteria hasil durasi,
dengan kerusakan jaringan a) Keluhan nyeri frekuensi,
analgek atau fungsional, menurun kualitas dan
dengan onset mendadak b) Meringis intensitas nyeri
atau lambat dan menurun 2. Idenfikasi skala nyeri
berintensitas ringan hingga c) Kesulitan tidur Terapeutik
berat yang berlangsung menurun 3. Berikan analge
kurang dari 3 bulan d) TTV membaik nonfarmakologis untuk
e) Pola napas mengurangi rasa nyeri
membaik Edukasi
4. Ajarkan analge
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

1 Kolaborasi pemberian
analgesik jika perlu

3. Intoleransi aktivitas b.d Managemen energi


tirah baring dan Toleransi aktivitas (l.05178)
imobilisasi (D.0056) (L.050047)
Definisi : Definisi:
Ketidakcukupan energi Setelah dilakukan mengidentifikasi dan
untuk melakukan aktifitas intervensi keperawatan mengelola penggunaan
sehari-hari 1x24 jam di harapkan energi untuk mengatasi atau
toleransi aktivitas mencegah kelelahan dan
Kriteria hasil: mengoptimalkan proses
1) Keluhan nadi pemulihan
meningkat
2) Keluhan Lelah Observasi:
menurun 1. Monitor pola jam
3) Dispnea saatn
aktivitasmenurun tidur
4) Dipsnea setelah 2. Monitor kelelahan
aktivitas fisisk dan emosional
menurun 3. Identifikasi
gangguan fungsi
tubuh yang
mengakibatkan
kelelahan
Terapiutik:
1) Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
Edukasi:
1) Anjurkan tirah
baring
2) Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahn
tidak berkurang
Kolaborasi
1) Kolaborasi denagn
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2006). Diagnosa Keperawatan. (edisi enam). Jakarta : EGC. Doenges ME, dkk.,
Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta, 2000 Engram, Barbara, Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah, volume I, EGC,  Jakarta , 1999
Engram, B. (2003).Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1.Jakarta :  EGC
Aulawi, K. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Muttaqin, A & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
salemba Medika.
Purnomo, B. (2008). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
Iskandar, Y. (2009). Pustaka Kesehatan Populer Saluran Pencernaan. Jakarta : PT Bhuana
Ilmu Populer
.

Anda mungkin juga menyukai