Disusun Oleh :
Aldi Praja Alamin (7420002)
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter .Batu ureter pada
umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat
sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa
sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang
besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan
obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi
hematuria yang didahului oleh serangan kolik. (R. Sjamsuhidajat, 2003).
Urolitiasi yang masih berukuran kecil umumnya tidak menunjukkan gejala yang
signifikan, namun perlahan seiring berjalannya waktu dan perkembangan di saluran
kemih akan menimbulkan gejala seperti rasa nyeri (kolik renalis) di punggung, atau perut
bagian bawah.
Kolik didefinisikan sebagai nyeri tajam yang disebabkan oleh sumbatan, spasme otot
polos, atau terputarnya organ berongga. Kolik renal berarti nyeri tajam yang disebabkan
sumbatan atau spasme otot polos pada saluran ginjal atau saluran kencing. Nyeri klasik
pada pasien dengan kolik renal akut ditandai dengan nyeri berat dan tiba-tiba yang
awalnya dirasakan pada regio flank dan menyebar ke anterior dan inferior. Hampir 50%
dari pasien merakan keluhan mual dan mutah. Kolik ginjal biasanya nyeri berat, pasien
tidak bisa istirahat (posisi irrespektif). Berbeda dengan pasien peritonitis yang cenderung
berbaring saja dan tidak mau bergerak. Gejala lain adalah lemas, berkeringat, dan nyeri
ringan saat palpasi abdominal ginjal. Namun untuk batu staghorn walaupun besar sering
tanpa gejala nyeri karena jenis batu ini membesar mengikuti system anatomi saluran
ginjal. Gejala dari batu ginjal atau batu ureter dapat diprediksi dari pengetahuan tempat
terjadinya obstruksi. Nyeri yang khas dirasakan pada testis untuk pasien pria dan labia
mayora pada pasien wanita.
Lokasi dan karakteristik dari nyeri pada urolitiasis meliputi:
a. Di ureteropelvic: nyeri bersifat ringan sampai berat dirasakan lokasinya agak dalam
dalam regio flank tanpa penyebaran ke regio inguinal, urgensi (dorongan kuat untuk
berkemih disertai dengan kandung kemih yang tidak nyaman dan banyak berkemih),
frekuensi (sering berkemih), disuria (nyeri saat berkemih) dan stranguria
(pengeluaran urin yang lambat dan nyeri akibat spasme uretra dan kandung kemih).
b. Di ureter: nyeri yang mendadak, berat, nyeri di regio flank dan ipsilateral dari
abdomen bagian bawah, menyebar ke testes atau vulva, mual yang terus menerus
tanpa muntah
c. Di ureter bagian proksimal: nyeri menyebar ke regio flank atau area lumbar
d. Di ureter di bagian medius: nyeri menyebar ke anterior dan caudal - Di uterer di
bagian distal: menyebar ke inguinal atau testes atau labia majora
e. Waktu melewati vesica ruinaria: paling sering asimptomatis, retensio urin
posisional
4. Klasifikasi
4.1 Klasifikasi berdasarka etiologi
Berdasarkan etiologinya urolitiasis dapat diklasifikasikan menjadi: infeksi, non
infeksi, genetik, atau efek samping obat. Dapat dilihat pada tabel 1.
Table 1
a. Kalsium oksalat
b. Kalsium phospat
c. Asam urat
b. Karbonat apatit
c. Amonium urat
Genetik
a. Cistin
b. Xanthin
c. 2,8-dihidroksiadenin
Obat
Sistin [SCH2CH(NH2)COOH]2
Xantin
2,8-Dihidroksiadenin
Protein
Kolesterol
Kalsit
Potasium urat
Trimagnesium phospat
Melamin
Matrix
Corpus alienum di
kalkuli
dan
Penumpukan kristal
Dan muntah
dari ureter
Nyeri
Perubahan pola
eliminasi urin
6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk diagnosa pasti adanya batu adalah dengan Intravenous Pielography
(IVP) dan foto polos abdomen atau Blass Nier Overzicht (BNO). Namun pada keadaan
tertentu misalnya wanita hamil, ada riwayat tak tahan dengan zat kontras, ditentukan
dengan sensitif untuk mendeteksi batu ureteral vesical junction dibandingkan dengan
IVP, namun juga dikatakan bahwa USG tidak dapat mendeteksi batu ureter tengah dan
distal.
Ultrasonografi abdomen terbatas digunakan dalam diagnosis dan pengelolaan
urolitiasis. Meskipun ultrasonografi sudah tersedia, dilakukan dengan cepat dan
sensitif terhadap kalkuli ginjal, hampir sulit mendeteksi adanya batu ureter
(sensitivitas: 19 persen), yang kemungkinan besar bersifat simtomatik daripada
kalkuli ginjal. Namun, jika batu ureter itu ada, divisualisasikan dengan ultrasound,
temuannya dapat diandalkan (spesifisitas: 97 persen). Pemeriksaan ultrasonografi juga
sangat sensitif terhadap hidronefrosis, yang mungkin merupakan manifestasi
obstruksi ureter, namun seringkali terbatas pada penentuan tingkat atau sifat
obstruksi.
Radiografi polos BNO mungkin cukup untuk mendokumentasikan ukuran dan
lokasi kalkuli yang bersifat radiopaque. Batu yang mengandung kalsium, seperti batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat, paling mudah dideteksi dengan radiografi. Batu
yang bersifat radiopaque lemah, seperti batu asam urat murni dan batu yang terutama
terdiri dari sistin atau magnesium amonium fosfat, mungkin sulit, jika tidak mungkin,
untuk dideteksi pada radiografi film biasa.
7. Penatalaksanaan
Pengobatan urolitiasis meliputi penanganan darurat kolik renalis (ureter),
termasuk jika ada indikasi untuk intervensi pembedahan, dan terapi medis untuk
kalkulinya. Dalam keadaan darurat dimana ada kekhawatiran tentang kemungkinan
gagal ginjal, fokus pengobatan adalah harus memperbaiki dehidrasi, mengobati infeksi
saluran kemih, mencegah terjadinya jaringan parut, mengidentifikasi pasien dengan
ginjal fungsional soliter, dan mengurangi risiko cedera ginjal akut akibat
nefrotoksisitas kontras, terutama pada pasien. dengan azotemia yang sudah ada
sebelumnya (kreatinin > 2 mg/dL), diabetes, dehidrasi, atau multiple myeloma.
Hidrasi intravena yang adekuat sangat penting untuk meminimalisi efek nefrotoksik
dari media kontras.
Sebagian besar pasien hidronefrosis karena urolitiasis yang berukuran kecil
dapat ditangani dengan melakukan observasi dan pemberian asetaminofen. Kasus
yang lebih serius dengan nyeri yang sulit ditangani mungkin memerlukan drainase
dengan memasang stent nefrostomi stent atau perkutan. Stent ureter interna biasanya
lebih disukai dalam situasi ini karena dapat menurunkan angka morbiditas.
Ukuran batu merupakan faktor yang sangat penting untuk dapat memprediksi
perjalanannya dalam traktur urinarius. Batu yang berdiameter kurang dari 4 mm
memiliki kemungkinan 80% dapat melewati traktus urinarius secara spontan. Dan
menurun sebesar 20% jika batu berdiameter >8mm. Tapi perjalanan batu pada traktus
urinarius juga tergantung pada bentuk dan lokasi pasti dari batu, dan anatomi dari
traktus urinarius bagian superior. Jika terjadi obstruksi pada junctura ureteropelvis
meskipun berukuran kecil sangat sulit melwati junctura tersebut.
Terapi medikamentosa untuk kalkulus memerlukan waktu yang panjang. Tujuan
pemberian obat adalah untuk melarutkan atau menghancurkan kalkulus sehingga dapat
melewati traktus urinarius dengan mudah. Selain itu bertujuan untuk mencegah
munculnya kembali kalkulus pada traktus urinarius. Terutama pada pasien yang memiliki
risiko tinggi seperti menderita urolitiasis sebelum umur 30 tahun, memiliki keluarga yang
sama menderita urolitiasis, dan pasien yang menderita urolitiasis setelah pembedahan.
Batu yang berdiameter lebih besar (yaitu, ≥ 7mm) yang tidak mungkin lewat
secara spontan memerlukan beberapa jenis prosedur pembedahan. Dalam beberapa
kasus, pasien dengan batu berukuran besar perlu menjalani rawat inap di rumah sakit.
Namun, kebanyakan pasien dengan kolik ginjal akut dapat diobati secara rawat jalan.
Sekitar 15-20% pasien memerlukan intervensi invasif karena ukuran batu yang besar,
penyumbatan, infeksi, atau nyeri yang sulit diatasi. Teknik yang tersedia untuk ahli
urologi saat batu tersebut gagal melewati traktus urinarius secara spontan meliputi:
Penempatan stent
Nefrostomi perkutan
Extraporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
Ureteroscopi (URS)
Nephrostolithotomi Perkutan
Open nephrostomy
Anatrophic nephrolithotomy
BAB 2
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang berhubungan
dengan pasien secara sistematis.
Pengkajian keperawatan pada ureterolithiasis tergantung pada ukuran, lokasi,
dan etiologi kalkulus (Doenges, 1999 Hal 672).
1.1. Aktivitas / istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas / mobilitas sehubungan
kondisi sebelumnya.
1.2. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit hangat
dan kemerahan, pucat.
1.3. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi
vesica urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda : oliguria, hematuria, piuruia, perubahan pola berkemih
1.4. Makanan / cairan
Gejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium
oksalat / fosfat, ketidakcukupan intake cairan
Tanda : Distensi abdominal, penurunan / tidak ada bising usus , muntah
1.5. Nyeri / kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu, nyeri
dapat digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan perubahan
posisi atau tindakan lain
Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen
1.6. Keamanan
Gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil
1.7. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, ISK,
paratiroidisme, hipertensi, pengguna antibiotik, antihipertensi, natrium
bikarbonat, allopurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan
vitamin
1.8. Pemeriksaan diagnostic : Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey
biokimia, foto Rontgen, IVP, sistoureteroskopi, scan CT, USG.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan pada pasien dengan batu
ureter adalah :
Pre Operasi :
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
b. Perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi mekanik
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca
obstruksi
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi,
tidak mengenal sumber informasi
Post Operasi :
a. Resiko kurang volume cairan b.d. haemoragik/ hipovolemik
b. Nyeri b.d insisi bedah
c. Perubahan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter
d. Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter.
3. Perencanaan
Dari diagnosa yang telah disusun berdasarkan data dari pengkajian, maka
langkah selanjutnya adalah menyusun intervensi.
Pre Operasi :
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca
obstruksi
Tujuan : Mencegah komplikasi
Intervensi :
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran
Rasional : membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu dalam
evaluasi adanya kerusakan ginjal
2) Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 liter / hari dalam toleransi jantung
Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis tindakan “mencuci”
yang dapat membilas batu keluar.
3) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : indikasi hidrasi / volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi
4) Kolaborasi : awasi Hb. / Ht., elektrolit
Rasional : mengkaji hidrasi dan keefektifan / kebutuhan intervensi
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi,
tidak mengenal sumber informasi
Tujuan : Memberikan informasi tentang proses penyakitnya / prognosis dan kebutuhan
pengobatan
Intervensi :
1) Kaji ulang proses penyakit
Rasional : memberikan pengetahuan dasar di mana klien dapat
membuat pilihan berdasarkan informasi
2) Tekankan pentingnya peningkatan masukan cairan Rasional : pembilasan sistem ginjal
menurunkan kesempatan pembentukan batu
3) Kaji ulang program diet
4) Rasional : diet tergantung tipe batu
4. Intervensi Keperawatan
Terapeutik;
1) Pertahankan bedstres
selama perdarahan
2) Batasi Tindakan
invasive, jika perlu
Edukasi:
1) Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
2) Anjurkan
mengguanakan kaos
kaki saat ambulasi
3) Anjurkan
meningkatkan cairana
untuk menghindari
konstipasi
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdaraahan
4. Ansietas b.d Tingkat ansietas Reduksi ansietas
perubahan dalam (L.09093) (l.09314)
(status kesehatan). Setelah dilakukan intervensi Definisi:
(D.0080). keperawatan 1x24 jam Meminimalkan kondisi
Definisi: dirarapkan kecemasa menurun individu dan pengalaman
Kondisi emosi dan Kriteria hasil: subyektif terhadap objek yang
pengalaman subjektif 1) Verbalisasi tidak jelas dan spesifik akibat
individu terhdap kebingungan menurun antisipasi bahaya yang
objek yang tidak 2) Verbalisasi khawatir memungkinkan individu
jelas dan spesifik akibat kondisi yang di melakukan Tindakan untuk
akibat antisipasi
bahaya yang hadapi menurun menghadapi ancaman
memungkinkan 3) Perilaku gelisah Observasi:
individu melakukan menurun 1.Identifikasi saat ansietas
untuk menghadapi 4) Perilaku tegang berubah
ancaman menurun 2.Memonitor tanda tanda
ansietas
Terapeutik:
1.Ciptakan suasana terapeutik
untuk menciptakan
kepercayaan
2.Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan
3.Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
Edukasi:
1.Anjurkan keluarga untuk
selalu Bersama apsein
2.Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepssi
Kolaborasi:
1.Kolaborasi pemberian obat
ansietas
2. Keluhan utama
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien nyeri bagian dari pinggang sampai perut
dengan skala nyeri 4-5 di karenakan susah BAK
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasakan nyeri hebat dari pinggang sampai perut karena batu ureter
8. Data spiritual
Sebelum dan Setelah MRS: Pasien berdoa agar cepat sembuh.
9. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1. Status gizi:
2. BB sebelum MRS:65kg
BB setelah MRS: 60 kg
3. Tinggi: 172 cm
4. Tanda-tanda vital
Tekanan darah: 120/90 mmhg Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36℃ RR : 22 x/menit
5. Pemeriksaan kepala dan leher
Inspeksi
Terlihat rambut pasien pendek ikal terlihat tidak ada ketombe, warna rambut
hitam, rambut tidak berminyak tidak ada benjolan
Palpasi
Kepala tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan, leher tidak ada nyeri
tekan dan tidak ada benjolan
6. Mata
Inspeksi
Konjungtiva anemis, klera tidak ikterik, Reflek pupil baik, Mata simetris
Palpasi
Mata kanan kiri tidak ada benjolan
7. Thorak/dada
Inspeksi
Bentuk dada simetris, Pola nafas normal
Auskultasi
Suara paru vaskuler tidak ada suara tambahan, jantung terdengar S1 dan
S2 lup-dup, Irama teratur
Palpasi
Tidak ada nyeri, Frekuensi nafas 20x/menit
8. Abdomen
Inspeksi
Terlihat perut normal
Palpasi
Adanya nyeri tekan di 7,8,9 regio
9. Kelainan dan daerah sekitarnya
Sebelum MRS : Pasien merasa sakit Ketika ingin BAK
Setelah MRS : Tidak ada kelainan pada pasien
10. Muskuluskeletal
Pasien mengatakan bahwa saat mencoba untuk duduk, pasien merasa perutnya
nyeri , namun kekuatan otot cukup baik.
11. Neurologi
Sistem persyarafan (Lemas, composmetis, GCS E4, M6 V5, tidak ada kejang).
10. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
1) Urine Lengkap
PH 1.010 1000-1.030
Protein 8,5 5,5-7
HGlukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negative
2) Darah
3) USG
4) Foto rongent
11. Penatalaksanaan
Konservatif:
Edukasi:
1) anjurkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
2) anjurkan mengukur
cairan dan haluaran
urine
3) anjurkan mium yang
cukup, jika tidak
ada kontraindikasi
kolaborasi pemberian
Edukasi:
1) anjurkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
2) anjurkan mengukur
cairan dan haluaran
urine
3) anjurkan mium yang
cukup, jika tidak
ada kontraindikasi
kolaborasi pemberian
obat supositoria uretra
2 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan manajemen nyeri (1.08238)
pecedera fisik (D.0077) analgesik keperawatan Observasi
3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi
Definisi : ekspektasi tingkat nyeri lokasi,
Pengalaman sensorik atau menurun karakteristik,
emosional yang berkaitan Kriteria hasil durasi,
dengan kerusakan jaringan a) Keluhan nyeri frekuensi,
analgek atau fungsional, menurun kualitas dan
dengan onset mendadak b) Meringis intensitas nyeri
atau lambat dan menurun 2. Idenfikasi skala nyeri
berintensitas ringan hingga c) Kesulitan tidur Terapeutik
berat yang berlangsung menurun 3. Berikan analge
kurang dari 3 bulan d) TTV membaik nonfarmakologis untuk
e) Pola napas mengurangi rasa nyeri
membaik Edukasi
4. Ajarkan analge
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1 Kolaborasi pemberian
analgesik jika perlu
Carpenito, L.J. (2006). Diagnosa Keperawatan. (edisi enam). Jakarta : EGC. Doenges ME, dkk.,
Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta, 2000 Engram, Barbara, Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah, volume I, EGC, Jakarta , 1999
Engram, B. (2003).Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1.Jakarta : EGC
Aulawi, K. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Muttaqin, A & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
salemba Medika.
Purnomo, B. (2008). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
Iskandar, Y. (2009). Pustaka Kesehatan Populer Saluran Pencernaan. Jakarta : PT Bhuana
Ilmu Populer
.