Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Tujuan Penulisan...................................................................................
C. Manfaat Penulisan.................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Cholelithiasis
1. Definisi.............................................................................................
2. Etiologi.............................................................................................
3. Manifestasi Klinis............................................................................
4. Patofisiologi.....................................................................................
5. Komplikasi.......................................................................................
6. Pemeriksaan Penunjang....................................................................
7. Penatalaksanaan Medis....................................................................
B. Konsep Laparacopy
1. Definisi ............................................................................................
2. Etiologi ............................................................................................
3. Manifestasi Klinis…………………………………………………
4. Patofisiologi………………………………………………………..
5. Komplikasi…………………………………………………………..
6. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………
7. Penatalaksanaan Medis……………………………………………….
C. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian …………………………………………………………
2. Diagnose Keperawatan……………………………………………..
3. Rencana Keperawatan………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini penyakit batu empedu (cholelitiasis) yang terbatas pada
kantung empedu biasanya asimtomatis dan menyerang 10 – 20 % populasi
umum di dunia. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan ultrasonografi
abdomen. Kira-kira 20% wanita dan 10 % pria usia 55 sampai 65 tahun
memiliki batu empedu. Cholesistektomi diindikasikan pada pasien simtomatis
yang terbukti menderita penyakit batu empedu (cholelitiasis). Indikasi
laparoskopi untuk Cholesistektomi sama dengan indikasi open
Cholesistektomi. Karena teknik minimal invasif memiliki aplikasi diagnosis
dan terapi dibanyak pembedahan, bedah laparoskopi meningkat
penggunaannya baik pada pasien rawat inap ataupun rawat jalan.
Teknik laparoskopi atau pembedahan minimal invasif diperkirakan
menjadi trend bedah masa depan. Sekitar 70-80 persen tindakan operasi di
negara-negara maju akan menggunakan teknik ini. Di Indonesia, teknik bedah
laparoskopi mulai dikenal di awal 1990-an ketika tim dari RS Cedar Sinai
California AS mengadakan live demo di RS Husada Jakarta. Selang setahun
kemudian, Dr Ibrahim Ahmadsyah dari RS Cipto Mangunkusumo melakukan
operasi laparoskopi pengangkatan batu dan kantung empedu (Laparoscopic
Cholecystectomy) yang pertama. Sejak 1997, Laparoscopic Cholecystectomy
menjadi prosedur baku untuk penyakit-penyakit kantung empedu di beberapa
rumah sakit besar di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan klien dengan cholelitiasis
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan laparoscopy
cholelitiasis
b. Merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada klien dengan
laparoscopy cholelitiasis
c. Menetapkan perencanaan keperawatan pada klien dengan
laparoscopy cholelitiasis
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan laaprascopy
cholelitiasis
e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
klien dengan laparoscopy cholelitiasis
f. Mengetahui instrumen yang dipakai dalam tindakan laparacopy
g. Mengetahui langkah-langkah prosedur laparascopy cholelitiasis
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi rumah sakit
Memberikan penanganan yang baik dan benar pada klien dengan
laparoscopy cholelitiasis
2. Bagi masyarakat
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang bagaimana cara
mengatasi masalah laparoscopy cholelitiasis
3. Bagi perawat
Mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien
laparoscopy cholelitiasis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Cholelithiasis
1. Definisi
b. Cholelitiasis
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-
duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu
material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran empedu.
Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam
empedu, fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam
kandung empedu bisa berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu
coklat atau pigmen hitam, atau batu campuran.
Lokasi batu empedu bisa bermacam–macam yakni di
kandung empedu, duktus sistikus, duktus koledokus, ampula vateri,
di dalam hati. Kandung empedu merupakan kantong berbentuk
seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati.
Empedu yangdisekresi secara terus menerus oleh hati masuk
kesaluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang
kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar
yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus
kanan dan kiri yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus
sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang,duktus
koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula
vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua
saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal
sebagai sfingter oddi.
2. ETIOLOGI
Faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan
infeksi kandung empedu.
5. PATHWAY
Terlampir
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prose
dur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan c
epat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan i
kterus.Disamping itu, pemeriksan USG tidak membuat pasien terpajan r
adiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan
hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya
sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Pengguna
an ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan ke
mbali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empe
du atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisisan, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengososngkan
isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice, karena
liver tidak dapat menghantarkan media kontras kandung empedu yang
mengalami obstruksi.
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung ya
ng hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi in
sersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga men
capai duodenum pars desendens.
Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pan
kreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk men
entukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluas
i percabangan bilier.
7. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Kenaikan serum kolesterol
2. Kenaikan fosfolipid
3. Penurunan ester kolesterol
4. Kenaikan protrombin serum time
5. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6. Penurunan urobilirubin
7. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.00
0/iu)
8. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml).
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien yang mengalami inflamasi
akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus,
penghisapan nasogastrik, analgesik, dan antibiotik. Intervensi
bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang
lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi paisen memburuk.
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein. Pemasangan pipa
lambung bila terjadi distensi perut. Observasi keadaan umum dan
vital sign.
Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok. Pemeberian antibiotik sistemik dan vitamin K
( anti koagulpati ).
b. Disolusi medis
Oral Disolution Therapy adalah car penghancuran batu
dengan pemberian obat-obatan herbal. Ursodeoxycholic acid lebih
dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic, karena efek
samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic,
seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang
c. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk
menghancurkan batu kolesterol dengan memasukkan suatu cairan
pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus
melalui hepar atau alternatfi lain melalui kateter nasobilier. Larutan
yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan
dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya digunakan untuk kasus dengan
batu kolesterol radiolusen. Larutan yang digunakan dapat
menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya
kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
d. ESWL/ litotrispi gelombang elektrosyok
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut
berulang (repeated shock wave) yang diarahkan pada batu empedu
didalam kandung empedu atau duktus koledukus dengan memecah
batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun lalu.
Manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini..
e. ERCP
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung, dan ke dalam usus halus. Zat kontras
radioopak massuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang
didalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka
agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbay saluran akan
berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil
dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.
ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran
empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.
2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi terbuka
Indikasi yang paling umum untuk dilakukan kolesistektomi
terbuka adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Operasi ini merupakan standart terbaik untuk penanganan pasien
dengan koletiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna
yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris
b. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laporoskopik mulai diperkenalkan pada tahun
1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi. 80-90% batu emepdu di Inggris dibuang dnegan cara ini
karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal
(0,10-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi
pada jantung dan paru-paru. Kadnung empedu diangkat melalui
selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil didinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dngan kolelitiasis simtomatik
tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada
pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibanding
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan dirumah
sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali
bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang
belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan
dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang
mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi
laposrasokpi.
9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 26% penderita, saluran menciut kembali
dan batu empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Penatalaksanaan Medis
Laparoscopy cholelitiasis diindikasikan pada pasien simtomatis
yang terbukti menderita penyakit batu empedu (cholelitiasis). Indikasi
laparoskopi untuk Cholesistektomi sama dengan indikasi open
Cholesistektomi.Keuntungan melakukan prosedur laparoskopi pada
cholesistektomi yaitu: laparoscopic cholesistektomi menggabungkan
manfaat dari penghilangan gallblader dengan singkatnya lama tinggal di
rumah sakit, cepatnya pengembalian kondisi untuk melakukan aktivitas
normal, rasa sakit yang sedikit karena torehan yang kecil dan terbatas,
dan kecilnya kejadian ileus pasca operasi dibandingkan dengan teknik
open laparotomi.
Namun kerugiannya, trauma saluran empedu lebih umum terjadi
setelah laparoskopi dibandingkan dengan open cholesistektomi dan bila
terjadi pendarahan perlu dilakukan laparotomi.. Kontra indikasi pada
Laparoskopi cholesistektomi antara lain: penderita ada resiko tinggi
untuk anestesi umum; penderita dengan morbid obesity; ada tanda-tanda
perforasi seperti abses, peritonitis, fistula; batu kandung empedu yang
besar atau curiga keganasan kandung empedu; dan hernia diafragma
yang besar.
Mesin Autoclave
D.
Proses Keperawatan
1. Pengakajian
a. Pengkajian fase Pre Operatif
1) Pengkajian Psikologispasienmeliputi perasaan takut / cemas
dan keadaan emosi pasien
2) Pengkajian Fisik pasien pengkajian tanda-tanda vital : tekanan
darah, nadi, pernafasan dan suhu.
3) Sistem integumen pasien apakah pasien pucat, sianosis dan
adakah penyakit kulit di area badan.
4) Sistem Kardiovaskuler pasien apakah ada gangguan pada
sisitem cardio, validasi apakah pasien menderita penyakit
jantung ?, kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.,
Kebiasaan merokok, minum alcohol, Oedema, Irama dan
frekuensi jantung.
5) Sistem pernafasan pasien apakah pasien bernafas teratur dan
batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
6) Sistem gastrointestinal pasien apakah pasien diare ?
7) Sistem reproduksi pasien apakah pasien wanita mengalami
menstruasi ?
8) Sistem saraf pasien bagaimana kesadaran ?
9) Validasi persiapan fisik pasien. Apakah pasien puasa,
lavement, kapter, perhiasan, Make up, Scheren, pakaian pasien
/ perlengkapan operasi dan validasi apakah pasien alaergi
terhadap obat ?
b. Pengkajian fase Intra Operatif
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien
yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja,
sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah
dengan pengkajian psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji
adalah :
1) Pengkajian mental pasienBila pasien diberi anaesthesi lokal
dan pasien masih sadar atau terjaga maka sebaiknya perawat
menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan
memberi dukungan agar pasien tidak cemas atau takut
menghadapi prosedur tersebut.
2) Pengkajian fisikpasienTanda-tanda vital (bila terjadi
ketidaknormalan maka perawat harus memberitahukan
ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
3) Transfusi dan infuse pasien. Monitor flabot sudah habis apa
belum.
4) Pengeluaran urin pasien. Normalnya pasien akan
mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
c. Pengkajian fase Post Operatif
1) Status respirasi pasienMeliputi : kebersihan jalan nafas,
kedalaman pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan dan
bunyi nafas.
2) Status sirkulatori pasienMeliputi : nadi, tekanan darah, suhu
dan warna kulit.
3) Status neurologis pasien meliputi tingkat kesadaran.
4) Balutan pasien meliputi : balutan luka
5) Kenyamanan pasien Meliputi : terdapat nyeri, mual dan
muntah
6) Keselamatan pasien meliputi : diperlukan penghalang samping
tempat tidur, kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat
pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
7) Perawatan pasien meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah
cairan, kelancaran cairan.
8) Nyeri pasien meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan
faktor yang memperberat atau memperingan
2. Asuhan Keperawatan Perioperatif
5. Berikan penjelasan
tentang pentingnya
ambulasi dini
6. Jelaskan komplikasi
kronik yang mungkin akan
muncul
3. Intra Tujuan : resiko 1.memasang arde
Operatif combustio dapat electrocoter sesuai
Resiko diminimalisir prosedur.
cedera Ktriteria hasil : 2.memfiksasi arde secara
(combusti tidak terjadi combustio. adekuat
o b.d 3.menggunakan power
pemajana output sesuai kebutuhan
n 4.mengawasi selama
peralatan pemakaian alat
kesehatan
(pemasang
an arde
electrocou
ter)
4. Post Tujuan : kerusakan per- Pengelolaan jalan napas
Operatif tukaran gas tidak terjadi 1. Kaji bunyi paru,
Gangguan Status Pernapasan: frekuensi nafas, kedalaman
pertukara ventilasi dan usaha nafas.
n gas b.d Kriteria hasil : 2. Auskultasi bunyi napas,
efek · 1.Dispnea tidak ada tandai area penurunan atau
samping 2.PaO2, PaCO2, pH hilangnya ventilasi dan
dari arteri dan SaO2 dalam adanya bunyi tambahan
anaesthesi. batas normal 3.Pantau hasil gas darah
3.Tidak ada gelisah, dan kadar elektrolit
sianosis, dan keletihan · 4.Pantau status mental
· Observasi terhadap
sianosis, terutama
membran mukosa mulut
5.Pantau status pernapasan
dan oksigenasi
· 6Jelaskan penggunaan
alat bantu yang diperlukan
(oksigen,
pengisap,spirometer)
7.Ajarkan teknik bernapas
dan relaksasi
· 8.Laporkan perubahan
sehubungan dengan
pengkajian data (misal:
bunyi napas, pola napas,
sputum,efek dari
pengobatan)
· 9.Berikan oksigen atau
sesuai dengan kebutuhan
5. Post Tujuan : kerusakan Perawatan luka
Operatif integritas kulit tidak · 1.Ganti balutan plester dan
Kerusaka terjadi. debris
n Penyembuhan Luka: · 2. Catat karakteristik luka
integritas Tahap Pertama bekas operasi
kulit b.d Kriteria hasil : · 3. Catat katakteristik dari
luka post · Kerusakan kulit tidak beberapa
operasi ada · 4.Bersihkan luka bekas
· Eritema kulit tidak ada operasi dengan sabun
· Luka tidak ada pus antibakteri yang cocok
· Suhu tubuh antara · 5.Sediakan perawatan luka
36°C-37°C bekas operasi sesuai
kebutuhan
6. Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
prosedur perawatan luka
6. Post Tujuan : Nyeri dapat Manajemen Nyeri :
Operatif teratasi. · 1. Kaji nyeri secara
Nyeri akut Kontrol Resiko komprehensif ( lokasi,
b.d proses Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
pembedah · Klien melaporkan frekuensi, kualitas dan
an nyeri berkurang dg faktor presipitasi ).
scala 2-3 2.Observasi reaksi nyeri
· Ekspresi wajah tenang dari ketidak nyamanan.
· klien dapat istirahat 3.Gunakan teknik
dan tidur komunikasi terapeutik
· v/s dbn untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
4.Kontrol faktor
lingkungan yang
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5.Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
· 6.Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.
7. Kolaborasi pemberian
analgetik untuk
mengurangi nyeri.
8.Evaluasi tindakan
pengurang nyeri
DAFTAR PUSTAKA
DI SUSUN OLEH :
Nila Maisarah
Nim P0 7120416018