Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN P2002Ab000 POST SECTIO


CAESAREA PADA HARI KE 0 ATAS INDIKASI CEPHALOPELVIC
DISPROPORTION DI RUANG RENGGANIS (NIFAS) RSUD DR. ABDOER
RAHEM SITUBONDO

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

Oleh:
Dinar Rizqi Perwitasari, S. Kep.
NIM 212311101172

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2022
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN P2002Ab000 POST SECTIO
CAESAREA PADA HARI KE 0 ATAS INDIKASI CEPHALOPELVIC
DISPROPORTION DI RUANG RENGGANIS (NIFAS) RSUD DR. ABDOER
RAHEM SITUBONDO

BAB 1. KONSEP DASAR NIFAS

1.1. Pengertian Nifas


Masa nifas dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau post partum
adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama
masa nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60%
terjadi pada masa nifas (Syifa dkk, 2017). Sedangkan menurut Karjatin (2016),
masa nifas merupakan periode 6 minggu setelah melahirkan yang berhubungan
dengan waktu perubahan fisiologis untuk kembali pada keadaan tidak hamil dan
proses penyesuaian terhadap adanya anggota keluarga baru. Periode pasca partum
(puerperium) adalah masa enam minggu sejak bayi lahir hingga organ – organ
reproduksi kembali pada keadaan normal (Bobak, 2004, dalam Wahyuni, 2018).
Adapun tahapan masa nifas menurut Wahyuni (2018), yaitu:
1 Periode immediate postpartum: masa segera setelah plasenta lahir hingga
24 jam dan merupakan fase kritis yang sering terjadi perdarahan
postpartum dikarenakan atonia uteri. Hal yang perlu diobservasi meliputi:
kontraksi uterus, pengeluaran lokia, kandung kemih, dan tekanan darah
serta suhu.
2 Periode early postpartum : Masa pemulihan waktu >24 jam – 1 minggu.
Pada fase ini harus memastikan adanya involusi uterus dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam,
cukup nutrisi dan cairan, serta dapat menyusui dengan baik.
3 Periode late postpartum: masa >1 minggu – 6 minggu. Pada masa ini,
asuhan dan pemeriksaan sehari – hari tetap dilakukan serta konseling
perencanaan KB.
4 Remote Puerperium: merupakan waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat terutama jika selama masa kehamilan atau bersalin pasien memiliki
penyulit atau komplikasi.

1.2. Perubahan Fisiologis Masa Nifas


Perubahan fisiologi yang tterjadi pada masa nifas menurut Kemenkes RI
(2019), adalah:
1. Perubahan sistem reproduksi
Involusi uterus merupakan perubahan pada sistem reproduksi secara
keseluruhan. Organ yang menggalami perubahan yaitu:
a. Uterus
Pada masa pasca persalinan, uterus akan mengalami involusi, yaitu
pengerutan uterus yang menjadi proses kembalinya uterus ke keadaan
sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Menurut Maryunani (2016)
tinggi fundus uterus dan berat uterus pada masa involusi sebagai berikut:
Involusi Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir 2 jari di bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat simpisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba di atas simpisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram
Pada tempat plasenta, segera setelah persalinan akan terjadi hemostasis
akibat kontraksi otot polos pembuluh darah arterial dan kompresi
pembuluh darah akibat kontraksi miometrium (ligasi fisiologis). Selain
itu, ukuran tempat implantasi juga akan berkurang dan akan
memengaruhi kualitas dan kuantitas dari lokhia. Lokhia adalah ekskresi
cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa dan lochea
mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan
volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Komposisi lochea adalah
jaringan endometrial, darah dan lifme. Lokhia mengalami perubahan
karena proses involusi, tahap lochea yaitu:
1) Lokhia rubra (merah)
Lochea muncul pada hari 1-3 post partum. Warnanya merah dan
mengandung darah dari luka pada plasenta.
2) Lokhia sanguinolenta (merah kuning)
Lokhia yang keluar pada 3 – 7 hari post partum.
3) Serosa (pink kecoklatan)
Lochea ini muncul pada hari 7 – 14 post partum. Warnanya
kekuningan atau kecoklatan, karena tidak lagi berdarah.
4) Alba (kuning-putih)
Terjadi setelah 2 minggu post partum. Warnanya lebih pucat, putih
kekuningan, lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir
serviks, dan serabut jaringan yang mati.
Periode pengeluaran lokhia bervariasi, bau normal seperti menstruasi,
jumlah meningkat saat berdiri. Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml dan
rata – rata akan berhenti setelah 5 minggu.
b. Vulva dan vagina
Pada minggu ke-3, vagina mengecil dan timbul rugae kembali. Pada
minggu ke 6-8 ukuran akan kembali seperti sebelum hamil, dan rugae
akan terlihat kembali pada mingu ke 3 atau 4.
c. Perineum
Peregangan dan penekanan selama proses persalinan akan menyebabkan
organ mengendur bahkan terdapat robekan yang memerlukan penjahitan,
namun akan pulih setelah 2-3 minggu.
d. Perubahan payudara
Pada periode post partum, kadar progesteron menurun tajam yang dapat
memicu mulainya produksi air susu disertai pembengkakan dan
pembesaran payudara. Pengeluaran yang reguler dari air susu
(pengosongan air susu) akan memicu sekresi prolaktin. Penghisapan
puting susu akan memicu pelepasan oksitosin yang menyebabkan sel-sel
mioepitel payudara berkontraksi dan akan mendorong air susu terkumpul
di rongga alveolar untuk kemudian menuju duktus laktoferus. Jika ibu
tidak menyusui, maka pengeluaran air susu akan terhambat yang
kemudian akan meningkatkan tekanan intramamae. Distensi pada
alveolar payudara akan menghambat aliran darah yang pada akhirnya
akan menurunkan produksi air susu. Selain itu peningkatan tekanan
tersebut memicu terjadinya umpan balik inhibisi laktasi (FIL= feedback
inhibitory of lactation) yang akan menurunkan kadar prolaktin dan
memicu involusi kelenjar payudara dalam 2-3 minggu.
2. Perubahan sistem pencernaan
Ibu akan siap untuk makan pada 1-2 jam setelah bersalin. Konstipasi dapat
menjadi masalah pada awal puerperium akibat dari kurangnya makanan dan
pengendalian diri terhadap BAB. Ibu kurang dapat melakukan
pengendalian terhadap BAB karena kurang pengetahuan dan kekhawatiran
lukanya akan terbuka bila BAB.
3. Perubahan sistem perkemihan
Terjadi diuresis yang sangat banyak dalam hari-hari pertama puerperium.
Pelebaran (dilatasi) dari pelvis renalis dan ureter akan kembali ke kondisi
normal pada minggu ke dua sampai minggu ke 8 pasca persalinan.
4. Perubahan sistem hormonal
Terdapat perubahan hormon pada saat hamil, bersalin dan nifas, dimana
hormon- hormon yang berperan tersebut antara lain :
a. Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi
plasenta secara cepat dan menyebabkan kadar gula darah menurun pada
masa nifas. HCG menurun dengan cepat dan menetap sampai 10%
dalam 3 jam – 7 hari pasca persalinan dan sebagai onset pemenuhan
payudara.
b. Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon
prolaktin darah meningkat dengan cepat, dan pada wanita yang tidak
menyusui akan menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu.
FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu
ke-3 dan LH tetap rendah hingga ovulasi.
c. Hormon hipotalamik pituitary ovarium
Hormon ini akan mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi
pada wanita menyusui maupun tidak menyusui. Pada wanita menyusui,
16% wanita akan mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca
persalinan, dan 45% wanita setelah 12 minggu pasca persalinan.
Sedangkan pada wanita tidak menyusui, 40% wanita akan mendapatkan
menstruasi pada 6 minggu pasca persalinan, serta 90% wanita setelah
24 minggu.
d. Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang,
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin sehingga dapat
membantu involusi uteri dan mencegah perdarahan.
e. Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan akan meningkat. Hormon
estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang dapat
meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih,
ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum, vulva serta vagina.
5. Perubahan tanda-tanda vital
Tekanan darah seharusnya stabil dalam kondisi normal. Temperatur
kembali ke normal dari sedikit peningkatan selama periode intrapartum dan
menjadi stabil dalam 24 jam pertama postpartum. Nadi dalam keadaan
normal kecuali partus lama dan persalinan sulit.
1.3. Adaptasi Psikologis Ibu
Nurarif (2016) menyatakan bahwa banyak wanita merasa tertekan pada
saat setelah melahirkan. Perubahan peran menjadi seorang ibu memerlukan
adaptasi dan tanggung jawab yang lebih besar yang harus dijalani dari lahirnya
bayi. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan ibu mengalami fase-fase
sebagai berikut:
1) Fase Taking in (0 – 2 hari)
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung pada hari 1 -2
setelah melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian pada diri sendiri. Gangguan
fisiologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini:
a. Kecewa karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang bayinya
b. Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik, misalnya rasa mulas
dan payudara bengkak
c. Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
d. Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya
dan cenderung melihat saja tanpa membantu.
2) Taking hold (hari 3 – minggu ke 5)
Fase taking hold adalah periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu merasa kawatir atas ketidakmampuannya dan
rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu menjadi sangat sensitif
sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Tugas sebagai tenaga
kesehatan adalah mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui yang benar,
cara merawat luka jahitan, mengajarkan senam nifas, memberikan pendidikan
kesehatan yang diperlukan ibu.
3) Letting go (minggu ke 5 – 8)
Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat
menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan dirinya
sudah meningkat. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan
bayinya. Dukungan dari suami dan keluarga untuk membantu merawat bayi
masih sangat diperlukan. Begitu juga dalam mengerjakan urusan rumah
tangga, sehingga ibu tidak terlalu terbebani.
1.4. Komplikasi dan Tanda Bahaya Pasca Persalinan
1. Tanda Bahaya pada Ibu Nifas
Sebesar 15 – 20% kehamilan dengan persalinan dapat mengalami
gangguan atau komplikasi yang dapat terjadi secara mendadak atau dapat
diperkirakan sebelumnya. Tanda bahaya pada ibu di masa nifas menurut
Kemenkes (2019), antara lain:
a. Perdarahan pasca persalinan
Yaitu, perdarahan banyak yang segera atau daam 1 jam setelah
melahirkan dan paling sering menjadi penyebab kematian ibu.
Perdarahan pada masa nifas (dalam 42 hari setelah melahirkan) yang
terus menerus dan berbau tidak sedap disertai demam, juga merupakan
tanda bahaya ibu pada masa nifas.
b. Keluar cairan berbau dari jalan lahir
Hal ini menandakan adanya infeksi yang dapat disebabkan karena
metritis, abses pelvis, infeksi luka perineum, atau luka abdominal.
Infeksi yang dapat terjadi antara lain:
1) Endometritis (radang edometrium)
2) Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)
3) Perimetritis (rad ang peritoneum disekitar uterus)
4) Caked breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi,
menjadi keras dan berbenjol-benjol)
5) Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit
merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak
ada pengobatan bisa terjadi abses)
6) Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena
varicose superficial yang menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi
pada kehamilan dan nifas, yang ditandai dengan kemerahan atau
nyeri.)
7) Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri local, disuria, temperatur
naik 38,3 °C, nadi < 100x/ menit, edema, peradangan dan
kemerahan pada tepi, pus atau nanah warna kehijauan, luka
kecoklatan atau lembab, lukanya meluas)
c. Bengkak di wajah, tangan dan kaki, atau sakit kepala dan kejang. Atau
disertai tekanan darah tinggi.
d. Demam lebih dari 2 hari
Demam lebih dari 2 hari pada ibu nifas bisa disebabkan oleh infeksi.
Apabila demam disertai keluarnya cairan berbau dari jalan lahir,
kemungkinan ibu mengalami infeksi jalan lahir. Akan tetapi apabila
demam tanpa disertai keluarnya cairan berbau dari jalan lahir, perlu
diperhatikan adanya penyakit infeksi lain seperti demam berdarah,
demam typhoid, malaria, dan lainnya.
e. Gangguan psikologis
1) Depresi post partum
Gejala muncul dalam 3 bulan pertama pasca persalinan hingga bayi
berusia setahun. Gejala yang mungkin yaitu sedih selama >2
minggu, kelelahan berlebihan dan kehilangan minat terhadap
kesenangan.
2) Post partum blues, perasaan sedih pasca persalinan. Dapat ditandai
dengan pasien merasa sedih, lelah, insomnia, mudah tersinggung,
sulit berkonsentrasi, yang akan menghilang dengan sendirinya
setelah 2 – 3 hari.
3) Psikosis pasca persalinan
Tanda dan gejalanya yaitu:
a) Ide/pikiran bunuh diri
b) Ancaman tindakan kekerasan terhadap bayi baru lahir
c) Dijumpai waham curiga/persekutorik
d) Dijumpai halusinasi/ilusi
2. Tanda bahaya pada bayi baru lahir
a. Bayi lemas atau gerakan bayi berkurang
b. Gerakan bayi berulang/kejang
c. Suara nafas merintih
d. Nafas cepat (≥60 kali/menit), nafas lambat (≤40 kali/menit), tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam
e. Sesak napas/sukar bernapas/henti napas
f. Perubahan warna kulit (kebiruan, kuning, pucat)
g. Badan teraba dingin (suhu <36,5)
h. Badan teraba demam (suhu >37,5)
i. Malas tidak bisa menyusu atau minum
j. Telapak kaki dan tangan teraba dingin dan terlihat kuning
k. Mata bayi bernanah banyak
l. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut >1cm atau bernanah

1.5. Penatalaksanaan
Fokus Post partum Post partum 4 Post partum 24 – Hasil yang
perawatan masuk RS – 24 jam 48 jam diinginkan
Status Fase taking– Menuju fase Fase taking - hold Ibu dapat
emosinal in taking–hold Ibu mampu melakukan
merawat dirinya perawatan sendiri.
dan menunjukkan
kemandirian Ibu menunjukkan
dalam perawatan peningkatan
bayi. kepercayaan
diri dalam
merawat bayi.
Tindakan Memberikan Mendorong Amati ikatan dan Adanya
keperawatan perawatan wanita dan perilaku Ibu. Keterikatan dan
dan keluarganya perilaku yang
kenyamanan untuk Mencatat tanda– positif.
kepada ibu. berpartisipasi tanda perilaku
dalam merawat maladaptif. Orang tua
Memberikan diri dan menunjukkan
Penguatan perawatan bayi. Menyediakan pengertian pada
positif Informasi perilaku bayi.
terhadap Mendorong tertulis/visual
perilaku yang sesering tentang prilaku Orang tua
tepat. mungkin kontak bayi dan menunjukkan
dengan bayi. karakteristik. pengertian dalam
Diskusi menangani bayi.
kemampuan Amati perilaku Ajarkan metode
bayi. ibu dan untuk menghibur Menyediakan
keterikatan bayi Sumber informasi
Membiarkan dengan bayinya. jika pasien
ibu kontak membutuhkan.
dengan bayi Mulailah
secara berikan
konsisten pendidikan
untuk kesehatan
membangun setelah
keterikatan. melahirkan.
BAB 2.
KONSEP DASAR CEPHALOPELVIC DISPROPORTION

1. Kasus
Cephalopelvic Disproportion (CPD)
2. Proses terjadinya masalah
a. Pengertian
Disproporsi sevalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk
melewati panggul. Disproporsi dapat absolute atau relative. Absolute
apabila janin sama sekali tidak akan selamat melewati jalan lahir.
Disproporsi relative terjadi apabila faktor-faktor lain ikut berpengaruh.
Panggul yang sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi uterus
yang efisien. Kelonggaran jaringan lunak, letak, presentasi dan
kedudukan janin untuk mengadakan kedudukan janin yang
menguntungkan dan kemampuan kepala janin untuk mengadakan
moulage. Sebaliknya, kontraksi yang jelek, jaringan lunak yang kaku,
kedudukan abnormal, dan ketidak mampuan kepala untuk
mengadakan moulage sebagaimana mestinya. Semuanya dapat
menyebabkan persalinan vaginal tidak mungkin.
b. Etiologi
1. Ukuran panggul
Meskipun persoalannya adalah hubungan antara panggul dengan
janin tertentu, pada beberapa kasus panggul sedemikian sempitnya
sehingga janin normal tidak akan lewat. Ukuran yang sempit dapat
berada pada setiap bidang: Pintu atas panggul (PAP), Pintu tengah
panggul (PTP), atau Pintu bawah panggul (PBP). Kadang-kadang
seluruh bidangnya sempit. Panggul sempit menyeluruh. (Hakimi M,
2010).
a. Kesempitan Pintu Atas Panggul
Kesempitan pintu atas panggul terjadi apabila diamaeter
anteroposterior (conjugata obstetrica) kurang dari 10 cm atau
diameter transversa kurang dari 12 cm. Kesempitan pintu atas
panggu dapat merupakan akibat ricketsia atau pertumbuhan
menyeluruh yang jelek (Varney, 2007.
Pengaruh pada janin:
1. Bagian terenda tidak bisa masuk panggul.
2. Sering terjadi mal posisi.
3. Sikap defleksi.
4. Ansyklitismus yang berlebihan.
5. Moulage berat.
6. Terbentuknya caput succedaneum yang besar.
7. Tali pusat menumbung, terjadi komplikasi ini karena bagian
terendah tidak menutup PAP dengan baik.
Pengaruh pada persalinan:
1. Pembukaan serviks lambat dan sering kali tidak lengkap.
2. biasa terjadi ketuban pecah dini awal.
3. Seringkali disertai kontraksi uterus yang efisien.
2. Kesempitan Pintu Tengah Panggul
Kesempitan pintu tengah panggul pada dasarnya merupakan
penyempitan bidang yang melalui apex dari arcus punis, spina
ischiadika, dan sacrum. Biasanya antara segmen keempat dan kelima.
Kesempitan pintu tengah panggul merupakan sebab yang biasa dijumpai
pada distosia dan tindakan operatif. Sebab apabila kepala janin sudah
tidak masuk pintu atas panggul maka tidak ada keragu-raguan lagi
bahwa persalinan harus diakhiri dengan sectio caesarea. Akan tetapi
apabila kepala dapat masuk kedalam panggul maka penolong segan
untuk melakukan sectio caesarea oleh karena mengharap kepala akan
turun sampai ketitik dimana dapat dilakukan ekstraksi dengan forsep.
Bahaya disini adalah dengan adanya moulage dan pembentukan caput
maka kepala akan lebih rendah dari sesungguhnya. Yang akan
dikerjakan adalah forsep tengah akan tetapi terpaksa dilakukanforsep
tinggi. Seringkali dengan akibat yang berbahaya baik ibu maupun
anaknya. Kesempitan pintu tengah panggul dapat menghalng-halangi
berputarnya ubun-ubun kecil kedepan dan mengarahkannya ke lengkung
sacrum. Tidak terjadi putaran paksi dan sikap defleksi sering kali
terdapat pada cavum pelvis yang sempit. (Varney, 2007).
3. Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Kesempitan pintu bawah panggul terjadi apabila distansia
intertuberosum kurang dari 8 cm. Distosia dapat diharapkan akan terjadi
kalau diameter intertuberosum ditambah dengan diameter sagitalis
posterior kurang dari 15 cm, pengurangan distansia intertuberosum dan
angulus sub pubicus akan mendorong kepala ke belakang, dengan
demikian prognosisnya tergantung kepada kapasitas segmen posterior,
mobilitas artilation sacro coccigalis, dan kemampuan jaringan lunak
untuk mengakomodasikan anak. Sisi-sisi segitiga posterior tidak
terbentuk dari tulang. Mskipun kesempitan pintu bawah panggul banyak
mengakibatkan robekan perineum dan lebih sering diperlukan
pertolongan dengan forsep, jarang merupakan dengan indikasi seksio
sesarea tanpa adanya distosia oleh karena kesempitan pintu atas panggul
atau pintu tengah panggul. Oleh karena distansia intertuberosum dapat
diukur secara manual dapat memberikan petunjuk akan kemungkinan
adanya kesempitan pada bidang yang lebih tinggi, maka distansia
intertuberosum harus dinilai sebagai bagan dari pemeriksaan rutin.
Kepala yang tertahan lama dipintu bawah panggul dapat disebabkan
oleh perineum yang kaku. Jaringan tidak teregang dengan baik, dan
apabila robek terjadi robekan luas yang tidak teratur. Terapinya adalah
dengan episiotomi mediolateralis segera setelah diketahui.
4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan penyabab
CPD itu sendiri. yaitu kapasitas panggul atau ukuran panggul yang
sempit dan ukuran janin yang terlalu besar.
a. Tanda dan gejala
1) Pada palpasi abdomen, pada primipara kepala anak belum turun
setelah minggu ke-36.
2) Pada primipara ada perut menggantung.
3) Pada anamnesa, multipara persalinan yang dulu-dulu sulit.
4) Ada kelainan letak pada hamil tua.
5) Terdapat kelainan bentuk badan ibu (cebol, skoliosis, pincang, dan
lain-lain).
6) Persalinan lebih lama dari biasa.
b. Pemeriksaan Cephalopelvic Disproportion
Dalam usaha menentukan apakah seorang bayi akan dapat dilahirkan
pervaginam tanpa menimbulkan perlukaan pada dirinya maupun pada
ibunya, cara-cara pemeriksaan perlu dilaksanakan:
a. Anamnesis
Sampai batas-batas tertentu informasi yang dicari tergantung pada
paritas penderita. Kalau ada riwayat kehamilan dan persalinan
sebelumnya maka perincian mengenai kehamilan dan persalinan
tersebut sangat membantu dalam menetapkan prognosisnya. Pada
primigravida informadi lain diperlukan untuk membuat
keputusan.
b. Bagian terendah yang tidak turun
Meskipun keragu-raguan mengenai kapasitas panggul akan dapat
dihilangkan dengan pemeriksaan yang mendalam, salah satu
masalah yang banyak dijumpai adalah kepala yang tidak turun
pada primigravida mendekati aterm. Umumnya pada primigravida
dengan panggul normal kepala akan masuk panggul kurang lebih
3 minggu sebelum aterm. Sebaliknya pada presentasi bokong
seringkali bokong baru turun setelah dalam persalinan
c. Penatalaksanaan
1. Persalinan percobaan
Persalinan percobaan adalah persalinan yang dilakukan untuk
membuktikan apakah persalinan pervaginam dapat berlangsung atau
harus dilakukan melalui seksio sesarea dengan memperhatikan
penurunan kepala janin dan terjadinya moulage kepala.
Persalinan percobaan dikatakan gagal apabila terjadi hal-hal sebagai
berikut
1. Kemajuan persalinan
a. Pembukaan kurang lancar
b. Penurunan kepala lambat
2. Pertimbangkan persalinan pervaginam dengan trauma maternal
dan janin cukup besar dan berbahaya.
3. Pemantauan janin intrautrine terjadi asfiksia

Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of
labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas,
sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of
labour karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2
jam kemudian. Saat ini test of labour jarang digunakan karena
biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul
sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per
vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik.
Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang
sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada
lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah
kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada
forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.

2. Sectio Caesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan
kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga
dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi
seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)
dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi
untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat
persalinan per vaginum belum dipenuhi.
3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada
simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
4. Kraniotomi
Dilakukan Pada janin yang meninggal.
3. Web of Caution
a. Pohon Masalah

Split Pelvis Panggul Kifosis Skoliosis


Asimilasi

Riwayat SC, kelainan letak, CPD


gagal induksi, CPD, DKP,
Preeklampsia, Plasenta
Sectio Caesarea Insisi Dinding Respon
Previa, Gemelli, Riwayat
Abdomen pengeluaran
Obstetri Buruk, Bayi Besar
histamin dan
Masa Nifas prostagladin

Adaptasi Adaptasi Nyeri Akut


Fisiologis Psikologis

Perawatan Luka Peningkatan minat


Post Sectio tentang kesehatan
Caesarea ibu dan bayi

Resiko Kesiapan
Infeksi Peningkatan Nutrisi
b. Masalah Keperawatan
1) Nyeri Akut
2) Kesiapan Peningkatan Nutrisi
3) Resiko Infeksi
c. Pengkajian Keperawatan Terfokus
Pengkajian keperawatan adalah langkah awal pada proses
keperawatan dimana dalam pengkajian dilakukan pengumpulan data berupa
informasi baik secara subjektif dan objektif sebagai penentu status
kesehatan pasien dan mengidentifikasi masalah kesehatan aktual maupun
potensial (Siregar dkk, 2021). Pengkajian terfokus pada kasus ibu dengan
cephalopelvis disproportion adalah:
1) Identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, pekerjaan dan status perkawinan
2) Klien biasanya mengeluh nyeri di area panggul
3) Riwayat penyakit. Merupakan suatu keluhan ataupun gangguan
terkait kondisi fisiologis CPD. Adanya gejala seperti kepala bayi
belum turun di usia kehamilan 36 minggu, memiliki riwayat
persalinan sulit, dll.
4) Riwayat kesehatan terdahulu, Adanya keterangan riwayat
mengenai melahirkan sulit dan keluarga dengan riwayat yang
sama. Dapat dikaji juga nutrisi selama masa pubertas untuk
mengetahui nutrisi yang memengaruhi perkembangan fisik.
5) Riwayat penyakit keluarga dari beberapa anggotanya yang
berhubungan dengan fisiologis seperti tinggi badan, berat badan
dan struktur tulang yang diturunkan.
6) Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan pasien apakah
pasien memilih pergi ketenaga kesehatan ketika merasa terdapat
gangguan pada kesehatan atau membiarkan saja
7) Pola nutrisi atau metabolik dengan mengukur IMT pasien,
tanda-tanda klinis dan riwayat diet
8) Identifikasi pola eliminasi (BAK dan BAB), dilakukan
identifikasi pada pola aktivitas dan latihan apakah masih dapat
melakukan aktivitas secara mandiri atau tidak, frekuensi, warna
serta bau BAK dan BAB sebelum dan saat sakit
9) Pola aktivitas dan latihan yang meliputi makan atau minum,
toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah dan
ambulasi atau ROM. Apakah pada item-item tersebut pasien
dapat melakukan secara mandiri atau memerlukan bantuan
10) Pola tidur dan istirahat mengalami ganggan atau dapat tertidur
dengan nyenyak dengan adanya masalah pada organ reproduksi
11) Pola kognitif dan perseptual dalam kemampuan sosialisasi
apakah ada perubahan sebelum mengalami gangguan pada
fisiologisnya
12) Fungsi dan keadaan indera apakah terdapat perbedaan sebelum
dan saat mengalami gangguan
13) Pola persepsi diri yang meliputi gambaran diri, identitas diri,
harga diri, ideal diri dan peran diri
14) Identifikasi pola seksualitas dan reproduksi sebelum dan setelah
mengalami gangguan pada fisiologis selama masa kehamilan
dan bersalin
15) Pola peran dan hubungan baik dengan keluarga ataupun
lingkungan sekitar
16) Identifikasi pola manajemen koping stress pasien sebelum dan
setelah terjadi gangguan pada sistem reproduksi
17) System nilai dan keyakinan dalam beribadah
18) Pemeriksaan fisik yang meliputi: dilakukan pemeriksaan
keadaan umum pasien (GCS) apakah pasien composmentis,
apatis, somnolen, sofor, koma, delirium. Lalu dilakukan
pemeriksaan TTV. Dilakukan juga pemeriksaan head to toe
terutama pada mata apakah kelopak mata bagian bawah terlihat
pucat atau sedikit kemerahan, kulit nampak pucat dan kering
ataukah segar dan tidak kering, juga dilakukan pemeriksaan
CRT, dilakukan juga pemeriksaan abdomen untuk mengetahui
bising usus dan nyeri tekan pada daerah abdomen, dilakukan
pemeriksaan pada dada, anggota gerak dan keeimbangan tubuh.

4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b.d agen cidera fisik prosedur operasi section caesarea d.d
pasien mengeluhkan nyeri di abdomen
b. Kesiapan peningkatan nutrisi (D.0026) b.d post penembuhan luka d.d.
pasien mengatakan memiliki pengalaman SC dan ingin mengetahui
nutrisi untuk mempercepat kesembuhan lukanya.
c. Resiko Infeksi b.d prosedur invasive sectio caesarea
5. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa
NO Tujuan/Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan (SDKI)
1. Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri (I. 08238)
cidera fisik prosedur selama 3x24 jam diharapkan keluhan nyeri Observasi
operasi section pasien dapat menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
caesarea d.d pasien Tingkat Nyeri (L. 08066) frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
mengeluhkan nyeri di 1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
abdomen 2. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Kesulitan tidur menurun 4. Identidikasi faktor yang memberatkan dan
4. Nafsu makan meningkat meringankan nyeri
5. Perilaku meningkat 5. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang telah diberikan
Terapeutik
1. Berikan teknik non-farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memberatkan
rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
Kolaborasi
Pemberikan analgetik, jika perlu
2 Kesiapan peningkatan Tujuan : Edukasi nutrisi (I.12395)
nutrisi (D.0026) b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
post penembuhan luka selama 3 x 24 jam, maka tingkat pengetahuan
d.d. pasien mengatakan membaik dengan 1. Periksa status gizi, status alergi, program diet.
memiliki pengalaman Kriteria Hasil : kebutuhan dan kemampuan pemenuhan
SC dan ingin Tingkat Pengetahuan (L.12111) kebutuhan gizi
mengetahui nutrisi Skala Terapeutik
Indikator
untuk mempercepat Awal Akhir
kesembuhan lukanya. Prilaku sesuai 2. Persiapkan materi dan media seperti jenis-jenis
1 5
anjuran nutrisi, tabel makanan, cara menakar makanan.
Kemampuan 3. Berikan kesempatan untuk bertanya.
menjelaskan Edukasi
1 5 1. Jelaskan pada pasien dan keluarga alergi
tentang suatu
topik makanan, makanan yang harus dihindari,
Persepsi keliru kebutuhan jumlah kalori, jenis makanan
1 5 yang dibutuhkan pasien
terhadap masalah
2. Ajarkan cara melaksanakan diet sesuai
Keterangan program (mis makanan tinggi protein,
1 = menurun, 2 = Cukup menurun, 3 = rendah garam, rendah kalori)
Sedang, 4 = Cukup Meningkat, 5 = Meningkat 3. Ajarkan pasien dan keluarga memantau
1 = Meningkat 2 = Cukup meningkat, 3 = kondisi kekurangan nutrisi
Sedang, 4 = Cukup menurun, 5 = Menurun
3. Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan asuhan Pencegahan Infeksi (I. 14539)
prosedur invasive keperawatan 3x24 jam diharapkan defisit nutr Observasi
sectio caesarea dapat diatasi dengan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
Kriteria hasil sistemik
Tingkat Infeksi (L.14137) Terapeutik
1. Kebersihan tangan meningkat 1. Batasi jumlah pengunjung
2. Kebersihan badan meningkat 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
3. Nafsu makan meningkat dengan pasien dan lingkungan pasien
3. Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko
tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tanagan dengan ebnar
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi
4. Anjurkan meningkatkan asupan cairan dan
nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
Mar'iyah, K. and Zulkarnain, Z., 2021, November. Patofisiologi Cephalopelvic
Disproportion. In Prosiding Seminar Nasional Biologi (Vol. 7, No. 1, pp. 88-
92).

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Siregar, D., M. Pakpahan, L. B. Togatorop, E. I. Manurung, Y. F. Sitanggang, A. F.


Umara, R. M. Sihombing, M. V. A. Florensa, M. A. Perangin-angin. 2021.
Pengantar Proses Keperawatan: Konsep, Teori dan Aplikasi. Sumatrera Utara:
Yayasan Kita Menulis

Utama, S. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai