Oleh:
Dinar Rizqi Perwitasari, S. Kep.
NIM 212311101172
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN P2002Ab000 POST SECTIO
CAESAREA PADA HARI KE 0 ATAS INDIKASI CEPHALOPELVIC
DISPROPORTION DI RUANG RENGGANIS (NIFAS) RSUD DR. ABDOER
RAHEM SITUBONDO
1.5. Penatalaksanaan
Fokus Post partum Post partum 4 Post partum 24 – Hasil yang
perawatan masuk RS – 24 jam 48 jam diinginkan
Status Fase taking– Menuju fase Fase taking - hold Ibu dapat
emosinal in taking–hold Ibu mampu melakukan
merawat dirinya perawatan sendiri.
dan menunjukkan
kemandirian Ibu menunjukkan
dalam perawatan peningkatan
bayi. kepercayaan
diri dalam
merawat bayi.
Tindakan Memberikan Mendorong Amati ikatan dan Adanya
keperawatan perawatan wanita dan perilaku Ibu. Keterikatan dan
dan keluarganya perilaku yang
kenyamanan untuk Mencatat tanda– positif.
kepada ibu. berpartisipasi tanda perilaku
dalam merawat maladaptif. Orang tua
Memberikan diri dan menunjukkan
Penguatan perawatan bayi. Menyediakan pengertian pada
positif Informasi perilaku bayi.
terhadap Mendorong tertulis/visual
perilaku yang sesering tentang prilaku Orang tua
tepat. mungkin kontak bayi dan menunjukkan
dengan bayi. karakteristik. pengertian dalam
Diskusi menangani bayi.
kemampuan Amati perilaku Ajarkan metode
bayi. ibu dan untuk menghibur Menyediakan
keterikatan bayi Sumber informasi
Membiarkan dengan bayinya. jika pasien
ibu kontak membutuhkan.
dengan bayi Mulailah
secara berikan
konsisten pendidikan
untuk kesehatan
membangun setelah
keterikatan. melahirkan.
BAB 2.
KONSEP DASAR CEPHALOPELVIC DISPROPORTION
1. Kasus
Cephalopelvic Disproportion (CPD)
2. Proses terjadinya masalah
a. Pengertian
Disproporsi sevalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk
melewati panggul. Disproporsi dapat absolute atau relative. Absolute
apabila janin sama sekali tidak akan selamat melewati jalan lahir.
Disproporsi relative terjadi apabila faktor-faktor lain ikut berpengaruh.
Panggul yang sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi uterus
yang efisien. Kelonggaran jaringan lunak, letak, presentasi dan
kedudukan janin untuk mengadakan kedudukan janin yang
menguntungkan dan kemampuan kepala janin untuk mengadakan
moulage. Sebaliknya, kontraksi yang jelek, jaringan lunak yang kaku,
kedudukan abnormal, dan ketidak mampuan kepala untuk
mengadakan moulage sebagaimana mestinya. Semuanya dapat
menyebabkan persalinan vaginal tidak mungkin.
b. Etiologi
1. Ukuran panggul
Meskipun persoalannya adalah hubungan antara panggul dengan
janin tertentu, pada beberapa kasus panggul sedemikian sempitnya
sehingga janin normal tidak akan lewat. Ukuran yang sempit dapat
berada pada setiap bidang: Pintu atas panggul (PAP), Pintu tengah
panggul (PTP), atau Pintu bawah panggul (PBP). Kadang-kadang
seluruh bidangnya sempit. Panggul sempit menyeluruh. (Hakimi M,
2010).
a. Kesempitan Pintu Atas Panggul
Kesempitan pintu atas panggul terjadi apabila diamaeter
anteroposterior (conjugata obstetrica) kurang dari 10 cm atau
diameter transversa kurang dari 12 cm. Kesempitan pintu atas
panggu dapat merupakan akibat ricketsia atau pertumbuhan
menyeluruh yang jelek (Varney, 2007.
Pengaruh pada janin:
1. Bagian terenda tidak bisa masuk panggul.
2. Sering terjadi mal posisi.
3. Sikap defleksi.
4. Ansyklitismus yang berlebihan.
5. Moulage berat.
6. Terbentuknya caput succedaneum yang besar.
7. Tali pusat menumbung, terjadi komplikasi ini karena bagian
terendah tidak menutup PAP dengan baik.
Pengaruh pada persalinan:
1. Pembukaan serviks lambat dan sering kali tidak lengkap.
2. biasa terjadi ketuban pecah dini awal.
3. Seringkali disertai kontraksi uterus yang efisien.
2. Kesempitan Pintu Tengah Panggul
Kesempitan pintu tengah panggul pada dasarnya merupakan
penyempitan bidang yang melalui apex dari arcus punis, spina
ischiadika, dan sacrum. Biasanya antara segmen keempat dan kelima.
Kesempitan pintu tengah panggul merupakan sebab yang biasa dijumpai
pada distosia dan tindakan operatif. Sebab apabila kepala janin sudah
tidak masuk pintu atas panggul maka tidak ada keragu-raguan lagi
bahwa persalinan harus diakhiri dengan sectio caesarea. Akan tetapi
apabila kepala dapat masuk kedalam panggul maka penolong segan
untuk melakukan sectio caesarea oleh karena mengharap kepala akan
turun sampai ketitik dimana dapat dilakukan ekstraksi dengan forsep.
Bahaya disini adalah dengan adanya moulage dan pembentukan caput
maka kepala akan lebih rendah dari sesungguhnya. Yang akan
dikerjakan adalah forsep tengah akan tetapi terpaksa dilakukanforsep
tinggi. Seringkali dengan akibat yang berbahaya baik ibu maupun
anaknya. Kesempitan pintu tengah panggul dapat menghalng-halangi
berputarnya ubun-ubun kecil kedepan dan mengarahkannya ke lengkung
sacrum. Tidak terjadi putaran paksi dan sikap defleksi sering kali
terdapat pada cavum pelvis yang sempit. (Varney, 2007).
3. Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Kesempitan pintu bawah panggul terjadi apabila distansia
intertuberosum kurang dari 8 cm. Distosia dapat diharapkan akan terjadi
kalau diameter intertuberosum ditambah dengan diameter sagitalis
posterior kurang dari 15 cm, pengurangan distansia intertuberosum dan
angulus sub pubicus akan mendorong kepala ke belakang, dengan
demikian prognosisnya tergantung kepada kapasitas segmen posterior,
mobilitas artilation sacro coccigalis, dan kemampuan jaringan lunak
untuk mengakomodasikan anak. Sisi-sisi segitiga posterior tidak
terbentuk dari tulang. Mskipun kesempitan pintu bawah panggul banyak
mengakibatkan robekan perineum dan lebih sering diperlukan
pertolongan dengan forsep, jarang merupakan dengan indikasi seksio
sesarea tanpa adanya distosia oleh karena kesempitan pintu atas panggul
atau pintu tengah panggul. Oleh karena distansia intertuberosum dapat
diukur secara manual dapat memberikan petunjuk akan kemungkinan
adanya kesempitan pada bidang yang lebih tinggi, maka distansia
intertuberosum harus dinilai sebagai bagan dari pemeriksaan rutin.
Kepala yang tertahan lama dipintu bawah panggul dapat disebabkan
oleh perineum yang kaku. Jaringan tidak teregang dengan baik, dan
apabila robek terjadi robekan luas yang tidak teratur. Terapinya adalah
dengan episiotomi mediolateralis segera setelah diketahui.
4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan penyabab
CPD itu sendiri. yaitu kapasitas panggul atau ukuran panggul yang
sempit dan ukuran janin yang terlalu besar.
a. Tanda dan gejala
1) Pada palpasi abdomen, pada primipara kepala anak belum turun
setelah minggu ke-36.
2) Pada primipara ada perut menggantung.
3) Pada anamnesa, multipara persalinan yang dulu-dulu sulit.
4) Ada kelainan letak pada hamil tua.
5) Terdapat kelainan bentuk badan ibu (cebol, skoliosis, pincang, dan
lain-lain).
6) Persalinan lebih lama dari biasa.
b. Pemeriksaan Cephalopelvic Disproportion
Dalam usaha menentukan apakah seorang bayi akan dapat dilahirkan
pervaginam tanpa menimbulkan perlukaan pada dirinya maupun pada
ibunya, cara-cara pemeriksaan perlu dilaksanakan:
a. Anamnesis
Sampai batas-batas tertentu informasi yang dicari tergantung pada
paritas penderita. Kalau ada riwayat kehamilan dan persalinan
sebelumnya maka perincian mengenai kehamilan dan persalinan
tersebut sangat membantu dalam menetapkan prognosisnya. Pada
primigravida informadi lain diperlukan untuk membuat
keputusan.
b. Bagian terendah yang tidak turun
Meskipun keragu-raguan mengenai kapasitas panggul akan dapat
dihilangkan dengan pemeriksaan yang mendalam, salah satu
masalah yang banyak dijumpai adalah kepala yang tidak turun
pada primigravida mendekati aterm. Umumnya pada primigravida
dengan panggul normal kepala akan masuk panggul kurang lebih
3 minggu sebelum aterm. Sebaliknya pada presentasi bokong
seringkali bokong baru turun setelah dalam persalinan
c. Penatalaksanaan
1. Persalinan percobaan
Persalinan percobaan adalah persalinan yang dilakukan untuk
membuktikan apakah persalinan pervaginam dapat berlangsung atau
harus dilakukan melalui seksio sesarea dengan memperhatikan
penurunan kepala janin dan terjadinya moulage kepala.
Persalinan percobaan dikatakan gagal apabila terjadi hal-hal sebagai
berikut
1. Kemajuan persalinan
a. Pembukaan kurang lancar
b. Penurunan kepala lambat
2. Pertimbangkan persalinan pervaginam dengan trauma maternal
dan janin cukup besar dan berbahaya.
3. Pemantauan janin intrautrine terjadi asfiksia
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of
labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas,
sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of
labour karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2
jam kemudian. Saat ini test of labour jarang digunakan karena
biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul
sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per
vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik.
Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang
sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada
lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah
kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada
forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.
2. Sectio Caesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan
kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga
dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi
seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)
dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi
untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat
persalinan per vaginum belum dipenuhi.
3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada
simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
4. Kraniotomi
Dilakukan Pada janin yang meninggal.
3. Web of Caution
a. Pohon Masalah
Resiko Kesiapan
Infeksi Peningkatan Nutrisi
b. Masalah Keperawatan
1) Nyeri Akut
2) Kesiapan Peningkatan Nutrisi
3) Resiko Infeksi
c. Pengkajian Keperawatan Terfokus
Pengkajian keperawatan adalah langkah awal pada proses
keperawatan dimana dalam pengkajian dilakukan pengumpulan data berupa
informasi baik secara subjektif dan objektif sebagai penentu status
kesehatan pasien dan mengidentifikasi masalah kesehatan aktual maupun
potensial (Siregar dkk, 2021). Pengkajian terfokus pada kasus ibu dengan
cephalopelvis disproportion adalah:
1) Identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, pekerjaan dan status perkawinan
2) Klien biasanya mengeluh nyeri di area panggul
3) Riwayat penyakit. Merupakan suatu keluhan ataupun gangguan
terkait kondisi fisiologis CPD. Adanya gejala seperti kepala bayi
belum turun di usia kehamilan 36 minggu, memiliki riwayat
persalinan sulit, dll.
4) Riwayat kesehatan terdahulu, Adanya keterangan riwayat
mengenai melahirkan sulit dan keluarga dengan riwayat yang
sama. Dapat dikaji juga nutrisi selama masa pubertas untuk
mengetahui nutrisi yang memengaruhi perkembangan fisik.
5) Riwayat penyakit keluarga dari beberapa anggotanya yang
berhubungan dengan fisiologis seperti tinggi badan, berat badan
dan struktur tulang yang diturunkan.
6) Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan pasien apakah
pasien memilih pergi ketenaga kesehatan ketika merasa terdapat
gangguan pada kesehatan atau membiarkan saja
7) Pola nutrisi atau metabolik dengan mengukur IMT pasien,
tanda-tanda klinis dan riwayat diet
8) Identifikasi pola eliminasi (BAK dan BAB), dilakukan
identifikasi pada pola aktivitas dan latihan apakah masih dapat
melakukan aktivitas secara mandiri atau tidak, frekuensi, warna
serta bau BAK dan BAB sebelum dan saat sakit
9) Pola aktivitas dan latihan yang meliputi makan atau minum,
toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah dan
ambulasi atau ROM. Apakah pada item-item tersebut pasien
dapat melakukan secara mandiri atau memerlukan bantuan
10) Pola tidur dan istirahat mengalami ganggan atau dapat tertidur
dengan nyenyak dengan adanya masalah pada organ reproduksi
11) Pola kognitif dan perseptual dalam kemampuan sosialisasi
apakah ada perubahan sebelum mengalami gangguan pada
fisiologisnya
12) Fungsi dan keadaan indera apakah terdapat perbedaan sebelum
dan saat mengalami gangguan
13) Pola persepsi diri yang meliputi gambaran diri, identitas diri,
harga diri, ideal diri dan peran diri
14) Identifikasi pola seksualitas dan reproduksi sebelum dan setelah
mengalami gangguan pada fisiologis selama masa kehamilan
dan bersalin
15) Pola peran dan hubungan baik dengan keluarga ataupun
lingkungan sekitar
16) Identifikasi pola manajemen koping stress pasien sebelum dan
setelah terjadi gangguan pada sistem reproduksi
17) System nilai dan keyakinan dalam beribadah
18) Pemeriksaan fisik yang meliputi: dilakukan pemeriksaan
keadaan umum pasien (GCS) apakah pasien composmentis,
apatis, somnolen, sofor, koma, delirium. Lalu dilakukan
pemeriksaan TTV. Dilakukan juga pemeriksaan head to toe
terutama pada mata apakah kelopak mata bagian bawah terlihat
pucat atau sedikit kemerahan, kulit nampak pucat dan kering
ataukah segar dan tidak kering, juga dilakukan pemeriksaan
CRT, dilakukan juga pemeriksaan abdomen untuk mengetahui
bising usus dan nyeri tekan pada daerah abdomen, dilakukan
pemeriksaan pada dada, anggota gerak dan keeimbangan tubuh.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b.d agen cidera fisik prosedur operasi section caesarea d.d
pasien mengeluhkan nyeri di abdomen
b. Kesiapan peningkatan nutrisi (D.0026) b.d post penembuhan luka d.d.
pasien mengatakan memiliki pengalaman SC dan ingin mengetahui
nutrisi untuk mempercepat kesembuhan lukanya.
c. Resiko Infeksi b.d prosedur invasive sectio caesarea
5. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa
NO Tujuan/Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan (SDKI)
1. Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri (I. 08238)
cidera fisik prosedur selama 3x24 jam diharapkan keluhan nyeri Observasi
operasi section pasien dapat menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
caesarea d.d pasien Tingkat Nyeri (L. 08066) frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
mengeluhkan nyeri di 1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
abdomen 2. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Kesulitan tidur menurun 4. Identidikasi faktor yang memberatkan dan
4. Nafsu makan meningkat meringankan nyeri
5. Perilaku meningkat 5. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang telah diberikan
Terapeutik
1. Berikan teknik non-farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memberatkan
rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
Kolaborasi
Pemberikan analgetik, jika perlu
2 Kesiapan peningkatan Tujuan : Edukasi nutrisi (I.12395)
nutrisi (D.0026) b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
post penembuhan luka selama 3 x 24 jam, maka tingkat pengetahuan
d.d. pasien mengatakan membaik dengan 1. Periksa status gizi, status alergi, program diet.
memiliki pengalaman Kriteria Hasil : kebutuhan dan kemampuan pemenuhan
SC dan ingin Tingkat Pengetahuan (L.12111) kebutuhan gizi
mengetahui nutrisi Skala Terapeutik
Indikator
untuk mempercepat Awal Akhir
kesembuhan lukanya. Prilaku sesuai 2. Persiapkan materi dan media seperti jenis-jenis
1 5
anjuran nutrisi, tabel makanan, cara menakar makanan.
Kemampuan 3. Berikan kesempatan untuk bertanya.
menjelaskan Edukasi
1 5 1. Jelaskan pada pasien dan keluarga alergi
tentang suatu
topik makanan, makanan yang harus dihindari,
Persepsi keliru kebutuhan jumlah kalori, jenis makanan
1 5 yang dibutuhkan pasien
terhadap masalah
2. Ajarkan cara melaksanakan diet sesuai
Keterangan program (mis makanan tinggi protein,
1 = menurun, 2 = Cukup menurun, 3 = rendah garam, rendah kalori)
Sedang, 4 = Cukup Meningkat, 5 = Meningkat 3. Ajarkan pasien dan keluarga memantau
1 = Meningkat 2 = Cukup meningkat, 3 = kondisi kekurangan nutrisi
Sedang, 4 = Cukup menurun, 5 = Menurun
3. Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan asuhan Pencegahan Infeksi (I. 14539)
prosedur invasive keperawatan 3x24 jam diharapkan defisit nutr Observasi
sectio caesarea dapat diatasi dengan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
Kriteria hasil sistemik
Tingkat Infeksi (L.14137) Terapeutik
1. Kebersihan tangan meningkat 1. Batasi jumlah pengunjung
2. Kebersihan badan meningkat 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
3. Nafsu makan meningkat dengan pasien dan lingkungan pasien
3. Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko
tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tanagan dengan ebnar
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi
4. Anjurkan meningkatkan asupan cairan dan
nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
Mar'iyah, K. and Zulkarnain, Z., 2021, November. Patofisiologi Cephalopelvic
Disproportion. In Prosiding Seminar Nasional Biologi (Vol. 7, No. 1, pp. 88-
92).