Anda di halaman 1dari 30

TUGAS STASE MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN PNC

OLEH :
NI KADEK NOVITA DEWI
NIM. 2022207209061

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN PNC

A. Konsep Dasar
1. Pengertian Post Natal
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa
nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum
adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi
sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
Masa nifas adalah masa dimulainya beberapa jam sesudah lahirnya
plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Yanti dan Sundawati,
2011).
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali mulai dari
persalinan selesai sampai ala-alat kandungan kembali seperti sebelum
hamil. Lama masa nifas ini 6-8 minggu (Mochtar, 2012).
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,
plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dan waktu kurang lebih 6 minggu
(Walyani & Purwoastuti, 2015).

2. Adaptasi Fisiologi dan Psikologis Ibu Nifas


Menurut Yanti dan Sundawati (2011) perubahan pada ibu nifas sebagai
berikut :
a. Perubahan Fisiologis
1) Perubahan Sistem Reproduksi
a) Involusi Uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil
setelah melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir
tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-
kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus
bersandar pada promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam,
tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus.
Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari
pasca partum keenam fundus normal akan berada di
pertengahan antara umbilicus dan simpisis pubis.
Peningkatan esterogen dan progesteron bertanggung
jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pada
masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan
hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk
selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus
sedikit lebih besar setelah hamil.
Lapisan desidua yang dilepaskan dari dinding uterus
disebut lokia. Endometrium baru tumbuh dan terbentuk
selama 10 hari postpartum dan menjadi sempurna sekitar 6
minggu. Proses involusi berlangsung sekitar 6 minggu.
Selama proses involusi berlangsung, berat uterus mengalami
penurunan dari 1000 gram menjadi 60 gram, dan ukuran
uterus berubah.
b) Lokea
Lokea adalah ekresi cairan selama masa nifas.lockea itu
terbagi menjadi 4 (Yanti dan Sundawati, 2011) yaitu:
(1) lochea rubra
Lochea ini muncul hari 1 sampai hari 4 masa post partum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah
segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak
bayi, lanugo dan mekonium.
(2) lockea sanguilaeta.
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan
berlendir. Berlansung dari hari ke 4 sampai hari ke 7
postpartum.
(3) Lockea serosa
Lockea ini berwarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit dan laserasi plasenta.
Muncul hari ke 7 sampai hari ke 14 postpartum.
(4) Lockea alba
Mengandung leukosit, selaput lendirserviks dan serabut
jaringan yang mati. Lockea ini bisa berlangsung 2 sampai
6 minggu post partum.
c) Ovarium dan Tuba Falopi
Setelah kelahiran plasenta, produksi estrogen dan
progesterone menurun, sehingga menimbulkan mekanisme
timbal-balik dari sirkulasi menstruasi. Pada saat inilah dimulai
kembali proses ovulasi, sehingga wanita dapat hamil kembali.
2) Perubahan Sistem Pencernaan
Setelah kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi
progesterone sehingga yang menyebabkan nyeri ulu hati
(heartburn) dan konstipasi, terutama dalam beberapa hari
pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas motilitas usus akibat
kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya
reflex hambatan defekasi karena adanya rasa nyeri pada
perineum akibat luka episiotomy.
3) Perubahan Sistem Perkemihan
Dieresis dapat terjadi setelah 2-3 hari postpartum. Dieresis
terjadi karena saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini
akan kembali normal setelah 4 minggu postpartum. Pada awal
postpartum, kandung kemih mengalami edema, kongesti, dan
hipotonik. Hal ini disebabkan oleh adanya overdistensi pada saat
kala dua persalinan dan pengeluaran urin yang tertahan selama
proses persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan oleh adanya
trauma saat persalinan berlangsung dan trauma ini dapat
berkurang setelah 24 jam postpartum.
4) Perubahan Sistem Endokrin
Saat plasenta terlepas dari dinding uterus, kadar HCG dan
HPL secara berangsur turun dan normal kembali setelah 7 hari
postpartum. HCG tidak terdapat dalam urine ibu setelah 2 hari
postpartum. HPL tidak lagi terdapat dalam plasma.
a) Oxytoxin
Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan
bereaksi pada otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala
tiga persalinan aksi oxytoxin menyebabkan pelepasan
plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi untuk kestabilan
kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan
plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang
memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi menstimulasi
ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini membantu kelanjutan
involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir,
sirkulasi HCG, estrogen, progesteron dan hormon laktogen
placenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan
fisiologis pada ibu nifas.
b) Prolaktin
Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang
disekresi oleh glandula hipofise anterior bereaksi pada
alveolus payudara dan merangsang produksi susu. Pada
wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan
pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak
menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21
post partum dan penurunan ini mengakibatkan FSH disekresi
kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi pada ovarium yang
menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron dalam
kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi
dan menstruasi.
c) Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan
pengeluaran air susu ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan
pokok, makanan yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi
yang disediakan oleh ibu yamg baru saja melahirkan bayi
akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.
Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron
merangsang pertumbuhan kelenjar susu sedangkan
progesteron merangsang pertumbuhan saluran kelenjar ,
kedua hormon ini mengerem LTH. Setelah plasenta lahir
maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi.
Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang
merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah
reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan puting
susu oleh bayi. Rangsang ini menuju ke hypofise dan
menghasilkan oxitocin yang menyebabkan buah dada
mengeluarkan air susunya.
Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras
dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau
areola mammae dipijat, keluarlah cairan puting dari puting
susu.Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %,
lemak 3-5 %, gula 6,5-8 %, garam 0,1 – 0,2 %.
Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit,
gerak badan. Banyaknya air susu sangat tergantung pada
banyaknya cairan serta makanan yang dikonsumsi ibu.
5) Perubahan Sistem Kardiovaskular
Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlangsung
sampai kala tiga ketika volume darah uterus dikeluarkan.
Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama postpartum dan
akan kembali normal pada akhir minggu ke-3 postpartum.
6) Perubahan Sistem Hematologi
Leukositosis mungkin terjadi selama persalinan, sel darah
merah berkisar 15.000 selama persalinan. Peningkatan sel darah
putih berkisar antara 25.000-30.000 yang merupakan manifestasi
adanya infeksi pada persalinan lama. Hal ini dapat meningkat
pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan
tekanan darah serta volume plasma dan volume sel darah merah.
Pada 2-3 hari postpartum, konsentrasi hematokrit menurun
sekitar 2% atau lebih. Total kehilangan darah pada saat
persalinan dan nifas kira-kira 700-1500 ml (200-200 ml hilang
pada saat persalinan, 500-800 ml hilang pada minggu pertama
postpartum, dan 500 ml hilang pada saat masa nifas).
7) Perubahan Tanda Vital
Perubahan tanda-tanda vital pada massa nifas meliputi:
Parameter Penemuan normal Penemuan abnormal
Tanda-tanda Tekanan darah < 140 / 90 Tekanan darah > 140 / 90
vital mmHg, mungkin bisa naik mmHg
dari tingkat disaat
persalinan 1 – 3 hari post
partum
Suhu tubuh < 38 0 C Suhu > 380 C
Denyut nadi: 60-100 X / Denyut nadi: > 100 X /
menit menit

Vital Sign sebelum kelahiran bayi :


Suhu :
a) saat partus lebih 37,20C
b) sesudah partus naik 0,50C
c) 12 jam pertama suhu kembali normal
Nadi :
a) 60 – 80 x/mnt
b) Segera setelah partus bradikardi
Tekanan darah :TD meningkat karena upaya keletihan dan persalinan,
hal ini akan normal kembali dalam waktu 1 jam
Vital sign setelah kelahiran anak :
a) Temperatur : Selama 24 jam pertama mungkin kenaikan menjadi
380C (100,40F) disebabkan oleh efek dehidrasi dari persalinan.
b) Kerja otot yang berlebihan selama kala II dan fluktuasi hormon
setelah 24 jam wanita keluar dari febris.
c) Nadi : Nadi panjang dengan stroke volume dan cardiacc output.
Nadi naik pada jam pertama. Dalam 8 – 10 minggu setelah
kelahiran anak, harus turun ke rata-rata sebelum hamil.
d) Pernapasan : Pernapasan akan jatuh ke keadaan normal wanita
sebelum persalinan.
e) Tekanan darah : Tekanan darah berubah rendah semua, ortistatik
hipotensi adalah indikasi merasa pusing atau pusingtiba-tiba
setelah terbangun, dapat terjadi 48 jam pertama.
Penyimpangan dari kondisi dan penyebab masalah :
a) Diagnosa sepsis puerpuralis adalah jika kenaikan pada maternal
suhu menjadi 380C
b) Kecepatan rata-rata nadi adalah satu yang bertambah mungkin
indikasi hipovolemik akibat perdarahan.
c) Hipoventilasi mungkin mengikuti keadaan luar biasanya karena
tingginya sub arachnoid (spinal) blok.
d) Tekanan darah rendah mungkin karena refleksi dari hipovolemik
sekunder dari perdarahan.

b. Perubahan Psikologis pada ibu nifas


Periode postpartum menyebabkan stress emosional terhadap ibu
baru, bahkan lebih menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang
hebat. Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke
masa menjadi orang tua pada masa postpartum, yaitu :
1) Respons dan dukungan dari keluarga dan teman
2) Hubungan antara pengalaman melahirkan dan harapan serta
aspirasi
3) Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain
4) Pengaruh budaya
Reva rubin mengklasifikasikan tahapan ini menjadi 3 tahap yaitu:
1) Periode taking in (hari pertama hingga ke dua setelah melahirkan)
Ibu masih pasif dan tergantung pada orang lain
a) Perhatian ibu tertuju pada ke khawatiran pada perubahan
tubuhnya.
b) Ibu akan mengulangi pengalaman-pengalaman ketika
melahirkanMemerlukan ketenangan dalam tidur untuk
mengembalikan keadaan tubuh kekondisi normal
c) Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan
peningkatan nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan
proses pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung normal.
2) Periode taking hold (hari kedua hingga ke empat setelah
melahirkan)
a) Ibu memperhatikan kemampuan menjadi oramg tua dan
meningkatkan tanggung jawab akan bayinya.
b) Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh,
BAK, BAB dan daya tahan tubuh.
c) Ibu cenderung terbuka menerima nasihat bidan dan kritikan
pribadi.
d) Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi
seperti
menggendong, menyusui, memandikan dan mengganti popok.
Kemungkinan ibu mengalami depresi post partum karena merasa
tidak mampu membesarkan bayinya.
3) Periode letting go
a) Terjadi setelah ibu pulang kerumah dan dipengaruhi oleh
dukungan serta perhatian keluarga.
b) Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi
dan memahami kebutuhan bayi sehingga akan mengurangi
hak ibu dalam kebebasan dalam hubungan sosial.

3. Tujuan Keperawatan Masa Post Natal


a. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan maternitas yang harus
dilakukan pada ibu nifas.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengkajian yang harus dilakukan pada ibu nifas
2) Mengetahui analisa data pada ibu nifas
3) Mengetahui diagnosa keperawatan yang ada pada ibu nifas
4) Mengetahui intervensi yang harus dilakukan pada ibu nifas

4. Kebutuhan Ibu Nifas


Menurut Yanti dan Sundawati (2011), Ibu nifas memiliki
beberapa kebutuhan dasar yang harus terpenuhi selama menjalani
masa nifas yaitu sebagai berikut.
a. Nutrisi dan Cairan
Pada masa nifas masalah diit perlu mendapat perhatian yang
serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat
penyembuhan ibu dan memengaruhi susunan air susu. Diit yang
diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi
protein, dan banyak mengandung cairan (Ambarwati dan
Wulandari, 2010 :97).
b. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar
secepat mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari
tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk
berjalan. Ibu post partum sudah diperbolehkan bangun dari
tempat tidur dalam 24–48 jam postpartum, tentunya ibu
postpartum tidak dengan penyulit seperti anemia, penyakit
jantung, demam, penyakit paru-paru, dan sebagainya. Adapun
beberapa keuntungan ambulasi dini adalah sebagai berikut:
1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation.
2) Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
3) Early ambulation memungkinkan kita mengajarkan ibu cara
merawat anaknya selama ibu masih di rumah sakit
4) Menurut penelitian-penelitian yang saksama, early
ambulation tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak
menyebabkan perdarahan abnormal, tidak memengaruhi
penyembuhan luka episiotomi atau luka di perut, dan lain-
lain.
c. Istirahat
Istirahat merupakan salah satu kebutuhan dasar masa nifas
yaitu dengan menganjurnya ibu untuk:
1) Istirahat yang cukup untuk mengurangi rasa lelah
2) Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur
3) Kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan
4) Menyediakan watu untuk istirahat pada siang kira-kira 2
jam, dan malam 7-8 jam.
d. Eliminasi
Berikut adalah kebutuhan eliminasi menurut Ambarwati dan
Wulandari (2010 : 105).
1) Miksi
Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan
setiap 3 – 4 jam.Ibu diusahakan dapat BAK sendiri, apabila
tidak lakukan tindakan seperti merangsang dengan
mengalirkan air kran di dekat klien dan mengompres air
hangat diatas simpisis. Jika tidak berhasil dengan cara
tersebut maka lakukan katerisasi, namun katerisasi tidak
dilakukan sebelum lewat 6 jam post partum karena prosedur
kateterisasi membuat klien tidak nyaman dan resiko infeksi
saluran kencing tinggi. Dower kateter diganti setelah 48 jam.
2) Defekasi
Biasanya 2-3 hari post partum masih sulit buang air
besar. Jika klien pada haru ketiga belum juga BAB maka
diberikan larutan supositoria dan minum air hangat. Lakukan
diit teratur, pemberian cairan yang banyak, makanan cukup
serat dan olah raga agar BAB dapat kembali teratur.
e. Personal Hygiene
Pada ibu pada masa postpartum sangat rentan terhadap
infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk
mencegah terjadinya infeksi. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan pada ibu nifas dalam personal hygiene adalah
sebagai berikut:
1) Perawatan Perineum
Apabila setelah buang air besar atau buang air kecil
perineum dibersihkan secara rutin. Caranya dibersihkan
dengan sabun yang lembut minimal sekali sehari. Biasanya
ibu merasa takut pada kemungkinan jahitannya akan lepas
dan merasa sakit sehingga perineum tidak dibersihakan atau
dicuci (Ambarwati dan Wulandari, 2010:106).
a) Ibu post partum harus mengerti untuk membersihkan
daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke
belakang,
b) kemudian membersihkan daerah sekitar anus.
c) Anjurkan ibu untuk membersihkan vulva setiap kali
selesai buang air kecil atau besar.
d) Untuk cara mengganti pembalut yaitu bagian dalam
jangan sampai terkontaminasi oleh tangan. Pembalut
yang sudah kotor harus diganti paling sedikit 4 kali
sehari.
e) Ibu harus memahami tentang jumlah, warna, dan bau
lochea sehingga apabila ada kelainan dapat diketahui
secara dini.
f) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan
air sebelum dan sesudah membersihkan daerah
kelaminnya.
g) Apabila ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi,
sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh
daerah luka (Ambarwati dan Wulandari, 2010 : 106–
107).
2) Perawatan payudara
Bagi ibu postpartum, melakukan perawatan payudara itu
penting yaitu dengan menjaga payudara tetap bersih dan
kering terutama pada bagian putting susu dengan
menggunakan bra yang menyongkong payudara. Oleskan
kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu
sebelum dan setelah menyusukan. Apabila payudara terasa
nyeri dapat diberikan parasetamol 1 tablet setiap 4 – 6 jam
(Ambarwati dan Wulandari, 2010 : 107).

B. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Bersalin


Asuhan keperawatan pada ibu post partum menurut L.J Capernito (2013)
adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian
a. Pengkajian fisiologis
Pengkajian fisiologis lebih difokuskan pada proses involusi organ
reproduksi, perubahan biofisik sistem tubuh dan deteksi adanya
hambatan pada proses laktasi. Area pengkajian fisiologis post
partum antara lain:
1) Suhu Suhu merupakan penanda awal adanya infeksi, suhu
yang cenderung tinggi juga dapat menandakan ibu mengalami
dehidrasi. Suhu dikaji tiap satu jam selama 8 jam setelah
persalinan, kemudian dikaji tiap dua jam sampai dengan 24
jam setelah persalinan.
2) Nadi, pernapasan dan tekanan darah Frekuensi nadi yang
lebih dari normal (diatas 100 kali/menit) sebagai tanda adanya
infeksi, hemoragi, nyeri, atau kecemasan. Tekanan darah yang
cenderung rendah dapat merupakan tanda syok atau emboli.
Nadi, pernapasan dan tekanan darah dikaji tiap 15 menit
sampai dengan empat jam setelah persalinan, kemudian dikaji
tiap 30 menit sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
3) Fundus, lokhea dan kandung kemih
Fundus dapat sedikit meninggi pasca persalinan, tetapi dihari
berikutnya fundus akan mulai turun sekitar satu cm sehingga
pada hari ke 10 fundus sudah tidak teraba. Hari-hari awal
setelah persalinan, fundus akan teraba keras dengan bentuk
bundar mulus, bila ditemukan fundus teraba lembek atau
kendur menunjukkan terjadinya atonia atau subinvolusi.
Ketika dilakukan palpasi, kandung kemih harus kosong agar
pengukuran fundus lebih akurat. Kandung kemih yang terisi
akan menggeser uterus dan meningkatkan tinggi fundus.
Lokhea dapat dijadikan sebagai acuan kemajuan proses
penyembuhan endometrium. Lokhea memiliki warna yang
berbeda setiap harinya, lokhea rubra (berwarna merah gelap,
keluar dari hari kesatu sampai hari ketiga setelah persalinan,
jumlahnya sedang), lokhea serosa (berwarna merah muda,
muncul dihari ke empat sampai hari ke 10 setelah persalinan,
jumlahnya lebih sedikit dari lokhea rubra), lokhea alba
(berwarna putih kekuningan, muncul dari hari ke 10 sampai
minggu ketiga setelah persalinan, jumlahnya sangat sedikit).
Munculnya perdarahan merah segar setelah selesainya lokhea
rubra atau setelah selesainya lokhea serosa menandakan
terjadinya infeksi atau hemoragi yang lambat. Fundus, lokhea
dan kandung kemih dikaji tiap 15 menit sampai dengan empat
jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap 30 menit sampai
dengan 24 jam setelah persalinan.
4) Perineum
Pengkajian pada daerah perineum dimaksudkan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hematoma, memar (ekimosis),
edema, kemerahan (eritema), dan nyeri tekan. Bila ada jahitan
luka, kaji keutuhan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi
(kemerahan, nyeri tekan dan bengkak). Perineum dikaji tiap
satu jam sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
5) Payudara dan tungkai
Pengkajian payudara meliputi bentuk, ukuran, warna, dan
kesimetrisan serta palpasi konsistensi dan deteksi apakah ada
nyeri tekan guna persiapan menyusui. Hari pertama dan kedua
pasca melahirkan akan ditemukan sekresi kolostrum yang
banyak. Pengkajian pada tungkai dimaksudkan untuk
menetahui ada tidaknya tromboflebitis. Payudara dan tungkai
dikaji tiap satu jam sampai dengan 8 jam setelah persalinan,
kemudian dikaji tiap empat jam sampai dengan 24 jam setelah
persalinan.
6) Eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi pengkajian bising usus,
inspeksi dan palpasi adanya distensi abdomen. Ibu post
partum dianjurkan untuk berkemih sesegera mungkin untuk
menghindari distensi kandung kemih. Eliminasi dikaji setiap 9
jam, kaji juga defekasi setiap harinya.
b. Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial ini difokuskan pada interaksi dan adaptasi
ibu, bayi baru lahir dan keluarga. Perawat melihat status
emosianal dan respon ibu terhadap pengalaman kelahiran,
interaksi dengan bayi baru lahir, menyusui bayi baru lahir,
penyesuaian terhadap peran baru, hubungan baru dalam keluarga,
dan peningkatan pemahaman dalam perawatan diri (Reeder,
Martin dan Koniak-Griffin, 2011),.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang sering
muncul menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2018),
yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
b. Resiko defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan;
perdarahan; diuresis; keringat berlebihan.
c. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) b/d trauma perineum
dan saluran kemih.
d. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) b/d kurangnya
mobilisasi; diet yang tidak seimbang; trauma persalinan.
e. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan; kelelahan post
partum.
f. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif,
peningkatan paparan organisme patogen lingkungan, malnutrisi,
ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder.
g. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
suplai ASI, hambatan pada neonatus, anomali payudara ibu,
ketidakadekuatan refleks oksitosin, ketidakadekuatan refleks
menghisap bayi, payudara bengkak, riwayat operasi payudara,
kelahiran kembar, tidak rawat gabung, kurang terpapar informasi
tentang pentingnya menyusui dan/atau metode menyusui, kurang
dukungan keluarga, faktor budaya.
h. Defisit pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang laktasi
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, gangguan fungsi
kognitif, kekeliruan mengikuti anjuran, kurang terpapar
informasi, kurang minat dalam belajar, kurang mampu
mengingat, ketidaktahuan menemukan sumber informasi.
i. Resiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan
tentang cara merawat bayi.

3. Rencana Keperawatan ( tujuan , intervensi, rasional tindakan )


Perencanaan dan intervensi keperawatan Intervensi keperawatan
yang diberikan berkaitan dengan diagnosa keperawatan yang muncul
berdasarkan Nursing Interventions Classification (2018), sebagai
berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama.........rasa nyeri teratasi
Kriteria hasil : Mengidentifikasi dan mengunakan intervensi
untuk mengatasi ketidaknyamanan dengan tepat, mengungkapkan
berkurangnya ketidaknyamanan.
Intervensi:
Pain Management
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi (PQRST)
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
4) Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
5) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
6) Motivasi untuk meningkatkan asupan nutrisi yang bergizi..
7) Tingkatkan istirahat.
8) Latih mobilisasi miring kanan miring kiri jika kondisi klien
mulai membaik.
9) Kaji kontraksi uterus, proses involusi uteri.
10) Anjurkan pasien untuk membasahi perineum dengan air
hangat sebelum berkemih.
11) Anjurkan dan latih pasien cara merawat payudara secara
teratur.
12) Jelaskan pada ibu tetang teknik merawat luka perineum dan
mengganti PAD secara teratur setiap 3 kali sehari atau setiap
kali lochea keluar banyak.
13) Kolaborasi dokter tentang pemberian analgesikResiko defisit
volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan;
diuresis; keringat berlebihan.
Rasional :
1) Mengetahui tingkat pengalaman nyeri klien dan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan untuk mengurangi nyeri
2) Reaksi terhadap nyeri biasanya ditunjukkan dengan reaksi non
verbal tanpa disengaja.
3) Mengetahui pengalaman nyeri
4) Penanganan nyeri tidak selamanya diberikan obat. Nafas
dalam dapat membantu mengurangi tingkat nyeri.
5) Mengetahui keefektifan control nyeri.
6) Mengurangi rasa nyeri Menentukan intervensi keperawatan
sesuai skala nyeri.
7) Mengidentifikasi penyimpangan dan kemajuan berdasarkan
involusi uteri.
8) Mengurangi ketegangan pada luka perineum.
9) Melatih ibu mengurangi bendungan ASI dan memperlancar
pengeluaran ASI.
10) Mencegah infeksi dan kontrol nyeri pada luka perineum.
11) Mengurangi intensitas nyeri denagn menekan rangsnag nyeri
pada nosiseptor.
b. Resiko defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan;
perdarahan; diuresis; keringat berlebihan.
Tujuan :
1) Fluid balance
2) Hydration
Setelah dilakukan askep selama …x 24 jam, Pasien dapat
mendemostrasikan status cairan membaik.
Kriteria Hasil:
Tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, haluaran
urine di atas 30 ml/jam, kulit kenyal/turgor kulit baik.
Intervensi:
Fluid management
1) Obs Tanda-tanda vital setiap 4 jam.
2) Obs Warna urine.
3) Status umum setiap 8 jam.
4) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
5) Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
6) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
kalori harian.
7) Lakukan terapi IV
8) Berikan cairan.
9) Dorong masukan oral.
10) Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus,
takikardia, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine
gelap atau encer gelap.
11) Konsultasi dokter bila manifestasi kelebihan cairan
terjadi.
12) Pantau: cairan masuk dan cairan keluar setiap 8 jam
Rasional :
1) Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2) Memenuhi kebutuhan cairan tubuh klien
3) Menjaga status balance cairan klien.
4) Memenuhi kebutuhan cairan tubuh klie.
5) Memenuhi kebutuhan cairan tubuh klien.
6) Temuan-temuan ini menandakan hipovolemia dan
perlunya peningkatan cairan.
7) Mencegah pasien jatuh ke dalam kondisi kelebihan cairan
yang beresiko terjadinya oedem paru.
8) Mengidentifikasi keseimbangan cairan pasien secara
adekuat dan teratur.
c. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) b/d trauma perineum
dan saluran kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama …x 24 jam, Pola
eleminasi (BAK) pasien teratur.
Kriteria hasil:
Eleminasi BAK lancar, disuria tidak ada, bladder kosong, keluhan
kencing tidak ada.
Intervensi :
1) Kaji haluaran urine, keluhan serta keteraturan pola
berkemih.
2) Anjurkan pasien melakukan ambulasi dini.
3) Anjurkan pasien untuk membasahi perineum dengan air
hangat sebelum berkemih.
4) Anjurkan pasien untuk berkemih secara teratur.
5) Anjurkan pasien untuk minum 2500-3000 ml/24 jam.
6) Kolaborasi untuk melakukan kateterisasi bila pasien
kesulitan berkemih
Rasional :
1) Mengidentifikasi penyimpangan dalam pola berkemih
pasien.
2) Ambulasi dini memberikan rangsangan untuk pengeluaran
urine dan pengosongan bladder.
3) Membasahi bladder dengan air hangat dapat mengurangi
ketegangan akibat adanya luka pada bladder.
4) Menerapkan pola berkemih secara teratur akan melatih
pengosongan bladder secara teratur.
5) Minum banyak mempercepat filtrasi pada glomerolus dan
mempercepat pengeluaran urine.
6) Kateterisasi membanatu pengeluaran urine untuk mencegah
stasis urine.
d. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) b/d kurangnya
mobilisasi; diet yang tidak seimbang; trauma persalinan.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama …x 24 jam, Pola
eleminasi (BAB) teratur.
Kriteria hasil:
Pola eleminasi teratur, feses lunak dan warna khas feses, bau khas
feses, tidak ada kesulitan BAB, tidak ada feses bercampur darah
dan lendir, konstipasi tidak ada..
Intervensi :
1) Kaji pola BAB, kesulitan BAB, warna, bau, konsistensi dan
jumlah.
2) Anjurkan ambulasi dini.
3) Anjurkan pasien untuk minum banyak 2500-3000 ml/24
jam.
4) Kaji bising usus setiap 8 jam.
5) Pantau berat badan setiap hari.
6) Anjurkan pasien makan banyak serat seperti buah-buahan
dan sayur-sayuran hijau
Rasional :
1) Mengidentifikasi penyimpangan serta kemajuan dalam pola
eleminasi (BAB).
2) Ambulasi dini merangsang pengosongan rektum secara lebih
cepat.
3) Cairan dalam jumlah cukup mencegah terjadinya
penyerapan cairan dalam rektum yang dapat menyebabkan
feses menjadi keras.
4) Bising usus mengidentifikasikan pencernaan dalam kondisi
baik.
5) Mengidentifiakis adanya penurunan BB secara dini.
6) Meningkatkan pengosongan feses dalam rectum.
e. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan; kelelahan post
partum.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama …x 24 jam, ADL dan
kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil:
1) Menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.
2) Kelemahan dan kelelahan berkurang.
3) Kebutuhan ADL terpenuhi secara mandiri atau dengan
bantuan.
4) Frekuensi jantung/irama dan Td dalam batas normal.
5) Kulit hangat, merah muda dan kering.
Intervensi :
1) Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan
parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat
peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat,
kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.
2) Tingkatkan istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri/respon
hemodinamik, berikan aktifitas senggang yang tidak berat.
3) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh:
penurunan kelemahan/ kelelahan, TD stabil/frek nadi,
peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
4) Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.
5) Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan
ADL pasien.
6) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh:
posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada
nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst
Rasional :
1) Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap
stres aktifitas dan indikator derajat penagruh kelebihan kerja
jnatung.
2) Menurunkan kerja miokard/komsumsi oksigen, menurunkan
resiko komplikasi.
3) Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk
menunjukkan tingkat aktifitas individu.
4) Komsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktifitas
dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan
aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja
jantung.
5) Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi
dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
6) Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung,
meningaktkan regangan dan mencegah aktifitas berlebihan.
f. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif,
peningkatan paparan organisme patogen lingkungan, malnutrisi,
ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......
diharapkan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: Mendemonstrasikan tehnik-tehnik untuk
menurunkan risiko/ meningkatkan penyembuhan, menunjukan
luka yang bebas dari drainase purulen dan bebas dari infeksi,
tidak febris, dan mempunyai aliran lokhea dan karakter normal.
Intervensi :
1) Bersihkan lingkkungan dengan baik setelah digunakan untuk
setiap pasien.
2) Ganti perawatan per pasien sesuai protokol institusi.
3) Batasi jumlah pengunjung.
4) Ajarkan pasien teknik mencuci tangan dengan tepat.
5) Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat
memasuki dan meninggalkan ruangan pasien.
6) Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan yang sesuai.
7) Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien.
8) Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang bersifat
universal.
9) Pakai sarung tangan sebagaimana dianjurkan oleh kebijakan
pencehagan universal.
10) Pakai pakaian ganti atau jubah saat menangani bahan-bahan
yang infeksius.
11) Pakai sarung tangan steril dengan tepat.
12) Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
13) Tingkatkan intake nutrisi yang tepat.
14) Dorong untuk beristirahat.
15) Berikan terapi antibiotik yang sesuai.
16) Anjurkan pasien untuk meminum antibiotik seperti yang
diresepkan.
17) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala
infeksi
Rasional
1) Ruangan yang bersih dapat Mencegah terjadinya infeksi
silang.
2) Mengganti perawatan perpasien diharapkan tidak terjadi
infeksi silang.
3) Dengan membatasi pengunjung mengurangi terjadinya
infeksi silang.
4) Dengan melakukan handhygiene pada pasien dengan benar
diharapkan tetap dapat mempertahankan kebersihan.
5) Dengan melakukan handhygiene pada pengunjung dengan
benar diharapkan tetap dapat mempertahankan kebersihan
sehingga tidak terjadi infeksi silang.
6) Penggunaan sabun antimikroba yang sesuai saat cuci tangan
akan mematikan bakteri, kuman maupun virus.
7) Cuci tangan dilakukan dengan five moment menjaga
penyebaran infeksi.
8) Tindakan pencegahan berguna untuk mencegah penyebaran
infeksi
9) Penggunaan sarung tangan dapat mencegah penyebaran
infeksi secara universal.
10) Pemakaian jubah saat tindakan infeksius dapat melindungi
tubuh dari percikan cairan infeksius.
11) Pemakaian sarung tangan steril untuk mempertahankan
tehnik keseterilan.
12) Prinsip steril pada perawatan lukan mencegah terjadinya
infeksi.
13) Nutrisi sangat penting untuk penyembuhan.
14) Istirahat yang cukup dapat meningkatkan imunitas.
15) Pengunaan antibiotik sebagai media untuk membunuh
kuman, bakteri dll.
16) Pengunaan antibiotik sebagai media untuk membunuh
kuman, bakteri dll
17) Dengan mengetahui tanda dan gejala infeksi secara dini maka
diharapkan penceghan infeksi dapat dilakukan segera
mungkin.
g. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
suplai ASI, hambatan pada neonatus, anomali payudara ibu,
ketidakadekuatan refleks oksitosin, ketidakadekuatan refleks
menghisap bayi, payudara bengkak, riwayat operasi payudara,
kelahiran kembar, tidak rawat gabung, kurang terpapar informasi
tentang pentingnya menyusui dan/atau metode menyusui, kurang
dukungan keluarga, faktor budaya
Tujuan : Setelah dilakukan demostrasi tentang teknik menyusui
selama ...... diharapkan tingkat pengetahuan ibu bertambah.
Kriteria hasil: Mengungkapkan pemahaman tentang proses
menyusui, menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama
lain, dengan bayi dipuaskan setelah menyusui, ASI keluar dengan
lancar.
Intervensi :
1) Dorong ibu untuk menyusui, dengan tepat
2) Sediakan pendidikan menyusui yang cukup dan dukungan
3) Instruksikan orangtua mengenal tanda bayi merasa lapar
4) Instruksikan orangtua mengenai pentingnya memberikan
makan sebagai aktivitas yang memelihara, yang menyediakan
kesempatan untuk terjadinya kontak mata dan kedekatan
secara fisik
5) Dukung kedekatan secara fisik yang sering dan terus menerus
antara bayi dan orangtua
h. Defisit pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang laktasi
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, gangguan fungsi
kognitif, kekeliruan mengikuti anjuran, kurang terpapar
informasi, kurang minat dalam belajar, kurang mampu
mengingat, ketidaktahuan menemukan sumber informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama......kebutuhan belajar terpenuhi
Kriteria hasil: Ibu menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan. Ibu dapat
mendemonstrasikan tehnik efektif dari menyusui. Ibu dapat
melaksanakan prosedur yang dijelaskan dengan benar. Ibu dapat
menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan oleh perawat/tim
kesehatan.
Intervensi :
1) Berikan informasi mengenai manfaat menyusui baik fisiologis
maupun psikologis
2) Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk menyusui dan
juga persepsi mengenai menyusui
3) Berikan materi pendidikan sesuai kebutuhan
4) Bantu menjamin adanya kelekatan bayi ke dada dengan cara
yang tepat (misalnya memonitor posisi tubuh bayi dengan
cara yang tepat, bayi memegang dada ibu serta adanya
kompresi dan terdengar suara menelan)
5) Informasikan mengenai perbedaan antara hisapan yang
memberikan nutrisi dan yang tidak memberikan nutrisi.
6) Instruksikan pada ibu untuk membiarkan bayi menyelesaikan
proses menyusui yang pertama sebelum proses menyusui
yang kedua.
7) Instruksikan pada ibu mengenai bagaimana memutuskan
hisapan pada saat ibu menyusui bayi, jika diperlukan.
8) Instruksikan ibu untuk melakukan perawatan puting susu.
9) Diskusikan teknik untuk menghindari atau meminimalkan
pembesaran dan rasa tidak nyaman pada payudara (misalnya
sering memberikan air susu, pijat payudara, kompres hangat
dan mengeluarkan air susu).
10) Diskusikan kebutuhan untuk istirahat yang cukup, hidrasi dan
diet yang seimbang.
11) Diskusikan strategi yang bertujuan untuk mengoptimalkan
suplai air susu.
i. Resiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan
tentang cara merawat bayi
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama …x 24 jam, Gangguan
proses parenting tidak ada.
Kriteria hasil:
Ibu dapat merawat bayi secara mandiri (memandikan, menyusui).
Intervensi :
1) Beri kesempatan ibu untuk melakukan perawatan bayi secara
mandiri.
2) Libatkan suami dalam perawatan bayi.
3) Latih ibu untuk perawatan payudara secara mandiri dan
teratur.
4) Motivasi ibu untuk meningkatkan intake cairan dan diet
TKTP.
5) Lakukan rawat gabung sesegera mungkin bila tidak terdapat
komplikasi pada ibu atau bayi
Rasional :
1) Meningkatkan kemandirian ibu dalam perawatan bayi.
2) Keterlibatan bapak/suami dalam perawatan bayi akan
membantu meningkatkan keterikatan batih ibu dengan bayi.
3) Perawatan payudara secara teratur akan mempertahankan
produksi ASI secara kontinyu sehingga kebutuhan bayi akan
ASI tercukupi.
4) Meningkatkan produksi ASI.
5) Meningkatkan hubungan ibu dan bayi sedini mungkinTeknik
penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan
membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
6) Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung,
meningaktkan regangan dan mencegah aktifitas berlebihan.
Evaluasi Menurut Bobak (2010), evaluasi kemajuan dan hasil
akhir dari perawatan yang telah dilakukan harus terus dilakukan
sepanjang tahap keempat persalinan. Perawat mengkaji
pemulihan fisiologis kehamilan dan persalinan, demikian pula
perkembangan hubungan antara orang tua dengan anak dalam
keluarga yang baru. Penilaian secara klinis pada faktor-faktor
tertentu perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
ketercapaian hasil akhir dari perawatan yang telah dilakukan,
faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Tetap bebas dari infeksi.
b. Tetap merasa nyaman dan bebas dari cedera.
c. Memiliki pengetahuan yang adekuat tentang perawatan
payudara, baik pada ibu menyusui maupun ibu tidak
menyusui.
d. Menunjukkan kepercayaan diri bahwa ia (keluarga) dapat
memberikan perawatan yang sangat diperlukan bayi baru
lahir.
e. Melindungi kesehatan kehamilan berikutnya dan kesehatan
anak-anak. Apabila dalam proses pengkajian ditemukan
hasil akhir kurang atau tidak sesuai dengan yang diharapkan
maka, perlu dilakukan pengkajian, perencanaan dan
perawatan lebih lanjut untuk memberi perawatan yang tepat
kepada ibu post partum dan keluarganya.
C. Daftar Pustaka
Ambarwati, Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas Yogyakarta :
Nuha Medika.
Buku Bobak. (2010) Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta:
EGC.
Carpenito, L. J. (2013). Buku Saku Diagnosis keperawatan. Edisi 13.
Jakarta : EGC.
Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses:
definitions and classification 2018-2020. Jakarta: EGC.
Purwoastusi & Walyani ( 2015 ). Ilmu Obstetri & Ginekologi Sosial untuk
Kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Reeder, S.J., Martin, L.L., & Griffin, D.K. (2011). Keperawatan
maternitas : Kesehatan wanita, bayi & keluarga edisi 18. Jakarta :
EGC.
Rustam, Mochtar. 2012. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri
Patologi. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.
Yanti, Damai & Dian Sundawati. 2011. Asuhan Kebidanan Masa Nifas
Belajar Menjadi Bidan Profesional. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai