Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

POST NATAL / POSTPARTUM

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

ELLY IRMAYANTI
891221018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI PONTIANAK
TAHUN 2022
A. DEFINISI
Masa nifas ( puerperium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8
minggu.
Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat – alat
reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal.
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat –
alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.

B. ETIOLOGI
Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori menghubungkan
dengan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada saraf dan
nutrisi.
1. Teori penurunan hormon
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormon progesteron dan
estrogen. Fungsi progesteron sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila progesteron turun.

2. Teori placenta menjadi tua


Turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron menyebabkan kekejangan
pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.

3. Teori distensi rahim


Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot rahim
sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.

4. Teori iritasi mekanik


Di belakang servik terlihat ganglion servikal (fleksus franterrhauss). Bila ganglion ini
digeser dan ditekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.

5. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam kanalis
servikalis dengan tujuan merangsang fleksus frankenhauser, amniotomi (pemecahan
ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.
C. PATOFISIOLOGI
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun eksterna
akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan
alat genital ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi
perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang
terakhir ini karena pengaruh hormon laktogen dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-
kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-pembuluh darah yang ada
antara otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah
plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post partum
bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri
terbentuk semacam cincin. Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah
timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama
endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat
pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua
basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta
fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur
kembali seperti sedia kala.

D. MANIFESTASI KLINIS
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang disebut
puerperium atau trimester keempat kehamilan.
1. Sistem reproduksi
a. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, proses
ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus,
pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi
kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah lahir.
Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam,
beratnya menjadi 5060gr. Pada masa postpartum penurunan kadar hormon
menyebabkan terjadinya autolisis, kerusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah
penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Selama 1-2
jam pertama postpartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi
tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara
intravena atau intramuskular diberikan segera setelah plasenta lahir.

c. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan trombus
menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur.
Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan
mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka.
Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga masa postpartum, kecuali
pada bekas tempat plasenta.

d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah,
kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra terutama mengandung
darah dan debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah
setelah 2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus
jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning atau putih. Lochea
alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba
bisa bertahan 2-6 minggu setelah bayi lahir.

e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam postpartum, serviks
memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula.
Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis dan rapuh selama beberapa
hari setelah ibu melahirkan.

f. Vagina dan perineum


Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap keukuran
sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar
minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
2. Sistem endokrin
a. Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol, serta
placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar
gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen dan
progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, penurunan kadar
esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstraseluler
berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.

b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak
menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya
berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti
sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui disimpulkan ovarium tidak  berespon
terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat.

3. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan sekitar 6
minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil.

4. Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.
Diperlukan kira-kira dua sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi
ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil.

5. Sistem cernaa
a. Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia dan keletihan, ibu merasa
sangat lapar.

b. Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan mortilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan biasa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah
ibu melahirkan.

6. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil
(esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin, kortison dan insulin)
menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
a. Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak menyusui.
Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dilakukan pada hari kedua dan
ketiga. Pada hari ketiga atau keempat postpartum bisa terjadi pembengkakan. Payudara
teregang keras, nyeri bila ditekan dan hangat jika di raba.
b. bu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan,
yakni kolostrum. Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras ketika
disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat
dikeluarkan dari puting susu.

7. Sistem kardiovaskuler
a. Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya kehilangan
darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler.
Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi
terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang menyebabkan volume
darah menurun dengan lambat. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir,
volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.

b. Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat sepanjang masa
hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih
tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit utero
plasenta tiba-tiba kembali kesirkulasi umum.
c. Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan
normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol maupun
diastol dapat timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita
melahirkan.

8. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis
yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami wanita saat bersalin
dan melahirkan.

9. Sistem muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung
secara terbalik pada masa postpartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu
relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim.

10. Sistem integumen


Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menetap. Kulit-
kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin memudar, tapi
tidak hilang seluruhnya.

E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan golongan darah sebagai antisipasi
melakukan transfusi darah ketika pasien mengalami anemia akibat perdarahan. Pemeriksaan
USG dapat dilakukan jika dicurigai adanya sisa plasenta yang masih tertinggal.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip yang harus diperhatikan adalah :
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera memeriksa
perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya dilakukan
penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam / proksimal ke arah luar /
distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.
b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi
luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan menggunakan benang
catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan robekan
tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum dilakukan penjahitan.
Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan
catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak
robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan rektum
yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan
catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah karena
robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3 jahitan catgut
kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti
menjahit robekan perineum tingkat I.
f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum
Menurut Mochtar persalinan yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur
perineum. Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal kerjasama dengan ibu dan
penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu dan
seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada
perineum.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus Keperawatan
a. Riwayat ibu
1) Biodata ibu
2) Penolong
3) Jenis persalinan
4) Masalah-masalah persalinan
5) Nyeri
6) Menyusui atau tidak.
7) Keluhan-keluhan saat ini, misalnya : kesedihan/depresi, pengeluaran per vaginam /
perdarahan / lokhea, putting / payudara
8) Rencana masa datang : kontrasepsi yang akan digunakan

b. Riwayat sosial ekonomi


1) Respon ibu dan keluarga terhadap bayi
2) Kehadiran anggota keluarga untuk membantu ibu di rumah
3) Para pembuat keputusan di rumah
4) Kebiasaan minum, merokok dan menggunakan obat
5) Kepercayaan dan adat istiadat

c. Riwayat bayi
1) Menyusu
2) Keadan tali pusat
3) Vaksinasi
4) Buang air kecil / besar

d. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan umum
a) Suhu tubuh
b) Denyut nadi
c) Tekanan darah
d) Tanda-tanda anemia
e) Tanda-tanda edema / tromboflebitis
f) Refleks
g) Varises
h) CVAT (Contical Vertebral Area Tenderness)

2) Pemeriksaan payudara
a) Puting susu : pecah, pendek, rata
b) Nyeri tekan
c) Abses
d) Pembengkakan / ASI terhenti
e) Pengeluaran ASI

3) Pemeriksaan perut / uterus


a) Posisi uterus / tinggi fundus uteri
b) Kontraksi uterus
c) Ukuran kandung kemih

4) Pemeriksaan vulva / perineum


a) Pengeluaran lokhea
b) Penjahitan laserasi atau luka episiotomi
c) Pembengkakan
d) Luka
e) Hemoroid

5) Aktivitas / istirahat
Insomnia mungkin teramati.

6) Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.

7) Integritas ego
Peka rangsang, takut / menangis (“post partum blues” sering terlihat kira-kira 3 hari
setelah melahirkan).

8) Eliminasi
Diuresis diantara hari kedua dan kelima.
9) Makanan / cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga.

10) Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ketiga sampai kelima
postpartum.

11) Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira
1 lebar jari setiap harinya.
Lokhia rubra berlanjut sampai hari kedua sampai ketiga, berlanjut menjadi
lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misal : rekumben versus
ambulasi berdiri) dan aktivitas (misal : menyusui).
Payudara : produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada suhu matur,
biasanya pada hari ketiga mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d pengeluaran janin
b. Resiko hipovolemia b.d kekurangan intake cairan
c. Resiko infeksi b.d trauma jaringan / luka episiotomi postpartum

3. Intervensi
Dx 1 : Nyeri
Ekspektasi : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri terkontrol cukup menurun
b. Kemampuan mengenali onset nyeri cukup meningkat
c. Kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat
Intervensi :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis : Akupresur, terapi
musik, teknik imajinasi terbimbing)
d. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis : suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
e. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
f. Kolaborasi untuk pemberian analgetik

Dx 2 : Resiko hipovolemia
Ekspektasi : Intake cairan adekuat
Kriteria hasil :
a. Kekuatan nadi cukup meningkat
b. Turgor kulit cukup meningkat
c. Output urin sedang
d. Keluhan haus meningkat
e. Konsentrasi urin sedang
Intervensi :
a. Monitor intake dan output cairan
b. Hitung kubutuhan cairan
c. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
d. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis : NaCl, RL)
e. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis : glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
f. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis : albumin, plasmanate)

Dx 3 : Resiko infeksi
Ekspektasi : Infeksi terkontrol
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi
b. Status imun klien adekuat
Intervensi :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
b. Pertahankan teknik aseptik
c. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
d. Inspeksi kulit dan mukosa terhadap panas, drainase
e. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi
f. Kolaborasi penggunaan antibiotik
4. Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan
masih sesuai dan dibutuhkan klien, dengan prinsip ketidaktahuan, ketidakmauan dan
ketidakmampuan sesuai kondisi saat ini.

5. Evaluasi
Kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan
anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan
patofisiologi dan strategi evaluasi. Menilai bahwa untuk mengetahui perkembangan
postpartum diperlukan ketelatenan merawat, kesabaran dan dukungan, yang
menggambarkan perkembangan atau penurunan efektifitas dari intervensi yang dilakukan.
Apabila terdapat keadaan seseorang yang sakit kemudian mendapatkan perawatan dan
selanjutnya dikatakan sembuh, karena seseorang tersebut memiliki faktor pendukung yang
meliputi keinginan, harapan, kepatuhan dan dukungan.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar diagnosa keperawatan indonesia definisi dan indikator diagnostik.
Jakarta Selatan : Dewan pengurus pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia definisi dan tindakan


keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan pengurus pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia definisi dan kriteria hasil
keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan pengurus pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai