Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

Oleh
ELLY IRMAYANTI
891221018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI PONTIANAK
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan berikut disusun oleh :


Nama : Elly Irmayanti
NIM : 891221018
Judul : LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM

Telah diperiksa dan disahkan pembimbing pada :


Hari :
Tanggal :

Pemangkat, …………………………2023

Mengetahui
Preceptor Akademik Mahasiswa

Ns. Dwin Seprian, M.Kep Elly Irmayanti


891221018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI PONTIANAK
TAHUN 2023
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah.
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien.

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks limbik.
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
d. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan.
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu.

C. Tanda dan Gejala


1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan,
keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
6. Takut dan sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan / realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersingung

D. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul


1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Kerusakan komunikasi : verbal
3. Perubahan isi pikir : waham
E. Akibat Yang Sering Muncul
1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan pengorganisasian bicara
(tangensial, neologisme, sirkumtansial).
2. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi.
3. Fungsi emosi
Afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen.
4. Fungsi motorik
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik gerakan yang diulang-ulang,
tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas, katatonia.
5. Fungsi sosial : kesepian
Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.

F. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif meliputi : regresi berhubungan dengan masalah
proses informasi dengan upaya untuk mengatasi ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk
menjelaskan kerancuan persepsi, menarik diri, pada keluarga : mengingkari.

G. Fase-Fase
Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara fisik maupun
psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status sosial
dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada
juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan
selft ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai
seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam
kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia
ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span
history).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal
dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak
terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat
lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self
ideal  yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek
pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia katakan
adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi
menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya
untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas
dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal.
Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien
itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan
keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan
klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut
sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya
kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (Super Ego) yang ditandai dengan tidak
ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa
semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai
halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang
salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan
traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang).
Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman
diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara
konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

H. Jenis Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
1. Waham kebesaran : individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus
yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di
departemen kesehatan lho!” atau “Saya punya tambang emas.”
2. Waham curiga : individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan / mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena
mereka iri dengan kesuksesan saya.”
3. Waham agama : individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau saya
mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.”
4. Waham somatik : individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau
terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
5. Waham nihilistik : individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal dan
diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya,
semua yang ada disini adalah roh-roh”.
6. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan ke dalam
pikirannya.
7. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan
walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang tersebut.
8. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan di luar
dirinya.
I. Rentang Respon

J. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan


lingkungan

Perubahan Proses Pikir : Waham

Harga Diri Rendah

K. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan,
keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain,
lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas,
ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.

2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Proses Pikir : Waham
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Perubahan Proses Pikir : Waham
a. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir : waham
b. 2. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu,
tempat).
b) Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima
keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai ekspresi menerima,
katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
c) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan
menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan
kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
d) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
b) Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini
yang realistis.
c) Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini
(kaitkan dengan aktivitas sehari-hari dan perawatan diri).
d) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham
tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
a) Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
b) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di
rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
c) Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
d) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu
dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
e) Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
4) Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
a) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).
b) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
c) Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.

5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan :
a) Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat.
b) Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis,
cara dan waktu).
c) Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
d) Beri pujian bila klien minum obat yang benar.

6) Klien dapat dukungan dari keluarga


Tindakan :
a) Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala waham,
cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
b) Beri pujian atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar diagnosa keperawatan indonesia definisi dan indikator diagnostik.
Jakarta Selatan : Dewan pengurus pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia definisi dan tindakan


keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan pengurus pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia definisi dan kriteria hasil
keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan pengurus pusat PPNI.

Kusumawati dan Hartono . (2019). Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika.

Stuart dan Sundeen . (2018). Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai