Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA

WAHAM

DISUSUN OLEH :

MIA TRIANA

NIM. 433131490120020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS (KELOMPOK 3)

STIKes KHARISMA KARAWANG

Jln. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Karawang 41316

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


.Perubahan Proses Pikir: Waham

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah.
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya
klien (Aziz R, 2003).

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks limbic
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
d. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu

C. Tanda dan Gejala


1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinninya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
6. Takut dan sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersingung

D. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul


1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Kerusakan komunikasi : verbal
3. Perubahan isi pikir : waham

E. Akibat Yang Sering Muncul


1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan pengorganisasian
bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial)
2. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi
3. Fungsi emosi
Afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen
4. Fungsi motorik
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik gerakan yang diulang-
ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas, katatonia.
5. Fungsi sosial : kesepian
6. Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.

F. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan
dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi berhubungan dengan
masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi ansietas, proyeksi sebagai upaya
untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik diri, pada keluarga: mengingkari.

G. Fase-fase
Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat tinggi. Misalnya
ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap sangat
cerdas, sangat berpengalaman dn diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi
karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang ( life span history ).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang
tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas,
seseorang tetap memasang self ideal  yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self
reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh,
support system semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat,
karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan
koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak
dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan
klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan
tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai
terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma ( Super Ego ) yang
ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan
sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya
klien lebih sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan
yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan
dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai
yang hilang ). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang
keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya
bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

H. Jenis Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya
ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya tambang emas.”
b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup
saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau
saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.”
d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu
atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan
bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh”.
f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan ke
dalam pikirannya.
g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang tersebut
h) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan di
luar dirinya.

I. Rentang Respon

III. A. POHON MASALAH


Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan

Perubahan Proses Pikir: Waham

Harga Diri Rendah

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


Masalah Keperawatan : Perubahan Isi Pikir : Waham
1) Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
2). Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang
lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan
/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


 Perubahan Proses Pikir: Waham

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan: Perubahan Proses Pikir: Waham
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham
2. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu,
tempat).
b. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima
keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai ekspresi menerima,
katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat
akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan
dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.

2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki


Tindakan :
a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini
yang realistis.
c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat
ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham
tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.

3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi


Tindakan :
a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di
rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan
waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.

4) Klien dapat berhubungan dengan realitas


Tindakan :
a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan
waktu).
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan :
a. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat
b. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis,
cara dan waktu).
c. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan
d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

6) Klien dapat dukungan dari keluarga


Tindakan :
a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala waham,
cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.

VI. STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN DAN KELUARGA


SP 1 Pasien :   Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi kebutuhan
yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan; mempraktekkan  pemenuhan
kebutuhan yang tidak terpenuhi

ORIENTASI:
“Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Ani, saya perawat yang dinas pagi ini di
ruang melati. Saya dinas dari pk 07-14.00 nanti,   saya yang akan merawat abang hari
ini. Nama abang siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bang B rasakan sekarang?”
“Berapa lama bang B mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang, bang?”


KERJA:
“Saya mengerti bang B merasa bahwa bang B adalah seorang nabi, tapi sulit bagi saya
untuk mempercayainya karena setahu saya semua nabi sudah tidak adalagi, bisa kita
lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus bang?”
“Tampaknya bang B gelisah sekali, bisa abang ceritakan apa yang
bang B rasakan?”
“O... jadi bang B merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak
untuk mengatur diri abang sendiri?”
“Siapa menurut bang B yang sering mengatur-atur diri abang?”
“Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur ya bang, juga kakak dan adik abang yang lain?”
  “Kalau abang sendiri inginnya seperti apa?”
  “O... bagus abang sudah punya rencana dan jadual untuk diri sendiri”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadual tersebut bang”
“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya abang ingin ada kegiatan diluar rumah karena
bosan kalau di rumah terus ya”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah berbincang-bincang dengan saya?””Apa saja tadi yang
telah kita bicarakan? Bagus”
“Bagaimana kalau jadual ini abang coba lakukan, setuju bang?”
“Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam  lagi?”
”Kita bercakap-cakap tentang kemampuan yang pernah Abang miliki? Mau di mana kita
bercakap-cakap? Bagaimana kalau di sini lagi?”
”Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus”
“Bagaimana kalau jadual ini abang coba lakukan, setuju bang?”
“Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam  lagi?”
”Kita bercakap-cakap tentang kemampuan yang pernah Abang miliki? Mau di mana
kitabercakap-cakap? Bagaimana kalau di sini lagi?”
                                  
SP 2 Pasien : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu
mempraktekkannya

ORIENTASI
“Assalamualaikum bang B, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus!”
“Apakah bang B sudah mengingat-ingat apa saja hobi atau kegemaran abang?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi bang B tersebut?”
“Berapa lama bang B mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit tentang
hal tersebut?”
KERJA
“Apa saja hobby abang? Saya catat ya Bang, terus apa lagi?”
“Wah.., rupanya bang B pandai main volley ya, tidak semua orang bisa bermain volley
seperti itu  lho B”(atau yang lain sesuai yang diucapkan pasien).
“Bisa bang B ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main volley, siapa yang
dulu mengajarkannya kepada bang B, dimana?”
“Bisa bang B peragakan kepada saya bagaimana bermain volley yang baik  itu?”
“Wah..baik sekali permainannya”
“Coba kita buat jadual untuk kemampuan bang B ini ya, berapa kali sehari/seminggu
bang B mau bermain volley?”
“Apa yang bang B harapkan dari kemampuan bermain volley ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan bang B yang lain selain bermain volley?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bang B setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan kemampuan
abang?”
“Setelah ini coba bang B lakukan latihan volley sesuai dengan jadual yang telah kita
buat ya?”
  “Besok kita ketemu lagi ya bang?”
“Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang? Di kamar makan saja, ya setuju?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus bang B minum, setuju?”
“Bagaimana kalau sekarang bang B teruskan kemampuan bermain volley tersebut…….”

SP 3 Pasien :Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar


ORIENTASI
“Assalamualaikum bang B.”
“Bagaimana bang sudah dicoba latihan volleynya? Bagus sekali” 
“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu bagaimana kalau sekarang kita
membicarakan tentang obat yang bang B minum?”
“Dimana kita mau berbicara? Di kamar makan?”
“Berapa lama bang B mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?
KERJA
“Bang B berapa macam obat yang diminum/ Jam berapa saja obat diminum?”
“ Bang B perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang,    tidurnya juga tenang”
“Obatnya ada tiga macam bang, yang warnanya oranye  namanya CPZ gunanya agar
bias tidur,   yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks agar tidak kaku, dan
yang   merah jambu/ping ini namanya HDL gunanya agar pikiran jadi tenang suara-
suara/halusinasi hilang. Semuanya ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang,
dan jam 7   malam”.
  “Bila nanti setelah minum obat mulut bang B terasa kering,  untuk membantu
mengatasinya abang bisa banyak minum  dan mengisap-isap  es batu”.
  “Sebelum minum obat ini bang B dan ibu mengecek dulu label di kotak obat apakah
benar nama B tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa
saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum
dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya bang B tidak menghentikan
sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter”.
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bang B setelah kita bercakap-cakap
   tentang obat yang bang B minum?. Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum
obat?”
“Mari kita masukkan pada jadual kegiatan abang. Jangan lupa minum obatnya dan
nanti saat makan minta sendiri obatnya pada suster”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya Bang!”
“bang, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.
Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan di tempat sama?”
“Sampai besok.”

SP 1 Keluarga : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga;


mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya masalah; dan obat pasien.

ORIENTASI
“Assalamualaikum pak, bu, perkenalkan nama saya Ani, saya perawat yang dinas di
ruang melati ini. Saya yang merawat bang B selama ini. Nama bapak dan ibu siapa,
senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah bang B dan cara
merawat B di rumah?”
“Dimana kita mau berbicara? Bagaimana kalau di ruang wawancara?”
“Berapa lama waktu bapak dan ibu? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA
“Pak, bu, apa masalah yang Bpk/Ibu rasakan dalam merawat bang B? Apa yang sudah
dilakukan di rumah?Dalam menghadapi sikap anak ibu dan bapak  yang selalu
mengaku-ngaku sebagai seorang nabi tetapi nyatanya bukan nabi merupakan salah satu
gangguan proses berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara menghadapinya.
Setiap kali anak bapak dan ibu berkata bahwa ia seorang nabi bapak/ ibu dengan
mengatakan pertama:
‘Bapak/Ibu mengerti B merasa seorang nabi, tapi sulit bagi bapak/ibu untuk
mempercayainya karena setahu kami semua nabi sudah meninggal.”
“Kedua: bapak dan ibu harus lebih sering memuji B jika ia melakukan hal-hal yang
baik.”
“Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yang  berinteraksi
dengan B”
  “Bapak/Ibu dapat bercakap-cakap dengan B tentang kebutuhan yang diinginkan B,
misalnya: “Bapak/Ibu percaya B punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan
kepada bapak/ibu. B khan punya kemampuan ............ “ (kemampuan yang
pernahdimiliki oleh anak)
“Keempat: Bagaimana kalau dicoba lagi sekarang?”(Jika anak mau mencoba berikan
pujian)  “Pak, bu, B perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang,   tidurnya juga
tenang”
“Obatnya ada tiga macam, yang warnanya oranye  namanya CPZ gunanya agar bias
tidur,   yang putih ini namanya THP guanya supaya rilek dan tidak kaku, dan
yang   merah jambu/ping ini namanya HDL gunanya agar pikiran tenang suara-
suaraatau halusinasi hilang, semuanya ini harus diminum secara teratur 3 kali sehari
jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangan dihentikan sebelum berkonsultasi
dengan dokter karena dapat menyebabkan B kambuh kembali”(Libatkan keluarga saat
memberikan penjelasan tentang obat kepada klien). Bang B sudah mempunyai jadwal
minum obat. Jika dia minta obat sesuai jamnya, segera beri pujian.
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat
B di rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali
berkunjung ke rumah sakit.”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita
akan mencoba melakukan langsung cara merawat B sesuai dengan pembicaraan kita
tadi”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien
ORIENTASI
“Assalamualaikum pak, bu, sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu
lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan dua
hari yang lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu?”
KERJA
“Sekarang anggap saya B yang sedang mengaku-aku sebagai nabi, coba bapak dan ibu
praktekkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
 “Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada kemampuan yang dimiliki
B. Bagus.”
“Sekarang coba cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai
jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak
dan ibu membesuk B”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita
akan mencoba lagi cara merawat B sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

ORIENTASI
“Assalamualaikum pak, bu, karena  B sudah boleh pulang, maka   kita bicarakan jadual
B selama dirumah”
“Bagaimana pak, bu, selama bapak dan ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara
merawat B?”

“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadual di rumah? Mari Bpk/Ibu duduk di sini”

“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu? Baik 30 menit saja, sebelum Bpk/Ibu
menyelesaikan administrasi di depan.”

KERJA
“Pak/Bu, ini jadwal B selama di rumah sakit. Coba diperhatikan. Apakah kira-kira dapat
dilaksanakan semua di rumah? Jangan lupa memperhatikan B, agar ia tetap menjalankan di
rumah, dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri), B (bantuan), atau T (tidak mau
melaksanakan).”

“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak
ibu dan bapak selama di rumah. Kalau misalnya B mengaku sebagai seorang nabi terus
menerus dan tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan
perilaku membahayakan orang lain. Jika  hal ini terjadi segera hubungi Puskesmas
terdekat dari rumah ibu dan bapak,   yang akan membantu memantau perkembangan B
selama di rumah”

TERMINASI
“Apa yang ingin Bapak/Ibu tanyakan?Bagaimana perasaan Bpk/Ibu? Sudah siap
melanjutkan di rumah?”

  “Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk puskesmas tempat ibu dan bapak
tinggal guna mempermudah dalam merawat anak ibu dan bapak. Kalau ada apa-
apaBpk/Ibu boleh juga menghubungi kami. Silakan

VII. DAFTAR PUSTAKA


Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta : FIK,
Universitas Indonesia
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Bandung, RSJP
Bandung.
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Anda mungkin juga menyukai