Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH


DI RUANG CEMPAKA
RUMAH SAKIT UMUM BANGLI

OLEH:
I MADE SEDANA YOGA
P07120217006

TK. III / S.Tr. KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Harga diri merupakan salah satu aspek penting dalam psikologi. Harga diri
meningkat saat anak dapat mengembangkan hubungan yang bermakna dan
menguasai tugas perkembangan. Sementara itu, masa remaja awal adalah
masa risiko untuk harga diri karena remaja berusaha untuk mendefinisikan
sebuah identitas dan rasa diri dalam kelompok sebaya (Boyd dalam
Carpenito-Moyet, 2009).
Harga diri seseorang dapat mengalami penurunan akibat evaluasi negatif
terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Perasaan tidak berharga, tidak
berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif inilah
yang disebut dengan harga diri rendah (low self-esteem). Individu dengan
harga diri rendah memandang diri mereka sendiri sebagai seseorang yang
tidak kompeten, tidak dicintai, tidak aman, dan tidak layak (Townsend,
2009).
2. Rentang Respon Konsep Diri
Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga Kerancuan Depersonalisasi


diri (Stuart &positif
Sundeen, 2008) Diri identitas
a. Respon Adaptif Rendah
1) Aktualisasai diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri
yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang
sukses dan dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai
pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan
menyadari hal-hal positif maupun negative dari dirinya.
b. Respom Maladaptif
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk
menilai dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi yaitu mempunyai kepribadian yang kurang
sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara
intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina
hubungan baik dengan orang lain.
3. Penyebab
a. Factor Predisposisi
Factor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut
Herman (2011) adalah penolakan dari orang yang tidak realistis,
kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak
realistis.
Factor predisposisi Citra Tubuh adalah:
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh akibat
penyakit
3) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi

Factor predisposisi harga diri rendah adalah:

1) Penolakan
2) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter, tidak
konsisten, terlalu dituruti, terlalu dituntut.
3) Persaingan antar saudara
4) Kesalahan dan kegagalan berulang
5) Tidak mampu mencapai standar
Factor predisposisi gangguan peran adalah:
1) Stereotipik peran seks
2) Tuntutan peran kerja
3) Harapan peral cultural

Factor predisposisi gangguan identitas adalah:

1) Ketidak percayaan orang tua


2) Tekanan dari feer group
3) Perubahan struktur social
b. Factor Presipitasi
Factor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah
hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau
bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya
produktivitas. Harga diri rendah krinis ini dapat tejadi secara
situsional maupun kronik.
1) Trauma: masalah spesifik dengan konsep diri adalah situasi
yang membuat individu sulit menyesuaikan diri, ksusunya
trauma emosi seperti penganiayaan seksual dan psikologis pada
masa anak-anak atau merasa terancam atau menyaksikan
kejadian yang mengancam kehidupannya.
2) Ketegangan peran: rasa frustasi saat individu merasa tidak
mampu melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya
atau tidak merasa sesuai dalam melakukan perannya.
Ketegangan peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran,
keraguan perandan terlalu banyk peran. Konflik peran terjadi
saat individu menghadapi dua harapan yang bertentangan dan
tidak dapat dipenuhi. Keraguan peran terjadi bila individu tidak
mengetahui harapan peran yang spesifik atau bungung tentang
peran yang sesuai.
a) Trauma peran berkembang.
b) Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan.
c) Transisi peran situasi.
d) Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah
berkurang.
e) Transisi peran sehat sakit.
f) Pergeseran kondisi pasien yang menyebabkan
kehilangan bagian tubuh, perubahan bentuk, penampilan
dan fungsi tubuh, prosedur medis dan keperawatan.

3) Perilaku
a) Citra tubuh yaitu: menolak menyentuh atau melihat
bagian tubuh tertentu, menolak bercermin, tidak mau
mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh, menolak
usaha rehabilitasi, usaha pengobatan mandiri yang tidak
tepat, dan menyangkal cacat tubuh.
b) Harga diri rendah diantaranya: mengkritik diri atau orang
lain, produktivitas menurun, gangguan berhubungan,
ketegangan peran, pesimis menghadapi hidup, keluhan
fisik, penolakan kemampuan diri, pandangan hidup
bertentangan, destruktif terhadap diri, menarik diri secara
sosial, penyalahgunaan zat, menarik diri dari realitas,
khawatir merasa diri paling penting, distruktif pada orang
lain, merasa tidak mampu, merasa bersalah, mudah
tersinggung/marah, perasaan negatif terhadap tubuh.
c) Kerancuan identitas: tidak ada kode moral, kepribadian
yang bertentangan, hubungan interpersonal yang
eksploitatif, perasaan hampa, perasaan mengambang
tentang diri, kehancuran gender, tingkat ansietas tinggi,
tidak mampu empati pada orang lain, masalah estimasi.
d) Depersonalisasi meliputi afektif: kehidupan identitas,
perasaan terpisah dari diri, perasaan tidak realistis, rasa
terisolasi yang kuat, kurang rasa berkesinambungan, tidak
mampu mencari kesenangan. Perseptual: halusinasi
dengan dan lihat, bingung dengan seksualitas diri, sulit
membedakan diri dari orang lain, gangguan citra tubuh,
dunia seperti dalam mimpi. Kognitif: bingung,
disorientasi waktu, gangguan berpikir, gangguan daya
ingat, gangguan penilaian, kepribadaian ganda. (Herman,
2011)

4. Pohon Masalah

Isolasi Sosial Effect

Core Problem
Harga Diri Rendah

causa
Gangguan Citra Tubuh

Pengalaman tidak Sering mengalamani Kehilangan


menyenangkan kegagalan serta sebagiaan anggota
penolakan tubuh
Faktor Presipitasi
Faktor Predisposisi
5. Klasifikasi
Harga diri rendah terdiri dari dua, yaitu harga diri rendah situasional dan
harga diri rendah kronis.
a. Harga diri rendah kronis, yaitu evaluasi atau perasaan negatif
terhadap diri sendiri atau kemampuan klien seperti tidak berarti,
tidak berharga, tidak berdaya yang berlangsung dalam waktu lama
dan terus menerus (SDKI, 2016). Harga diri rendah kronis juga
merupakan evaluasi diri atau kemampuan diri yang negatif dan
dipertahankan dalam waktu lama (NANDA, 2016).
Berdasarkan SDKI (2016) penyebab harga diri rendah kronis
adalah sebagai berikut.
1) Terpapar situasi traumatis
2) Gangguan psikiatri
3) Kegagalan berulang
4) Penguatan negatif berulang
5) Kurangnya pengakuan dari orang lain
6) Ketidaksesuaian budaya
7) Ketidakefektifan mengatasi masalah kehilangan

Kondisi klinis terkait harga diri rendah kronik adalah sebagai


berikut.

1) Cedera traumatis
2) Stroke
3) Pembedahan
4) Penyalahgunaan zat
5) Kehamilan
6) Demensia
7) Penyakit kronis
8) Pengalaman tidak menyenangkan (SDKI, 2016)
b. Harga diri rendah situasional, yaitu evaluasi atau perasaan negatif
terhadap diri sendiri atau kemampuan klien sebagai respon
terhadap situasi saat ini
(SDKI, 2016).
Berdasarkan SDKI (2016) penyebab harga diri rendah situasional
adalah sebagai berikut.
1) Perubahan pada citra tubuh
2) Kegagalan hidup berulang
3) Perubahan peran sosial
4) Riwayat kehilangan
5) Ketidakadekuatan pemahaman
6) Riwayat penolakan
7) Perilaku tidak konsisten dengan nilai
8) Transisi perkembangan

Kondisi klinis terkait harga diri rendah situasional adalah sebagai


berikut.

1) Cedera traumatis
2) Stroke
3) Pembedahan
4) Penyalahgunaan zat
5) Kehamilan
6) Demensia
7) Kondisi baru terdiagnosis
8) Pengalaman tidak menyenangkan (mis, diabetes melitus)
(SDKI, 2016)
6. Tanda dan Gejala
1. Harga Diri Rendah Kronis
Tanda dan Gejala Mayor
Subjektif
- Menilai diri negatif (misalnya, tidak berguna, tidak
tertolong)
- Merasa malu/bersalah
- Merasa tidak mampu melakukan apapun
- Meremehkan kemampuan mengatasi masalah
- Merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif
- Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
- Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
Objektif
- Enggan mencoba hal baru
- Berjalan menunduk
- Postur tubuh menunduk

Tanda dan Gejala Minor


Subjektif
- Merasa sulit konsentrasi
- Sulit tidur
- Mengungkapkan keputusasaan
Objektif
- Kontak mata kurang
- Lesu dan tidak bergairah
- Berbicara pelan dan lirih
- Pasif
- Perilaku tidak asertif
- Mencari penguatan secara berlebihan
- Bergantung pada pendapat orang lain
- Sulit membuat keputusan
- Sering kali mencari penegasan
2. Harga Diri Rendah Situasional
Tanda dan Gejala Mayor
Subjektif
- Menilai diri negatif (misalnya, tidak berguna, tidak
tertolong)
- Merasa malu/bersalah
- Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
- Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
Objektif
- Berbicara pelan dan lirih
- Menolak berinteraksi dengan orang lain
- Berjalan menunduk
- Postur tubuh menunduk

Tanda dan Gejala Minor


Subjektif
- Sulit konsentrasi

Objektif
- Kontak mata kurang
- Lesu dan tidak bergairah
- Pasif
- Tidak mampu membuat keputusan (SDKI, 2016)
7. Pemeriksaan penunjang / Diagnostik
Beberapa prosedur diagnostik yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Elektroensefalogram (EEG)
Elektroensefalogram (EEG) digunakan untuk mengukur aktivitas
elektrik otak, mengidentifikasi disritmia, asimetris atau penekanan
irama otak. EEG juga digunakan untuk mendiagnosis epilepsi,
neoplasma, stroke, penyakit degeneratif dan metabolisme.
b. Computerized EEG Maping
Computerized EEG Maping digunakan mengukur aktivitas otak.
c. Computerized Axial Tomography (CT Scan)
CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk
mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang
tengkorak dan otak, mengukur struktur otak untuk mendeteksi lesi,
abses, daerah infark atau aneurisma. CT Scan juga dapat
mengidentifikasi perbedaan anatomi pasien skizofrenia, gangguan
mental organik, dan gangguan bipolar.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar di pasaran yang
hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam dua
golongan, yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan
kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama,
misalnya chlorpromazine HCL, thoridazine HCL, dan haloperidol.
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya risperidone,
olozapine, quentiapine, glanzapine, zotatine, dan aripripazole
(Hawari, 2001).

b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penederita lain, perawat dan dokter. Hal ini
supaya klien tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik
diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan
untuk mengadakan permainan atau latihan bersama (Maramis,
2005).
c. Terapi Kejang Listrik (Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall
secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode
yang dipasang satu atau dua temples. Terapi kejang listrik
diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4 – 5
joule/detik (Maramis, 2005).
d. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi
yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan
konsep diri harga diri rendah. TAK stimulasi persepsi adalah terapi
yang menggunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok,
hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah (Keliat dan Akemat, 2005).
9. Komplikasi
a. Isolasi sosial
b. Perilaku kekerasan
c. Halusinasi pendengaran dan halusinasi penglihatan
d. Waham
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan (Direja, 2011). Data-data tersebut dikelompokan menjadi
faktor predisposisi, presipitasi, penilaian, terhadap stresor, sumber
koping, dan kemampuan koping yang dimlilki klien. Data-data yang
diperoleh selama pengkajian juga dapat dikelompokan menjadi data
subjektif dan data objektif. Data subjektif merupakan data yang
disampaikan secara lisan oleh klien maupun keluarga klien melalui
proses wawancara. Sedangkan data objektif adalah data yang
ditemukan secara nyata pada klien melalui observasi atau pemeriksaan
langsung oleh perawat (Keliat, 2005). Adapun isi dari pengkajian
tersebut adalah :
a. Keluhan utama atau alasan masuk
Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di
rumah sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang
sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini.
b. Faktor presdisposisi
Terjadinya harga diri rendah kronik adalah penolakan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal
diri yang tidak realistis.
c. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau
bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya
produktivitas (Fitria, 2009).
d. Konsep diri
1) Gambaran diri: Persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak
disukai dan bagian yang disukai.
2) Ideal diri : Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya
berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai
personal tertentu.
3) Harga diri : Penilai individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisis sebagai seberapa perilaku
dirinya dengan ideal diri.
4) Identitas : Prinsip pengorganisasian kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan,
konsentrasi, dan keunikan individu.
5) Peran : Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh
lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di
berbagai kelompok sosial.
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada
pasien dan keluarga (pelaku rawat).
Tanda dan gejala harga diri rendah dapat ditemukan melalui
wawancara dengan pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana pandangan/ penilaian Anda tentang diri sendiri?
b. Bagaimana penilaian Anda terhadap diri sendiri yang
mempengaruhi hubungan Anda dengan orang lain?
c. Apa yang menjadi harapan Anda?
d. Apa saja harapan yang telah Anda capai?
e. Apa saja harapan yang belum berhasil Anda capai?
f. Apa upaya yang Anda lakukan untuk mencapai harapan yang
belum terpenuhi?
Data subjektif dan objektif yang dapat diperoleh adalah sebagai
berikut.
Subjektif
- Menilai diri negatif (misalnya, tidak berguna, tidak tertolong)
- Merasa malu/bersalah
- Merasa tidak mampu melakukan apapun
- Meremehkan kemampuan mengatasi masalah
- Merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif
- Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
- Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
- Merasa sulit konsentrasi
- Sulit tidur
- Mengungkapkan keputusasaan
Objektif
- Enggan mencoba hal baru
- Berjalan menunduk
- Postur tubuh menunduk
- Kontak mata kurang
- Lesu dan tidak bergairah
- Berbicara pelan dan lirih
- Pasif
- Perilaku tidak asertif
- Mencari penguatan secara berlebihan
- Bergantung pada pendapat orang lain
- Sulit membuat keputusan
- Sering kali mencari penegasan
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Berdasarkan data di atas, yang didapat melalui observasi , wawancara
atau pemeriksaan fisik bahkan melalui sekunder, maka perawat dapat
menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien sebagai berikut
(Prabowo, 2014).
a. Isolasi social
b. Harga Diri Rendah
3. Rencana asuhan keperawatan
Dx.Keperawatan Hari/Tgl Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Jam
Gangguan TUM : Setelah dilakukan asuhan Bina hubungan saling percaya Kepercayaan dari
 Pasien memiliki keperawatan selama
Konsep Diri : … dengan mengungkapkan klien merupakan hal
konsep diri yang menit
Harga Diri dalam … × prinsip komunikasi terapeutik : yang akan
positif.
Rendah pertemuan, diharapkan TUK memudahkan
 TUK 1 : 1. Sapa pasien dengan ramah
Klien dapat tercapai dengan kriteria perawat dalam
baik verbal maupun non
membina hasil: melakukan
1. Klien tampak verbal.
hubungan saling 2. Perkenalkan diri dengan pendekatan
tersenyum.
percaya dengan sopan. keperawatan atau
2. Klien melakukan
3. Tanyakan nama lengkap intervensi
perawat. kontak mata dengan
pasien dan nama panggilan selanjutnya terhadap
perawat.
3. Klien mau membalas yang disukai pasien. klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan.
salam. 5. Jujur dan menepati janji.
4. Klien mau berjabat 6. Tunjukan sikap empati dan
tangan. menerima pasien apa
5. Klien mau duduk
adanya.
berhadapan dengan 7. Beri perhatian kepada
perawat. pasien dan perhatikan
6. Klien mau menyebut
kebutuhan dasar pasien.
nama.
7. Klien mau
mengutarakan masalah
yang dihadapi.
TUK 2: Setelah dilakukan asuhan 1. Diskusikan kemampuan Diskusikan
Klien dapat
keperawatan selama … aspek positif, keluarga, dan mengenai tingkat
mengidentifikasi
menit dalam … × lingkungan yang dimiliki kemampuan klien
kemampuan dan
pertemuan, diharapkan TUK pasien. seperti menilai
aspek positif yang 2. Bersama pasien membuat
tercapai dengan kriteria realitas, dan kontrol
dimiliki daftar tentang :
hasil: diri diperlukan
a. Aspek positif pasien,
1. Kemampuan yang
sebagai dasar asuhan
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan diagnose pasien dan intervensi yang telah
direncanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, dimana
evaluasi formatif digunakan di bagian implementasi dan tidak menyeluruh sedangkan
evaluasi sumatif digunakan di bagian evaluasi dan bersifat menyeluruh dalam
mengevaluasi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, L.J. 2009. Nursing Diagnosis (Application to Clinical Practice, 13th


ed). Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins
Direja, Ade Herman.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluandan
Strategi Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hawari, D. 2001. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
FKUI.
Herdman, T.H. & Shigemi, K. 2016. NANDA Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2015 – 2017. Edisi 10. Diterjemahkan oleh Keliat, B.A., dkk.
Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press
Stuart, G. W. & Sundeen. 2008. Buku saku keperawatan jiwa (edisi 3), alih bahasa,
Achir Yani, editor Yasmin Asih. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Townsend, M.C. 2009. Psychiatric Mental Health Nursing (6th Edition). Philadhelpia:
F.A. Davis Company.

Nama Pembimbing / CI Bangli, 27 Januari 2020

Nama Mahasiswa

………………………… ..................................

NIP. NIM.
Nama Pembimbing / CT

........................................

NIP.

Anda mungkin juga menyukai