Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PNC

1. Pengertian
Post natal (partum) adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut
masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah
masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali
ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. (Sarwono, 2010)
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai
alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari. (Wulandari D, 2010)

2. Perubahan Fisiologis dan Psikologis Pada Masa Nifas


a. Perubahan Fisiologis
Perubahan yang terjadi dalam masa nifas yaitu :
1) Perubahan pada sistem reproduksi
a. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh
baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira
500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah
lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul.
Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60gr. Pada masa pasca
partum penurunan kadar hormon menyebabkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-
sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah
penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah
bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh
darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin
secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
lahir.
c. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular
dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang
meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke
atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah
pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuha
luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga masa
pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta.
d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna
merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat.
(1) Lochia rubra
Lochia ini berwarna merah karena mengandung darah. Ini adalah
lochia pertama yang mulai keluar segera setelah melahirkan dan
berlanjut selama 2 hingga 3 hari pertama pascapartum. Lochia
rubra terutama mengandung darah dan jaringan desidua. (Varney
H, 2008)
(2) Lochia sanguilenta
Lochia ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang
keluar pada hari ke 3 sampai hari 7 pascapersalinan. (Amru
Sofian, 2013)
(3) Lochia serosa
lochia ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung
serum, leukosit dan robekan/laserasi plasenta. Muncul pada hari
ke 7 sampai hari ke 14 postpartum. (Wulandari D, 2010)
(4) Lochia alba
Lochia ini mulai terjadi sekitar hari kesepuluh pascapartum dan
hilang sekitar priode 2 hingga 4 minggu. Pada beberapa wanita,
lochia ini tetap ada pada saat pemeriksaan pascapartum. Warna
lochia alba putih krem dan terutama mengandung leukosit dan sel
desidua. (Varney H, 2008)
e. Serviks
Serviks mengalami involusio bersama-sama dengan uterus. Warna
serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh
darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat
laserasi/perlukaan kecil. Bentuknya seperti corong karena disebabkan
oleh korpus uteri yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks
tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara korpus uteri dan
serviks berbentuk cincin. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada
waktu persalinan menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan
masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3
jari, pada minggu ke 6 postpartum serviks menutup. (Wulandari D,
2010)
f. Vagina
Segera setelah lahirnya bayi, vagina tetap membuka lebar, mungkin
mengalami beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada
introitus. Setelah satu hingga dua hari pertama pascapartum, tonus
otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi
edema. Sekarang vagina menjadi berdinding lunak, lebih besar dari
biasanya, dan umumnya longgar. (Varney H, 2008)
2) Sistem endokrin
a. Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol,
serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik
kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun secara yang
bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen dan progesteron
menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, penurunan kadar
esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis
cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan
tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada
wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi.
Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama pada wanita
menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak berespon
terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat.
3) Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomen akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.
Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan
sebelum hamill.
4) Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia
pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan
sebelum hamil.
5) Sistem cerna
a. Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.
b. Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan.
6) Payu dara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payudara selama
wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin,
prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
a. Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak
menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi
dilakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat
pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara tegang, keras,
nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.
b. Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan
kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba
hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama
sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari puting
susu.
7) Sistem kardiovaskuler
a. Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan
akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas.
Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang
menyebabkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu
ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
b. Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini
akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit
karena darah yang biasanya melintasi sirkuit utero plasenta tiba-tiba
kembali ke sirkulasi umum.
c. Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam
keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan
tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan berlangsung
selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan.
8) Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi
neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang
dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.
9) Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini
mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan
perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim.
10) Sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah
tersebut akan menutap. Kulit kulit yang meregang pada payudara,
abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang
seluruhnya.
b. Adaptasi psikologis
Adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase yaitu:
a. Fase taking in/ ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana
ibu membutuhkan perlindungandan pelayanan.
b. Fase taking hold/ ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk
menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Selama
fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang
membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia
dapat istirahat dengan baik.
c. Fase letting go/ saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem
keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh
pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan kegiatan
hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.
3. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna
maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut
involusi. Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni
memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh
hormon laktogen dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh
darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga
seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam
cincin. Peruabahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya
trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari
pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan
yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium
terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3
minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang merenggang
sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur kembali
seperti sedia kala.

4. Tahapan Masa Nifas


Tahapan-tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut:
a. Puerperium dini, yaitu kepulihan saat ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari .
b. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang
lamanya 6-8 minggu.
c. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan kembali
sehat sempurna, terutama jika selama hamil atau sewaktu persalinan timbul
komplikasi (Sofian A, 2013).

5. Tanda – Tanda Bahaya Post Partum


Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan
jalan lahir (Depkes RI, 2004). Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan
perineum antara lain:
a. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
b. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
c. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan pada
mukosa vagina.

6. Proses penyembuhan luka


Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka mengalami 3 tahap atau 3
fase yaitu:
1) Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadinya injuri hingga sekitar hari kelima. Pada
fase inflamasi, terjadi proses:
a. Hemostasis (usaha tubuh untuk menghentikan perdarahan), di
mana pada proses ini terjadi:
 Konstriksi pembuluh darah (vasokonstriksi)
 Agregasi platelet dan pembentukan jala-jala fibrin
 Aktivasi serangkaian reaksi pembekuan darah

b. Inflamasi, di mana pada proses ini terjadi:

 Peningkatan permeabilitas kapiler dan vasodilatasi yang


disertai dengan migrasi sel-sel inflamasi kelokasi luka.
 Proses penghancuran bakteri dan benda asing dari luka oleh
neutrofil dan makrofag
2) Fase proliferasi
Fase ini berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai sekitar 3
minggu. Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, dan terdiri
dari proses:

1) Angiogenesis Adalah proses pembentukan kapiler baru yang


distimulasi oleh TNF-α2 untuk menghantarkan nutrisi dan
oksigen ke daerah luka.
2) Granulasi Yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang
mengandung kapiler pada dasar luka (jaringan granulasi).
Fibroblas pada bagian dalam luka berproliferasi dan membentuk
kolagen.
3) Kontraksi Pada fase ini, tepi-tepi luka akan tertarik ke arah
tengah luka yang disebabkan oleh kerja miofibroblas sehingga
mengurangi luas luka. Proses ini kemungkinan dimediasi oleh
TGF-β .
4) Re-epitelisasi Proses re-epitelisasi merupakan proses
pembentukan epitel baru pada permukaan luka. Sel-sel epitel
bermigrasi dari tepi luka melintasi permukaan luka. EGF berperan
utama dalam proses ini.
3) Fase maturasi atau remodelling
Fase ini terjadi sejak akhir fase proliferasi dan dapat berlangsung
berbulan-bulan. Pada fase ini terjadi pembentukan kolagen lebih lanjut,
penyerapan kembali sel-sel radang, penutupan dan penyerapan kembali
kapiler baru serta pemecahan kolagen yang berlebih. Selama proses ini
jaringan parut yang semula kemerahan dan tebal akan berubah menjadi
jaringan parut yang pucat dan tipis.Pada fase ini juga terjadi pengerutan
maksimal pada luka. Jaringan parut pada luka yang sembuh tidak akan
mencapai kekuatan regang kulit normal, tetapi hanya mencapai 80%
kekuatan regang kulit normal. Untuk mencapai penyembuhan yang
optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan
yang dipecah. Kolagen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penebalan jaringan parut atau h y p e r t r o p hic s c a r , sebaliknya
produksi kolagen yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan
parut dan luka tidak akan menutup dengan sempurna.

7. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum


Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan,
dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya:
a. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress, atau
dehidrasi.
b. Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan darah
dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan pengganti
merupakan tindakan yang vital, seperti Dextroseatau Ringer.
c. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan
cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu kontraksi
uterus dan mengurangi perdarahanpost partum.
d. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,
narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini
diberikan secara regional/ umum.

Jika terjadi ruptur perineum, penanganannya dapat dilakukan dengan


cara melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan
sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat
dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya
penyembuhan luka.
Perawatan Lanjut Ibu dalam masa nifas yaitu:
a. Ambulasi dini, kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
penderita turun dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin
berjalan.
b. Diet, harus sangat mendapat perhatian dalam masa nifas, karena makanan
yang baik mempercepat penyembuhan ibu, lagi pula makanan ibu sangat
memengaruhi susunan ibu.
d. Suhu, harus diawasi terutama dalam minggu pertama masa nifas karena
kenaikan suhu adalah tanda pertama infeksi.
e. Miksi, tiap penderita disuruh kencing 6 jam pascasalin.
f. Defekasi, jika penderita belum juga buang air besar hingga hari ketiga, diberi
klisma air sabun atau gliserin.
g. Putting susu, harus diperhatikan kebersihannya dan ragade (luka pecah)
harus segera diobati karena kerusakan putting susu merupakan pintu masuk
kuman dan dapat menimbulkan mastitis.
h. Datangnya haid kembali, haid datang lebih cepat pada ibu yang tidak
menyusui anaknya daripada yang menyusui. Pada ibu yang tidak menyusui,
biasanya haid datang 8 minggu setelah persalinan, pada ibu yang menyusui,
biasanya sampai anak berusai 2 tahun, agar tidak lekas hamil lagi walaupun
usaha ini tidak member jaminan mutlak.
i. Lamanya perawatan di rumah sakit, bagi ibu-ibu yang bersalin di Indonesia
sering ditentukan oleh keadaan, yaitu keadaan social ekonomi dan
kekurangan tempat tidur. Pada umumnya , ibu-ibu yang bersalin normal
tidak lama tinggal di rumah sakit, kira-kira 3-5 hari.
j. Tindak lanjut, enam minggu setelah persalinan ibu hendaknya memeriksakan
diri kembali. Keadaan umum, tekanan darah, air kencing, keadaan dinding
perut dan buah dada diperiksa, kemudian dilakukan pemeriksaan dalam yang
teliti. Jika ada kelainan, segera obati.
k. Keluarga berencana (Program Pascasalin), merupakan saat yang paling
untuk menawarkan kontrasepsi, karena pada saat ini motivasi paling tinggi.
Pil kombinasi dapat memengaruhi sekresi air susu. Biasanya ditawarkan
IUD, kontrasepsi suntik, susuk, atau sterilisasi. (Wirakusumah, 2009)
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periodepasca partum.
Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama
pada partum untuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.

b. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau dengan
tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke laboratorium
untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika
cateter indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal
ibu harus di kaji untuk menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan
therapy yang mungkin (Bobak, 2004).
9. Diagnosa Keperawatan

SDKI SKLI SIKI

Nyeri akut b/d trauma Tujuan : setelah dilakukan Observasi


mekanis / edema jaringan, tindakan keperawatan 3x24  Identifikasi lokasi,
kelelahan fisik jam diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
nyeri menurun. frekuensi, kualitas,
Kh : intensitas nyeri
 Frekuensi nadi  Identifikasi skala
membaik nyeri
 Pola nafas membaik  Identifikasi respon
 Keluhan nyeri menurun nyeri non verbal
 Meringis menurun  identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
 identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
 berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
 kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
 fasilitasi istirahat
dan tidur
 pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
 jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
 kolaborasi
pemberian analgetik

Resiko infeksi b.d Efek Tujuan : setelah dilakukan Observasi


prosedur invansif tindakan keperawatan 3x24
jam derajat infeksi menurun monitor tanda
Kh : gejala infeksi local dan
- Demam menurun sistemik
- Kemerahan menurun Terapeutik
- Nyeri menurun
-Kadar sel darah putih batasi jumlah
membaik pengunjung

berikan perawatan
kulit pada daerah edema

cuci tangan
sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien

pertahankan
teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi

Edukasi

jelaskan tanda dan


gejala infeksi

Ajarkan cara
memeriksa luka

Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan

Kolaborasi

Kolaborasi
pemberian imunisasi jika
perlu

Gangguan pola tidur b.d Setelah dilakukan tindakan 1)Observasi


kurang kontrol tidur keperawatan 3x24 jam
diharapkan pola tidur  Identifikasi pola
membaik dengan Kh: aktivitas dan tidur.
 Identifikasi faktor
1. Keluhan sulit tidur pengganggu tidur
menurun
2. Keluhan sering teraga 2)Terapeutik
menuru
3. Keluhan tidak puas tidur  Modifikasi
menurun lingkungan
4. Keluhan pola tidur  Batasi waktu tidur
berubah menurun siang
 Fasilitasi
menghilangkan stres
sebelum tidur

3)Edukasi

 Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit
 Anjurkan menepati
kebiasaan tidur
 Anjurkan
menghindari
makanan/ minuman
yang mengganggu
tidur

Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Observasi


cairan b.d Trauma/ keperawatan 3x24 jam  Monitor status
perdarahan diharapkan keseimbangan hidrasi
cairan meningkat dengan  Monitor berat
Kh: badan harian
1. Asupan cairan meningkat  Monitor hasil
pemeriksaan
2. Kelembapan mukosa laboratoriym
meningkat
Terapeutik
3. Dehidrasi menurun  Catat intake output
dan hitung balance
cairan
 Berikan asupan
cairan sesuai
kebutuhan
 Berikan cairan
intravena
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemebetian diuretik

Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan tindakan Observasi


b.d ketidakmampuan keperawatan 3x24 jam  identifikasi tanda
mengakses toilet diharapkan eliminasi urine dan gejala retensi
membaik dengan Kh: atau inkontinensia
1) Nokturia menurun urine
2) Volume residu urine  identifikasi faktor
sedang yang
menyebabkan
retensi urine

Terapeutik

 catat waktu waktu


haluaran berkemih
 batasi asupan
cairan
Edukasi
 Ajarkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
 Anjurkn minum
yang cukup

Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian obat
suppositoria jika
perlu
 Implementasi
 MeidentifikasI
tanda dan gejala
retensi atau
inkontinensia
urine
 Meidentifikasi
faktor yang
menyebabkan
retensi urine
5)Terapeutik
 Mencatat waktu
waktu haluaran
berkemih
 Membatasi
asupan cairan
 Menanjurkn
minum yang cukup
 Mengajarkan
tanda dan gejala
infeksi saluran
kemih
perubahan anggota keluarga luka episiotomi perubahan status luka episiotomi luka episiotomi
peran

dukungan keluarga kurang terputusnya perdarahan


kontinuitas jaringan kurang informasi

volume sirkulasi
kesalahan berkurang
pengeluaran
mediator kimia interpretasi
(bradikinin)
Resiko
Menyusui tidak ketidakseimbangan
kuman pathogen dari luar reseptor nyeri efektif cairan

reaksi jarinSetelah dilakukan diteruskan ke


tindakan keperawatan 3x24 thalamus
Aktivitas RAS terangsang

kurang pengetahuan
korteks serebri
perawatan luka klien terganggu

nyeri dipersepsikan
Resiko Infeksi
sulit tidur

Nyeri Akut

Gangguan Pola Tidur


efek psikologis

Gangguan Eliminasi
ibu takut berkemih Urine
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia


Bobak, L., Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi IV. Bandung: YIA-PKP
Bobak, L., Jensen. 2010. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi X. Bandung: YIA-PKP
Carpenito, L., J.,. 2001. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Jakarta: EGC
Doenges. 2001. Rencana Keperawatan Materna Bayi: Pedoman untuk Perencanaan Dan Dokumentasi Klinis. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sofian. 2013. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC
Wirakususmah, Firman. 2009. Obstetri Fisiologi: Ilmu Kesaehatan Reproduksi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai