MASA NIFAS
DI SUSUN OLEH
SUWANTO
PB.1905056
A. PENGERTIAN
Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah
persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat
reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari
adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Saleha, 2009).
Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu
melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan
ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas,
seperti sepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyabab kematian para ibu, infeksi
merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat
tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini.
Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahtaraan bayi yang
dilahirkan karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari
ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas dan mortalitas bayi pun akan semakin
meningkat (Sulistyawati, 2009).
B. PERIODE NIFAS
Menurut Mitayani (2009), Nifas dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
1. Peurperium Dini (Early postpartum) yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan pada 24 jam pertama postpartum
2. Peurperium Intermedial (Immediate postpartum) yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya 6-8 minggu
3. Remote peurperium (Late Postpartum) adalah masa pada minggu kedua sampai
dengan minggu keenam postpartum dimana waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi (bisa dalam berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bertahun-tahun)
4. J
5.
f. Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan
ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari
pertama post partum.
g. Sistem hormonal
1) Oksitosin
Oksitosin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot uterus
dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oksitosin menyebabkan
pelepasan plasenta. Setelah itu oksitosin beraksi untuk kestabilan kontraksi
uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta dan mencegah
perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi
menstimulasi ekskresi oksitosin diamna keadaan ini membantu kelanjutan
involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG,
estrogen, progesteron dan hormon laktogen placenta menurun cepat, keadaan
ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas
2) Prolaktin
Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula
hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi
susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan pengeluaran
FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin turun
pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan ini mengakibatkan FSH
disekresi kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi pada ovarium yang
menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron dalam kadar normal,
perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi.
3) Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air
susu ibu ini merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik dan bersifat
alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg baru saja melahirkan bayi
akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.
h. Tanda – tanda vital
1) Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat celsius. Sesudah partus dapat
naik kurang lebih 0,5 derajat celsius dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 8
derajat celsius. Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan
kembali normal. Nila suhu lebih dari 38 derajat celsius, mungkin terjadi infeksi pada
klien.
2) Nadi berkisar antara 60-80 denyutan permenit setelah partus, dan dapat terjadi
Bradikardia. Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas. Mungkin ada
pendarahan belebihan atau ada vitium kordis pada penderita pada masa nifas umumnya
denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan akan sedikit
meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula.
3) Tekanan darah pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan
menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang
menyertainya dalam setengah bulan tanpa pengobatan (Saleha, 2009).
2. Perubahan Psikologis
Menurut Suherni, dkk (2009), perubahan fisiologis pada ibu nifas adalah
sebgai berikut
a. Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi interaksi
dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai
psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal yang romantis, masing-masing
saling memperhatikan bayinya dan menciptakan hubungan yang baru.
b. Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha bertanggung
jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai ketrampilan perawatan
bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya,
misalnya buang air kecil atau buang air besar.
c. Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung jawab
terhadap bayi.( Persis Mary H, 1995). Sedangkan stres emosional pada ibu nifas
kadang-kadang dikarenakan kekecewaan yang berkaitan dengan mudah
tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu.
Manifestasi ini disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5
post partum.
G. KOMPLIKASI
1. Perdarahan post pastum (keadaan kehilangan darah lebih dari 500 mL selama 24 jam
pertama sesudah kelahiran bayi)
2. Infeksi
a. Endometritis (radang edometrium)
b. Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)
c. Perimetritis (radang peritoneum disekitar uterus)
d. Caked breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi, menjdi keras dan
berbenjol-benjol)
e. Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah,
membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan ; Jika tidak ada pengobatan bisa
terjadi abses)
f. Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose
superficial yang menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada kehamilan dan nifas,
yang ditandai dengan kemerahan atau nyeri.)
g. Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri local, disuria, temperatur naik 38,3
°C, nadi < 100x/ menit, edema, peradangan dan kemerahan pada tepi, pus atau
nanah warna kehijauan, luka kecoklatan atau lembab, lukanya meluas)
3. Gangguan psikologis
a. Depresi post partum
b. Post partum Blues
c. Post partum Psikosa
4. Gangguan involusi uterus
H. PENGKAJIAN
Menurut Rider Sharon (2011), pengkajian pada nifas adalah sebagai berikut:
1. Biodata
2. Riwayat Kehamilan
3. Riwayat Persalinan :
a. G.P.A. (Gravida, Partus, Abortus)
b. Masa Gestasi
c. Tanggal Persalinan
d. Jenis Persalinan
e. Lama Persalinan
f. Keadaan Anak dan APGAR Score
4. Vital Sign: TD, Nadi, Respirasi
5. Payudara dan puting susu
a. Tanda Pembengkakan
b. Puting susu menonjol/tidak, lecet/tidak
c. Kebersihan buah dada
d. Colostrum dan ASI
6. Abdomen dan fundus uteri
Palpasi : TFU, posisi, kontraksi. DRA
Anamnese : sudah BAK/BAB belum
Auskultasi : bising usus
7. Lochea meliputi
Jumlah, warna, bau
8. Perineum
a. Luka episiotomi dan jahitan : REEDA scale.
b. Nyeri, kebersihan, hemoroid.
9. Ekstrimitas bawah
Oedema, kekuatan, hangat, tanda homas’s positif
10. Nutrisi
11. Istirahat dan nasa nyaman
Kualitas dan kuantitas tidur, cemas, nyeri
12. Status psikologi
Respon ibu terhadap persalinan, bayi, respon keluarga, reaksi ayah
13. Data spiritual
14. Pengetahuan
Infancare, selfcare, KB, Seksualitas post partum
15. Pemeriksaan laboratorium
a. Hemoglobin
b. Hematokrit
c. Leukosit
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (peregangan perineum; luka episiotomi; involusi uteri;
hemoroid; pembengkakan payudara).
2. Resiko defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan; diuresis;
keringat berlebihan.
3. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) b/d trauma perineum dan saluran kemih.
4. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) b/d kurangnya mobilisasi; diet yang tidak
seimbang; trauma persalinan.
5. Resiko infeksi b/d trauma jalan lahir.
J. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi
DX Keperawatan
1 Nyeri akut b/d agen NOC : NIC :
injuri fisik Pain Level, Pain Management
(peregangan Pain control, a. Lakukan pengkajian nyeri secara
perineum; luka Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
episiotomi; involusi karakteristik, durasi, frekuensi,
uteri; hemoroid; Setelah dilakukan askep kualitas dan faktor presipitasi
pembengkakan selama 2x 24 jam, (PQRST)
payudara). diharapkan nyeri berkurang b. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Kriteria Hasil : c. Gunakan teknik komunikasi
- Mampu mengontrol terapeutik pasien
nyeri (tahu penyebab d. Ajarkan tentang teknik non
nyeri, mampu farmakologi
menggunakan tehnik e. Evaluasi keefektifan kontrol
nonfarmakologi untuk nyeri
mengurangi nyeri, f. Tingkatkan istirahat
mencari bantuan) g. Latih mobilisasi miring kanan
- Melaporkan bahwa nyeri miring kiri jika kondisi klien
berkurang dengan mulai membaik
menggunakan h. Kaji kontraksi uterus, proses
manajemen nyeri involusi uteri.
- Mampu mengenali nyeri i. Anjurkan pasien untuk
(skala, intensitas, membasahi perineum dengan air
frekuensi dan tanda hangat sebelum berkemih.
nyeri) j. Anjurkan dan latih pasien cara
- Menyatakan rasa nyaman merawat payudara secara teratur.
setelah nyeri berkurang k. Jelaskan pada ibu tetang teknik
- Tanda vital dalam merawat luka perineum dan
rentang normal mengganti PAD secara teratur
- TD : 120-140/ 80-90 setiap 3 kali sehari atau setiap
mmHg kali lochea keluar banyak.
- RR :16-24 x/mnt l. Kolaborasi dokter tentang
- N : 80-100 x/mnt pemberian analgesik
- T: 36,5oC -37,5oC