Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DIABETES MELITUS (DM)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah /hiperglikemi (Suzzane C. Smeltzer,
1996 : 1220)
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron. (Arif Mansjoer, 1999 : 580)
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara
genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya
toleransi karbohidrat (Sylvia A Price and Lorraiene M. Wilson, 1995 : 1111)
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
Diabetes Melitus (DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme secara
genetis dan klinis termasuk heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau
berkurangnya efektifitas dari insulin yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah.

2. EPIDEMIOLOGI
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang menyerang 12 juta
orang. Sekitar 7 juta sudah terdiagnosis, sedangkan sisanya belum. Di
Amerika Serikat kutang lebih 650. 000 kasus diabetas baru terdiagnosis tiap
tahunnya. (healthy people, 2000, 1990)
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan
remaja , salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu
yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami
Diabetes Mellitus.

1
Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 umumnya dewasa usia 40-an dan
mengalami kegemukan (obesitas). Survei di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa prevalensi diabetes pada anak sekolah sekitar 1,9 dalam 1000. Namun,
frekuensinya sangat berkolerasi dengan meningkatnya usia; data yang ada
menunjukkan kisaran 1 dalam 1.430 pada anak usia 5 tahun sampai 1 dalam
360 pada anak usia 16 tahun. Puncaknya terjadi pada usia 5-7 tahun dan pada
masa pubertas.
Variasi siklik musiman dalam jangka lama terjadi pada insiden diabetes
insipidus tergantung insulin. Kasus yang baru diketahui tampak lebih sering
pada bulan-bulan musim semi dan musim dingin di belahan bumi uatara dan
selatan.
Tabel 1. Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus di Beberapa Negara Tahun
2000 (FKM, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007)

No Rangking negara tahun 2000 Orang dengan DM (juta)

1. India 31,7

2. Cina 20,8

3. Amerika Serikat 17,7

4. Indonesia 8,4

5. Jepang 6,8

6. Pakistan 5,2

7. Federasi Rusia 4,6

8. Brazil 4,6

9. Italia 4,3

10. Banglades 3,2

2
3. ETIOLOGI
a. Diabetes Melitus Tipe 1
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

b. Diabetes Melitus Tipe 2


Telah disebutkan dalam patofisiologi tentang mekanisme yang tepat
yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
Selain itu faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya DM
tipe 2:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Stress
5) Jumlah resptor perifer kurang (antara 20.000-30.000)pada obesitas
bahkan hanya sekitar 20.000

3
6) Jumlah reseptor cukup tetapi kualitas reseptor jelek sehingga insulin
tidak efektif
7) Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis
intraseluler terganggu

4. PATOFISIOLOGI
Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik.
Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses
pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah
menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa,
protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat
makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh
darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan
bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting
yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai
bahan bakar. Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah.
Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin.
Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin
kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan
meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose
dengan bantuan transporter glukosa.

a. Diabetes Melitus Tipe 1


Pada tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasikan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang bersal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut
muncul dalam urin. Ketika glukosa yang belebihan di ekresikan ke dalam urin

4
hal ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan berkemih (poliuria) dan
haus (polidipsia)
Difisiensi insulin juga mengganggu metabolisme preotein dal lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simapanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan gukosa yang disimpan) dan gukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru) dari asam-asam amino dan substansi lainnya, namum pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatyan dan lebih
lanjut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu, akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping dari pemecahan lemak. Badan keton akan mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh bila berlebihan. Keto asidosis diabetik yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila t6idak ditangani
akan menimbukan perubahan kesadaran, koma, bahnkan kematian. Pemberian
insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut. Diet dan latihan
disertai pemantaunan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.

b. Diabetes Melitus Tipe 2


Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin –
NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Stress neuro
berkepanjangan akan merangsang pelepasan hormon ACTH dari hipofisis
anterior, ACTH ini merangsang pelepasan kotrisol dari korteks adrenal,
kortisol ini merupakan kontra insulin sehingga menganggu kerja insulin dan
memperkuat rangsangan glukosa terhadap insulin, akibatnya lama kelamaan sel

5
beta pankreas lelah memproduksi insulin sehingga terjadilah resistensi insulin.
Akibat lain dari kelelahan sel beta itu.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes
mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes
yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes mellitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

5. KLASIFIKASI
Menurut Smeltzer & Bare (2001) klasifikasi Diabetes Melitus
didasarkan atas penyebab (etiology) dan intoleransi glukosa yang terjadi.
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai klasifikasi Diabetes Melitus sebagai
berikut:
a. Tipe I atau Diabetes Melitus tergantung insulin (IDDM)
Penyebab dari Diabetes Melitus tipe I yaitu faktor genetik, lingkungan
serta imunologi yaitu destruksi sel β pulau langerhans akibat proses

6
autoimun (Mansjoer, 2000). Ciri-ciri klinik yang ditemukan adalah
memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin.
b. Tipe II atau Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Diabetes Melitus tipe II ini disebabkan oleh faktor obesitas, herediter
atau lingkungan. Pada penderita Diabetes Melitus tipe II terjadi
penurunan produksi insulin endogen atau resistensi insulin sehingga
mungkin memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang
untuk mencegah hiperglikemia.
c. Diabetes Melitus yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain
Diabetes Melitus yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain
biasanya disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat
menyebabkan penyakit : pankreatitis, kelainan hormonal atau obat-
obatan seperti glukokortikoid.
d. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional biasanya terjadi selama kehamilan, biasanya pada
trimester kedua atau ketiga yang dapat diatasi dengan diet dan insulin
jika diperlukan untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal.
Pada Diabetes gestasional ini, intoleransi glukosa terjadi untuk
sementara waktu tetapi dapat kambuh kembali pada kehamilan
berikutnya.
e. Toleransi glukosa terganggu
Penderita toleransi glukosa terganggu memiliki kadar glukosa darah
diantara kadar normal dan kadar Diabetes serta sangat rentan terhadap
penyakit aterosklerosis.
f. Kelainan toleransi yang terjadi sebelumnya (PrevAGT; previous
abnormality glucose tolerance). PrevAGT biasanya terjadi bila ada
riwayat hiperglikemia tetapi metabolisme glukosa yang terakhir normal.
g. Kelainan toleransi glukosa yang potensial (PotAGT; potensial
abnormality of glucose tolerance). PotAGT biasanya tidak ada riwayat
intoleransi glukosa dan risiko mengalami Diabetes jika ada riwayat

7
Diabetes dalam keluarga, obesitas, ibu yang melahirkan bayi dengan
berat 4 1∕2 kg.
Adapula yang mengklasifikasikan Diabetes Melitus berdasarkan
etiologis dari penyakit, yaitu Diabetes Melitus tipe 1 terjadi karena defisiensi
insulin absolut, Diabetes Melitus tipe 2 terjadi karena defisiensi insulin relatif
dan Diabetes Melitus tipe lain disebabkan oleh banyak hal seperti defek
genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, infeksi, dan karena obat atau zat kimia serta Diabetes Melitus
Gestasional (Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia, 2006).

6. GEJALA KLINIS
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap
awal, yang sering ditemukan:
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
klien mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak
minum.
c. Polifagia (banyak makan)

8
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.
Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya
akan berada sampai pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa,
maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang
lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka
tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh
termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan
DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f. Ketoasidosis
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis
diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik
bila tidak diterapi dengan baik.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama


beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala
yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi
ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000
mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka
penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut (DM
tipe 2) yang sering ditemukan adalah:
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati

9
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi

7. PEMERIKSAAN FISIK
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Inspeksi : Pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan,
klien tampak banyak makan, klien tampak kurus dengan
berat badan menurun, terdapat penutunan lapang pandang,
klien tampak lemah dan mengalam penurunan tonus otot.
Palpasi : Denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang
menandakan terjadi hipertensi.

b. Diabetes Melitus Tipe 2


Inspeksi : Pada pemeriksaan awal, didapatkan hasil pemeriksaan
sama dengan DM tipe 1, tetapi pada DM tipe 2 biasanya
klien yang datang ke RS adalah klien yang dengan
komplikasi seperti foot diabetik (terdapat gangren pada
kaki klien), retinopati (terutama pada lansia), hipertensi,
katarak (terutama pada lansia), dll.

10
Palpasi dan auskultasi : Dari hasil palpasi dan auskultasi biasanya pada
DM type 2 didapatkan TD yang tinggi.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya
tidak jauh berbeda.
a. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e. Elektrolit:
1) Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
2) Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
3) Fosfor : lebih sering menurun
f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
(lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk
membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden (mis, ISK baru)
g. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal).
j. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada (pada
tipe 1) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya

11
(endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibody . (autoantibody).
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

9. DIAGNOSIS
Diagnosis didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, serta data
laboratorium, dengan kriteria data lab:
Kadar darah sewaktu dan puasa
sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
(WHO)
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah
sewaktu:
1. Plasma vena < 100 100 – 200 >200
2. Darah kapiler < 80 80 – 200 >200
Kadar glukosa darah
puasa:
1. Plasma vena < 110 110 – 120 >126
2. Darah kapiler < 90 90 – 110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya


2 kali pemeriksaan:
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl

12
10. PENATALAKSANAAN
Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 dan 2, meliputi:
a. Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis,
dosis, kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan.
Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya,
menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah,
panjang, dan campuran.
Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis
insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai
honeymoon periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis
optimal dapat diperoleh, diusahakanuntuk mengurangi jumlah suntikan
menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau
kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan
setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara
bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-80C.
b. Pengaturan makan/diet
1) Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia
pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
2) Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55%
karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan
bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.
3) Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3
kali makanan kecil sebagai berikut:
a) 20% berupa makan pagi.
b) 10% berupa makanan kecil.
c) 25% berupa makan siang.
d) 10% berupa makanan kecil.
e) 25% berupa makan malam.
f) 10% berupa makanan kecil.

13
c. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam
kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical
Interval Progressive Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan
pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda.
d. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani
yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik,
dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.
1) Sulfoniurea
Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin
sebagai akibat rangsangan glukosa.
2) Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah
normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk.
3) Inhibitor α glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase
sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia pascaprandial.
4) Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia.
e. Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan
komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.
f. Pemantauan mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar
glukosa darah dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan
karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan
dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).

14
11. KOMPLIKASI
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2
kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.
a. Komplikasi Metabolik Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami
hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis,
peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam
plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan
asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan
diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan
elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya
klien dapat koma dan meninggal.
2) Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami
hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl.
Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan
sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan
fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori
tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia
umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar,
palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor,
pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga
akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-
gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada
akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.

b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi


memasuki tahun ke 5)
1) Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang
kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal

15
(nefropatik diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-
1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit.
Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran
sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan,
neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan
kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan
hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien
akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan
katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—
sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol
dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan
syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan
kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat
menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem
syaraf otonom.
2) Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin
dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler.
Gangguan ini berupa:
a) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.
b) Hiperlipoproteinemia
c) Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan
penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer
maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang
disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas.
Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka
dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan
diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme
glukosa secara keseluruhan.

16
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes
mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata,
keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama,
sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan
sehari-hari.
a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register,
tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk
membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan
alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat
keadaan penyakit infeksi.

b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
DS yang mungkin timbul :
- Klien mengeluh sering kesemutan.
- Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
- Klien mengeluh sering merasa haus
- Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
- Klien mengeluh merasa lemah
- Klien mengeluh pandangannya kabur
DO :
- Klien tampak lemas.
- Terjadi penurunan berat badan
- Tonus otot menurun
- Terjadi atropi otot
- Kulit dan membrane mukosa tampak kering
- Tampak adanya luka ganggren
- Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam

17
c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.

d. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
1) Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda,
kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1,
klien cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
2) Pulse rate
3) Respiratory rate
4) Suhu

e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
1) Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak
adanya atropi otot, adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat
dan dalam, tampak adanya retinopati, kekaburan pandangan.
2) Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
3) Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.

f. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah puasa
Seseorang didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada
pemeriksaan darah arteri lebih dari 126 mg/dl dan lebih dari 140
mg/dL jika darah yang diperiksa diambil dari pembuluh vena.
2) Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
Jika kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dL, maka
harus dilakukan test lanjut. Pasien didiagnosis DM bila kadar
glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri atau pun vena lebih
dari 200 mg/dL.

18
3) Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan
DM. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut dengan nilai
normalnya : 0,5 jam < 115 mg/dL, 1 jam < 200 mg/dL, dan 2 jam <
140 mg/dL.
4) Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan
pemeriksaan HbA1C atau glycosylated haemoglobin.
5) Gas Darah Arteri, biasanya menunjukkan pH rendah dan
penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
6) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
7) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari Ketoasidosis Diabetikum.
8) Insulin darah : mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada
tipe 1) atau normal sampai tinggi (pada tipe 2) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen).
9) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas
mungkin meningkat.
10) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

g. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
2) Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.

19
Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan DM :
1. Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM
meliputi:
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan otot dan
keletihan sekunder akibat abnormalitas asam-basa

20
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik: reflex spasme otot
sekunder akibat gangguan visceral pada jantung
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan keseimbangan negative kalori dalam tubuh akibat glycosuria
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara
dermal-epidermal sekunder akibat perubahan metabolic dan endokrin
pada diabetes mellitus.
6. Risiko cidera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan.

3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


1. Ketidakefektifan pola NOC: NIC: Airway Manajemen
napas berhubungan  Respiratory status : Posisikan pasien untuk memaksimalkan
dengan kelemahan otot Airway patency ventilasi
dan keletihan sekunder Setelah dilakukan tindakan Lakukan fisioterapi dada jika perlu
akibat abnormalitas keperawatan selama 1 x 30 menit Keluarkan sekret dengan batuk atau
asam-basa pasien menunjukkan keefektifan pola suction
nafas, dibuktikan dengan kriteria Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
hasil: tambahan
 Mendemonstrasikan batuk efektif Berikan bronkodilator :
dan suara nafas yang bersih, tidak -…………………..
ada sianosis dan dyspneu (mampu …………………….
mengeluarkan sputum, mampu Berikan pelembab udara Kassa basah
bernafas dg mudah, tidakada pursed NaCl Lembab
lips) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Menunjukkan jalan nafas yang keseimbangan.
paten (klien tidak merasa tercekik, Monitor respirasi dan status O2
irama nafas, frekuensi pernafasan  Bersihkan mulut, hidung dan secret Trakea
dalam  Pertahankan jalan nafas yang paten
rentang normal, tidak ada suara nafas  Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
abnormal)  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
 Tanda Tanda vital dalam rentang oksigenasi
normal (tekanan darah, nadi,  Monitor vital sign
pernafasan)  Informasikan pada pasien dan keluarga

21
Td: 100-120/60-80 mmHg tentang tehnik relaksasi untuk
Suhu: 36-37,2ºc memperbaiki pola nafas.
Nadi: 80-100x permenit  Ajarkan bagaimana batuk efektif
Pernafasan: 16-24x permenit  Monitor pola nafas
2. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC : Pain Manajemen
dengan agen cidera fisik:  pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara
reflex spasme otot Setelah dilakukan tinfakan komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
sekunder akibat keperawatan selama 1x 30 menit durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
gangguan visceral pada Pasien tidak mengalami nyeri, dengan  Observasi reaksi nonverbal dari
jantung kriteria hasil: ketidaknyamanan
Mampu mengontrol nyeri (tahu  Kontrol lingkungan yang dapat
penyebab nyeri, mampu menggunakan mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
tehnik nonfarmakologi untuk pencahayaan dan kebisingan
mengurangi nyeri, mencari bantuan)  Kurangi faktor presipitasi nyeri
Melaporkan bahwa nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
berkurang dengan menggunakan menentukan intervensi
manajemen nyeri  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
Mampu mengenali nyeri (skala, napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) hangat/ dingin
Menyatakan rasa nyaman setelah  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
nyeri berkurang ……...
Tanda vital dalam rentang  Tingkatkan istirahat
Normal  Berikan informasi tentang nyeri seperti
Td: 100-120/60-80 mmHg penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
Suhu: 36-37,2ºc berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
Nadi: 80-100x permenit dari prosedur
Pernafasan: 16-24x permenit  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
3. Kekurangan volume NOC: NIC : Fluid Manajemen
cairan berhubungan  Fluid balance Pertahankan catatan intake dan output
dengan diuresis osmotik. Setelah dilakukan tindakan yang akurat
keperawatan selama 3 x 24 jam defisit Monitor status hidrasi ( kelembaban
volume cairan teratasi dengan kriteria membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
hasil: ortostatik ), jika diperlukan
 Mempertahankan urine output Monitor hasil lab yang sesuai dengan
sesuai dengan usia dan BB, BJ urine retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin,
normal albumin, total
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh protein )
dalam batas normal Monitor vital sign setiap 15menit – 1

22
Td: 100-120/60-80 mmHg jam
Suhu: 36-37,2ºc Kolaborasi pemberian cairan IV
Nadi: 80-100x permenit Monitor status nutrisi
Pernafasan: 16-24x permenit Berikan cairan oral
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Berikan penggantian nasogatrik sesuai
Elastisitas turgor kulit baik, membran output (50 – 100cc/jam)
mukosa lembab, tidak ada rasa haus Dorong keluarga untuk membantu pasien
yang berlebihan makan
 Orientasi terhadap waktu dan Kolaborasi dokter jika tanda cairan
tempat baik berlebih muncul meburuk
 Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas Atur kemungkinan tranfusi
normal Persiapan untuk tranfusi
 pH urin dalam batas normal Pasang kateter jika perlu
 Intake oral dan intravena adekuat Monitor intake dan urin output setiap 8
jam
4. Ketidakseimbangan NOC: NIC : Nutrition manajemen
nutrisi kurang dari a. Nutritional status:  Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
keseimbangan negative keperawatan selama 3x 24 jam nutrisi dibutuhkan pasien
kalori dalam tubuh akibat kurang teratasi dengan indikator:  Yakinkan diet yang dimakan mengandung
glycosuria  Albumin serum tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Pre albumin serum  Ajarkan pasien bagaimana membuat
 Hematokrit catatan makanan harian.
 Hemoglobin  Monitor adanya penurunan BB dan gula
 Total iron binding darah
capacity  Monitor lingkungan selama makan
 Jumlah limfosit  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang

23
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oval
5. Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management
berhubungan dengan Tissue Integrity : Skin and  Anjurkan pasien untuk menggunakan
inflamasi antara dermal- Mucous Membranes pakaian yang longgar
epidermal sekunder Setelah dilakukan tindakan Hindari kerutan pada tempat tidur
akibat perubahan keperawatan selama 3 x 24 jam  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
metabolic dan endokrin kerusakan integritas kulit pasien kering
pada diabetes mellitus. teratasi dengan kriteria hasil: Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
 Integritas kulit yang baik bisa setiap dua jam sekali
Dipertahankan (sensasi, elastisitas, Monitor kulit akan adanya kemerahan
temperatur, hidrasi, pigmentasi) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
 Tidak ada luka/lesi pada kulit derah yang tertekan
 Perfusi jaringan baik Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Menunjukkan pemahaman dalam Monitor status nutrisi pasien
proses perbaikan kulit dan mencegah Memandikan pasien dengan sabun dan air
terjadinya cederaberulang hangat
 Mampu melindungi kulit dan  Kaji lingkungan dan peralatan yang
Mempertahankan kelembaban kulit menyebabkan tekanan
dan perawatan alami Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman
 Menunjukkan terjadinya proses luka, karakteristik,warna cairan, granulasi,
penyembuhan luka jaringan nekrotik, tanda tanda infeksi lokal,
formasi traktus
 Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
perawatan luka
 Kolaburasi ahli gizi pemberian diet TKTP,
vitamin
Cegah kontaminasi feses dan urin
 Lakukan tehnik perawatan luka dengan
steril
 Berikan posisi yang mengurangi tekanan

24
pada luka
6. Risiko cidera NOC : NIC : Environment Management
berhubungan dengan Safety Behavior (Manajemen lingkungan)
kerusakan fungsi sensori Setelah dilakukan tindakan  Sediakan lingkungan yang aman untuk
penglihatan. keperawatan selama 3x 24 jam Pasien pasien
tidak mengalami injury dengan criteria  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
hasil: sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif
 Klien terbebas dari cedera pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
 Klien mampu menjelaskan  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
cara/metode untukmencegah (misalnya memindahkan perabotan)
injury/cedera  Memasang side rail tempat tidur
 Klien mampu menjelaskan factor  Menyediakan tempat tidur yang nyaman
risiko dari lingkungan/perilaku dan bersih
personal  Menempatkan saklar lampu ditempat yang
 Mampumemodifikasi gaya hidup mudah dijangkau pasien.
Untuk mencegah injury  Memberikan penerangan yang cukup
 Menggunakan fasilitas kesehatan  Menganjurkan keluarga untuk menemani
yang ada pasien.
 Mampu mengenali perubahan  Mengontrol lingkungan dari kebisingan
status  Memindahkan barang-barang yang dapat
Kesehatan membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya perubahan
status kesehatan dan penyebab penyakit.

4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawataan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Pada situasi nyata sering kali pelaksanaan jauh berbeda
dengan rencana. Hal yang terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan
rencana tertulis dalam melaksanaan keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai
dengan kebutuhkan dan kondisi saat ini (Hear and Now) perawat juga menilai
diri sendiri, apakah mempunyai interpersonal serta dinilai kembali apakah
aman bagi klien.
5. EVALUASI

25
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilaksanakan terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Evaluasi
dapat dibedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses
dievaluasi setiap selesai melakukan perasat dan evaluasi hasil berdasarkan
rumusan tujuan terutama kriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acauan
tentang perencanaan lanjutan terhadap klien dengan diagnose DM yaitu:
1. Pola napas pasien efektif.
2. Nyeri berkurang.
3. Kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi.
4. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
5. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit lebih lanjut
6. Pasien tidak mengalami cedera

DAFTAR PUSTAKA

26
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Dochterman, Joanne McCloskey & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing


Intervention Classification. USA : Mosby.

Faizi, Mohamad. 2010. Diabetes Tipe 1. http:// www. pediatrik.com/


2010/02/diabetestipe1. html. (Akses 30 Juli 2012)

Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Moorhead, Sue, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification. USA : Mosby

NANDA. 2012. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika

Pratiwi, Andi Diah. 2007. Epidemiologi, Program Penanggulangan, dan Isu


Mutakhir Diabetes Mellitus.
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/10/epidemiologi-dm-dan-
isu-mutakhirnya/. (Akses 30 Juli 2012)

Rafani. 2010. Diabetes Mellitus Tipe 2 . http://www.rafani.co.cc/2010/01/askep-


dm.html. (Akses 30 Juli 2012)

Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2002. Keperawatan Medikal - Bedah Brunner &


Suddarth, Edisi 8, Volume 3. Jakarta : EGC.

Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sylvia A, dkk. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume II. Jakarta:
EGC

27
PATHWAY Defisiensi insulin

Glukagon↑ Penurunan pemakaian


Glukosa oleh sel

Glukoneogenesis Hiperglikemia Hipoglikemia

Keseimbangan kalori Lemak protein Glycosuria


negatif dalam tubuh

Ketogenesis Bun↑ Osmotic diuresis Kekurangan


volume
Polifagia dan
penurunan BB Ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi

Ketidakseimbangan
↓ ph Hemokonsentrasi
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Trombosis
Asidosis
metabolik

Aterosklerosis
Pernafasan Kompensasi paru dengan
kusmaul (dalam mengeluarkan banyak
dan cepat) CO2 dari dalam tubuh
Makrovaskuler Mikrovaskuler

Retina Ginjal
Ketidakefektifan
pola nafas Serebral Ekstremitas
Jantung
Retinopati
diabetik Nefropati
Stroke
Miokard Infark Gangren
Gagal
Ggn. Penglihatan Ginjal
Kerusakan Integritas
Kulit
Resiko cedera

28
Nyeri akut

Anda mungkin juga menyukai