Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS TIPE II

DI SUSUN OLEH

NAMA : ASRIANI
NIM : PO7120421004

PRESEPTOR RAUNGAN PRSEPTOR INSTITUSI

PROFESI NERS ANGKATAN 5


POLTEKKES KEMENKES PALU
T.A 2021- 2022
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan
gangguan multisistem dan mempunyai karakteristik hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat
(Smeltzer dan Bare, 2002). Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala
yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang
progresif yang dilatar belakangi oleh retensi insulin (Suyono, 2009).

a. Diabetes Mellitus Tipe I Diabetes melitus tergantung insulin (IDDM)

Diabetes melitus tipe ini dikenal sebagai diabetes yang tergantung


insulin. Tipe ini berkembang jika tubuh tidak mampu memproduksi
insulin. Jenis ini biasanya muncul sebelum usia 40 tahun. Menurut
Smeltzer dan Bare (2002) diabetes melitus tipe ini disebabkan oleh faktor
genetik dimana penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya diabetes melitus tipe I.

b. Diabetes Mellitus Tipe II Diabetes melitus tidak tergantung insulin


(NIDDM)

Diabetes melitus yang tidak tergantung insulin dan terjadi akibat


penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin). Disebabkan
karena turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini
terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa.
Namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain, berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
(Mansjoer, 2001).Data menunjukkan bahwa sebagian besar pasien DM
menjalani perawatan di rumah sakit dan sekitar 25 % akan menjalani
pembedahan atau perioperatif. Perioperatif adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan
dengan pengalaman pembedahan pasien . Kata perioperatif adalah
gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra
operatif dan post operatif. Seiring dengan meningkatnya pasien DM yang
membutuhkan operasi dan peningkatan faktor risiko untuk terjadinya
komplikasi maka diperlukan penanganan dan manajemen glukosa darah
dalam ketiga fase perioeratif. (Medscape, 2014)

2. Etiologi
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Brunner & Suddarth, 2013)
seperti :
a. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi

b. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat


apendiks yang inflamasi

c. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek

d. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah

e. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki


masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk
mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan makanan

Kondisi diabetes yang sering menimbulkan komorbiditas yang kompleks


kemungkinan meningkatkan kebutuhan prosedur pembedahan yang
bermacam-macam seperti amputasi, masalah jantung, ginjal dan
pembedahan mata.
3. Patofisiologi (Tahap Perioperatif)
a. Fase Pre operatif
Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai ketika  pasien diterima masuk di ruang terima
pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk
dilakukan tindakan pembedahan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut
dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik
ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk
anestesi yang diberikan pada saat pembedahan. Persiapan pembedahan
dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik
pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
1) Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi
emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan
perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi
dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan
penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi
penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi
(alasan persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang
bedah, ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan
setelah operasi, bernafas dalam dan latihan batuk, latihan kaki,
mobilitas dan membantu kenyamanan.

2) Persiapan Fisiologi
Pada saat hari operasi pasien seharusnya menghentikan obat
antidiabetik oral. Sulfonilurea berpotensi menyebakan hipoglikemia.
Selain itu sulfonilurea dikatakan mempunyai hubungan dengan
kejadian iskemia miokard dan mungkin dapat meningkatkan resiko
iskemia mikardial dan infark pada saat operasi. Pasien yang
menggunakan metformin seharusnya dihentikan terlebih dahulu
karena dapat meningkatkan resiko kejadian asidosis laktat. Untuk
pasien yang mendapat pengobatan dengan metformin, dapat
digantikan insulin short acting secara subcutaneous, dosis
disesuaikan dengan sliding scale atau secara infuse kontinyu. Pada
pasien yang memiliki ketergantungan pada insulin dianjurkan untuk
mengurangi dosis insulin waktu tidur malam sebelum waktu operasi
untuk mencegah terjadinya hipoglikemia. Pemeriksaan glukosa
darah preoperasi dilakukan setiap 4 jam pada DM tipe 1 dan setiap 8
jam pada DM tipe 2. Target glukosa darah yang diharapkan untuk
pasien kritis adalah 80 – 110mg/ dL, sedangkan untuk pasien dengan
operasi lainnya, target kadar glukosa darah adalah 90 – 140 mg/ dL
(Edward, 2014).

b. Fase Intra operatif


Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan
ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup
pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan
pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan
dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat
scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi
dengan menggunakan prinsip - prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi
yaitu pengaturan posisi karena posisi yang diberikan perawat akan
mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien
adalah :
1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
2) Umur dan ukuran tubuh pasien.
3) Tipe anaesthesia yang digunakan.
4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan
(arthritis).
  Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi
pasien dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi
pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua
bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak
steril :
1) Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli
bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen
2) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana
anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang
mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).
Dalam pembedahan pasien diabetes terdapat hal-hal tambahan
yang perlu diperhatikan seperti menyiapkan akses intravena untuk infus
dextrose 5% sehingga terpisah dari jalur pemberian cairan lain,
memeriksa gula darah setiap 2 jam dimulai setelah pemberian insulin,
setiap 1 jam intra operasi dan 2-4 jam setelah operasi, bila pasien mulai
hipoglikemia, gula darah < 100mg/dL berikan suplemen dextrosa
Sebaliknya bila terjadi intraoperatif hiperglikemia (>150-
180mg/dL) dapat di berikan insulin intravena dengan dosis
menggunakan sliding scale. 1 unit insulin dapat menurunkan gula darah
sebesar 20-30mg/dL.

c. Fase Post operatif


Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre
operatif dan intra  operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang
pemulihan (recovery room)/ pasca anaestesi dan berakhir sampai
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang
aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian
meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan
dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah.
Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan
pasca anastesi (recovery room)
Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus
diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan
pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring
pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase.
Selama perjalanan transportasi dari kamar operasi ke ruang
pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan
pasien dengan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta
side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury.
Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat
sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter
anastesi yang bertanggung jawab.
2) Perawatan post operatif di ruang pemulihan atau unit
perawatan pasca pembedahan
Ketika pasien siap untuk melanjutkan asupan makanan padat,
transisi ke regimen insulin basal / bolus subkutan perlu
dilakukan. Beberapa pasien pasca operasi mungkin
memerlukan nutrisi enteral atau parenteral. Sangat penting
untuk memantau kadar glukosa darah bahkan pada pasien
yang sebelumnya normoglikemik karena asupan enteral /
parenteral dapat menyebabkan hiperglikemia. Untuk
makanan enteral, dianjurkan untuk diberikan regimen insulin
basal dan menggunakan sliding scale. Untuk pemberian
asupan parenteral, insulin harus ditambahkan ke nutrisi
parenteral total dan insulin korektif tambahan yang diberikan
sesuai kebutuhan. Jika pemberian makanan tiba-tiba
dihentikan pemberian infus yang mengandung dextrose untuk
menghindari kemungkinan risiko hipoglikemia perlu
dilakukan.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan glukosa darah.
2. Pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi pembedahan
3. Foto rontgen, ECG, USG dan lain-lain.

5. Penatalaksanaan Medis dan Terapi Obat


1) Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien DM pembedahan :
a. Operasi kecil
Penggunaan obat antidiabetik oral dan insulin dapat diteruskan bila
kadar glukosa sudah terkendali dengan baik. Pasien – pasien ini
tidak memerlukan persiapan khusus seperti puasa dan sesudah
tindakan dapat makan seperti biasa.
b. Operasi sedang
Operasi sedang yang elektif merupakan kasus yang paling sering
ditemukan oleh para spesialis penyakit dalam saat persiapan
preoperasi seperti operasi laparotomi, bedah tumor, bedah tulang,
dan bedah saraf. Perisapannya sama dengan operasi besar, yang
pada dasarnya harus dilakukan sebaik mungkin sebelum menjalani
operasi. Operasi yang lama dapat berpengaruh pada peningkatan
glukosa darah. Bila terjadi peningkatan glukosa selama operasi
dapat diberikan insulin.
c. Operasi berat
Bagi pasien yang akan memnjalani operasi besar yang memerlukan
anestesi umum dan dipuasakan, dibutuhkan infuse insulin dan
glukosa serta pemantauan glukosa setiap jam. Bagi pasien yang
akan menjalani operasi elektif, pemberian insulin umumnya
dimulai apabila ditemukan kadar gula darah lebih dari 40mg/ dL.
Selain itu, pasien DM diruang intensif yang akan menjalani
operasi, insulin dapat mulai diberikan bila kadar glukosa darah
lebih dari 110 mg/ dL. Target glukosa darah yang diharapkan untuk
pasien kritis adalah 80 – 110mg/ dL, sedangkan untuk pasien
dengan operasi lainnya, target kadar glukosa darah adalah 90 –
140mg/ dL (PAPDI, 2013)

2) Terapi Farmakologis
a. Biguanid
Golongan biguanid yang sering digunakan adalah metformin.
Konsentrasi metformin dalam usus dan hati meningkat tidak di
metabolism tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Waktu
paruh metformin cepat sehingga diberikan dua kali sampai tiga kali
sehari. Metformin berpengaruh pada kerja insulin tingkat seluler,
distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati.
Metformin meningkatkan pemakaian glukoda oleh sel usus
sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat
absorbsi glukosa diusus sesudah asupan makan.
b. Glitazone
Merupakan agonis peroxisome proliferatore-activated reseptor
gamma yang selektif dan poten. Reseptor ini terdapat dijaringan
target kerja insulin seperti jaringan adipose, otot skelet dan hati.
Glitazon tidak menstimulasi produksi insulin oleh sel β pancreas.
c. Sulfonylurea
Golongan ini bekerja dengan merangsang sel beta pancreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat
pada pasien yang mampu mensekresi insulin.. efek hipoglikeminya
dengan merangsang chanel K yang tergantung pada ATP dari sel
beta pancreas.
d. Glinid
Mekanisme kerja obat ini melalui reseptor SUR dan mempunyai
struktur yang mirip dengan sulfonylurea bedanya masa kerjanya
lebih pendek ( Suyono, 2015).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian fase Pre Operatif
1) Pengkajian Psikologis : meliputi perasaan takut / cemas dan
keadaan emosi pasien
2) Pengkajian Fisik : pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah,
nadi, pernafasan dan suhu.
3) Sistem integument : apakah pasien pucat, sianosis dan adakah
penyakit kulit di area badan.
4) Sistem Kardiovaskuler : apakah ada gangguan pada sisitem cardio,
validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?, kebiasaan
minum obat jantung sebelum operasi., Kebiasaan merokok, minum
alcohol, Oedema, Irama dan frekuensi jantung.
5) Sistem pernafasan : Apakah pasien bernafas teratur dan batuk
secara tiba-tiba di kamar operasi.
6) Sistem gastrointestinal : apakah pasien diare ?
7) Sistem reproduksi : apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
8) Sistem saraf : bagaimana kesadaran ?
9) Validasi persiapan fisik pasien : apakah pasien puasa, lavement,
kapter, perhiasan, Make up, Scheren, pakaian pasien / perlengkapan
operasi dan validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?

b. Pengkajian fase Intra Operatif


Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang
diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada
pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian
psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji adalah :
1) Pengkajian mental : Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien
masih sadar atau terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan
prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi
dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur
tersebut.
2) Pengkajian fisik : Tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan
maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut
kepada ahli bedah).
3) Transfusi dan infuse  : Monitor flabot sudah habis apa belum.
4) Pengeluaran urin : Normalnya pasien akan mengeluarkan urin
sebanyak 1 cc/kg BB/jam.

c. Pengkajian fase Post Operatif


1) Status respirasi : Meliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman
pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
2) Status sirkulatori : Meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna
kulit.
3) Status neurologis : Meliputi tingkat kesadaran.
4) Balutan  Meliputi : keadaan drain dan terdapat pipa yang harus
disambung dengan sistem drainage.
5) Kenyamanan Meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah
6) Keselamatan  Meliputi : diperlukan penghalang samping tempat
tidur, kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau
dipasang dan dapat berfungsi.
7) Perawatan Meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan,
kelancaran cairan. Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa,
hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.
8) Nyeri  Meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang
memperberat / memperingan.
2. Perencanaan keperawatan

NO. Diangnosa keperawaran Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


1. Pre Operasi Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas ( I. 09134 )
Ansietas berhubungan keperawatan selama 1x24 jam, Observasi
dengan kekhawatiran diharapkan tingkat ansietas menurun 1. Identifikasi saat tingakat
mengalami kegagalan ( L.09093 ) Dengan keriteria hasil : ansietas berubah
1. Verbalisasi kebingungan ( mis.kondisi, waktu, stressor)
meneurun (5) 2. Identifikasi kemampauan
2. Verbilisasi khawatiran akibat mengambil keputusan
kondisi yang dihadapi 3. Monitor tanda- tanda ansietas
menurun ( 5) ( verbal dan nonverbal )
3. Perilaku gelsah menurun ( 5) Terapeutik
4. Keluhan pusing menurun 1. Ciptakan suasana terapeutik
( 5) untuk memenuhi
5. Frekuensi nadi menurun ( 5 ) kepercayaan
6. Tekanan darah menurun ( 5) 2. Temani pasien untuk
7. Konsentrasi membaik ( 5) mengurangi kecemasan , jika
8. Kontak mata membaik ( 5 ) memungkinkan
3. Dengarkan dengan penuh
perhatian
4. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
5. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara factual
mengenai diaknosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurak keluarga untuk tetep
bersama pasien, jika perlu
4. Latih kegiatan penglihatan
untuk mengurangi
kegetegagan
5. Latih teknik relaksasi
Kalaborasi
1. Kalaborasi pemberian obat
ansietas, jika perlu
2. Intra Operasi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
Resiko infeksi keperawatan 1x24 jam, diharapkan Observasi
berhubugan dengan tingkat infeksi menurun ( L. 14137 ) 1. Monitor tanda dan gejala
efek prosedur invasive dengan kerteria hasil : infeksi local dan sistemik
1. Kemerhan menurun ( 5 ) Terapeutik
2. Nyeri menurun ( 5 ) 1. Batasi jumlah pengunjung
3. Bengkak menurun ( 5 ) 2. Berikan perawatan kulit pada
4. Kultur area luka membaik area bedema
( 5) 3. Cuci tagan sebelum dan
5. Kebersihan badan sesudah kontak dengan
meningkat ( 5) pasien dan lingkungan pasien
6. Periode mengigil menurun 4. Pertahankan teknik aseptic
(5) pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. ajarak cara meeriksa kondisi
luka atau luka operasi
Kalaborasi
1. kalaborasi pemberian
imuniasasi, jika perlu
3. Post Operai Setelah dilakukan tindakan keperwatan Manajemn nyeri ( I.08238 )
Nyeri akut 1x24 jam, diharapkan tingkat nyeri Observasi
berhubungan menurun ( L. 08066 ) dengan kriteria 1. identifikasi lokasi,
denganagen pecedera hasil : karakteristik, durasi,
fisik ( prosedur 1. keluhan nyeri menurun ( 5 ) frekuensi kualitas, intensitas
operasi ) 2. meringis menurun ( 5) nyeri
3. gelisah menurun ( 5) 2. identifikasi skala nyeri
4. persaan takut mengalami 3. identifikasi respon nyeri non
cedera berulang verbal
5. tekanan darah membaik ( 5 ) 4. identifikasi factor yang
6. pola tidur membaik ( 5 ) memperberat dan
memperingan nyeri
Trepeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontol lingkungan yang
memperberat raa nyeri ( mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan
3. Fasilitasi istrhat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab periode
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredkan
nyeri
3. Anjurakn monitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kalaborasi
1. Kalaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

3. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik sehingga menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Adapun implementasi yang diberikan disesuaikan dengan
intervensi keperawatan klien terkait. Proses pelaksanaan implementasi harus
berpusat kepada kebutuhan klien dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan. (Kozier et al, 2014)
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik
yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Edward M, Maged S, Mikhail, Michael J. 2014. Clinical Anestesiology 803-


807. aLange medical book.
Kozier et al. 2014. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik Ed 7 Vol 1. Jakarta : EGC.
Medscape. 2014. Perioperative management of the diabetic patient.
http://emedecine.medscape.com/article/284451-overview#a1
PPNI. 2016. “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1”.Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat.
Suyono. 2015. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
World Health Organization. 2016. Global report in diabetes. World Health
Organization. (online)
(https://www.who.int/iris/handle/10665/204871) diakses pada
tanggal 24 Februari 2019.

Anda mungkin juga menyukai