Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 14, No.

2, Oktober 2018 P-ISSN 1907 - 0357


E-ISSN 2655 - 2310

PENELITIAN
PENGARUH TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF
TERHADAP KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI
Tori Rihiantoro*, Ririn Sri Handayani*, Niluh Made Wahyuningrat*, Suratminah**
*Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang
* Rumah Sakit dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
E-mail: toririhiantoro@gmail.com

Pada fase pre operasi, klien mengalami berbagai stresor yang dapat menyebabkan kecemasan.
Kecemasan dapat memberikan efek yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh yang menyebabkan
penundaan operasi dan terhambatnya penyembuhan penyakit pada klien. Penatalaksanaan kecemasan
salah satunya dengan relaksasi otot progresif. Terapi ini akan merangsang pengeluaran zat kimia endorfin
dan ekefalin serta merangsang signal otak yang menyebabkan otot rileks dan meningkatkan aliran
darah ke otak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik relaksasi otot progresif terhadap
penurunan kecemasan pada pasien pre operasi. Desain penelitian ini adalah pra-eksperimen dengan
rancangan one group pretest and post test. Sampel penelitian berjumlah 30 orang dengan teknik
purposive sampling. Hasil penelitan menunjukkan rata-rata skor kecemasan sebelum terapi relaksasi otot
progresif adalah 54.17, dengan standar deviasi 5.427. Sedangkan untuk rata-rata skor kecemasan sesudah
terapi relaksasi otot progresif adalah 50,33 dengan standar deviasi 4,999. Analisis uji non parametik
menggunakan uji wilcoxon didapatkan hasil ρ value 0.000 (ρ value 0.000 < α 0.05), maka dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan pada pasien
pre operasi. Diharapkan agar terapi relaksasi otot progresif dapat dimasukkan kedalam program rumah
sakit dalam menangani kecemasan pre operasi.

Kata kunci: Kecemasan, Pre Operasi, Relaksasi Otot Progresif

LATAR BELAKANG pasien. Apapun jenisnya baik operasi besar


maupun operasi kecil merupaka suatu
Pembedahan merupakan pengalaman stressor yang dapat menimbulkan reaksi
unik perubahan terancana pada tubuh stress, kemudian diikuti dengan gejala-
terdiri dari tiga fase: praoperatif, gejala kecemasan, ansietas, atau depresi
intraoperatif, dan pascaoperatif (Kozier, (Mansjoer, 2007). Kecemasan adalah
2011). Saat fase praoperasi klien megalami perasaan takut yang tidak jelas dan tidak di
berbagai stresor yang dapat menyebabkan dukung oleh situasi. Ketika merasa cemas,
rasa takut dan ansietas pada klien. individu merasa tidak nyaman atau takut
Berdasarkan data yang diperoleh dari atau mungkin memiliki firasat akan
World Health Organization (WHO) dalam ditimpa malapetaka padahal dia tidak
Sartika (2013), tindakan operasi di mengerti mengapa emosi yang mengancam
Indonesia pada tahun 2012 mencapai 1,2 itu terjadi. Tidak ada objek yang dapat
juta jiwa. Berdasarkan data tabulasi diidentifikasi sebagai stimulus ansietas
Nasional Departemen Kesehatan Republik (Comer,1992 dalam Videbeck, Sheila L.,
Indonesia pada tahun 2009, tindakan 2008). Faktor-faktor yang dapat
pembedahan menempati ururan ke-11 dari menyebabkan kecemasan pasien pre
50 pertama penanganan pola penyakit di operasi adalah takut terhadap nyeri,
rumah sakit se Indonesia (Depkes RI, kematian, takut tentang ketidaktahuan
2009). Berdasarkan hasil pre survei di penyakit, takut tentang deformitas dan
ruang bedah salah satu rumah sakit di Kota ancaman lain terhadap citra tubuh
Metro didapatkan data sebanyak 351 (Muttaqin & Sari, 2009).
pasien menjalani pembedahan elektif dari Di Indonesia prevalensi kecemasan
bulan Juli - Desember tahun 2016. diperkirakan 9%-21% populasi umum,
Operasi atau tindakan medis pada sedangkan angka populasi pasien
umumnya menimbulkan rasa takut pada preoperasi yang mengalami kecemasan

[129]
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 14, No. 2, Oktober 2018 P-ISSN 1907 - 0357
E-ISSN 2655 - 2310
sebesar 80%. Menurut peneliti Simbolon relaksasi otot progresif (Smeltzer & Bare,
(2015) menunjukan tingkat kecemasan dari 2002 dalam Arbani, 2015).
20 orang responden sebelum dilakukan Terapi relaksasi otot progresif yaitu
intervensi pemberian terapi musik terdapat terapi dengan cara peregangan otot
13 orang (65%) yang memiliki tingkat kemudian dilakukan relaksasi otot
kecemasan berat dan 7 orang (35%) yang (Gemilang, 2013 dalam Rahayu, 2014).
memiliki tingkat kecemasan sedang. Relaksasi progresif dilakukan dengan cara
Penelitian Neno, Kristiyawati, & Purnomo klien menegangkan dan melemaskan
(2014) menunjukkan tingkat kecemasan sekelompok otot secara berurutan dan
dari 32 responden sebelum mendapatkan memfokuskan perhatian pada perbedaan
perlakuan yang mengalami kecemasan perasaan yang dialami antara saat
ringan 4 orang (12,5 %), kecemasan kelompok relaks dan saat otot tersebut
sedang sebanyak 17 orang (53.1%), cemas tegang (Kozier, 2011). Penelitian Jacobson
berat sebanyak 10 orang (33.1%), dan (1938) dalam Soewondo (2012)
panik sebanyak 1 orang (3.1%) Hasil mengemukakan bahwa relaksasi otot
penelitian lain yang mendukung adalah progresif sebagai suatu program untuk
penelitian yang dilakukan Heriani Bahsoan melatih orang merileks otot-otot secara
(2013), didapatkan hasil dari 44 responden keseluruhan. Ketegangan menyebabkan
pra operasi, yang mengalami kecemasan serabut - serabut otot kontraksi, mengecil
ringan sebanyak 13 orang (29.5 %), dan menciut. Ketegangan timbul bila
kecemasan sedang sebanyak 13 orang seseorang cemas dan stres ini bisa hilang
(29.5 %), dan kecemasan berat sebanyak dengan menghilangkan ketegangan.
18 orang (40.9 %). Dalam penelitian ini relaksasi
Keadaan cemas pasien akan progresif dapat digunakan untuk
berpengaruh kepada fungsi tubuh mengurangi kecemasan, karena dapat
menjelang operasi. Kecemasan yang menekan saraf simpatis di mana dapat
tinggi, dapat mempengaruhi fungsi menekan rasa tegang yang dialami oleh
fisiologis tubuh yang ditandai dengan individu secara timbal balik, sehingga
adanya peningkatan frekuensi nadi dan timbul counter conditioning
respirasi, pergeseran tekanan darah dan (penghilangan). Relaksasi diciptakan
suhu, relaksasi otot polos pada kandung setelah mempelajari sistem kerja saraf
kemih dan usus, kulit dingin dan lembab, manusia, yang terdiri dari sistem saraf
peningkatan respirasi, dilatasi pupil, dan pusat dan sistem saraf otonom. Sistem
mulut kering. Kondisi ini sangat saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem
membahayakan kondisi pasien, sehingga yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf
dapat dibatalkan atau ditundanya suatu parasimpatis yang kerjanya saling
operasi. Akibat lainnya, lama perawatan berlawanan. Sistem saraf simpatis lebih
pasien akan semakin lama dan banyak aktif ketika tubuh membutuhkan
menimbulkan masalah finansial. Maka, energi. Misalnya pada saat terkejut, takut,
perawat harus mampu mengatasi cemas atau berada dalam keadaan tegang.
kecemasan pada pasien, sehingga Pada kondisi seperti ini, sistem saraf akan
kecemasan tersebut dapat dikurangi secara memacu aliran darah ke otot-otot skeletal,
efektif (Smeltzer & Bare, 2002 dalam meningkatkan detak jantung, kadar gula
Putri, Kristiyawati & Arif, 2014). dan ketegangan menyebabkan serabut-
Ada beberapa cara untuk serabut otot kontraksi, mengecil dan
menurunkan kecemasan pada pasien menciut. Sebaliknya, relaksasi otot
diantaranya; farmakologi, pendekatan berjalan bersamaan dengan respon otonom
suportif dan psikoterapi. Teknik utama dari saraf parasimpatis. Sistem saraf
psikoterapi dalam menangani kecemasan parasimpatis mengontrol aktivitas yang
adalah dengan relaksasi dan bio feed back. berlangsung selama penenangan tubuh,
Teknik relaksasi yang digunakan dalam misalnya penurunan denyut jantung setelah
kecemasan salah satunya berupa teknik fase ketegangan dan menaikkan aliran

[130]
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 14, No. 2, Oktober 2018 P-ISSN 1907 - 0357
E-ISSN 2655 - 2310
darah ke sistem gastrointestinal (Ramadani Populasi yang digunakan dalam
& Putra, 2009). Sehingga kecemasan akan penelitian ini adalah 58 pasien yang
berkurang dengan dilakukannya relaksasi menjalani pembedahan elektif di ruang
progresif. bedah, dengan jumlah sampel sebanyak 30
Dari beberapa penelitian didapat responden. Teknik sampling yang
bahwa penatalakasaan nonfarmakologis digunakan adalah purposive sampling.
dapat menurunkan kecemasan diantaranya: Instrumen yang digunakan berupa
terapi musik dapat menurunkan kecemasan berupa lembar kuesioner berdasarkan
(Ferawati, 2015), terapi ralaksasi napas Zung Self-Rating Anxiety Scale
dalam dapat menurunkan tingkat (SAS/SRAS) adalah penilaian kecemasan
kecemasan (Istikomah & Murwati, 2016), pada pasien yang dirancang oleh William
terapi imajinasi terbimbing dapat W.K.Zung, dikembangkan berdasarkan
menurunkan tingkat kecemasan (Sarsito, gejala kecemasan dalam diagnostic and
2015) dan terapi relaksasi otot progresif Statistical Manual of Mental Disorders
dapat menurunkan tingkat kecemasan (DSM-II) dan dimodifikasi dengan
(Deliyani, Majudin & Adiningsih, 2015). menyesuaikan situasi pre operasi. Teknik
Menurut peneliti Rahayu (2014) pengumpulan data pada penelitian ini yaitu
menunjukkan bahwa dari responden yaitu peneliti melakukan penilaian kecemasan
40 klien sebelum dilakukan terapi otot dengan menggunakan angket berupa
progresif jumlah klien yang mengalami lembar kuisoner Zung Self-Rating Anxiety
kecemasan berat adalah 25 orang (62,5%), Scale (ZSRAS) pada pasien pre operasi
dan tidak ada yang tidak menderita elektif 24 jam sebelum operasi, kemudian
kecemasan. Sesudah dilakukan terapi otot peneliti memberikan intervensi teknik
progresif jumlah klien yang mengalami relaksasi otot progresif setelah itu peneliti
kecemasan sedang adalah 12 orang (30%), mengkaji ulang kecemasan responden
dan jumlah klien yang mengalami dengan lembar kuisoner Zung Self-Rating
kecemasan berat adalah 6 orang (15%). Anxiety Scale (SAS/SRAS).
Sementara Triwijaya (2014) menunjukkan
tingkat kecemasan sebagian besar
responden sebelum mendapatkan HASIL
perlakuan yang mengalami cemas ringan
sebanyak 4 orang (8.7%), cemas sedang Karakteristik Responden kelamin
sebanyak 40 orang (87.0%), cemas berat
sebanyak 2 orang (4.3%). Sedangkan Responden dalam penelitian ini
sesudah perlakuan yang mengalami cemas berjumlah 30 orang dengan karakteristik
ringan sebanyak 34 orang (73.9%), cemas jenis kelamin terbanyak perempuan
sedang sebanyak 12 orang (26.1%), dan (56,7%), berusia dewasa diantara usia 18
yang mengalami cemas berat tidak ada. sampai dengan 65 tahun dengan rata-rata
49,03 tahun. Berdasarkan tingkat
pendidikan sebagian besar responden
METODE berpendidikan dasar (56,7%).

Jenis penelitian yang digunakan Analisis Univariat


dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kuantitatif, menggunakan rancangan Tabel 1: Distribusi kecemasan sebelum
penelitian pra-eksperimen dengan One dan sesudah dilakukan terapi
grup pretest-postest design. Pada relaksasi otot progresif
penelitian ini peneliti ingin mendapatkan
nilai kecemasan sebelum dan sesudah Kecemasan Mean Median SD Min Max n
dilakukan intervensi latihan relaksasi otot Sebelum 54.17 53.50 5.427 46 65
30
progresif. Sesudah 50.33 48.50 4,999 43 59

[131]
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 14, No. 2, Oktober 2018 P-ISSN 1907 - 0357
E-ISSN 2655 - 2310
Berdasarkan tabel di atas diketahui terapi relaksasi otot progresif. Ini
bahwa rata-rata skor kecemasan sebelum menunjukan bahwa terdapat pengaruh
diberikan terapi relaksasi otot progresif terapi relaksasi otot progresif terhadap
adalah 54,17 dengan standar deviasi 5,427, kecemasan pasien pre operasi.
dan skor kecemasan terendah adalah 46
serta skor kecemasan tertinggi adalah 65.
Sedangkan setelah terapi relaksasi otot PEMBAHASAN
progresif rata-rata skor kecemasan sebesar
50,33 dengan standar deviasi 4,999, dan Kecemasan sebelum dan sesudah terapi
skor kecemasan terendah adalah 43 serta
skor kecemasan tertinggi adalah 59. Berdasarkan hasil dapat dilihat
bahwa rata-rata skor kecemasan pada
pasien pre operasi dapat dikategorikan
Uji Normalitas sedang dan berat. Menurut Smeltzer &
Bare (2001) dalam Putri, Kristiyawati &
Tabel 2: Uji normalitas data nilai Arif (2014), kecemasan yang tinggi, dapat
kecemasan sebelum dan setelah mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh
dilakukan terapi relaksasi otot yang ditandai dengan adanya peningkatan
progresif frekuensi nadi dan respirasi, pergeseran
tekanan darah dan suhu, relaksasi otot
Kecemasan Kolmogorov-Smirnov polos pada kandung kemih dan usus, kulit
p-value dingin dan lembab, peningkatan respirasi,
Sebelum 0,335 dilatasi pupil, dan mulut kering. Kondisi
Setelah 0,026 ini sangat membahayakan kondisi pasien,
sehingga dapat dibatalkan atau ditundanya
Berdasarkan tabel di atas suatu operasi. Akibat lainnya, lama
menunjukkan bahwa nilai nilai p sebelum perawatan pasien akan semakin lama dan
relaksasi otot progresif sebesar 0,335 dan menimbulkan masalah finansial maka
sesudah relaksasi otot progresif sebesar diperlukan penatalaksanaan kecemasan
0,026. Salah satu nilai kurang dari 0,05 pada pasien tersebut. Sehingga dilakukan
sehingga disimpulkan bahwa data tidak terapi relaksasi otot progresif dan
memenuhi asumsi distribusi normal. dilakukan pengukuran.
Selanjutnya uji statistik ditentukan dengan Berdasarkan hasil penelitian juga
Wilcoxon Signed Ranks. dapat dilihat bahwa terjadi penurunan rata-
rata skor kecemasan pada pasien pre
Analisis Bivariat operasi setelah diberikan terapi relaksasi
otot progresif dalam kategori ringan
Tabel 3: Distribusi hasil analisis uji sampai sedang.
Wilcoxon Signed Ranks Test Terapi relaksasi progresif dapat
digunakan untuk mengurangi kecemasan,
karena dapat menekan saraf simpatis di
Median mana dapat menekan rasa tegang yang
Kecemasan Nilai p
(Min – Max) dialami oleh individu secara timbal balik,
Sebelum 48 (46-52) sehingga timbul counter conditioning
0,000
Setelah 46 (44-49) (penghilangan). Relaksasi diciptakan
setelah mempelajari sistem kerja saraf
Berdasarkan tabel di atas diperoleh manusia, yang terdiri dari sistem saraf
hasil p-value sebesar (0,000) < α (0,05) pusat dan sistem saraf otonom. Sistem
sehingga dapat disimpulkan bahwa saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem
terdapat perbedaan yang antara skor yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf
kecemasan sebelum terapi relaksasi otot parasimpatis yang kerjanya saling
progresif dan skor kecemasan sesudah berlawanan. Sistem saraf simpatis lebih

[132]
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 14, No. 2, Oktober 2018 P-ISSN 1907 - 0357
E-ISSN 2655 - 2310
banyak aktif ketika tubuh membutuhkan bahwa metode relaksasi progresif untuk
energi. Misalnya pada saat terkejut, takut, melawan rasa cemas, stres dan tegang.
cemas atau berada dalam keadaan tegang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
Pada kondisi seperti ini, sistem saraf akan apabila seseorang mengalami ketegangan
memacu aliran darah ke otot-otot skeletal, dapat menyebabkan serabut-serabut otot
meningkatkan detak jantung, kadar gula kontraksi, mengecil dan menciut.
dan ketegangan menyebabkan serabut- Ketegangan timbul bila seseorang cemas
serabut otot kontraksi, mengecil dan dan stres bisa hilang dengan
menciut. Sebaliknya, relaksasi otot menghilangkan ketegangan.
berjalan bersamaan dengan respon otonom Hasil penelitian ini sejalan dengan
dari saraf parasimpatis. Sistem saraf dengan penelitian sebelumnya yaitu
parasimpatis mengontrol aktivitas yang penelitian Uskenat (2012) menunjukkan
berlangsung selama penenangan tubuh, bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan
misalnya penurunan denyut jantung setelah pada pasien pre operasi dengan general
fase ketegangan dan menaikkan aliran anestesi sebelum dan sesudah diberikan
darah ke sistem gastrointestinal (Ramadani relaksai otot progresif, penelitian ini
& Putra, 2009). Sehingga kecemasan akan menunjukkan hasil yang sangat signifikan
berkurang dengan dilakukannya relaksasi dengan p= 0,000 atau < 0,05 sehingga
progresif. terapi relaksasi progresif terbukti dapat
Berdasarkan penelitian, setelah mengurangi tingkat kecemasan.
dilakukan terapi relaksasi otot progresif Tindakan operasi atau pembedahan
terjadi perubahan pada skor kecemasan. merupakan pengalaman yang bisa
Hal itu disebabkan karena tubuh menjadi menimbukan kecemasan, oleh karena itu
rileks. Dengan demikian ketika dilakukan berbagai kemungkinan buruk bisa terjadi
pengukuran skor kecemasan akan yang akan membahayakan pasien.
mengalami penurunan dibandingkan Kecemasan berhubungan dengan segala
dengan sebelum diberikan terapi relaksasi macam prosedur asing yang harus dijalani
otot progresif. pasien dan juga ancaman terhadap
keselamatan jiwa akibat prosedur
Pengaruh terapi relaksasi otot progresif pembedahan dan tindakan pembiusan.
terhadap kecemasan pasien pre operasi Keperawatan pre operatif merupakan
tahapan awal dari keperawatan
Hasil penelitian menyimulkan bahwa perioperatif. Sehingga pasien pada saat
ada perbedaan sebelum dan sesudah terapi akan menjalani operai perlu adanya
relaksasi otot progresif. Hal ini berarti penanganan akan kecemasan pasien,
terapi relaksasi otot progresif berpengaruh dengan pemberian terapi relaksasi otot
dalam menurunkan kecemasan pasien pre progresif dapat membantu klien untuk
operasi. rileks serta dapat menurunkan kecemasan
Pasien pre operasi dapat mengalami klien, sehingga dapat berdampak baik akan
kecemasan, hal ini merupakan respon kelancaran jalannya operasi.
psikologis yang wajar. Kecemasan yang Berdasarkan hasil uji Wilcoxon
dialami dapat berada pada rentan respon Signed Ranks, disimpulkan bahwa terdapat
ringan, sedang, berat dan panik. perbedaan kecemasan sebelum dan
Tindakan untuk mengurangi kecemasan sesudah terapi relaksasi otot progresif.
salah satunya menggunakan teknik Terjadi perbedaan antara kecemasan
relaksasi progresif. Terapi relaksasi sebelum diberikan terapi relaksasi otot
progresif bertujuan untuk menghilangkan progresif dan sesudah terapi relaksasi otot
ketegangan sehingga menurunkan perasaan progresif dapat disebabkan oleh beberapa
cemas. Efektivitas latihan relaksasi faktor yang berpengaruh, diantaranya usia,
progresif adalah salah satu bentuk self jenis kelamin dan jenjang pendidikan.
control coping skill. Jacobson (1938) Bila dipandang berdasarkan usia
dalam Soewondo (2012) mengemukakan maka responden yang paling banyak

[133]
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 14, No. 2, Oktober 2018 P-ISSN 1907 - 0357
E-ISSN 2655 - 2310
adalah usia lansia awal (40,0%) yang mana dan tindakan keperawatan untuk mengatasi
semakin bertambahnya usia seseorang kecemasan pasien pre operasi di rumah
dapat menjadikannya lebih sentitif, mudah sakit. Selanjutnya rumah sakit dapat
tersinggung dan juga dalam menerima menerbitkan SOP tentang teknik relaksasi
informasi terbaru tentang cara menangani terutama terapi terapi relaksasi otot
kecemasan akan kesulitan dikarenakan usia progresif sebagai pedoman untuk
lansia sudah mengalami berbagai dilakukannya tindakan tersebut.
penurunan fisik dan memori, sehingga
dalam memberikan terapi akan mengalami
kesulitan. Hal ini mungkin jika dilihat DAFTAR PUSTAKA
berdasarkan jenis kelamin jumlah
responden perempuan lebih banyak Arbani, F. A. (2015). Hubungan
dibandingkan dengan jumlah laki-laki Komunikasi Terapeutik Dengan
yaitu 56,7%, sehingga perempuan lebih Tingkat Kecemasan Pasien Pre
menggunakan emosinya dibandingkan Operasi di Rs Pku Muhamadiyah
akal, sehingga ketika akan menjalani Sukoharjo.
operasi maka perempuan cenderung lebih http://www.stikeskusumahusada.ac.i
cemas yang akan berdampak pada d/digilib/download.php?id=1207
perubahan baik fisiologis, kognitif dan Diperoleh tanggal 3 Januari 2017.
perilakunya, yang dapat berdampak buruk Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2010).
pada kelancaran operasi. Berdasarkan hasil Buku Ajar Fundamental
penelitian jika dilihat berdasarkan tingkat Keperawatan : Konsep, Proses, &
pendidikan responden yang paling banyak Praktik (Edisi 7, volume 2). Jakarta:
adalah pendidikan dasar sebanyak 17 EGC.
responden (56,7%). responden yang Neno, M. L., Kristiyawati, S. P., &
tingkat pendidikan rendah akan Purnomo, E. C. (2013). Pengaruh
mempengaruhi pengetahuan responden Terapi Relaksasi Masase Punggung
tentang bagaimana cara menangani Terhadap Penurunan Tingkat
kecemasan yang dialami sehingga Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi
responden lebih cemas dibandingkan Bedah Mayor
dengan yang lain. http://pmb.stikestelogorejo.ac.id/ejou
rnal/index.php/ilmukeperawatan/artic
le/download/180/204 Diperoleh
KESIMPULAN tanggal 27 Desember 2016.
Rahayu, (2014). pengaruh terapi relaksasi
Berdasarkan hasil penelitian dapat otot progresif terhadap penurunan
disimpulkan bahwa telah terjadi penurunan tingkat kecemasan pada klien
nilai kecemasan dari niilai rata-rata diabetes mellitus tipe 2 di
sebelum terapi sebesar 54,17 menjadi Wilayah Kerja Puskesmas
50,33 setelah diberikan terapi relaksasi Karangdoro Semarang
otot progresif. Hasil analisis lebih lanjut http://pmb.stikestelogorejo.ac.id/ejou
menunjukan bahwa terdapat perb rnal/index.php/ilmukeperawatan/artic
perbedaan antara skor kecemasan sebelum le/download/264/289 Diperoleh
dan sesudah terapi relaksasi otot progresif tanggal 27 Desember 2016.
(nilai ρ = 0.000). Dengan demikian Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar
disimpulkan bahwa terapi relaksasi otot Keperawata Medikal-Bedah. Jakarta:
progresif berpengaruh untuk menurunkan EGC.
kecemasan pada pasien pre operasi. Safitri. (2015). Aplikasi Pemberian
Berdasarkan kesimpulan tersebut Informasi Pra Operasi Terhadap
maka diharapkan agar terapi relaksasi otot Tingkat Kecemasan Pada Asuhan
progresif dapat dimasukkan kedalam salah Keperawatan Tn. K Dengan Pra
dalam menangani katu alternatif rencana Bedah Hernia Inguinalis Dekstra di

[134]
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 14, No. 2, Oktober 2018 P-ISSN 1907 - 0357
E-ISSN 2655 - 2310
Ruang Bedah Kantil I RSUD d/22/5 Diperoleh tanggal 26
Karanganyar Desember 2016.
(KTI)http://stikeskusumahusada.ac.i Triwijaya, (2014). Pengaruh Teknik
d/digilib/download.php?id=1428 Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Diperoleh tanggal 26 Desember Penurunan Tingkat Kecemasan Ibu
2016. Intrantal Kala I
Simbolon, (2015). Pengaruh Terapi Musik http://download.portalgaruda.org/arti
Terhadap Tingkat Kecemasan Pada cle.php?article Diperoleh tanggal 26
Pasien Pre Operasi Di Ruang Rawat Desember 2016.
Bedah Rumah Sakit Santa Elisabeth Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar
Medan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Buku
http://jurnal.stikeselisabethmedan.ac. Kedokteran EGC.
id/index.php/elisabeth/issue/downloa

[135]

Anda mungkin juga menyukai