Diajukan oleh:
Mangupura,
Ketua
Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep.,M.Kep Ns. Ni Made Ririn Sri Wulandari, S.Kep., M.Kep
NIDN: 0821058603 NIDN: 0809119002
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan Oleh:
Penguji I Penguji I
Ns. IGAA. Sherlyna Prihandhani, S.Kep., M.Kes Ns. Ni Made Ririn Sri Wulandari, S.Kep., M.Kep
NIDN: 0809119002
NIDN. 0801038801
Mengetahui,
Ketua
ABSTRAK
Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan fungsi normal otak, dimana kerusakan
otak diakibatkan oleh menurunnya suplai oksigen ke otak. otak mempunyai
kemampuan menyimpan oksigen sekitar 10 detik, jika pasien cedera kepala sedang
tidak diberikan oksigen dengan cepat dapat menyebabkan terjadinya hipoksia.
Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus cedera kepala sedang yaitu
risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, sehingga penulis melakukan proyeksi
inovasi head up 300. Perfusi jaringan otak dapat diperbaiki dengan terapi non
farmakologi, berupa posisi semi fowler, high fowler, atau posisi elevasi kepala
sebagai intervensi yang dapat mempengaruhi proses pertukaran gas didalam tubuh.
Pemberian posisi head up sangat bermanfaat dalam perubahan hemodinamik dengan
memperlancar aliran darah menuju otak dan meningkatkan oksigenasi ke serebral
sehingga mencegah terjadinya peningkatan tekanan intracranial.
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa
karena berkat Asung Kerta Wara Nugraha penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
akhir ners dengan judul Pengaruh “Pemberian Head Up 300 Untuk Menurunkan
Tekanan Intrakranial Pada Pasien Cedera Kepala Sedang Di Ugd Rsud Kabupaten
Klungkung” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Karya Ilmiah Akhir Ners ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan
untuk memperoleh gelar profesi Keperawatan pada Program Studi Keperawatan,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Usada Bali.
Karya Ilmiah Akhir Ners ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha
sendiri, melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak untuk itu melalui
kesempatan ini dengan segala hormat dan kerendahan hati peneliti menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Putu Santika, MM. selaku Ketua STIKES Bina Usada Bali yang telah yang
2. dr. I Nyomankesuma, M.Ph selaku Direktur RSUD Kabuapten Klungkung atas ijin
yang telah diberikan untuk mengikuti pendidikan dan ijin sebagai lokasi penelitian
3. Ns. I Putu Artha Wijaya, S. Kep., M.Kep. selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan STIKES Bina Usada Bali yang telah banyak memberikan saran dan
5. Ns. Made Ririn Sri Wulandari, S. Kep., M.Kep selaku preseptor akademik yang
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah akhir ners ini
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah akhir ners ini masih kurang sempurna,
oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan segala saran serta kritik yang sifatnya
ners ini. Semoga karya ilmiah akhir ners ini bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata
Penulis
DAFTAR ISI
Cover
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan
d. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a. Konsep Dasar Penyakit
1) Definisi
2) Anatomi Fisiologi
3) Etiologi
4) Klasifikasi
5) Manifestasi Klinis
6) Patifisiologi
7) Pathway
8) Komplikasi
9) Pemeriksaan Penunjang
10) Penatalaksanaan
b. Tindakan Penatalaksanaan
1) Definisi
2) Tujuan
3) Prosedur penggunaan
c. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori
1) Pengkajian
2) Analisa Data
3) Diagnose Keperawatan
4) Intervensi Keperawatan
1) Evaluasi
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN
a. Profile Lahan Praktik
b. Ringkasan Asuhan Keperawatan
5) Pengkajian
6) Analisa Data
7) Diagnose Keperawatan
8) Intervensi Keperawatan
9) Evaluasi
BAB IV Hasil Analisis dan Pembahasan
a. Analisis Karakteristik Pasien
b. Analisis Masalah Keperawatan
c. Analisis Intervensi
d. Analisis Implementasi
e. Analisis Evaluasi
BAB V Simpulan dan Saran
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
mortalitas dan morbiditas yang tinggi (Christanto et al., 2015). Cedera kepala
merupakan gangguan fungsi normal otak karena trauma, baik trauma tumpul maupun
trauma tajam (Basuki et al., 2015). Pasien dengan cedera kepala berisiko terjadinya
(Ratnasari, et al, 2015). Masalah tersebut sering terjadi pada kasus cedera kepala
sedang, yang memicu terjadinya kerusakan otak, akibat dari gangguan suplai oksigen
ke otak (Clarinta dan Iyos, 2016). Otak yang mengalami kerusakan tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa, sedangkan sel-sel otak membutuhkan suplai darah
secara terus menerus untuk memperoleh nutrisi (Satyanegara et al., 2020). Otak
oksigen dengan segera akan menyebabkan hipoksia (Musliha, 2010). Hipoksia yang
terlalu lama dan tidak diatasi dengan pemberian oksigen akan berakibat pada
kematian. Kasus cedera kepala masih menjadi masalah dalam dunia kesehatan yang
Di Amerika Serikat, lebih dari 1,7 juta orang mengalami cedera kepala setiap
tahunnya dan sekitar 290 ribu orang menjalani perawatan, 51.000 orang meninggal
serta 80.000 orang mengalami cacat permanen (Basuki et al., 2015). Cedera kepala di
Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin
Bandung, pada tahun 2019, kejadian cedera kepala 2.509 orang yang terdiri atas
1.856 orang cedera kepala ringan, 438 orang cedera kepala sedang, dan 215 orang
mengalami cedera kepala berat (Satyanegara et al., 2020). Berdasarkan hasil studi
kasus yang dilakukan di RSUD terdapat 46 orang mengalami cedera kepala terhitung
dari bulan Desember sampai Januari 2020, sedangkan 6 orang meninggal di Instalasi
Gawat Darurat.
Insiden cedera kepala pada umumnya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
(Clarinta & Iyos, 2016). Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan
otak. Pada kasus cedera kepala sering diakibatkan oleh trauma tajam maupun trauma
tumpul yang mengenai bagian kepala (Ratnasari et al., 2015). Trauma tersebut
menyebabkan cedera pada jaringan kranial sehingga menimbulkan laserasi (Setiawan
& Mauilda, 2010). Laserasi dapat menimbulkan perdarahan baik di daerah epidural,
darah dan produksi cairan serebrospinal untuk mengakomodasi caiaran yang berlebih
didalam otak. Bila proses ini gagal, maka menyebabkan terjadinya tekanan
intrakranial (Nayduch, 2014). Jika tekanan intrakranial semakin meningkat, otak akan
tergeser karena tekanan yang keras akibatnya otak mengalami herniasi. Herniasi
iskemia dan hipoksia (Kowalak et al., 2011). Saat otak mengalami hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob. Proses ini
cepat dan dalam (pernapasan kussmaul), yang bertujuan untuk menurunkan PCO 2
sehingga aliran darah ke otak menurun. Bila asidosis metabolik makin berat terjadi
depresi susunan saraf pusat yang menjurus ke arah koma dan kejang. Penurunan
resistensi pembuluh darah perifer dan kontraksi jantung disertai hipotensi, gagal
jantung dan fibrilasi ventrikel sebagai penyebab dari kematian (Romy et al., 2012).
pemeriksaan tingkat kesadaran GCS (Dissability) serta Exposure (ENA, 2010). Bila
terdapat fraktur servikal, harus dilakukan pemasangan neck collar untuk menecagah
keparahan dari fraktur servikal (Soertidewi, 2012). Tatalaksana awal pasien cedera
kepala sedang di ruang gawat darurat meliputi stabilisasi jalan napas, pernapasan dan
sirkulasi untuk mencegah terjadinya kerusakan otak sekunder. Salah satu pengelolaan
kegawat daruratan pada cedera kepala yaitu, dengan pemberian terapi oksigenasi
untuk menjaga kestabilan oksigen di jaringan tubuh dan otak. Oksigenasi yang
adekuat pada jaringan tubuh dapat dilihat dengan hasil pengukuran saturasi oksigen
yang diatas dari 97% (Takatelide et al., 2017). Pemberian oksigen pada pasien yang
mengalami cedera kepala kurang lebih 4-6 liter/menit untuk mencegah anoksia
serebri (Kristanty et al., 2009). Penurunan kesadaran paling sering dijumpai pada
kasus cedera kepala berat, maka dari itu untuk mempertahankan kepatenan jalan
napas dapat dilakukan intubasi endotrakeal (Neugebauer et al., 2012). Elevasi kepala
300-450 dapat diberikan pada pasien cedera kepala untuk mengurangi tekanan
merupakan gangguan fungsi otak akibat dari trauma tumpul maupun trauma tajam
pada kepala. Angka kejadian cedera kepala yang tinggi mencapai 46 orang dan 6
orang meninggal di IGD RSUD Kabuapten Klungkung pada tahun 2022. Pasien
dengan cedera kepala berisiko terjadinya kerusakan otak akibat perdarahan atau
suplai darah ke otak. Pemberian posisi 300 pada kasus cedera kepala untuk mencegah
peningkatan tekanan intracranial , bila tidak ditangani akan berujung kematian. Maka
dari itu penulis tertarik mengangkat kasus cedera kepala dikarenakan tingkat kegawat
B. Rumusan Masalah
intracranial pada pasien cedera kepala sedang di UGD RSUD Kabupaten Klungkung.
intracranial pada pasien cedera kepala sedang di UGD RSUD Kabupaten Klungkung.
2. Tujuan Khusus
3. Manfaat
a. Pelayanan Keperawatan
sedang.
b. Masyarakat:
kepala yaitu masyarakat mampu mengenali tanda dan gejala dari cedera
kepala.
Kepala Sedang.
d. Penulis:
TINJAUAN PUSTAKA
penyebab kematian atau kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan
sebagain besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, masalah dapat berupa
ini dapat berupa luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan,
a. Kulit Kepala, terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu skin atau
b. Tulang tengkorak, terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang
disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis
dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
1) Dura mater
yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada
2) Selaput arakhnoid
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura
mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari
duramater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia
3) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,
d. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang
spinalis terdiri atas dua belahan yang sama dipersatukan oleh struktur
intermedia yang dibentuk oleh sel saraf dan didukung oleh jaringan
3. Etiologi
a. Fase emergency
1) Tampak laserasi
2) Memar
3) Hematom
4) Keluar darah dari telinga
6) Gangguan sensori
7) Hipertensi/hipotensi
b. Fase akut
2) Disorientasi ringan
4) Sakit kepala
5) Gangguan pendengaran
6) Kelemahan motorik
7) Penurunan kesadaran
c. Fase penyembuhan
2) Gangguan memori
3) Insomnia
5) Epilepsy
6) Kerusakan permukaan
2) Tidak berinisiatif
3) Bicara sedikit
5. Klasifikasi
a. Ringan
menit
hematoma
b. Sedang
c. Berat
intrakranial
6. Patofisiologi
dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi, energi yang
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob. Hal ini
Blood Flow (CBF) adalah 50-60 ml/menit 100 gr. Jaringan otak yang
tekanan vaskuler dan udema paru. Perubahan otonim fungsi ventrikel adalah
parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar
7. Pathway
Kecelakaan, jatuh, terbentur
Cedera kepala
Ketidakefektifan Pola
Napas
8. Pemeriksaan Penunjang
b. MRI
c. Cerebral Angiography
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti : perubahan jaringan otak
d. Serial EEG
e. X – Ray
f. BAER
g. PET
h. CFS
subarachnoid.
i. ABGs
j. Kadar elektrolit
intrakranial.
k. Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.
9. Penatalaksanaan
a. Konservatif:
1) Bedres total
2) Pemberian obat-obatan
b. Prioritas Masalah:
2) Mencegah komplikasi
c. Tujuan :
orang lain
4) Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam
perawatan
B. Tindakan Penatalaksanaan
1) Pengertian
kepala dari tempat tidur dengan sudut sekitar 300 derajat dan posisi tubuh
dari tempat tidur dengan posisi tubuh sejajar dan kaki lurus atau tidak
intrakranial pada pasien cedera kepala. Selain itu posisi tersebut juga
kepala dari tempat tidur sekitar 30º dan posisi tubuh dalam keadaan
1. Pengkajian
dilakukan dalam tempo waktu singkat kurang dari 10 detik (Brunner &
Suddarth, 2012).
1) Airway
2) Breathing
Mengecek pernapasan dengan tujuan mengelola pernapasan agar
ventilasi buatan.
3) Circulation
trauma.
4) Disability
bisa dimengerti
5) Exposure
Jika pasien diduga memiliki cedera kepala, leher atau tulang belakang,
dilakukan:
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik
1) SAMPLE
pengobatan
a) Identitas pasien
b) Riwayat kesehatan
c) Pemeriksaan fisik
tidur dan istirahat, pola kognitif dan perseptual, persepsi diri dan
keyakinan.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi
4. Evaluasi
Menurut Potter & Perry (2012), evaluasi adalah suatu tahapan terakhir
1. S (Subjektif)
Data subjektif berisi data dri pasien melalui wawancara yang merupakan
ungkapan langsung.
2. O (Objektif)
Data objetif data yang dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik.
3. A (Assesment)
4. P (Planning)
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN
A. Profil Lahan Praktik
diakui telah memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 dan
bed terdiri dari 3 bed triage merah, 5 triage kuning, 4 triage hijau, 2 screening
serta 1 bed khusus isolasi. Menunjang pelayanan UGD sudah tersedia site
monitor, alat defibrillator, ekg, alat nebulizer, oksigen sentral serta alat
dokter umum, perawat serta bidan yang telah mempunyai Surat tanda
Registrasi (STR).
1. Pengkajian
Pengkajian pada Tn. K dilakukan pada hari Kamis tanggal 7 Januari 2022
jalan napas tidak paten, terdapat cairan saliva dan terdengar suara
respirasi rate 28x/menit, irama napas cepat dan SPO2: 92%. Pengkajian
wita di raya Akah. Pasien menerobos lampu lalu lintas, sehingga pasien di
92%, dispnea, irama napas cepat, contusio, laserasi pada kepala dan
2. Analisa Data
(Nanda, 2021).
3. Diagnosa keperawatan
cedera otak
Berdasarkan diagnosa yang muncul, penulis memfokuskan pada diagonsa
4. Intervensi keperawatan
menurun pada seseorang yang menderita trauma kepala, selain itu, posisi
pasie, dan tekanan intracranial dapat stabil dalam kisaran norma. Selain itu
5. Implementasi keperawatan
sampel darah AGD, dimana hasil AGD yaitu pH : 7.40 SaO2: 92%,
tinggi 300 serta posisi kaki lurus dan tidak menekuk (Insani, 2020). Pasien
6. Evaluasi
Hasil evaluasi didapatkan data subyektif: tidak ada respon dari
BAB IV
HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN
yang mengalami cedera kepala sedang meiliki rentang GCS 9-12 (Krisanty,
2016). Hal ini didukung oleh Aprilia dan Wreksoatmodjo (2015) yang
Terdapat cairan saliva dan terdengar suara napas tambahan (gurgling), pada
gurgling, dan stridor), akumulasi darah dan saliva pada saluran napas
(Setiawan dan Maulida, 2017). Hal ini didukung oleh Irmawan dan
RR: 28x/menit, SaO2: 92%. Masalah yang muncul pada teori meliputi
baik irama, kedalaman maupun frekuensi pernapasan (Krisanty, 2012). Hal ini
didukung dari Soertidewi (2012) yang berpendapat bahwa gangguan
C. Analisis Intervensi
diberikan sudah sesuai dengan teori, dimana pada masalah memiliki rencana
paru untuk mendengar adanya suara napas tambahan, monitor TIK pasien dan
cara meposisikan kepala seseorang lebih tinggi sekitar 30 derajat dari tempat
tidur dengan posisi tubuh sejajar dan kaki lurus atau tidak menekuk (Kusuma
& Anggraeni, 2019). Posisi head up 30 derajat bertujuan untuk menurunkan
tekanan intrakranial pada pasien cedera kepala. Selain itu posisi tersebut juga
aliran darah ke otak dan memaksimalkan aliran oksigen ke jaringan otak. Jika
aliran darah dan oksigen ke otak maksimal sehingga terjadi peningkatan status
kesadaran diikuti oleh tanda-tanda vital yang lain (Wahidin & Supraptini,
2020).
serebral akibat situasi O2 di dalam otak dan nilai Gaslow Coma Scale (GCS)
hemodinamik.
Indikasi pemberian elevasi kepala 30o mencegah peningkatan tekanan
intrakranial yang ditandai dengan adanya nyeri kepala akibat trauma pada
yang tidak berkatup sehingga mampu menurunkan volume darah vena yang
D. Analisis Implementasi
kepala lebih tinggidan tubuh dalam keadaan datar Kaki dalam keadaan lurus
dan tidak fleksi Mengatur ketinggian tempat tidur bagian atas setinggi 30
adalah fleksi, ekstensi dan rotasi kepala akan menghambat venous return
pada peningkatan TIK (Dimitrios & Alfred, 2012). Hal ini didukung oleh
meningkatkan aliran vena melalui vena jugularis yang tak berkatup, sehingga
menurunkan volume darah vena sentral yang menurunkan tekanan intra
kranial.
araknoid spinal dapat menurunkan tekanan intra kranial. Dampak yang akan
perasa atau pengecap dan kasus yang paling serius terjadi yaitu cedera otak
keadaan datar 0°. Hal ini sejalan dengan penelitian Sands et al., (2020) bahwa
posisi kepala elevasi lebih tinggi dari 0° bisa digunakan dalam perbaikan nilai
E. Analisis Evaluasi
setiap tindakan dan diobservasi setiap 30 menit dalam 2 jam diperoleh hasil
terdapat cairan darah pada jalan napas, tidak terdengar suara gurgling, RR:
dan SPO2 95%. Pasien dipindahkan keruangan insentiv care unit untuk
DAFTAR PUSTAKA
Atoilah, E.M. & Kusnadi, E. (2013). Askep Pada Klien Dengan Gangguan
Kebutuhan Dasar Manusia. Garut: Penerbit In Media.
Aprilia, M. & Wreksoatmodjo, B.R. (2015). Pemeriksaan Neurologis
pada Kesadaran Menurun. CDK. Vol. 42 No. 10
Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Basuki, W.S., Suryono, B., Saleh, S.C. (2015). Penatalaksanaan Perioperatif Cedera
Kepala Traumatik Berat dengan Tanda Cushing. JNI. 4(1) 34-42.
Christanto, S., Rahardjo, S., Suryono, B., Saleh, S.C. (2015). Penatalaksanaan Pasien
Cedera Kepala Berat dengan Evakuasi Perdarahan Subdural yang
Tertunda. JNI.4(3) 177-86.
Clarinta, U & Iyos, R.N. (2016). Cedera Kepala Berat dengan Perdarahan
Subaraknoid. Jurnal Medula Unila. 4(4), 188.
Christensen, P.J. & Kenney, J.W. (2009). Proses Keperawatan Aplikasi Model
Konseptual. Edisi 4. Jakarta: EGC.
.
Cole, Elaine. (2009). Trauma Caree Initial Assessment and Management In The
Emergency Departement. British Library: Blackwell Publising Ltd.
Cook, L.K. & Clements, S.L. (2011). Stroke Recognition and Management: Early
Identification and Treatment are the Key. AJN. 111(5).
Cullough, A.L.M., Haycock, J.C., Forward, D.P., Moran, C.G. 2014. Early
Management of the Severely Injured Major Trauma Patient. British
Journal of Anaesthesia. 113(2): 234–241.
ENA. (2010). Emergency Nursing Principles and Praktice. (Ed.6th). St. Louis,
Missouri. Elseveir Inc.
Hidayat, A.A.A. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisi Data.
Edisi 1 Jakarta: Salemba Medika.
Hutabarat, R.Y., & Putra, C. (2016). Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan.
Bogor: In Media.
Kaunang, A.W., Wilar, R., Rompis, R. (2015). Perbandingan Kadar Saturasi Oksigen
Hari Pertama Dan Hari Ketiga Pada Bayi Baru Lahir. Jurnal e-Clinic (eCl).
Volume 3, Nomor 1.
Kristnaty, P., Manurung, S., Suratum, Wartonak, Sumartini, M., Dalamai, E.,
Rohimah, Setiawati, S. (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Jakarta: CV. Trans Info Medika.
Kowalak, J. P., Welsh, W., Mayer, B. (2011). Buku Aajar Patofiologi. Jakarta: EGC.
Neugebauer, E.A.M., Waydhas C., Lendemans, S., Rixen D., Eikermann M.,
Pohlemann T. (2012). The Treatment of Patients With Severe and
Multiple Traumatic Injuries. Deutsches Ärzteblatt International. 109(6):
102–108.
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2012). Handbook for Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Takatelide, F.W., Kumaat, L.T., Malara, R.T. (2017). Pengaruh Terapi Oksigenasi
Nasal Prong Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pasien Cedera Kepala
Di Instalasi Gawat Darurat Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-
Jurnal Keperawatan. 5(1).
Tarwoto & Wartonah. (2013). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Ratnasari, D.Y., Susilo, C., Hamid, M.A. (2015). Hubungan Penanganan Oksigenasi
Pasien Gawat Dengan Peningkatan Kesadaran Kuantitatif Pada Pasien
Cedera Otak Sedang Di Igd Rsud Dr Abdoer Rahem Situbondo. Jurnal
Keperawatan Fikes UMJ.
Sartono, H., Masudik., Suhaeni, A.E. (2016). Basic Trauma Cardiac Life Support.
Bekasi: Gadar Medik Indonesia.