Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

DI RUANG PANDAN 2 HCU RUMAH SAKIT DR. SOETOMO


SURABAYA

Oleh :
Regina Dwi Fridayanti
131913143108

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Diabetes Melitus


Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. (Perkeni, 2015)
Menurut American Diabetes Association (2015), diabetes merupakan
suatu penyakit kronis kompleks yang membutuhkan perawatan medis yang
lama atau terus menerus dengan cara mengendalikan kadar gula darah untuk
mengurangi risiko multifaktoral.
1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Penyakit diabetes melitus yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kencing
manis terjadi pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula
(glukosa) dalam darah akibat kekurangan insulin atau reseptor insulin tidak
 berfungsi baik. Tipe diabetes mellitus terbagi menjadi 2, yaitu:
1) DM Tipe 1
Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau
Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM). Sedang diabetes karena
insulin tidak berfungsi dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Insulin adalah hormon yang
diproduksi sel beta di pankreas, sebuah kelenjar yang terletak di belakang
lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme glukosa menjadi energi
serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang disimpan di
dalam hati dan otot. Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas
 penderita DM tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan
antibodi terhadap sel beta pankreas.
2) DM Tipe 2
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik
karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga
hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami
kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi
ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan
 berbagai komplikasi. Bagi penderita Diabetes Melitus yang sudah
 bertahun-tahun minum obat modern seringkali mengalami efek yang
negatif untuk organ tubuh lain. (Maulana M,2008)
1.3 Etiologi dan Faktor Resiko Diabetes Melitus
a. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,
 pada derajat kegemukan dengan IMT >23 dapat menyebabkan peningkatan
kadar glukosa darah menjadi 200mg%
 b. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air atau meningkatnya tekanan dari
dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer
c. Riwayat keluarga
Seorang yang menderita diabetes melitus juga diduga mempunyai gen
diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif
d. Dislipedimia
Keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida >
25 mg/dL). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan
rendahnya HDL (<35 mg/dL) sering didapatkan pada pasien diabetes.
e. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena diabetes melitus
adalah >45 tahun.
f. Faktor genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental penyakit
ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Resiko
emperis dalm hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam
kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami DM.
g. Alkohol dan rokok
Alcohol akan mengganggu metabolisme gula darah terutama pada
 penderita DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan
meningkatkan tekanan darah.
1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus
A. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan
dengan kerusakan sel-sel Beta pada pankreas secara selektif. Onset
 penyakit secara klinis menandakan bahwa kerusakan sel-sel beta telah
mencapai status terakhir.
Beberapa fitur mencirikan bahwa diabetes tipe merupakan penyakit
autoimun. Ini termasuk:
a. kehadiran sel-immuno kompeten dan sel aksesori di pulau pankreas
yang diinfiltrasi.
 b. asosiasi dari kerentanan terhadap penyakit dengan kelas II (respon
imun) gen mayor histokompatibilitas kompleks (MHC; leukosit
manusia antigen HLA).
c. kehadiran autoantibodies yang spesifik terhadap sel Islet of
Lengerhans;
d.  perubahan pada immunoregulasi sel-mediated T, khususnya di CD4 +
Kompartemen.
e. keterlibatan monokines dan sel Th1 yang memproduksi interleukin
dalam proses penyakit.
f. respons terhadap immunotherapy, dan sering terjadi reaksi autoimun
 pada organ lain yang pada penderita diabetes tipe 1 atau anggota
keluarga mereka. Mekanisme yang menyebabkan sistem kekebalan
tubuh untuk berespon terhadap sel-sel beta sedang dikaji secara
intensif
B. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, namun karena sel-sel sasaran insulin tidak mampu merespon
insulin secara normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin. Resistensi
insulin terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta
 penuaan. Penderita DM tipe 2 dapat terjadi produksi glukosa hepatic yang
 berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B Langerhans secara
autoimun seperti DM tipe 2. Defisiensi fungsi insulin DM tipe 2 bersifat
relatif dan tidak absolut.
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,
 pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pancreas.
Kerusakan sel-sel B pancreas akan terjadi secara progresif seringkali akan
menyebabkan defisiensi insulin.
1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
Gejala diabetes melitus dibagi menjadi gejala akut dan gejala kronis.
1. Gejala akut
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane
dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma
meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi
kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal
meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan
terjadi diuresis osmotic (poliuria) ( Bare & Suzanne, 2002).
 b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor
haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu
minum (polidipsia) ( Bare & Suzanne, 2002).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang
akan lebih banyak makan (poliphagia) ( Bare & Suzanne, 2002).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat
untuk indikasi menurunkan berat badanpada pasien DM dengan
obesitas. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki
cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada
 pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang
termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide,
dan Lixisenatide.
c. Kombinasi insulin dan agonis GLP-1
Kombinasi obat antihiperglikemia oral denganinsulin dimulai
dengan pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin
kerja panjang). Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10
malam menjelang tidur, sedangkan insulin kerja panjang dapat
diberikan sejak sore sampai sebelum tidur.Pendekatanterapi tersebut
 pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal
untuk kombinasiadalah 6-10 unit.kemudian dilakukan evaluasi
dengan mengukurkadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada umumnya 2 unit)
apabila kadar glukosa darah puasa belum mencapai target. Pada
keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu
diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, sedangkan
 pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan dengan hati-hati.
5. Perawatan Luka Diabetes Mellitus
Perawatan luka ini dapat dilakukan melalui debridemen, mengurangi beban
tekanan, kontrol infeksi dengan antibiotik yang sesuai dan penggantian
 balutan serta tindakan operasi atau bedah untuk mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan (Sigh, 2013).
a) Debridemen
Debridemen berfungsi untuk menghilangkan jaringan mati/nekrotik
dan benda asing serta dapat mengoptimalkan lingkungan sekitar luka.
Metode ini dilakukan menggunakan balutan basah- kering,
menggunakan enzim seperti salep.
 b) Balutan/Dressing
Tindakan dresing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan luka. Prinsipnya adalah menciptakan
suasana keadaan lembab sehingga dapat meminimalisir trauma. Faktor
yang harus diperhatikan dalam memilih dressing yang akan digunakan
yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada ti daknya infeksi, kondisi
kulit sekitar dan biaya. Beberapa jenis dressing diantara lain :
c) Penatalaksanaan dengan operasi
- Penutupan luka ( skin graft ) merupakan tindakan memindahkan
sebagian atau selluruhnya tebalnya kulit dari satu te mpat ke tempat
lin dan dibutuhkan revaskularisasi untuk menjamin kelangsungan
hidup kulit yang dipindahkan
- Pembedahan revaskularisasi merupakan upaya untuk menurunkan
risiko amputasi pada klien dengan iskemik perifer. Metode ini
meliputi bypass grafiting atau endovascular technique.
- Amputasi merupakan tindakan yang paling terakhir jika berbagai
macam telah gagal dan tidak menunjukkan perbaikan. Amputasi ini
dilakukan pada penderita DM dengan ulkus kaki 40-60% pada
ekstremitas bawah. Amputasi menyebabkan seseorang menjadi
cacat dan kehilangan kemandiriannya (Wounds International ,
2013). Indikasi amputasi meliputi :
a) Iskemik jaringan yang tidak dapat diatasi dengan tindakan
revaskularisasi
 b) Infeksi kaki yang mengancam dengan perluasan infeksi yang
tidak terukur 
c) Terdapat ulkus yang semakin memburuk sehingga tindakan
 pemotonan menjadi lebih baik untuk keselamatan pasien.
1.9 Komplikasi Diabetes Melitus
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut
dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Komplikasi akut
a. Hipoglikemia
Kadar glukosa darah seseorang dibawah nilai normal (<50 mg/dL).
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat
dialami 1-2 kali perminggu. Kadar gula darah yang rendah akan
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga
tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan
 b. Hiperglikemia
Apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tib a, dapat berkembang
menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis
diabetik, koma hiperosmoler non ketotik dan kemolakto asisdosis
2. Komplikasi kronis
a. Komplikasi makrovaskuler, terjadi trombosit otak (pembekuan darah
 pada bagian otak, mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal
 jantung kongetif, dan stroke
 b. Komplikasi mikrovaskuler terjadi pada penderita DM tipe 1 seperti
nefropati, diabetic, retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi
menurun 4. Pertahankan Teknik steril saat
2. Kerusakan lapisan kulit melakukan perawatan luka
menurun 5. Edukasi tentang tanda dan gejala
infeksi
6. Kolaborasi pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
Bennett, P. Epidemiology Of Type 2 Diabetes Millitus. In LeRoithet.al, Diabetes
Millitus Fundamental and Clinical Text.Philadelphia:Lippincott William
&Wilkin s. 2008; 43 (1):544-7
Buraerah, Hakim. Analisis Faktor Risiko Diabetes Melitus tipe 2 di Puskesmas
Tanrutedong, Sidenreg Rappan,. Jurnal Ilmiah Nasional;2010
Fatimah, Restyana Noor. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Medical Faculty,
Lampung University
Soelistijo, dkk. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Me litus
Tipe 2 di Indonesia 2015. PB.PERKENI:Jakarta
Teixeria L. Regular physical exercise training assists in preventing type 2 diabetes
development: focus on its antioxidant and anti-inflammantory properties.
Biomed Central Cardiovascular Diabetology.2011; 10(2);1-15.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI). Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai