Anda di halaman 1dari 18

Laporan Pendahuluan

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia


Stase Keperawatan Gerontik

Penyusun:

Nama : Nurwahyudin

NIM : 20310190

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA


LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS PADA LANSIA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa
darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma
klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara
absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2018).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2017).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial
yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2017)
2. Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia
lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15%
populasi pada panti lansia.
3. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas,
aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan
obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan
insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan
hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini
masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan
maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum
dapat digolongkan ke dalam dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan
fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi
dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol,
dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab
terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi
tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis.
Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang
sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan
anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari
proses penuaan itu sendiri.
4. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I :
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui
proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1)      Mudah terjadi ketoasidosis
2)      Pengobatan harus dengan insulin
3)      Onset akut
4)      Biasanya kurus
5)      Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6)      Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7)      Didapatkan antibodi sel islet
8)      10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b. Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Karakteristik DM tipe II :
1)      Sukar terjadi ketoasidosis
2)      Pengobatan tidak harus dengan insulin
3)      Onset lambat
4)      Gemuk atau tidak gemuk
5)      Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6)      Tidak berhubungan dengan HLA
7)      Tidak ada antibodi sel islet
8)      30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9)      ± 100% kembar identik terkena
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang
ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan
komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
6. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin
tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap
berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu
oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu
sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal  tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang
sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi
meningkat
7. Pathway
DM Tipe 1 DMTipe 2

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia,


genetik, dll

Sel β pancreas Jumlah sel pancreas


hancur menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein Liposis meningkat


meningkat

Penurunan BB
Pembatasan Diit

Fleksibilitas
darah merah
Intake tidak Resiko nutrisi kurang
adekuat dari kebutuhan

Pelepasan O2

Poliuria Kekurangan volume


cairan
Hipoksia
perifer Perfusi jaringan perifer
tidak efektif

Nyeri Akut
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein,
75% Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes.
Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis,
tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes.
Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien
lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada
tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang,
dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik
untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung
meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah,
meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi,
serta membantu menurunkan berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa
secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan
efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan
untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang  telah
ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
1)      Diet yang harus dikomsumsi
2)      Latihan
3)      Penggunaan insulin
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

10. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA),
dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati,
dislipidemia, dan hipertensi.
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemi
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik
oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin
eksogen atau hipoglikemik oral.
2) Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk
sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh
infeksi ( penyakit)
b. Komplikasi kronis
1) Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah
retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh
darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah
pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa
mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan
permanen.
2) Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-
Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan
hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3) Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4) Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5) Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi
bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin
dan ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
6) Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia,
dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler
dan makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis.
Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data Subyektif
a. Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan
umumnya adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe DMTTI.
b. Keluhan utama
DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan
asimtomatik ( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi
minor, kebingungan akut, atau depresi ).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot ( neuropati
perifer ) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
e. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak,
apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
1) Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2) Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
3) Integritas Ego
Stress, ansietas
4) Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5) Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
6) Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
7) Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9) Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Data obyektif
Pemeriksaan fisik pada Lansia
a. Sel ( perubahan sel )
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intrasel.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan
terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan
menurunnya sel – sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan
kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah
meningkat, rambut menipis / botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat
berkurang jumlah dan fungsinya.
c. Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot
karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran timpani
menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga
mengeras karena meningkatnya keratin.
e. Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan ( daya
adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas
pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.
f. Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan
jumlah berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon
oksida pada arteri tidak berganti – kemampuan batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa
darah menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan
darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
h. Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar menurun,
asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah
sehingga sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai
50 %, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang
sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria
bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung
kemih menurun ( zoome ) karena otot – otot yang lemah, frekwensi berkemih
meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan
retensi urin dan pembesaran prostat (75 % usia diatas 60 tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi
payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan
secara berangsur – angsur, dorongan sek menetap sampai usia diatas 70 tahun
asal kondisi kesehatan baik.
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak
berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas
tiroid sehingga laju metabolisme tubuh ( BMR ) menurun, menurunnya produk
aldusteran, menurunnya sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen,
testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak menurun
sekitar 10 – 20 % )
2. Analisa data
Data Etiologi Masalah
Batasan Karakteristik Hipoksia Perifer Ketidakefektifan perfusi
- Tidak ada nadi
jaringan perifer
- Perubahan fungsi motoric
- Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembapan,
kuku, sensasi, suhu)
- Indek ankle-brakhial
- Perubahan tekanan darah diekstremitas
- Waktu pengisian kapiler > 3 detik
- Klaudikasi
- Warna tidak kembali ketungkai saat tungkai diturunkan
- Kelambatan penyembuhan luka perifer
- Penurunan nadi
- Edema
- Nyeri ekstremitas
- Bruit femoral
- Pemendekan jarak total yang ditempuh dalam uji berjalan 6 menit
- Pemendekan jarak bebas nyeri yang ditempuh dalam uji berjalan 6
menit
- Perestesia
- Warna kulit pucat saat elevasi

Batasan Karakteristik : - Agen cedera (mis., biologis, Nyeri akut


- Perubahan selera makan zat kimia, fisik, psikologis)
- Perubahan tekana darah
- Perubahan frekuensi jantung
- Perubahan frekuensi pernapasan
- Laporan isyarat
- Diaphoresis
- Perilaku distraksi (mis., berjalan mondr-mandir)
- Mengekspresikan perilaku (mis., merengek, menangis)
- Masker wajah (mis., meringis)
- Sikap melindungi area nyeri
- Fokus menyempit (mis., gangguan persepsi nyeri, penurunan interaksi
dengan orang dan lingkungan)
- Indikasi nyeri yang dapat diamati
- Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
- Sikap tubuh melindungi
- Dilatasi pupil
- Melaporkan nyeri secara verbal
- Gangguan tidur
Batasan Karakteristik : Poliuria Kekurangan volume cairan
- Kelemahan
- Haus
- Penurunan turgor kulit/lidah
- Membran mukosa/kulit kering
- Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan
volume/tekanan nadi
- Pengisian vena menurun
- Perubahan status mental
- Konsentrasi urine meningkat
- Temperatur tubuh meningkat
- Hematokrit meninggi
- Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada third spacing)

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan perfusi Perfusi Jaringan Perifer
Manajemen sensasi perifer :
jaringa perifer Kriteria Hasil :
- Pengisian kapiler normal - Monitor adanya parasthesia dengan tepat (mati rasa)
- Tidak ada Mati rasa
- Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
- Tidak ada Kram
panas/dingin/tajam/tumpul
- Kekuatan otot normal
- lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada luka
- Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi

- Monitor gerakan motorik gaya berjalan

- Ajarkan senam diabetes


2 Nyeri akut - Pain Level, Pain Management
- Pain control,
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
- Comfort level
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
Kriteria Hasil : presipitasi
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
nyeri, mampu menggunakan tehnik - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, pengalaman nyeri pasien
mencari bantuan) - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
menggunakan manajemen nyeri - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
frekuensi dan tanda nyeri) - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri dukungan
berkurang - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
- Tanda vital dalam rentang normal suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration

- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri


sebelum pemberian obat
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
- Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
- Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
- Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
- Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

3 Kekurangan Volume cairan - Fluid balance Fluid management


- Hydration
- Timbang popok/pembalut jika diperlukan
- Nutritional Status : Food and Fluid Intake
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Kriteria Hasil :
- Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi
- Mempertahankan urine output sesuai dengan adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
usia dan BB, BJ urine normal, HT normal - Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN ,
- Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas Hmt , osmolalitas urin  )
normal - Monitor vital sign
- Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas - Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, harian
tidak ada rasa haus yang berlebihan -  Kolaborasi pemberian cairan IV
- Monitor status nutrisi
- Berikan cairan
- Berikan diuretik sesuai interuksi
- Berikan cairan IV pada suhu ruangan
- Dorong masukan oral
- Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
- Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
- Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
- Atur kemungkinan tranfusi
- Persiapan untuk tranfusi
DAFTAR PUSTAKA
NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikas 2015-2017,
Edisi 10. Jakarta: EGC.
Kushariyadi.2019.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,
Jakarta:EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih, Jakarta : EGC, 2002.

Anda mungkin juga menyukai