Anda di halaman 1dari 4

Etiologi Diabetes Melitus

1. Riwayat Keluarga dengan Diabetes


Timbulnya penyakit diabetes sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Bila
terjadi mutasi gen menyebabkan kekacauan metabolisme yang berujung pada
timbulnya DM Tipe 2 (Kaban,2007). DM tipe 2 merupakan penyakit
multifaktorial dengan komponen genetik yang akan mempercepat fenotipe
diabetes, riwayat penyakit untuk timbulnya DM tipe 2 terjadi interaksi antara
predisposisi genetik dan lingkungan. Risiko seorang anak mendapat DM tipe 2
adalah 15% bila salah satu dari orang tuanya menderita DM. Jika kedua orang tua
memiliki DM maka risiko untuk menderita DM adalah 75%. Orang yang memiliki
ibu dengan DM memiliki risiko 10-30% lebih besar daripada orang yang memiliki
ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan DM sewaktu dalam kandungan
lebih besar dari ibu. Jika saudara kandung menderita DM maka risiko untuk
menderita DM adalah 10% dan 90% jika yang menderita adalah kembar identik.
2. Umur
Teori mengatakan bahwa seseorang yang berusia 45 tahun memiliki
peningkatan risiko terhadap terjadinya DM dan intoleransi glukosa oleh karena
faktor degeneratif yaitu menurunnya fungsi tubuh untuk memetabolisme glukosa.
Namun kondisi ini ternyata tidak hanya disebabkan oleh faktor umur saja, tetapi
tergantung juga pada lamanya penderita bertahan pada kondisi tersebut. Sejumlah
penelitian menunjukan bahwa terdapat peningkatan kasus hingga mencapai usia
60 tahun. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Menurut PERKENI, orang pada usia di atas 45 tahun harus
dilakukan pemeriksaan DM. 12 Pada penelitian ini, orang yang berusia 45 tahun
lebih berisiko terkena DM dibandingkan dengan orang berusia.
Selain itu, perubahan metabolisme tubuh yang ditandai dengan penurunan
produksi hormon tertosteron untuk laki-laki dan oestrogen untuk perempuan
biasanya memasuki usia 45 tahun keatas, kedua hormon ini tidak hanya berperan
dalam pengaturan hormon seks, tetapi juga metabolisme pengaturan proses

metabolisme

tubuh,

salah

satu

fungsi

dua

hormon

tersebut

adalah

mendistribusikan lemak keseluruh tubuh akibatnya, lemak menumpuk diperut,


batasan lingkar perut normal untuk perempuan < 80cm dan untuk laki-laki <
90cm. Membesarnya lingkaran pinggang akan diikuti dengan peningkatan gula
darah dan kolesterol yang akan diikuti dengan sindroma metabolik yakni
terganggunya metabolisme tubuh dari sinilah mulai timbulnya penyakit
degeneratif.
3. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko yang berperan penting terhadap penyakit
diabetes melitus. Orang dengan obesitas meimiliki masukan kalori yang berlebih.
Sel beta pankreas akan mengalami kelelahan dan tidak mampu untuk
memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangi kelebihan masukan kalori.
Akibatnya kadar glukosa akan tinggi yang akhirnya menjadi DM.
Obesitas khususnya obesitas abdominal atau obesitas sentral berasosiasi
dengan sejumlah gangguan metabolisme dan penyakit dengan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi, antara lain resistensi insulin dan diabetes melitus. Obesitas
sentral merupakan contoh penimbunan lemak tubuh yang berbahaya karena
adiposit di daerah ini sangat efisien dan lebih resisten terhadap efek insulin
dibandingkan adiposit di daerah lain. Resistensi insulin merupakan suatu fase
awal abnormalias metabolik sampai terjadinya intoleransi glukosa.
Pada individu yang obesitas, penyimpanan awal trigliserida terjadi pada
jaringan adiposa subkutan dan ketika jumlahnya semakin meningkat, resistensi
insulin juga meningkat dan membatasi akumulasi lipid subkutan yang lebih
banyak. Trigliserida kemudian dialihkan ke jaringan adiposa viseral. Hal ini
menyebabkan resistensi insulin yang lebih lanjut akibat adanya adipositokin
(sitokin TNF- dan IL-6) dari adiposit viseral. Penyimpanan lemak yang berlebih
(pada jaringan adiposa subkutan dan viseral) mengarah pada pelepasan asam
lemak bebas. Asam lemak bebas yang berlebih inilah yang menyebabkan
disfungsi reseptor insulin (resistensi insulin).

4. Gaya Hidup
a. Aktivitas fisik
Telah diperlihatkan bahwa aktivitas fisik secara teratur menambah
sensitivitas insulin dan menambah toleransi glukosa. Baru-baru ini penelitian
prospektif juga memperlihatkan bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan
berkurangnya risiko terhadap DM tipe 2. Aktivitas fisik mempunyai efek
menguntungkan pada lemak tubuh, tekanan darah, dan distribusi lemak tubuh/
berat badan, yaitu pada aspek ganda sindroma metabolic kronik, sehingga juga
mencegah penyakit kardiovaskuler. Dengan demikian olahraga memiliki efek
protektif yang dapat dicapai dengan pengurangan berat badan melalui
bertambahnya aktivitas fisik. Pada sebuah penelitian dikatakan bahwa aktivitas
olahraga < 3 kali /minggu selama 30 menit menunjukkan risiko menderita DM
lebih tinggi dari pada aktivitas olah raga yang rutin. Hal ini sesuai dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa kurangnya olah raga
memperlihatkan perbedaan prevalensi DM tipe-2 hingga 2-4 kali lipat.
b. Pola makan
Pola makan merupakan suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah
dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan,
status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan
sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan
makan setiap harinya . Pola makan atau pola konsumsi merupakan susunan jenis
dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada
waktu tertentu. Pola makan sehat untuk diabetesi adalah 25-30% lemak, 50-55%
karbohidrat, dan 20% protein. Gaya hidup di perkotaan dengan pola makan yang
tinggi

lemak,

garam,

dan

gula

mengakibatkan

masyarakat

cenderung

mengkonsumsi makanan secara berlebihan, selain itu pola makanan yang serba
instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat, tetapi dapat
mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah. Penyakit menahun yang

disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti diabetes melitus meningkat sangat


tajam. Perubahan pola penyakit ini diduga berhubungan dengan cara hidup yang
berubah. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola makan yang tradisional
yang banyak mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran berubah menjadi
pola makan yang kebarat-baratan dan sedikit serat.

Daftar Pustaka
1. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe2 di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2006. p.110
2. Tjokroprawiro A. Diabetes melitus klasifikasi, diagnosis, dan terapi. 2001.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
3. Darmono, Suhartono T, Pemayun TGD, Padmomartono FS. Naskah
lengkap diabetes melitus ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2007.
4. Agus Sudaryanto. Hubungan antara pola makan, genetika dan kebiasaan
olahraga terhadap kejadian diabetes melitus tipe II di wilayah kerja
Puskesmas Nusukan, Banjarsari. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2014.
5. Diabetes UK. 2010. Diabetes in the UK 2010 : Key Statistics on Diabetes
6. Pusparini. 2007. Obesitas Sentral, Sindroma Metabolik dan Diabetes
Melitus Tipe Dua. Universa Medicina 2007 : halaman 195-204.

Anda mungkin juga menyukai