Anda di halaman 1dari 49

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TERJADINYA

GANGGREN DIABETIK PADA PASIEN DIABETES

MELLITUS DI PUSKESMAS CIAMPEA

KABUPATEN BOGOR

TAHUN 2021

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

DISUSUN OLEH :

RISMA WATI

201811130

PROGRAM STUDI AKADEMI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIJAYA HUSADA BOGOR
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes adalah penyakit kronis yang diakibatkan karena pankreas


tidak dapat menghasilkan insulin ( hormon yang mengontrol gula darah
atau glukosa ) yang cukup, atau saat tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang dihasilkannya secara efektif.(1) Diabetes mellitus apabila
tidak dapat dikendalikan dengan efektif mengakibatkan berbagai
kompleksitas. Mulai dari kompleksitas akut, antara lain tingginya produksi
asam darah di tubuh, hiperglikemi osmolar dan hipoglikemia. Sedangkan
kompleksitas kronis dapat menyebabkan gangguan makrovascular dan
microvascular yang keduanya dapat menyebabkan ulkus kaki diabetik atau
dikenal dengan istilah ganggren diabetik yang menjadi penyebab
terjadinya amputasi kaki pada penderita diabetes mellitus.(2)

Gangren adalah suatu kondisi yang terjadi ketika jaringan tubuh mati
dan mengalami luka berwarna merah kehitaman dan berbau tidak sedap.
Kondisi serius ini umumnya berawal dari bagian-bagian tubuh paling
ujung seperti tungkai, jari kaki, atau jari tangan dan terdapat juga pada
punggung, pinggang, serta bokong.(3) Meski demikian, gangren juga bisa
terjadi pada otot serta organ dalam. Selain itu terdapat beberapa faktor
yang dapat memicu terjadinya ulkus diabeik dan ganggren diabetik
diantaranya: usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayat ulkus kaki atau
amputasi, penurunan denyut nadi perifer, riwayat merokok, deformitas
anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion dan kalus).(4)
Pernyataan oleh Woodbury mengatakaan bahwa luka gangren diabetik
memberikan efek luar biasa kepada penderitanya, mulai dari amputasi,
seringkali terjadi infeksi yang mengharuskan penderita dirawat dalam
jangka waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan kompleksitas DM
lainnya, sehingga biaya perawatan yang diperlukan lebih banyak dan
mempunyai ancaman kematian lebih tinggi dibandingkan dengan pasien
DM tanpa gangren.(4) Penyakit diabetes juga dapat merusak kualitas hidup
dari penderitanya, misalnya kesehatan psikologi, fungsi fisik, dan
keaktifan dalam bersosialisasi. Jumlah penderita DM meningkat
disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan penduduk, urbanisasi dan
meningkatnya populasi obesitas dan minimnya aktivitas fisik.(5)

Menurut jurnal penelitian Cicilia mengatakan kegiatan fisik biasanya


diartikan sebagai gerak tubuh yang berasal dari otot-otot skeletal dan
menyebabkan keluarnya energi. Kegiatan fisik menggambarkan suatu
bentuk perilaku, sedangkan keluarnya energi adalah hasil dari suatu
perilaku tersebut. Ketika melakukan kegiatan fisik, glukosa yang disimpan
digunakan oleh otot sehingga dapat mengurangi glukosa yang tersimpan
tersebut.(6) Berdasarkan penelitian Saraswati menyatakan bahwa kegiatan
fisik secara langsung berkaitan dengan cepatnya pemulihan gula darah
pada otot. Aktivitas yang sedikit bisa menyebabkan sel tubuh tidak dapat
mengunakan gula darah dengan baik karena terganggunya respon sel tubuh
terhadap insulin dan kadar gula darah melebihi batas normal dari hal
tersebut dapat meluas menjadi diabetes melitus tipe 2. Tingginya angka
kejadian diabetes mellitus tipe 2 ini disertai adanya peningkatan kejadian
komplikasi.(7) Komplikasi yang dialami penderita sangat beragam
diantaranya komplikasi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi. Komplikasi
fisik yang timbulkan salah satunya yaitu ulkus atau gangren diabetik.

Data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2017 menyebut


Prevalensi penderita DM yang mengalami ganggren diabetik untuk usia
dewasa di dunia sekitar 15-20 % dengan risiko amputasi 30 %, angka
mortalitas 32%.(8) Menurut Kemenkes RI (2018) di Indonesia jumlah
penderita DM mengalami ganggren diabetes sebanyak 17,3% - 32,9%.(9)
Di wilayah Jawa Barat prevalensi penderita DM dengan ganggren diabetes
sebanyak 1,7 % dan di Kota Bogor jumlah penderita DM mengalami
ganggren diabetes sebanyak 1,73 %.(10)

Berdasarkan penelitian Purwanti ditemukan 1785 penderita DM di


Indonesia yang sudah mengalami komplikasi luka kaki diabetik (15%)
sedangkan angka kematian akibat ulkus kaki diabetik dan ganggren
mencapai17-23% serta angka amputasi mencapai 15-30% dan angka
kematian pasca amputasi sebesar 14,8%. Keadaan itu sesuai oleh data
Riskesdas (2013), bahwa peningkatan jumlah penderita ulkus atau gangren
diabetika di Indonesia dapat diketahui dari peningkatan prevalensi
sebanyak 15%.(11) Berdasarkan penelitian Satya pada tahun 2019 di
RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang tahun 2018 diperoleh 725
pasien ganggren diabetik yang menjalani perawatan inap sebanyak 184
pasien (25,4%) dan pasien ganggren diabetik yang menjalani perawatan
jalan sebanyak 541 pasien (74,6%).(7) Hasil survey wawancara yang
dilakukan oleh Permadani Agista Delima dan Arina Maliya (2017) kepada
10 penderita DM di Persadia Rumah Sakit Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten,
pendapat 4 orang penderita memahami tentang ulkus atau gangren diabetik
dan sudah melakukan pencegahan ulkus diabetik, penderita mengatakan
mencegah ulkus atau gangren diabetic dengan latihan aktivitas fisik
dengan berjalan pelan-pelan diatas batu kerikil dipagi hari.(5)

Lukita, et al (2018) mengatakan ulkus kaki diabetik terjadi akibat


neuropati perifer, insufisiensi pembuluh perifer, dan infeksi yang
mengakibatkan penimbunan sorbitol dalam intima vaskular,
hiperlipoproteinemia, dan kelainan pembekuan darah. Hal tersebut dapat
menyebabkan terhambatnya sirkulasi darah bagian kaki dan gangguan
sistem saraf yang mengakibatkan rasa sakit pada betis kaki saat berjalan,
menimbulkan luka diabetes, dan rentan akan infeksi. Salah satu cara
mencegah terjadinya risiko ulkus kaki diabetik adalah dengan melakukan
latihan jasmani. Latihan ROM merupakan salah satu intervensi
keperawatan yang bisa dilakukan oleh pasien atau keluarga secara mandiri
setelah memperoleh pendidikan kesehatan terlebih dahulu. Ketika
melakukan latihan ROM aktif kaki, otot-otot kaki berkontraksi secara terus
menerus dan terjadi kompresi pembuluh darah maka dapat mengaktifkan
pompa vena. Pembuluh darah balik akan lebih aktif memompa darah ke
jantung maka sirkulasi darah arteri yang membawa nutrisi dan oksigen ke
pembuluh darah perifer menjadi lebih lancar. Aliran darah yang lancar
akan mempermudah nuttrien masuk ke sel selanjutya dapat memperbaiki
fungsi saraf dan menghindari timbulnya neuropati, dengan demikian
latihan fisik merupakan faktor yang berpengaruh untuk pencegahan ulkus
kaki diabetik.(12)

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Ciampea


Kabupaten Bogor agustus 2021, dari hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan pada 10 penderita diabetes mellitus dengan luka gangren,
didapatkan hasil bahwa 4 orang penderita memahami tentang pencegahan
ulkus atau ganggren diabetik dengan latihan aktifitas fisik. Sedangkan 6
penderita lainnya belum paham mengenai penyakit ulkus atau gangren
diabetik dan belum memahami pencegahan ulkus kaki diabetik secara
efektif.

Berdasarkan Latar Belakang diatas maka peneliti tertarik mengambil


judul tentang Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Terjadinya Ganggren
Diabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Puskesmas Ciampea Kabupaten
Bogor Tahun 2021.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang dapat dirumuskan yaitu


“Apakah ada Hubungan Aktivitas fisik dengan Kejadian Ganggren
Diabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Ciampea Kabupaten
Bogor Tahun 2021 ?”.
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian ganggren


diabetik di Puskesmas Ciampea Kabupaten Bogor Tahun 2021.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi aktivitas fisik pada pasien


diabetes mellitus di Puskesmas Ciampea Kabupaten Bogor Tahun
2021.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi luka ganggren diabetik pada


pasien diabetes mellitus di Puskesmas Ciampea Kabupaten bogor
Tahun 2021.

c. Untuk menganalisa hubungan aktivitas fisik dengan kejadian


ganggren diabetik di Puskesmas Ciampea Kabupaten Bogor Tahun
2021.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian yang di dapat, diharapkan dapat memberikan manfaat


bagi pengembangan Ilmu Keperawatan khususnya Keperawatan
Medikal Bedah mengenai Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian
Ganggren Diabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Puskesmas
Ciampea Kabupaten Bogor Tahun 2021

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Pendidika STIKes Wijaya Husada Bogor

Diharaplan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi


pembaca dan menambah referensi perpustakaan dan menjadi acuan
untuk penelitian selanjutnya.

b. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini menjadi acuan bagi Tempat


Penelitian terkait dalam penetapan kebijakan guna mewujudkan
kinerja dalam bidang keperawatan yang optimal khususnya
Keperawatan Medikal Bedah.

c. Bagi Responden

Diharapkan penelitian yang dilaksanakan dapat menambah


pengetahuan dan pemahaman kepada penderita Diabetes Mellitus
dalam mencegah komplikasi Ganggren Diabetik.

E. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Materi

Penelitian ini akan meneliti tentang Hubungan Aktivitas Fisik Dengan


Kejadian Ganggren Diabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus di
Puskesmas Ciampea Kabupaten Bogor Tahun 2021.
2. Ruang Lingkup Responden

Responden pada penelitian adalah pasien diabetes mellitus di


Puskesmas Ciampea Kabupaten Bogor.

3. Ruang Lingkup Tempat

Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Ciampea


Kabupaten Bogor.

4. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan agustus – September


2021.

5. Ruang Lingkup Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian Kuantitatif,


dengan desain penelitian Deskriptif korelasional, dengan pendekatan
cross sectional. Dan teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan
teknik Total Sampling.

F. Keaslian Penelitian

No. Nama Judul Penelitian Variabel Desain penelitian Hasil Penelitan

Penelitian penelitian
1. Cicilia L, Hubungan Variable Penelitian ini Hasil penelitian
aktivitas fisik Independen : menggunakan menunjukkan
Wulan P.J.
dengan kejadian aktivitas fisik survei analitik bahwa hubungan
Kaunang,
diabetes mellitus Variable dengan desain antara aktivitas
Fima pada pasien Dependen : cross sectional fisik dengan
rawat jalan di kejadian study atau studi kejadian diabetes
L.F.G.
RSUD Kota diabetes potong lintang dan pada pasien rawat
Langi
Bitung. mellitus populasi yang jalan di Poli
(2018) diambil adalah Interna RSUD
seluruh pasien yang Bitung mempunyai
datang berkunjung hubungan, dengan
dan sesuai dengan nilai p
kriteria inklusi dan value=0,026<0,05
kriteria ekslusi. nilai kemaknaan
Sampel yang yang telah
digunakan adalah ditetapkan.
total sampling.
2. Satya Faktor-faktor Variable Jenis penelitian ini Hasil penelitian
Kirana yang Independen : merupakan mendapatkan

Dela Rosa, berhubungan factor-faktor penelitian case- bahwa terdapat :

Ari dengan timbulnya control. Sampel 1.Ada hubungan

Udiyono, timbulnya ganggren dalam penelitian ini yang bermakna


Nissa ganggren pada Variabel dibagi menjadi dua antara lama
Kusariana, pasien diabetes Dependen : kelompok, yakni menderita diabetes

Lintang mellitus di timbulnya kelompok kasus mellitus (p=0,004;

Dian RSUD ganggren dan kelompok OR=4,333;

Saraswati K.R.M.T. pada pasien kontrol dengan CI95%=1,569-

(2019) Wongsonegoro diabetes perbandingan besar 11,967) dan

Semarang. mellitus. sampel 1:1. riwayat gangren

Berdasarkan (p=0,001;

perhitungan OR=9,203;
sampel CI95%=2,675-
menggunakan 31,661) dengan
rumus sampel kejadian
minimal dari buku gangren pada
Lemeshow, pasien diabetes
didapat sebanyak mellitus di RSUD
35 sampel kasus K.R.M.T.
dan 35 sampel Wongsonegoro
kontrol sehingga Semarang.
total sampel 2. Tidak ada
penelitian sebanyak hubungan yang
70 sampel yang bermakna antara
dipilih usia (p=0,232;
menggunakan OR=1,778;
teknik consecutive CI95%=0,690-
sampling. 4,582),
jenis kelamin
(p=0,138;
OR=2,105;
CI95%=0,782-
5,666),
kebiasaan
memotong kuku
kaki (p=0,220;
OR=1,837;
CI95%=0,693-
4,873),
penggunaan alas
kaki (p=0,089;
OR=2,310;
CI95%=0,872-
6,118),
dan perawatan kaki
(p=0,055;
OR=0,391;
CI95%=0,149-
1.029)
dengan kejadian
gangren pada
pasien diabetes
mellitus di
RSUD K.R.M.T.
Wongsonegoro
Semarang.
3. Yulfa Pengaruh Range Variable Metode penelitian Hasil uji t
Intan Of Motion Independen : menggunakan dependen
Lukita, (ROM ) aktif pengaruh quasi experimental menunjukkan
Nur terhadap risiko range of dengan desain adanya perbedaan
Widayati, terjadinya ulkus motion penelitian non signifikan nilai
Wantiyah kaki diabetic (ROM) aktif randomized risiko ulkus kaki
(2018) pada pasien kaki control group diabetik sebelum
diabetes mellitus Variabel pretest postest. dan sesudah
tipe 2 di desa Dependen : Teknik dilakukan ROM
Kaliwining risiko pengambilan aktif kaki pada
Kabupaten terjadinya sampel dalam kelompok
Jember. ulkus kaki penelitian ini perlakuan
diabetik. menggunakan (p=0,000). Pada
purposive kelompok kontrol
sampling. Jumlah juga ditemukan
sampel yang penurunan risiko
diambil adalah ulkus kaki diabetik
30 responden, 15 antara pretest dan
pasien pertama posttest namun
dijadikan sebagai tidak signifikan
kelompok (p=0,582). Hasil
responden dan 15 uji t independent
pasien berikutnya menunjukkan
dijadikan sebagai perbedaan
kelompok kontrol. signifikan antara
kelompok
perlakuan dan
kelompok kontrol
(p=0,000).
Kesimpulan
penelitian ini
adalah terdapat
pengaruh ROM
aktif kaki terhadap
risiko ulkus kaki
diabetik pada
pasien DM tipe 2.
Perawat
diharapkan dapat
menerapkan
latihan ROM aktif
kaki sebagai salah
satu intervensi
untuk mencegah
timbulnya ulkus
kaki diabetik.
Perbedaan penelitian yang akan dilakukan peneliti dengan penelitian

di atas terdapat pada variabel penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian

dan responden.

1. Persamaan dengan penelitian pertama Cicilia L, dkk (2018) terdapat pada

variabel independen, metode penelitian dan pengambilan sampel.

Sedangkan perbedaan terdapat pada variabel dependen, dan tempat

penelitian.

2. Persamaan dengan penelitian kedua Satya Kirana Dela Rosa, dkk (2019)

terdapat pada variabel dependen. Sedangkan perbedaan terdapat di variabel

independen, metode penelitian, pengambilan sampel dan tempat penelitian.

3. Persamaan dengan penelitian ketiga Yulfa Intan Lukita, dkk (2018) terdapat

pada variabel dependen. Sedangkan perbedaan terdapat pada variabel

independen, metode penelitian, pengambilan sampel dan tempat penelitian.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Aktivitas Fisik

1. Pengertian Aktivitas Fisik


Menurut world health organization aktivitas fisik merupakan suatu
gerakan tubuh yang dihasilkan otot rangka dan membutuhkan energi,
termasuk aktivitas yang dilakukan saat bekerja, bermain, melakukan
pekerjaan rumah tangga, bepergian dan kegiatan rekreasi.(13)
Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang diakibatkan kerja otot
rangka dan meningkatkan pengeluaran tenaga serta energi. Aktivitas ini
mencakup aktivitas yang dilakukan di sekolah, di tempat kerja, aktivitas
dalam keluarga atau rumah tangga, aktivitas selama dalam perjalanan
dan aktivitas lain yang dilakukan untuk mengisi waktu luang sehari-
hari.(14)
Aktivitas fisik pada penderita DM memiliki peranan yang sangat
penting dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat
melakukan latihan fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh
otot yang aktif sehingga secara langsung dapat menyebabkan penurunan
glukosa darah. Selain itu, aktivitas fisik dapat menurunkan berat badan,
meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan respirasi, menurunkan LDL
dan meningkatkan HDL sehingga mencegah penyakit jantung koroner
apabila dilakukan secara benar dan teratur.(15)

2. Manfaat Aktivitas Fisik


Menurut kementerian kesehatan republik Indonesia aktivitas fisik
secara teratur memiliki dampak yang bermanfaat untuk kesehatan yaitu
terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, hipertensi,
kencing manis, berat badan terkendali, otot lebih lentur dan tulang lebih
kuat, bentuk tubuh menjadi ideal, lebih percaya diri, lebih bertenaga
dan bugar, secara keseluruhann keadaan kesehatan menjadi lebih baik.
(13)
Menurut Sudoyono dalam jurnal Damayanti menyatakan bahwa
aktivitas fisik yang kurang menyebabkan resistensi insulin pada DM
Tipe 2. Aktivitas fisik dengan olahraga rutin kurang lebih 3 kali dalam
seminggu selama 30 menit akan memperbaiki metabolisme karbohidrat,
berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan
terhadap penurunan berat badan.(16)
Menurut Kemenkes RI (2015) manfaat aktifitas fisik aktif dapat
dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosio ekonomi,
yaitu:
a. Manfaat Aspek Fisik
Menurunkan resiko penyakit degenerative, memperkuat otot
jantung dan meningkatkan kapasitas jantung, mengontrol tekanan
darah tinggi, mengontrol gula darah pada penderita diabetes mellitus
tipe 2, mencegah atau mengurangi resiko osteoporosis.
b. Manfaat Aspek Psikologis
Meningkatkan rasa percaya diri, membangun rasa sportivitas,
meningkatkan rasa tanggung jawab, membantu mengendalikan
stress, mengurangi kecemasan dan depresi.
c. Manfaat Aspek Sosio-Ekonomi
Menurunkan biaya pengobatan, meningkatkan produktivitas,
menurunkan penggunaan sumber daya, serta meningkatkan gerakan
masyarakat.
3. Tipe Aktivitas Fisik
Terdapat 3 macam aktivitas fisik yang dapat kita lakukan untuk
mempertahankan kesehatan tubuh yaitu :
a. Ketahanan ( endurance )
Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu
jantung, paru-paru, otot, dan system sirkulasi darah tetap sehat dan
membuat kita lebih bertenaga. Untuk mendapatkan katahanan maka
aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu).
Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti :
1) Berjalan kaki, misalnya turunlah dari bus lebih awal menuju
tempat kerja kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan
saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan 10 menit
berjalan kaki menuju rumah.
2) Berlari ringan
3) Bereneng
4) Bersenam
5) Bermain tenis dan berkebun.
b. Kelenturan ( flexibility)
Aktivitas fisik yang bersifat unuk kelenturan dapat membantu
pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas
(lentur) dan sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan
kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7
hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih
seperti:
1) Peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau
sentakan, lakukan secara teratur untuk 10-30 detik, bias mulai
dari tangan dan kaki
2) Senam taichi,yoga
3) Mencuci pakaian, mobil
4) Menyapu dan mengepel lantai.
c. Kekuatan (strength)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu
kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang
tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu
meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis.
Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan
selama 30 menit (2-4 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan
yang dapat dipilih seperti :
1) Push-up
2) Naik turun tangga
3) Membawa belanjaan
4) Mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur.(17)

4. Klasifikasi Aktivitas Fisik


Menurut Kemenkes RI (2018) aktivitas fisik dibagi menjadi 3
kategori berdasarkan intensitas dan besaran kalori yang digunakan,
yaitu:
a. Aktivitas Fisik Berat
Selama beraktivitas tubuh mengeluarkan banyak keringat,
denyut jantung dan nafas yang meningkat sampai terengah-engah.
Untuk energi yang dikeluarkan > 7 Kcal/menit. Contoh aktivitas
berat :
1) Berjalan sangat cepat (kecepatan lebih dari 5 km/jam), berjalan
mendaki bukit, berjalan dengan membawa beban di punggung,
naik gunung, jogging (kecepatan 8 km/jam) dan berlari.
2) Pekerjaan seperti mengangkut beban berat, menyekop pasir,
memindahkan batu bata, menggali selokan dan mencangkul.
3) Pekerjaan rumah seperti memindahkan perabot yang berat dan
menggendong anak.
4) Bersepeda lebih dari 15 km/jam dengan lintasan mendaki,
bermain basket, badminton dan sepak bola.
b. Aktivitas Fisik Sedang
Saat melakukan aktivitas sedang tubuh sedikit berkeringat,
denyut jantung dan frekuensi nafas menjadi lebih cepat. Energi yang
dikeluarkan 3,5-7 Kcal/menit. Contoh aktivitas sedang :
1) Berjalan cepat (kecepatan 5 km/jam) pada permukaan rata di
dalam atau di luar rumah, di kelas, ke tempat kerja atau ke took
dan jalan santai.
2) Memindahkan perabot ringan, berkebun, menanam pohon dan
mencuci mobil
3) Pekerjaan tukang kayu, membawa dan menyusun balok kayu,
membersihkan rumput dengan mesin pemotong rumput.
4) Bulutangkis rekreasional, dansa, bersepeda pada lintasan datar
dan berlayar.
c. Aktivitas Fisik Ringan
Kegiatan yang hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya
tidak menyebabkan perubahan dalam pernafasan. Energi yang
dikeluarkan <3,5 Kcal/menit. Contoh aktivitas fisik ringan :
1) Berjalan santai di rumah, kantor atau pusat perbelanjaan
2) Duduk bekerja di depan computer, membaca, menulis, menyetir
dan mengoperasikan mesin dengan posisi duduk atau berdiri
3) Berdiri melakukan pekerjan rumah tangga ringan seperti mencuci
piring, setrika, memasak, menyapu, mengepel lantai dan bermain
musik
4) Membuat prakarya, bermain video game, menggambar, melukis
dan bermain music
5) Bermain golf, memancing, memanah, menembak dan bermain
kuda.(13)
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik disarankan untuk dilakukan setiap hari secara rutin
dan dalam melakukannya pun harus disesuaikan dengan batas
kemampuan tubuh tiap orang. Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan agar aktivitas fisik yang dilakukan bisa lebih efektif antara
lain :(18)
a. Umur
Aktivitas fisik yang maksimum dapat dijangkau pada usia 25-30
tahun, lalu akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh
tubuh, kurang lebih sebanyak 0,8- 1% setiap tahun, maka aktivitas
fisik yang bisa dilakukan hanya tingkat ringan serta sedang saja.
b. Jenis Kelamin
Kegiatan fisik pada laki-laki hampir sama dengan perempuan,
tetapi setelah pubertas laki-laki pada umumnya memiliki jumlah
energi yang jauh lebih besar.
c. Pola Makan
Makanan salah satu bagian yang mempengaruhi aktivitas,
semakin banyak kita mengkonsumsi makanan maka tubuh akan
semakin merasa cepat lelah dan tidak ingin menjalankan aktivitas
lainnya. Kandungan dari makanan yang berlemak juga bisa
mempengaruhi tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari,
seharusnya makanan yang akan di konsumsi dipertimbangkan
komposisi gizinya supaya tubuh tidak mengalami kelebihan energi.
d. Kelainan Pada Tubuh
Dalam melakukan aktivitas fisik, sebaiknya memperhatikan
faktor penyakit yang diderita. Karena penyakit sangat berpengaruh
terhadap ketahanan tubuh, misalnya kapasitas jantung dan paru-
paru, bentuk tubuh, berat badan berlebih, hemoglobin/sel darah dan
serat otot dalam melakukan aktivitas fisik.(18)

6. Aktivitas Fisik Berdasarkan Usia


a. Usia 5-17 Tahun
1) Anak-anak dan remaja yang berusia 5-17 tahun harus melakukan
aktivitas fisik dengan intensitas sedaang hingga kuat minimal 60
menit setiap hari.
2) Aktivitas fisik yang dilakukan sebagian besar merupakan aktivitas
aerobic.
3) Melakukan aktivitas intensitas kuat termasuk yang memperkuat
otot dan tulang minimal 3 kali per minggu.

b. Usia 18-64 Tahun


1) Individu dewasa yang berusia 18-64 tahun harus melakukan
minimal 150 menit aktivitas fisik aerobic dengan intensitas
sedang dalam satu minggu atau minimal 75 menit aktivitas fisik
aerobic dengan intensitas tinggi dalam satu minggu atau
kombinasi keduanya.
2) Aktivitas aerobic harus dilakukan dalam durasi minimal 10 menit.
3) Individu dewasa dapat meningkatkan aktivitas fisik aerobic
intensitas sedang hingga 300 menit per minggu atau melakukan
150 menit latihan fisik aerobic dengan intensitas yang kuat per
minggu atau kombinasi keduanya.
4) Kegiatan penguatan otot harus dilakukan selama 2 hari atau
dalam seminggu.
c. Usia 60 Tahun Keatas
1) Individu yang berusia 65 tahun ke atas harus melakukan aktivitas
fisik minimal 150 menit aerobic dengan intensitas sedang
aktivitas fisik sepanjang minggu atau melakukan minimal 75
menit latihan aerobic dengan intensitas tinggi aktivitas fisik
sepanjang minggu atau kombinasi yang setara dari aktivitas
intensitas sedang dan kuat.
2) Aktivitas aerobic harus dilakukan dalam durasi minimal 10 menit.
3) Individu berusia 65 tahun ke atas dapat meningkatkan aktivitas
fisik aerobic intensitas sedang menjadi 300 menit per minggu,
atau melakukan aktivitas fisik aerobic intensitas kuat dalam 150
menit per minggu atau kombinasi keduanya.
4) Pada kelompok usia dengan mobilitas yang buruk, sebaiknya
melakukan aktivitas fisik untuk meningkatkan keseimbangan dan
mencegah jatuh pada 3 hari atau lebih per minggu
5) Kegiatan penguatan otot harus dilakukan dengan melibatkan
kelompok otot utama, dalam dua hari atau lebih seminggu.
6) Sebagian besar individu pada kelompok usia ini tidak mampu
melakukan aktivitas fisik dengan jumlah yang disarankan. Hal ini
disebabkan oleh kondisi kesehatan yang dialami, sehingga
aktivitas fisik dapat dilakukan sebatas kemampuan masing-
masing individu dan di sesuaikan dengan kondisi fisik setiap
individu.(13)
7. Alat Ukur Aktivitas Fisik
a. GPAQ ( Global Physical Activity Questionare )
Pengukuran aktivitas fisik yang cukup sederhana dan praktis
serta dapat dilakukan pada jumlah responden yang cukup banyak
adalah dengan instrument kuesioner (Purwantoro,2010). Kuesioner
mengenai aktivitas fisik telah banyak digunakan dalam penelitian
dan telah dikeluarkan oleh berbagai institusi kesehatan. Salah satu
kuesioner yang secara umum sering digunakan adalah GPAQ.
Global Physical Activity Questionaire (GPAQ) adalah
instrument yang digunakan oleh World Health Organization untuk
pengukuran aktivitas fisik di negara berpendapatan rendah dan
menengah. GPAQ tersedia 16 pertanyaan yang terdiri dari tiga hal
penting yaitu kegiatan fisik ketika bekerja, aktivitas perjalanandari
tempat ke tempat, kegiatan yang bersifat rekreasi atau waktu
senggang yang dilakukan dalam 7 hari (Hamrik et al., 2014). GPAQ
mengukur aktivitas fisik dengan mengklasifikasikan berdasarkan
MET (Metabolic Equivalent). MET (Metabolic Equivalent) adalah
rasio laju metabolisme saat kerja dengan laju metabolisme saat
istirahat. MET digambarkan dengan satuan kkal/kg/jam. Satu MET
didefinisikan sebagai energi yang dikeluarkan saat duduk tenang.
Perbandingan aktivitas dalam kategori moderat/sedang yaitu 4 kali
lebih besar dibandingkan dengan aktivitas duduk tenang, sehingga
perhitungan pada aktivitas kategori moderat/sedang dikalikan 4
MET. Aktivitas dalam kategori berat mempunyai perbandingan 8
kali lebih besar dari duduk tenang, sehingga perhitungan pada
aktivitas dalam kategori berat dikalikan 8 MET (Singh & Purohit,
2011: 36). Pengukuran GPAQ dilakukan dengan menjawab waktu
intensitas di setiap aktivitas fisik.
b. IPAQ ( International Physical Activity Questionnaire )
Salah satu kuesioner untuk pengukuran aktivitas fisik ialah
IPAQ (International Physical Activity Questionnare) yang memiliki
dua versi, panjang dan pendek. Berdasarkan Guidelines for Data
Processing and Analysis of the International Physical Activity
Questionnaire(IPAQ) –short & long form (2005), karakteristik dari
IPAQ ialah sebagai berikut; IPAQ mengukur aktivitas fisik yang
dilakukan di seluruh domain lengkap meliputi Aktivitas fisik di
waktu luang, Aktivitas domestik dan berkebun, Aktivitas fisik terkait
kerja, Aktivitas fisik terkait transportasi. IPAQ menanyakan tentang
tiga tipe spesifik aktivitas yang dilakukan di empat domain di atas.
Tipe aktivitas spesifik yang dinilai adalah berjalan, aktivitas
intensitas sedang, dan aktivitas intensitas berat. Item-item dalam
IPAQ versi pendek telah terstruktur untuk menyediakan skor
terpisah pada aktivitas berjalan, aktivitas intensitas sedang, dan
aktivitas intensitas berat. Komputasi dari total skor memerlukan
penjumlahan dari durasi (dalam menit) dan frekuensi (dalam hari)
dari kegiatan tersebut. IPAQ telah teruji validitas dan reabilitasnya
tinggi di 12 negara sebagai instrumen pengukuran aktivitas fisik
untuk usia 15-69 tahun (Craig, 2003). IPAQ menilai keaktifan fisik
seseorang dalam empat domain, yaitu aktivitas fisik di waktu luang,
aktivitas domestik dan berkebun, aktivitas fisik terkait kerja,
aktivitas fisik terkait transportasi. Dalam setiap domain dibagi
menjadi tiga intensitas, antara lain :
1) Aktivitas Fisik Intensitas Ringan
Merupakan aktivitas yang membutuhkan tenaga fisik yang
ringan dan tidak menyebabkan perubahan kecepatan pernafasan
yang signifikan. Contohnya berjalan kaki baik di rumah atupun di
tempat kerja.
2) Aktivitas Fisik Intensitas Sedang
Merupakan aktivitas yang memerlukan tenaga fisik yang
sedang dan membuat seseorang bernapas sedikit lebih cepat dari
biasanya. Contohnya antara lain mengangkat beban ringan dan
bersepeda dalam kecepatan reguler.
3) Aktivitas Fisik Intensitas Tinggi
aktivitas yang memerlukan tenaga fisik yang berat dan
membuat seseorang bernapas lebih cepat dari biasanya.
Contohnya antara lain mengangkat beban berat, aerobik,
bersepeda cepat.
Data dari kuesioner IPAQ dipresentasikan dalam menit-MET
(Metabolic Equivalent of Task) per minggu. Kuantifikasi MET-
menit/minggu mengikuti rumus berikut:
a) MET-menit/minggu untuk berjalan = 3,3 x durasi berjalan
dalam menit x durasi berjalan dalam hari.
b) MET-menit/minggu untuk aktivitas sedang = 4,0 x durasi
aktivitas sedang dalam menit x durasi aktivitas sedang dalam
hari
c) MET-menit/minggu untuk aktivitas berat = 8,0 x durasi
aktivitas berat dalam menit x durasi aktivitas berat dalam hari
MET-menit/minggu total aktivitas fisik = Penjumlahan
MET-menit/minggu dari aktivitas berjalan + aktivitas sedang
+ aktivitas berat. Pengkategorian dari MET-menit/minggu
total ialah sebagai berikut;
a. Kategori 1 (rendah), kriteria yang tidak termasuk dalam
kategori 2 dan 3
b. Kategori 2 (sedang), yaitu apabila ada kriteria sebagai
berikut; aktivitas sedang sekurang-kurangnya 3 hari
selama 20 menit, atau 5 hari atau lebih aktivitas sedang
dan/ atau jalan sekurang-kurangnya 30 menit, atau 5 hari
atau lebih kombinasi semua intensitas aktivitas fisik
dengan sekurang-kurangnya 600 MET-menit/minggu.
c. Kategori 3 (tinggi), yaitu apabila ada kriteria sebagai
berikut;Aktivitas berat sekurang-kurang 3 hari dengan
1500 MET-menit/minggu, atau 7 hari atau lebih
kombinasi dari semua intensitas aktivitas fisik dengan
3000 MET-menit/minggu.

B. Tinjauan Teori Ganggren Diabetes Mellitus

1. Definisi Ganggren Diabetik


Ganggren merupakan istilah untuk mendefinisikan pembusukan
atau kematian jaringan atau organ yang disebabkan oleh karena
kekurangan suplai darah. Terjadi sebagai komplikasi dari proses
peradangan atau infeksi, luka atau perubahan degenerative yang
berhubungan dengan penyakit menahun, seperti diabetes mellitus.(19)
Ganggren diabetik merupakan gambaran secara umum dari
kelainan tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes
mellitus yang diawali dengan adanya lesi hingga terbentuknya ulkus
berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai dengan
adanya kematian jaringan setempat yang sering disebut dengan ulkus
diabetic kasrena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler infusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut yaitu terdapat luka
pada penderita yang sering tidak dirasakan dan dapat berkembang
menjadi infeksi yang disebabkan oleh bakteri aerob msupun anaerob
yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam ganggren yang
pada penderita diabetes mellitus disebut dengan istilah ganggren
diabetik.(3)
2. Etiologi Ganggren Diabetik
Ada beberapa hal yang mempengaruhi tarjadinya ganggren
diabetik, yaitu:(20)
a. Neuropati Diabetik
Adalah kelainan urat saraf akibat diabetes mellitus karena tinggi
kadar dalam darah yang bisa merusak urat saraf penderita dan dapat
menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sihingga
apabila penderita mengalami trauma terkadang tidak terasa. Contoh
gejala Neuropati : kesemutan, rasa tebal ditelapak kaki, kram dan
sakit diseluruh badan terutama pada malam hari.
b. Angiopati Diabetik
Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita diabetes
mellitus mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah.
Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang atau besar pada
tungkai maka tungkai akan mudah mengalami ganggren diabetik
yaitu luka pada kaki yang berwarna merah kehitaman dan berbau
busuk. Adapun angiopati dapat menyebabkan asupan nutrisi, oksigen
dan antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit untuk
sembuh.
c. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran listrik
(neuropati).(20)
3. Patofisologi Ganggren Diabetik
Ganggren Diabetes Mallitus ditandai dengan trias klasik, yaitu
neuropati, iskemia, dan infeksi. Oleh sebab itu ada mekanisme
gangguan metabolism pada DM, lalu risiko infeksi menjadi meningkat
dan penyembuhan luka yang tidak bagus akibat respons sel dan factor
menurunnya pertumbuhan, aliran darah perifer berkurang, dan
angiogenesis local menurun. Maka dari itu kaki cenderung mengalami
masalah vascular perifer, rusaknya nervus perifer, ulserasi, dan gangren.
Terjadinya DFU disebabkan oleh berbagai macam factor, yakni sebagai
berikut :(21)
a. Neuropati
Sebagian besar (60%) ganggren diabetes mellitus disebabkan
oleh neuropati. Kenaikan kadar glukosa darah menyebabkan
meningkatnya produksi enzim seperti sorbitol dan dehydrogenase
reductase. Enzim ini mengganti glucose menjadi sorbitol dan
fruktosa. Meningkatnya gula mempengaruhi sintesis sel saraf
menurun dan konduksi saraf. Setelah itu, hiperglikemia yang
diinduksi mikroangioppati memicu metabolis reversible, perselisihan
imunologi serta iskemik saraf otonom, motor, dan sensorik. Hal
tersebut akan memicu sensasi perifer menunurun dan rusaknya
inervasi saraf pada otot kaki dan control vasomotor tanpa disadari,
sampai akhirnya cedera tersebut menjadi ulkus (ulcer).
b. Vaskulopati
Sel endotel berguna menyintesis nitrat oksida yang menmicu
vasodilatasi dan mempertahankan pembuluh darah dari cedera
endogen. Adanya hiperglikemia, maka akan ada gangguan sifat
fisiologis nitrat oksida yang umumnya mengandalikan homeostasis
endotel, antikoagulan, adhesi leukosit, proliferasi sel otot, dan
kapasitas antioksidan. Oleh karena itu, kerusakna sel endotel akan
menimbulkan terjadinya konstriksi pembuluh darah dan
aterosklerosis, dan hasilnya menyebabkan iskemik. Iskemik dapat
terjadi, sekalipun pulsasi arteri (denyut nadi) daerah kaki dapat
teraba dengan palpasi. Menurut klinis pasien kemungkinan
mempunyai tanda-tanda insufisiensi vascular seperti klaudikasio,
nyeri kaki pada malam hari atau ketika istirahat, tidak adanya denyut
perifer, penipisan kulit, dan hilangnya rambut ekstremitas.
c. Imunopati
Struktur imun penderita diabetes lebih lemah daripada orang
sehat. Oleh sebab itu, kaki pasien diabetes yang infeksi merupakan
keadaan yang mengancam. Mikroorganisme dominan pada diabetic
foot adalah S. aureus dan β-hemolitik treptokokus. Keadaan
tingginya kadar gula darah menyebabkan peningkatan sitokin pro-
inflamasi dan kerusakan sel polimorfonuklear seperti kemotaksis,
fagositosis, dan intracellular killing. Selain itu, tingginya glukosa
darah juga merupakan suatu yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Jaringan lunak kaki seperti plantar aponeurosis, tendon, otot, dan
fasia tidak bisa menahan infeksi. Dengan demikian, beberapa
kompaartemen dikaki saling berhubungan dan tidak dapat membatasi
pelebaran infeksi dari satu ke yang lain. Infeksi pada jaringan lunak,
dengan cepat dapat menyebar ke tulang. Jadi ulkus sederhana pada
kaki dapat dengan mudah menimbulkan masalah seperti osteitis atau
osteomielitis dan gangrene jika tidak dilakukan perawatan dengan
efektif.
d. Stress Mekanik
Kerusakan inervasi pada otot kaki akan memengaruhi gerakan
fleksi dan ekstensi. Secara perlahan, ini akan menimbulkan
berubahnya anatomi kaki dan kelainan bentuk kaki. Kelainan bentuk
menyebabkan tonjolan tulang abnormal dan titik-titik tekanan yang
merupakan predisposisi terbentuknya ulkus. Pada umumnya ulkus
terjadi pada ibu jari dan tumit, akan tetapi ukuran sepatu yang tidak
sesuai merupakan factor tersering yang menimbulkan ulkus.(21)
4. Manifestasi Ganggren Diabetik
Ganggren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga ganggren
panas karena nekrosis, daerah akral merah dan terasa hangat akibat
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya
terdapat ulkus diabetic pada telapak kaki. Proses makroangiopati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu :(20)
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (pucat)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola dari Fontaine, yaitu :
1) Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
2) Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
3) Stadium III : timbul nyeri saat istirahat
4) Stadium IV : berupa manifestasi kerusakan jaringan karena
anoksia (ulkus).
5. Klasifikasi Ganggren Diabetik
Menurut Wagner membagi ganggren diabetik menjadi 6 tingkatan,
yaitu :(3)
a. Derajat 0
Ditandai dengan kulit tanpa ulserasi dengan satu atau lebih
faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan komponen
utama penyebab ulkus; kondisi kulit yaitu kulit kering dan terdapat
callous (yaitu daerah yang kulitnya menjadi hipertropik dan
anastesi); terjadi kelainan bentuk berupa claw toes yaitu suatu
kelainan bentuk jari kaki yang melibatkan mettatarsal phalangeal
joint, proximal interpphalangeal joint dan distal interphalangeal
joint. Kelainan bentuk lainnya adalah depresi caput metatarsal,
depresi caput longitudinalis dan penonjolan tulang karena
arthropati charcot.
b. Derajat I
Terdapat ciri-ciri seperti pada grade 0 dan menandakan
terjadinya neuropati sensori perifer dan paling tidak satu faktor
risiko seperti kelainan bentuk pada tulang dan terbatasnya
mobilitas sendi dengan ditaandai adanya terbukanya lesi pada kulit,
dasar kulit dapat bersih atau purulen (ulkus dengan infeksi yang
superfisial terbatas pada kulit).
c. Derajat II
Apabila adanya ciri-ciri pada grade I dengan adanya lesi kulit
yang membentuk ulkus. Dasar ulkus melebar ke tendon, tulangdan
sendi. Dasar ulkus dapat bersih atau purulen, ulkus yang lebih
dalam hingga menembus tendon dan tulang tetapi tidak ada infeksi
yang minimal.
d. Derajat III
Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II dengan adanya
tambahan penumpukan nanah yang dalam dengan atau tanpa
terbentuknya drainase dan terdapat osteomyelitis. Factor tersebut
disebabkan oleh bakteri yang agresif yang mengakibatkan nekrosis
jaringan dan luka tembus hingga ke dasar tulang, oleh sebab itu
dibutuhkan perawatan di rumah sakit.
e. Derajat IV
Ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih,
gangrene bisa juga terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan
gangren pada ekstremitas bawah umumnya terjadi dengan salah
satu dari dua cara, yaitu gangrene menyebabbkan gangguan aliran
darah dari pembuluh darah vena kaki ke jantung. Hal tersebut
menyebabkan perfusi dan oksigenasi tidak berfungsi dengan baik.
Factor kedua yakni adanya infeksi atau peradangan yang berlanjut.
Dalam hal ini terjadi oklusi pada arteri digitalis sebagai efek dari
adanya pembengkakan jaringan lokal.
f. Derajat V
Diseluruh kaki atau sebagian tungkai bawah terdapat
lesi/ulkus dan gangren- gangren.
Berlandaskan klasifikasi diatas, maka tindakan pengobatan atau
pembedahan dapat diterapkan dibawah ini :
1) Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak ada
2) Derajat I-IV : pengelolaan medis dan operasi ringan
3) Derajat V : tindakan bedah minor, jika gagal dilanjutkan
dengan bedah mayor (amputasi di atas lutut atau amputasi
bawah lutut).
Berdasarkan tindakan bedah khusus dibutuhkan pengelolaan kaki
diabetic ini, sesuai dan anjuran dan derajat lesi yang ditemukan
seperti :
a) Insisi : infeksi bakteri pada kulit dan jaringan dibawah kulit
yang menyebar
b) Eksisi : pada ganggren diabetic derajat I dan II
c) Nekrotomi/debridement : pada ganggren diabetic derajat II,
III, IV dan V
d) Mutilasi : pada ganggren diabetic derajat IV dan V
e) Amputasi : pada ganggren diabetic derajat V

6. Penatalaksanaan Ganggren Diabetik


Tujuan penting dalam penatalaksanaan gangren atau ulkus diabetik
adalah penutupan luka. Regulasi glukosa darah perlu dilakukan. Hal ini
disebabkan terganganggunya fungsi leukosit pada penderita dengan
hiperglikemia kronik. Menurut Aini Nur dalam jurnal Ratna Sari Dewi.
(21) Perawatan gangren ulkus diabetik sebagai berikut.
a. Debridement
Debridement merupakan tindakan untuk menghilangkan
jaringan nekrosis, kalus, dan jaringan fibrotic, jaringan matinyang
dihilangkan kurang lebih 2- 3 mm dari tepi luka ke jaringan
normal. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor
pertumbuhan yang membantu prosedur penyembuhan luka. Saat
infeksi telah merusak fungsi kaki atau mencelakakan jiwa pasien,
amputasi dibutuhkan untuk memungkinkan pengendalian infeksi,
dan penutupan luka selanjutnya.
b. Perawatan Luka
Pemakaian balutan yang efektif dan tepat merupakan bagian
yang penting untuk memastikan keoptimalan dalam penanganan
ulkus dibetes. Kelebihann pendekatan ini yaitu menghindari
dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan
memungkinkan interaksi antara factor pertumbuhan dengan sel
target. Berbagai jenis balutan telah banyak digunakan pada
perawatan luka serta dirancang untuk menghindari infeksi pada
ulkus (antibiotika), membantu debridement (enzim), dan
memperlancar penyembuhan luka.
c. Terapi Tekanan Negatif Dan Terapi Oksigen Hiperbarik
Terapi ini berguna pada perawatan diabetik ulkus karena
dapat mengurangi edema, menghilangkan bakteri, dan melekatkan
tepi luka sehingga mempercepat penutupan luka. Terapi oksigen
hiperbarik angka amputasi pada pasiendenganulkusdiabetes.(21)

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
> 120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat
melalui perubahan warna pada urine : hijau (+), kuning (++),
merah (+++) dan merah bata (++++).
c. Kultur Pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotic
yang sesuai dengan jenis kuman.(20)
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi ganggren diabetic
a. Umur > 60 tahun
Umur > 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ganggren
diabetic karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis
menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau
resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap
pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal.(22)
b. Lama menderita diabetes mellitus
Semakin lama seseorang menderita DM, maka akan makin
beresiko mengalami komplikasi. Risiko ulkus berulang akan
semakin besar pada penderita DM yang lamanya lebih 3 tahun
tercatat 35-40% dari 70 % pada penderita lebih dari 5 tahun
menderita DM (Melville et.al. 2000). Ulkus terjadi apabila kadar
glukosa darah tidak terkendali karena akan muncul komplikasi
yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami
makroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang
mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan
atau luka pada kaki.
c. Pola makan atau kepatuhan diet
Kepatuhan diet DM merupakan upaya yang sangat penting
dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol dan trigliserida
mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik,
seperti ganggren diabetic. Gizi yang baik dapat membantu dalam
proses penyembuhan luka, menunjang fase penyembuhan luka
yang meliputi inflamasi, granulasi dan epitelialisasi. Kebutuhan
makronutrien seperti protein dan lemak sangat mempengaruhi
kecepatan dan kualitas penyembuhan luka.
d. Kadar gula darah
Kadar gula darah merupakan hal yang tak terpisahkan dari
penderita dan pengelolaan DM. Pengontrolan kadar gula darah
termasuk salah satu bagian yang harus dilakukan dalam
manajemen perawatan ganggren diabetic. Hal ini dikarenakan efek
hiperglikemia yang tidak terkontrol menyebabkan penebalan
membrane kapiler yang dapat berlanjut pada kekakuan.
e. Kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik (olahraga) sangat bermanfaat untuk
meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan
memperbaiki kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah terkendali
maka akan mencegah komplikasi kronik DM. olahraga rutin (lebih
3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki
metabolism karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolism
lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Penelitian
yang dilakukan oleh bla…aktivitas fisik seperti berjalan kaki
setidaknya 30 menit perhari dapat menurunkan terjadinya
komplikasi seperti timbulnya ulkus diabetikum.
f. Pengobatan tidak teratur
Pengobatan rutin pada penderita DM tipe 1, menurut hasil
penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan
bahwa pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat
timbulnya komplikasi kronik, seperti ganggren diabetic.
g. Perawatan kaki tidak teratur
Perawatan ganggren diabetic yang teratur akan mencegah
atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki.
h. Penggunaan alas kaki tidak tepat
Penderita DM tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena
tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi
trauma yang mengakibatkan ganggren diabetic, terutama apabila
terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau
hilang. Penelitian oleh bla… tentang tekanan pada kaki karena
penggunaan alas kaki yang tidak tepat dengan kejadian ganggren
diabetic, menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki tidak tepat
menyebabkan tekanan yang tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi
ganggren diabetic 3 kali dibandingkan dengan penggunaan alas
kaki yang tepat.(22)

C. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ganggren diabetik :


1. Umur > 60 tahun
2. Lama menderita DM
3. Pola makan/kepatuhan diet
4. Kadar gula darah

5. Kurangnya aktivitas fisik Ganggren Diabetik

6. Pengobatan tidak teratur


7. Perawatan kaki tidak teratur
8. Penggunaan alas kaki tidak tepat

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Menurut Sugiyono “metode penelitian adalah cara ilmiah untuk


mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.(23)
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini mengguanakan jenis penelitian kuantitatif. Menurut
Notoatmodjo kuantitatif secara kasar berati menyiratkan sejauh mana
sesuatu yang terjadi ataupun yang tidak terjadi dalam hal jumlah, nomor,
frekuensi, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana suatu fenomena yang terjadi atau tidak terjadi dan mengukur
seberapa besar derajatnya, yang dikutip dari Putri Kharisma.(24)
2. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan metode yang deskriptif
korelasional yaitu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu
keadaan atau situasi. Penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan
antara suatu variabel dengan variabel lain dengan mengidentifikasi
variabel yang ada pada suatu objek, kemudian diidentifikasi juga variabel
lain yang ada pada objek yang sama dan membuktikan apakah ada
hubungan antara keduanya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan
data.(25)

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau
antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin
di teliti, Notoatmodjo dalam Swajarna.(26)
Dalam kerangka konsep ini penelitian melihat hubungan aktivitas fisik
dengan terjadinya ganggren diabetik pada pasien diabetes mellitus di
Puskesmas Ciampea Kabupaten Bogor. Dimana variabel independen
(bebas) yaitu aktivitas fisik dan variabel dependen (terikat) yaitu ganggren
diabetik.
Dari uraian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat
dikemukakan dalam bagan dibawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Aktivitas Fisik Ganggren Diabetik


Bagan 3.1 Kerangka Konsep

C. Variabel Penelitian

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh


anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang memiliki oleh
kelompok lain.definisi lain mengatakan bahwa variabel adalah sesuatu yang
digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh
satuan penelitian tentang suatu konsep penelitian tertentu, misalnya umur,
jenis kelamin, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan
sebagainya. Variabel juga dapat diartikan sebagai konsep yang mempunyai
bermacam-macam nilai.(27)

1. Variabel Independen (bebas)


Variabel independen atau bebas sering disebut juga variabel
predictor, stimulus, input atau variabel yang mempengaruhi. Variabel
bebas merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel dependent (terikat). Sehingga variabel independen
dapat dikatakan sebagai variabel yang mempengaruhi.(27) Variabel
independen dalam penelitian ini adalah Aktivitas Fisik.
2. Variabel dependen (terikat)
Variabel dependen atau terikat sering juga disebut variabel kriteria
respon dan output (hasil). Variabel dependen merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
independen.(27)Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Ganggren
Diabetik.

D. Definisi Operasional
Definisi operasional, merupakan variabel operasional yang dilakukan
penelitian berdasarkan karakteristik yang diamati. Definisi operasional
ditentukan berdasarkan parameter ukuran dalam penelitian. Definisi
operasional mengungkapkan variabel dari skala pengukuran masing-masing
variabel tersebut. Definisi operasional berfungsi menyederhanakan arti kata
atau pemikiran tentang ide, hal dan kata – kata yang digunakan agar orang
lain memahami maksud sesuatu dengan keinginan peneliti.(28)

Tabel 3.1 Definisi Penelitian

No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Variabel Independen
1. Aktivitas Gerakan tubuh Kuesioner Peneliti 1.Tingkat Ordinal
Fisik yang meningkat, GPAQ mengisi
pengeluaran ( Global lembar
tenaga dan Physical observasi
pembakaran Activity dengan cara
kalori. Questionai melihat
re) data
>600-<3000
kuesioner

Variabel Dependen
2. Ganggren Suatu Rekam Peneliti 1. Grade 0 Ordinal
Diabetik komplikasi medik mengisi 2. Grade I
diabetes mellitus lembar 3. Grade II
yang disebabkan observasi 4. Grade III
karena dengan cara 5. Grade IV
kekurangan melihat 6. Grade V
suplai darah. data rekam
Mulai dari medik.
proses infeksi
atau
peradangan,dise
rtai luka masih
dalam keadaan
utuh dan
kelainan bentuk
bentuk kaki
seperti callus
sampai dalam
keadaan terdapat
lesi/ulkus
disertai
ganggren
dibagian kaki
atau tungkai
bawah pasien
yang tertulis di
status pasien.

E. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pernyataan penelitian.
Biasanya hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua
variabel, variabel bebas dan vaiabel terikat. Hipotesis berfungsi untuk
menentukan kearah pembuktian. Kalau hipotesis terseebut terbukti maka
menjadi thesis. Lebih dari itu rumusan rumusan hipotesis itu sudah akan
tercermin variabel-variabel itu akan diamati atau di ukur, dalam bentuk
hubungan antara variabel-variabel yang akan dihipotesikan. Oleh karena itu,
hipotesis sebagiannya : spesifik, konkret dan observable (dapat diamati/di
ukur).(27)
Rumusan Hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
Rumusan Hipotesis Kerja. Hipotesis kerja adalah suatu rumusan hipotesis
dengan tujuan untuk membuat ramalan tentang peristiwa yang terjadi
apabila suatu gejala muncul. Hipotesis inni juga sering disebut hipotesis
alternative, karena mempunyai rumusan dengan implikasi alternative
didalamnya.(27)
Hipotesis Alternatif (Ha) menyatakan adanya hubungan antara dua
varriabel atau lebih, bisa juga menyatakan adanya perbedaan dalam hal
tertentu pada kelompok yang berbeda. Kesimpulan uji statistic yang
digunakan adalah jika nilai hitung (resultant value) lebih besar dari pada
nilai kritis, maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :(27)
1. Ha : Ada Hubungan Aktivitas Fisik dengan Terjadinya Ganggren
Diabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Ciampea
Kabupaten Bogor Tahun 2021, jika p value < 0,05. (H0 ditolak, Ha
diterima).
2. H0 : Tidak Ada Hubungan Aktivitas Fisik dengan Terjadinya
Ganggren Diabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas
Ciampea Kabupaten Bogor 2021, jika p value > 0,05. (Ha ditolak,
H0 diterima).

F. Populasi Dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang tetapi juga objek atau
benda-benda yang lain.(27) Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
diabetes mellitus dengan ganggren diabetik di Puskesmas Ciampea
Kabupaten Bogor sebanyak orang.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi ini. Dalam pengambilan sampel penelitian ini digunakan
cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut sedapat
mungkin mewakili populasinya. Teknik ini biasanya disebut metode
sampling atau teknik sampling.(27)
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
total sampling yaitu teknik pengambilan semua populasi dijadikan
sampel penelitian.(27)
Peneliti akan mengambil sampel pasien diabetes mellitus dengan
ganggren diabetik selama 3 bulan terakhir pada bulan Juni – Agustus
2021.

G. Tempat Penelitian

Tempat penelitian akan dilakukan di Puskesmas Ciampea Kecamatan

Ciampea Kabupaten Bogor tahun 2021

H. Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan September tahun 2021

I. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap
kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti
dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengobservasi menggunakan
lembar observasi kepada responden. Selanjutnya lembar observasi akan
disampaikan kepada responden dengan menekankan pada etika yang
meliputi :(27)
1. Informed consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan
diteliti disertai judul penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti
tidak memaksa dan menghormati hak subjek.
2. Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan
nama responden tetapi mencantumkan inisial saja.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil
penelitian.
4. Privacy
Membahas tentang jaminan informasi yang diberikan responden
merupakan hak responden untuk dirahasiakan informasinya.

J. Alat dan Metode Pengumpulan Data

1. Jenis Data
a. Data Primer, yaitu data yang diambil langsung oleh pengumpul data
yaitu dari hasil observasi dari setiap variabel. Data primer dalam
penelitian ini dikumpulkan dengan observasi yaitu dengan melakukan
wawancara dan memberikan lembar kuesioner kepada responden
untuk mendapatkan data.
b. Data Sekunder, yaitu data yang dikumpulkan oleh instansi atau badan
yang terkait atau tidak dikumpulkan oleh peneliti sendiri dan
digunakan oleh peneliti untuk melengkapi dan melaksanakan
penelitian. Data pasien diabetes mellitus dengan ganggren diabetic
dan gambaran umum lokasi penelitian di dapat dari Puskesmas
Ciampea Kabupaten Bogor.

2. Alat dan Pengumpulan Data


a. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang
dilakukan untuk pengumpulan data.(27)
1) Lembar Observasi
Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan data dengan
observasi atau melihat catatan rekam medis. Dicatatan rekam medis
pasien untuk mengetahui derajat ganggren pada pasien atau
responden
2) Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data atau informasi
yang dioperasionalkan ke dalam bentuk item atau pertanyaan.
Kuesioner ini dilakukan melalui tatap muka, tanya jawab dan via
online antar pengumpul data dengan narasumber atau sumber data.
3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Validitas merupakan suatu
ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrument yang
valid mempunyai validitas tinggi.(26)
Validitas merupakan ketepatan atau kecermatan pengukuran,
dikatakan valid artinya mengukur apa yang ingin diukur dengan
keputusan uji nilai r hitung ( r pearson ) ≥ r tabel : artinya pertanyaan
tersebut dinyatakan valid.(29)
Rumus product moment:
( Σ X ) (Σ Y )
NΣXY −
N
r xy =
√ {NΣ X −( X ) }{NΣ Y 2−( Σ Y 2)}
2 2

Rumus 3.1 product moment

Keterangan :
r xy : Angka indeks ‘’r’’ produk moment ( antara variabel X dan Y )

N : Jumlah respoden

𝞢xy : Jumlah hasil perkalian X dan Y

𝞢x : Jumlah seluruh skor X

𝞢y : Jumlah seluruh skor total item

b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat mengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau
tetap asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama.
(29)
Reliabilitas artinya kestabilan pengukuran dikatakan reliabel
jika digunakan ulang dengan keputusan uji bila nilai cronbah’s alpha
≥ 0,6 maka pertanyaan reliabel.(30)

Tabel 3.2 Reliabilitas Berdasarkan Nilai

Alpha Tingkat Reliabilitas


0,00 s.d 0,20 Kurang reliable
>0,20 s.d 0,40 Angka reliable
>0,40 s.d 0,60 Cukup reliable
>0.60 s.d 0,80 Reliabel
>0,80 s.d 1,00 Sangat reliable

Seperti pengetahuan, maka uji reabilitasnya “koefisien reabilitas”


dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

rii = k = [ 1-∑ si2]

k–1 st2

Rumus 3. 2 koefisien rebilitas

Keterangan:

rii : Koefisien reliabilitas

k : Banyaknya pertanyaan

si : Nilai varians jawaban item ke

st : Nilai varians skor total


4. Prosedur Penelitian
a. Tahap Persiapan
1) Persiapan administrasi
Peneliti mengajukan surat izin survey studi pendahuluan yang
dikeluarkan oleh ketua yayasan STIKes Wijaya Husada Bogor dan
ditunjukan kepada Kepala Puskesmas Ciampea Kabupaten Bogor
Tahun 2021.
2) Kepala Puskesmas Ciampea memberikan surat balasan yang berisi
tentang pemberian surat izin penelitian dan tembusnya dikirim
kepada yayasan STIKes Wijaya Husada Bogor.
3) Persiapan instrument pada tahap ini, peneliti mempersiapkan
instrument untuk pengumpulan data yang meliputi lembar
observasi dan kuesioner.
4) Tahap pelaksanaan proses penelitian
5) Pada tahap ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan
lembar observasi dan kuesioner.
K. Metode Pengumpulan Data

1. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini meliputi tahap-tahap sebagai
berikut :(31)
a. Editing
Editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan baik
berupa daftar pertanyaan, kartu atau buku registrasi. Editing bertujuan
untuk melengkapi data yang belum lengkap.
b. Koding
Kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang
terdiri dari beberapa kategori. Biasanya dalam pemberian kode dibuat
daftar kode dan artinya dalam satu buku untuk memudahkan kembali
melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. Koding dalam
penelitian ini meliputi :
1) Variabel independen aktivitas fisik
a) Tingkat aktivitas fisik tinggi
b) Tingkat aktivitas fisik sedang
c) Tingkat aktivitas fisik rendah
2) Variabel dependen ganggren diabetik
a) Derajat 0
b) Derajat I
c) Derajat II
d) Derajat III
e) Derajat IV
f) Derajat V
c. Entry data
Data yang telah di kode kemudian dimasukan dalam program
computer untuk selanjutnya akan diolah
d. Tabulating

Pengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian


dimasukkan ke dalam tabel – tabel yang telah ditentukan. Data hasil
observasi dimasukkan dalam tabel yang telah di kelompokkan.

e. Processing
Ialah jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang
telah berbentuk kode (angka atau huruf) lalu di proses kedalam
program (SPSS). Dalam proses ini dituntut keahlian agar bisa terjadi
dan merubah semua hasil jawaban responden dengan mengkode
jawaban dengan menggunakan angka yang merubah nilai.
f. Cleaning data
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di
entry apakah ada kesalahan atau tidak dan kegiatan peneliti dalam
memasukan data-data hasil penelitian kedalam table-tabel sesuai
kriteria yang telah ditentukan berdasarkan lembar observasi dan
kuesioner yang telah itentukan kodenya.
Langkah-langkah pembersihan data adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui missing data
Untuk mengetahui data yang hilang (missing) dapat
dilakukan dengan membuat distribusi frekuensi masing-
masing variabel.
2) Mengetahui variasi data
Dengan melihat variasi data dapat dideteksi apakah data
yang dimasukkan benar atau salah. Cara mendeteksi dengan
membuat distribusi masing-masing variabel.
3) Mengetahui konsistensi data
Cara untuk mengetahui adanya ketidakkonsistenisan data
dapat dilakukan dengan menghubungkan dua variabel.
L. Analisa Data

1. Uji Prasyarat (Uji Normalitas)


Uji normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan
untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel,
apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah tidak.
Berdasarkan pengalaman emris beberapa pakar statistik, data yang
banyaknya lebih dari 30 angka (n > 30), maka sudah dapat di asumsikan
berdistirbusi normal. Biasa dikatakan sebagai sampel besar.
Namun untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki
berdistribusi normal atau tidak, sebaiknya digunakan uji normalitas.
Karena belum tentu data yang lebih dari 30 bisa dipastikan berdistribusi
normal, demikian sebaliknya yang banyaknya kurang dari 30 belum tentu
tidak berdistribusi normal.
Analisa data merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui
antara variabel bebas dan variabel terikat.

2. Analisa Deskriptif (Univariat)


Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis
univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan
nilai mean atau rata-rata, median dan standar deviasi. Pada umumnya
dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase
dari tiap variabel.(27)
Variabel independen yaitu aktivitas fisik dan variabel dependen
yaitu ganggren diabetik. Keseluruhan data yang di dapat akan diolah dan
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan rumus :

f
X= ×100 %
N

Rumus 3.3 Distribusi Frekuensi

Keterangan:
X : Hasil presentase
N : Total seluruh responden
F : Nilai yang diperoleh dari setiap kelompok
100% : Bilangan genap

3. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat adalah analisa yang dilakukan untuk menjelaskan
hipotesis hubungan variabel bebas dengan variabel terikat.(27)
Analisis bivariat ini berfungsi dalam mencari hubungan antara
variabel yaitu adalah Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian ganggren
diabetik pada pasien diabetes mellitus di Puskesmas Ciampea Kabupaten
Bogor 2021. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian hipotesis
statistik dengan menggunakan uji chi-square. Rumus statistik Chi-Square
sebagai berikut:(32)

X2 = ∑(0-E)2
E
Rumus 3.4 Chi - Sqruare
Keterangan:
X2: chi- square
0 : nilai observasi pada sel tabel
E : nilai ekspansi yang dihitung dengan rumus
Dengan ketentuan :
1) Jika P value < 0,05 (Ho ditolak, Ha diterima) berarti terdapat
hubungan yang signifikan antara kedua variabel.
2) Jika P value > 0,05 (Ho diterima, Ha ditolak) berarti tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel.

Anda mungkin juga menyukai