Anda di halaman 1dari 6

UJI EFEKTIVITAS ANTIFUNGI SARI DAUN SAMBILOTO (Andrographis

paniculata) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Candida albicans

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH :

AGUS INDRA JAYA

P00341017003

III. A

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

ANALIS KESEHATAN

2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Candida albicans merupakan jamur berbentuk oval atau lonjong terdiri dari
satu sel (Uniseluler) yang berukuran 2-3 x 4-6 μm dari genus Candida (Jawetz et al.,
1996). Jamur ini dapat ditemukan di mulut, tenggorokan, kulit, vagina, jari-jari
tangan, kuku, dan saluran pencernaan. Populasi yang meningkat dilokasi tersebut
menyebabkan jamur menjadi patogen dengan membentuk tunas dan menghasilkan
pseudohifa untuk penetrasi jaringan mengakibatkan infeksi kandidiasis (Brown,2005;
Suyoso, 2007).
Kandidiasis memiliki gejala klinis berbeda-beda berdasarkan lokasi yang
terinfeksi. Pada mulut disebut juga sariawan ditandai dengan bercak-bercak putih
didaerah mulut. Kandidiasis mukosa terjadi akibat dari kondisi kulit yang lembab
ditandai dengan adanya bercak merah pada permukaan kulit. Kandidiasis
vulvovaginitis menyerang di daerah kewanitaan biasanya menimbulkan iritasi, rasa
gatal, dan pengeluaran sekret berlebihan. Terjadinya bengkak kemerahan dan
penebalan kulit disekitar kuku yang akhirnya terjadi pengelupasan kuku merupakan
indikasi dari infeksi kandidiasis kuku. Pada beberapa kasus infeksi yang disebabkan
oleh jamur C. albicans bahkan dapat menyebabkan kanker (Jawetzet al.,1996;
Kusumaningtyas, 2004).
Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi infeksi kandidiasis salah
satunya dengan pemberian obat antifungi. Obat antifungi seperti gentian violet
konsentrasi 1-2% dapat diberikan secara topikal untuk kandidiasis selaput lendir dan
kulit. Obat lain seperti nistatin, trikomisin, mikonazol, dan ketokonazol bekerja
dengan merusak membran sel jamur dan menghambat sintesis protein dan RNA
(Soedarmo et al., 2008). Penggunaan obat-obat berbahan kimia dapat memberikan
efek terapi penyembuhan yang cepat, namun dirasa kurang efektif karena harganya
mahal terutama untuk obat-obatan import, penggunaan dalam dosis tinggi dapat
menghambat sintesis human adrenal dan testikular steroid menimbulkan impoten.
Selain itu,untuk penggunaan jangka panjang dapat mengakibatkan iritasi lambung,
kerusakan organ tubuh seperti hati dan ginjal (Lubis, 2008).Memperhatikan efek
samping yang ditimbulkan dari pengunaan obat kimia maka banyak masyarakat desa
masih memanfaatkan tumbuhan obat sebagai obat tradisional yang diwariskan secara
turun-temurun. Tumbuhan obat digunakan oleh masyarakat terutama untuk
pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, dan peningkatan
kesehatan. Pemanfaatan tumbuhan obat sebagai alternatif pengobatan karena
harganya yang relatif murah, bahan bakunya yang mudah didapatkan, dan tidak
memberikan efek samping yang membahayakan bila dikonsumsi sesuai dengan
dosisnya (Prananingrum, 2007; Warditiani et al., 2012).
Sambiloto (Andrographis paniculata) merupakan salah satu tumbuhan yang
digunakan dalam pengobatan tradisional dan telah banyak dibudidayakan di
Indonesia. Tumbuhan ini termasuk dalam family Acanthaceae yang tumbuh didaratan
rendah hingga ketinggian ± 1600 dpl. Secara kimia komponen penyusun tumbuhan
sambiloto adalah andrographolide, selain itu juga mengandung flavonoid dan lakton.
Kandungan flavonoid banyak ditemukan pada bagian batang dan akarnya
(Widyawati, 2007). Sedangkan daun sambiloto mengandung saponin, alkaloid, tanin,
dan kandungan kimia lainnya adalah lakton, paniculin, dan kalmegin (Dalimunthe,
2009). Senyawa-senyawa tersebut berperan sebagai antijamur yang bekerja dengan
merusak peptidoglikan (protein) pada dinding sel melalui denaturasi protein, selain
itu juga merusak membran sel dan menginaktikan enzim jamur (Naiborhu, 2002).
Secara farmakologi sambiloto mempunyai efek sebagai anti inflamasi, anti piretik,
anti oksidan, anti mikroba, anti bakteri, anti jamur, anti paratistik, dan anti diabet
(Kumar et al., 2012). Hal ini diperkuat oleh penelitian yang telah dilakukan Nozelia
Ekya Salma Dimar (2017) bahwa infusa batang & daun sambiloto 100% memiliki
efek fungisidal terhadap C.albicans.
Berdasarkan latar belakang tersebut dengan diketahui kandungan flavonoid,
saponin, alkaloid, dan tanin dalam tumbuhan sambiloto yang berfungsi sebagai anti
jamur, peneliti tertarik untuk meneliti efektivitas antifungi sari daun sambiloto
terhadap pertumbuhan C. albicans penyebab kandidiasis.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu
“Bagaimanakah efektivitas antifungi sari daun Sambiloto (Andrographis paniculata)
Terhadap Pertumbuhan jamur C. albicans ?”
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektivitas pemberian sari daun sambiloto berbagai
konsentrasi terhadap pertumbuhan Candida albicans.
2.Tujuan Khusus.
a. Untuk mengetahui daya hambat sari daun sambiloto pada konsentrasi 3,1%.
b. Untuk mengetahui daya hambat sari daun sambiloto pada konsentrasi 12,5%.
c. Untuk mengetahui daya hambat sari daun sambiloto pada konsentrasi 25%.
d. Untuk mengetahui daya hambat sari daun sambiloto pada konsentrasi 50%.
e. Untuk mengetahui daya hambat sari daun sambiloto pada konsentrasi 100%.
1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi ilmu pengetahuan

Hasil dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya.

2. Bagi masyarakat

Sebagai informasi kepada masyarakat tentang manfaat sari daun sambiloto.


DAFTAR PUSTAKA

Brown, G.R. 2005. Dermatologi. Edisi 8. Erlangga. Jakarta

Dalimunthe, Aminah. 2009. Interaksi Sambiloto (Andrographis paniculata).


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3618/10E00504.pdf Diakses
tanggal 21 Oktober 2019

Jawetz, E., J. Melnick., dan E. Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi


20. EGC. Jakarta

Kumar, A., J. Dora., A. Sigh., dan R. Tripathi. 2012. A Review on King of Bitter
(Kalmegh). International Jurnal Of Research In Pharmacy And
Chemistry. 2.(1).116-124

Kusumaningtyas, Eni. 2004. Mekanisme Infeksi Candida albicans pada


Permukaan Sel. http://kalteng.litbang.pertanian.go.id/ind/pdf/all-
pdf/peternakan/fullteks/lokakarya/lkzo05-48.pdf Diakses tanggal 10
Oktober 2019

Lubis, R. D. 2008. Pengobatan Dermatomikosis.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3399/1/08E00891.pdfDiaskses
tanggal 3 Febuari 2017

Naiborhu, P.E. 2002. Ekstraksi Dan Manfaat Ekstrak Mangrove (Sonneratia Alba
Dan Sonneratia Caseolaris) Sebagai Bahan Alami Antibacterial Pada
Patogen Udang Windu, Vibrio Harvey.Tesis. Sekolah pascasarjana. ITB,
Bogor

Prananingrum. 2007. Entobotani Tumbuhan Obat Tradisional Di Kabupaten


Malang Bagian Timur. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas sains dan
teknologi UIN Malang. Malang
Soedarmo, S.S.P., H. Gama., S.R.S Hadinegoro., H.I Satari. 2008. Buku Ajar
Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi 2. IDAI.Jakarta

Suyoso. 2007. Kandidiasis Mukosa. http://s3.amazonaws.com/academia.edu.docume


nts/34844994/Kandidiasis_Mukosa_2013.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQ
JRTWSMTNPEA&Expires=1478785376&Signature=mThWEMD4J6aI1sIam5
sG5sFu4Dg%3D&response-content-disposition=inline%3B%20filename%3D
KANDIDIASIS_MUKOSA.pdf Diakses tanggal 21 Oktober 2019

Warditiani, N.K., Larasanty., L.P.F., Widjaja., I.NK., Juniari N.P.M., Nugroho.,


A.E., Pramono, S. 2012. Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak
Terpurifikasi Herba Sambiloto.Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada

Widyawati, Tri. 2007. Aspek Farmakologi Sambiloto (Andrographis paniculata


Ness). Majalah Kedokteran Nusantara. 40 (3)

Anda mungkin juga menyukai