Anda di halaman 1dari 3

LI 1.

Anatomi makroskopis pernapasan bagian atas Bagian atas sistem respirasi adalah hidung, cavum nasi, concha, choana, pharynx, dan larynx. Anatomis mikroskopis bagian atas LI2. Fisiologi pernapasan Ditinjau dari fisiologi, pernapasan terdiri atas pernapasan seluler dan eksternal. Pernapasan seluler yakni pernapasan di tingkat seluler yang terjadi di mitokondria. Sementara pernapasan eksternal adalah pernapasan yang dilakukan oleh sistem respirasi untuk menukarkan udara di dalam tubuh dengan udara di atmosfer. Pada pernapasan eksternal, dikenal 2 gerakan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi merupakan proses aktif menggunakan kontraksi otot yang akan meningkatkan volume intratoraks. Tekanan intrapleura (tekanan di ruang antara paru dan dinding dada) di bagian basal paru akan lebih rendah dari normal pada awal inspirasi. Hal ini mengakibatkan jaringan paru meregang, tekanan di saluran pernapasan berkurang dan udara pun mengalir masuk ke dalam paru. Kemampuan recoil jaringan paru menyebabkan tertariknya jaringan paru ke dalam dinding dada. LI 3. Rhinitis alergi Definisi.
Rhinitis adalah inflamasi dari membrana nasalis dan ditandai dengan gejala yang kompleks yang terdiri dari kombinasi kongesi hidung, bersin, gatal pada hidung, dan rhinorrhea. (medline) Rinitis alergi adalah reaksi inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut. Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE (Irawati et.al, 2007). Epidemiologi Di USA, sekitar 40 miliar orang di Amerika, prevalensi sekitar 20% dari total populasi. Di tingkat internasional, pada pria 15% dan pada wanita 14%. Klasifikasi Berdasarkan sifat berlangsungnya (Irawati et.al, 2007): 1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis).

2. Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala intermiten atau terus menerus, tanpa variasi musim. Penyebab tersering adalah allergen inhalan. Berdasarkan klasifikasi rekomendasi WHO ARIA tahun 2001, berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi (Irawati et.al, 2007): 1. Intermiten (kadang-kadang), kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

2.

Persisten/menetap, bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu

Rhinitis alergi dibagi menjadi 3 (Irawati et.al, 2007).: 1. Ringan. Tidak ada gangguan tidur, aktivitas, bersantai, olahraga, bekerja, dan hal-hal lain mengganggu. 2. Sedang-berat. Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas. Etiologi

Patofisiologi Pada individu yang susceptibel, pemaparan terhadap protein asing dapat menyebabkan sensitisasi alergi, yang menghasilkan IgE spesifik terhadap protein asing tersebut. Ketika terjadi pemaparan kembali terhadap alergen yang sama, maka IgE spesifik tadi akan mengaktifkan sel mast yang akan menghasilkan mediator inflamasi (reaksi hipersensitivitas tipe I) seperti histamin, triptase, kimase, kinin, dan heparin. Sel mast akan mensintesis mediator lain seperti leukotrien dan prostaglandin D2. Mediator ini akan berujung pada gejala rhinorrhea (kongesi hidung, bersin, gatal, rubor, tumor, tekanan pada telinga). Kelenjar mukosa akan meningkatkan sekresinya. Permeabilitas vaskular meningkat, terjadi eksudasi plasma. Vasodilatasi mengakibatkan kongesi dan tekanan. Saraf sensorik terstimulasi untuk bersin dan terasa gatal pada hidung. Semua hal tersebut terjadi dalam hitungan menit. Setelah 4-8 jam, mediator - mediator ini akan memanggil sel inflamasi lain seperti sel neutrofil, limfosit, dan makrofag ke mukosa. Pada tahap ini, inflamasi berlanjut. Respons lanjutan mirip dengan respon awal, namun lebih sedikit bersin dan gatal pada hidung dan lebih banyak kongesi, juga lendir. Systemic effects, including fatigue, sleepiness, and malaise, can occur from the inflammatory response. These symptoms often contribute to impaired quality of life. Manifestasi Klinis Secara khas dimulai pada usia yang sangat muda dengan gejala kongesti atau sumbatan hidung, bersin, mata berair dan gatal, dan postnasal drip. Keluhan yang lazim menyertai polip hidung adalah hidung tersumbat dan rinore. Gejala dan tanda terjadinya sinusitis tergantung pada sinus yang terlibat. Secara khas dapat berupa nyeri kepala, nyeri tekan, atau nyeri pada daerah sinus yang terkena, sumbatan hidung, secret hidung, dan sakit tenggorokan. Oleh beberapa ahli dikatakan bahwa sebagian sinusitis aktif dapat memperhebat asma bronchial (Blumenthal, 1997).

Patofisiologi Rinitis Alergi Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM 1). Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya. Pada fase ini, selain faktor spesifik (allergen), iritasi oleh faktor nonspesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca, dan kelembapan udara yang tinggi (Irawati et.al, 2007).
Penetapan diagnosis Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Penunjang

Differential diagnosis

Penatalaksanaan Farmakoterapi

Pencegahan

Anatomi pernapasan menurut Islam

Anda mungkin juga menyukai