Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2021/2022
Dermatoimunologi dan Gangguan Keratinisasi
Sistem Imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi
dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan
parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul
lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja
dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah,
kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk
virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan
juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah
dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Konsep dasar respons imun adalah reaksi terhadap sesuatu yang asing bagi tubuh.
Apabila terjadi aktivasi oleh benda asing akan terjadi spektrum peristiwa selular maupun
humeral, yang terdiri atas respons imun nonspesifik (alami/innate) dan spesifik
(didapat/adaptive). Kedua komponen tersebut mempunyai reseptor pengenalan dan kecepatan
reaksi yang berbeda. Sebagai contoh sel pada respons imun alami, termasuk makrofag dan sel
dendrit memakai reseptor pattern recognition, dan memicu respons yang cepat meski tidak
bertahan lama. Sedangkan respons imun didapat yang terdiri atas limfosit T dan B mempunyai
reseptor spesifik terhadap antigen tertentu dan umumnya respons yang terbentuk lebih lambat
namun dapat bertahan lebih lama.
Respons jenis ini digunakan oleh tubuh untuk secara cepat melindungi diri. Tennasuk
di dalamnya ialah sawar fisik misalnya kulit dan mukosa, berbagai faktor terlarut seperti
komplemen, peptide antimikroba, berbagai kemokin dan sitokin serta sel, antara lain
monosit/makrofag, dendritik, sel natural killer, dan lekosit polimorfonuklear. Reaksi yang
terjadi pada respons imun alami berupa fagositosis dan reaksi peradangan. Fagositosis
merupakan peristiwa multifase terdiri atas beberapa langkah, yaitu pengenalan benda yang
akan difagosit, pergerakan ke arah targetnya (disebut kemotaksis), melekat, memfagosit, dan
memusnahkan di dalam sel (intraselular) melalui mekanisme antimikrobial. Rangsangan
fagosit dapat merupakan peristiwa tersendiri atau bagian reaksi peradangan. Pada manusia
fagositosis terutama diperankan oleh sel mononuklear, neutrophil dan eosinofil (lihat respons
imun alami-proses fagositosis). Peradangan merupakan spektrum peristiwa selular maupun
sistemik yang terjadi di dalam tubuh untuk mempertahankan atau memperbaiki keseimbangan
homeostasis akibat perubahan keadaan lingkungan. Akan terjadi berbagai gejala antara lain
demam sebagai akibat peningkatan aktivitas metabolisme. Peningkatan laju endap darah
merupakan gambaran fase akut akibat peningkatan kadar fibrinogen dalam darah, aktivasi
faktor Hageman, dan peningkatan aktivitas fibrinolitik. Sebagai akibat peradangan dapat pula
terjadi kerusakan jaringan (FKUI, 2016)
Pemicu reaksi ini dikenal sebagai antigen yang dapat berupa bahan infeksius dan dapat
pula berupa protein atau molekul lain. Antigen akan berkontak dengan sel tertentu, memicu
serangkaian kejadian yang mengakibatkan destruksi, degradasi, atau eliminasi. Kejadian
tersebut merupakan respons imun spesifik (FKUI, 2016)
1. segmen aferen, meliputi kejadian antara antigen berkontak dengan sel hingga timbul
respons terhadap antigen tersebut (FKUI, 2016)
2. segmen eferen, meliputi kejadian antara timbulnya respons sampai terjadinya eliminasi
antigen tersebut, yang secara klinis akan terlihat sebagai proses peradangan (FKUI,
2016)
Meskipun demikian kedua segmen di atas tidak selalu berkaitan dan proses peradangan
tidak selalu harus melalui picuan antigen. lritasi kimiawi adalah trauma yang dapat memicu
terjadinya proses peradangan tanpa keikutsertaan segmen aferen. Rangsangan segmen aferen
tidak selalu diikuti oleh rangsangan segmen eferen (FKUI, 2016).
Sistem imun dibagi dalam 2 komponen, yaitu:
1. respons imun humeral, meliputi globulin gama tertentu dan disebut sebagai
imunoglobulin, sebagian merupakan antibody spesifik yang diproduksi oleh limfosit B
dan menyebabkan hipersensitivitas tipe cepat (FKUI, 2016).
2. respons imun selular, akan diperankan oleh limfosit T serta produknya yang disebut
sebagai limfokin dan menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (FKUI, 2016).
Sistem imun akan terangsang apabila limfosit tertentu menangkap antigen. Antigen
ialah substansi yang mampu merangsang respons imun, biasanya berbentuk protein atau
karbohidrat, meskipun dapat juga berbentuk lemak dan menyebabkan hipersensitivitas tipe
cepat. Beberapa substansi non-imunologik yang disebut sebagai hapten dan mampu bersifat
sebagai antigen apabila bergabung dengan substansi lain yaitu karier. Terdapat dua tipe limfosit
yang berperan pada sistem imun, limfosit T dan limfosit B; keduanya berasal dari sel induk
yang diduga berada dalam hati fetus atau sumsum tulang (FKUI, 2016).
DARIER DISEASE
Epidemiologi
Penyakit Darier jarang terjadi, dengan prevalensi 1 per 100.000. Penyakit ini lebih
sering menyerang pria daripada wanita.
Etiologi
Mutasi pada gen ATP2A2 menyebabkan penyakit Darier. Gen ini mengkode pompa
kalsium di retikulum endoplasma. Kondisi ini memiliki penetrasi yang tinggi tetapi memiliki
ekspresifitas yang bervariasi. Itu berarti bahwa setiap orang yang mewarisi genotipe akan
memiliki beberapa manifestasi penyakit, tetapi tingkat keparahan dan ciri-cirinya tidak akan
sama pada semua orang yang terkena. Karena itu, pasien dengan penyakit ini tidak selalu dapat
mengingat riwayat keluarga. Dengan demikian, penting untuk tidak mengecualikan penyakit
Darier hanya berdasarkan riwayat penyakit keluarga yang negatif. Sinar matahari, panas,
infeksi, dan gesekan dapat memperparah kondisi ini.
Diagnosis
Manifestasi kulit penyakit Darier terdiri dari papul dan plak hiperkeratotik. Lesi ini
berkembang di daerah seboroik dan intertriginosa. Kondisi ini biasanya dimulai pada batang
tubuh bagian atas atau leher. Plak dapat muncul papillomatous atau verrucoid dan dapat
bermanifestasi fisura yang menyakitkan. Biasanya lesi ini berkembang menjadi infeksi
sekunder. Luka di daerah intertriginosa bisa menjadi berbau busuk, yang bisa sangat
menyusahkan pasien. Paparan sinar matahari, gesekan, panas, dan keringat dapat
memperburuk penyakit.
Temuan kuku termasuk garis merah dan putih yang berorientasi longitudinal di atas
kuku. Pasien juga dapat memiliki lekukan berbentuk V di ujung distal lempeng kuku
bersamaan dengan kerapuhan kuku. Pada 50% pasien dengan penyakit Darier, mukosa mulut
terlibat. Lesi mulut terdiri dari papula keras berwarna putih atau merah. Papula dapat
membentuk kerak atau ulserasi tetapi biasanya tanpa gejala. Abnormalitas neurologis seperti
epilepsi dan kecacatan intelektual telah dijelaskan terkait dengan penyakit Darier. Pasien
dengan penyakit Darier menunjukkan tingkat depresi dan gangguan mood yang lebih tinggi.
Patofisiologi
Mutasi pada gen ATP2A2 menyebabkan penyakit Darier. Gen ini mengkodekan pompa
kalsium di retikulum endoplasma yang disebut SERCA2. Pompa ini mengangkut kalsium dari
sitosol ke bagian dalam retikulum endoplasma, mempertahankan konsentrasi kalsium yang
tinggi di retikulum endoplasma. Tingkat kalsium yang tinggi dalam retikulum endoplasma
diperlukan untuk memproses protein penghubung seperti desmoplakin dan desmoglein.
Gangguan fungsi SERCA2 menyebabkan pemrosesan protein junctional yang menyimpang
dan selanjutnya kohesi yang buruk antara keratinosit. Kerusakan ini diyakini menyebabkan
akantolisis, atau hilangnya hubungan antara keratinosit, terlihat pada patologi.
Tatalaksana
Pelembab keratolitik yang mengandung asam laktat atau urea dapat mengobati
hiperkeratosis/skala. Retinoid topikal juga dapat memperbaiki hiperkeratosis. Membersihkan
dengan larutan antiseptik dapat mencegah infeksi. Laporan kasus menggambarkan 5-
fluorouracil topikal sebagai pengobatan yang efektif. Retinoid oral juga merupakan pilihan
pengobatan yang tepat.
Komplikasi
Salah satu komplikasi serius bagi pasien dengan penyakit Darier adalah kerentanan
terhadap infeksi bakteri dan virus kulit yang serius, termasuk human papillomavirus, virus
herpes simplex, dan infeksi poxvirus.
Prognosis
Penyakit ini bertahan seumur hidup dengan cara yang kambuh-kambuhan. Menghindari
pemicu dan menggunakan perawatan yang tepat dapat memungkinkan setidaknya sebagian
pengendalian penyakit.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, Sistem Imun adalah sistem
pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau
serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem imun berdasarkan
responnya terhadap suatu jenis penyakit dapat diklasifikasikan sebagai sistem imun bawaan
(innate immunity system) atau yang sering disebut dengan respon atau sistem nonspesifik dan
sistem imun adaptif (adaptive immunity system) atau yang disebut respon atau sistem spesifik.
Posisi
Epinefrin
Epinefrin harus diberikan sedini mungkin sebelum memberikan terapi lain. Epinefrin
diberikan secara intramuskular pada posisi otot vastus lateralis paha. Satu ampul epinefrin
berisi 1 mg per 1 mL dalam konsentrasi 1:1000. Dosis epinefrin adalah 0,15 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 25-30 kg dan 0,3 mg untuk anak lebih dari 30 kg dan dewasa.
Apabila tidak ada perubahan dalam 5 menit, maka ulangi injeksi epinefrin intramuskular dan
berikan cairan intravena. Epinefrin dapat diberikan hingga gejala membaik.
Epinefrin Autoinjector
▪ 0,3 mg atau 0,5 mg untuk anak dengan berat di atas 50 kg dan pasien dewasa.
Apabila dibutuhkan dosis kedua, sebaiknya epinefrin diberikan dengan injeksi untuk
mengantisipasi kegagalan autoinjector. Tingkatkan dosis menjadi 0,5 mg pada remaja dan
dewasa.
Pemberian Epinefrin Infus Kontinu
Zat pencetus atau yang diduga mencetuskan reaksi anafilaksis harus disingkirkan
segera untuk mencegah perburukan progresif dari gejala pasien. Pasien diberikan oksigen
aliran tinggi 10 liter per menit dengan non rebreathing mask.
Cairan
Pada pasien dengan gangguan sirkulasi berat, diberikan cairan kristaloid intravena.
Pada anak dengan berat badan <25-30 kg diberikan cairan 10 ml/kg maksimal 500 ml per
pemberian dan bisa diulang ketika dibutuhkan. Untuk dewasa dan anak >30 kg diberikan 500
ml bolus, dan bisa diulang ketika dibutuhkan. Cairan yang dapat digunakan antara lain ringer
laktat dan cairan salin normal.
Cairan juga dapat diberikan pada anafilaksis berat dengan gangguan pernapasan yang
membutuhkan pemberian epinefrin dosis kedua. Cairan albumin dan hipertonik tidak
diindikasikan untuk anafilaksis.
Antihistamin
Antihistamin berguna untuk gejala kutaneus, dan sejauh ini efek untuk gejala selain
kutaneus belum terkonfirmasi. Umumnya antihistamin yang diberikan
adalah diphenhiydramine 25-50 mg intravena atau intramuskular. Antihistamin tidak
mencegah gejala anafilaksis, dan membutuhkan waktu 1-3 jam untuk bekerja.
Kortikosteroid
Kortikosteroid sering digunakan karena diduga mencegah gejala berulang dan reaksi
fase lambat, namun hingga saat ini efektivitas kortikosteroid belum jelas. Kortikosteroid
diduga bermanfaat untuk gejala pernapasan. Methylprednisolone 80-125 mg intravena
atau hidrokortison 250-500 mg intravena bisa diberikan dalam fase akut dan kemudian
diberikan prednison oral 1 mg/kg/hari dalam dosis terbagi selama 3-5 hari.
Obat Inhalasi
Inhalasi beta agonis dan epinefrin diberikan pada obstruksi bronkus, serta edema laring
atau faring. Pasien dengan riwayat asthma atau penyakit pernapasan lain berisiko lebih tinggi
mengalami bronkospasme. Pemberian inhalasi dilakukan dengan nebulizer bersama dengan
oksigen. Inhalasi epinefrin tidak menggantikan injeksi dan hanya sebagai terapi tambahan.
Pemantauan Pasien
Kondisi anafilaksis berisiko mengalami gejala yang memanjang dan reaksi bifasik
(terjadi serangan anafilaksis berulang). Umumnya pasien diobservasi selama 4 jam setelah
memberikan dosis epinefrin terakhir. Pasien dengan gangguan pernapasan harus dipantau
selama 6-8 jam, dan pasien dengan hipotensi dipantau selama 12-24 jam.
Pada reaksi hipersensitivitas yang dimediasi oleh sel T CD4+, Sitokin yang diproduksi
oleh sel T menginduksi inflamasi yang mungkin kronis dan destruktif. Inflamasi yang
dimediasi oleh prototipe sel T I adalah hipersensitivitas tipe delayed (DTH), reaksi jaringan
akibat antigen memberikan kekebalan tubuh terhadap individu. Dalam reaksi ini, sebuah
antigen diberikan ke dalam kulit pada individu yang dimunisasi sebelumnya menghasilkan
reaksi kutaneus yang terdeteksi dalam waktu 24 sampai 48 jam (dengan demikian istilahnya
delayed, berbeda dengan hipersensitivitas segera).
Mekanisme reaksi ini secara umum sebagai berikut : Limfosit T tersensitasi. Pelepasan
sitokin dan mediator lainnya atau sitotoksik yang diperantarai oleh sel T langsung.
Hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat) atau yang dipengaruhi oleh sel merupakan salah satu
aspek imunitas yang dipengaruhi oleh sel. Antigen akan mengaktifkan makrofag yang khas dan
membuat limfosit T menjadi peka sehingga mengakibatkan terjadinya pengeluaran limfokin.
Reaksi lokal ditandai dengan infiltrasi sel-sel berinti tunggal.
4. Perbedaan blackhead dan white head pada komedo
Jawab:
Blackhead
Blackhead komedo adalah benjolan hitam yang sering muncul di area hidung.
Blackhead komedo terjadi karena folikel rambut terbuka tersumbat dengan minyak. Blackhead
komedo terlihat seperti bintik hitam tetapi tidak menimbulkan rasa sakit, jenis jerawat ini biasa
disebut jerawat ringan karena tidak menyebabkan peradangan yang menghasilkan kemerahan
pada kulit wajah. Jenis jerawat ini merupakan jerawat yang sering muncul pada wajah
berjerawat orang Indonesia
Whitehead
Whitehead komedo adalah jenis jerawat yang terjadi karena pori-pori tersumbat oleh
minyak dan sel kulit mati. Penyumbatan sel minyak dan kulit mati mampu menutupi seluruh
permukaan atas pori-pori karena itulah jenis jerawat yang sulit diobati. whitehead komedo
terlihat seperti benjolan putih tetapi kecil. whitehead komedo sering terjadi pada wanita dari
segala usia saat pubertas, menstruasi, kehamilan dan menopause
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. dkk. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Newman AJ, Mullens D, Manway M, Barr J. Red, white and blues: Darier disease and mood
disorder. BMJ Case Rep. 2018 Aug 27