Anda di halaman 1dari 7

TUGAS ESSAY

“DECOMPRESSION SICKNESS”

Oleh :

NAMA : Putu Agi Abhimana Manutaa


NIM : 020.06.0068
KELAS :B
BLOK : Kardiovaskular II
DOSEN : dr. Dasti Anditiarina, Sp.KP

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2021/2022
Decompression Sickness

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keindahan alamnya. Setiap provinsi yang
ada di Indonesia memiliki keunikannya masing-masing, salah satunya provinsi NTB Lombok.
Lombok terkenal akan pantainya yang sangat indah, pasir seperti kristal, dan air pantainya yang
jernih dan berwarna biru yang memanjakan mata. Pantai di Lombok memikat wisatawan untuk
berlibur dan melakukan kegiatan seperti diving/penyelaman. Setiap kegiatan/aktivitas pasti
terdapat penyakit-penyakit yang dapat diderita, salah satu penyakit yang erat kaitannya dengan
peselam adalah Decompression Sickness (DCS) atau penyakit dekompresi. Decompression
Sickness ini dapat terjadi saat menyelam, jadi terjadi suatu peningkatan udara yang kita hirup
menjadi lebih banyak dari biasanya.

Definisi

Decompression Sickness merupakan suatu syndrome atau penyakit yang diakibatkan


oleh penurunan tekanan dengan cepat disekitarnya sehingga memicu pelepasan dan
pengembangan gelembung gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan.
Kecelakaan ini sering terjadi lantaran kurang/keterbatasaanya pengetahuan dari sang
penyelam.

Etiologi

Penyakit dekompresi ini dapat disebabkan oleh meningkatnya atau menurunnta volume
gas dalam rongga tubuh yang berisi udara atau terjadinya pelepasan gelembung gas di dalam
darah atau jaringan. Gelembung ini akan menghambat aliran darah dan akan berakibat fatal
jika tidak ditangani dengan cepat. Ada beberapa macam gas yang bersifat lebih mudah larut
dalam lemak, nitrogen misalnya, nitrogen bisa 5 kali lebih larut dalam lemak daripada dalam
air. Rata-rata 40-50% cedera akibat dekompresi serius mengenai susunan saraf pusat. Mungkin
wanita mempunyai resiko yang lebih besar karena memiliki lebih banyak lemak dalam
tubuhnya. Selain itu, DCS juga dapat terjadi di daerah ketinggian, misalnya orang yang
menyelam di danau suatu gunung.

Manifestasi Klinis

Penyakit dekompresi dikelompokkan berdasarkan sistem organ yang terpengaruh.


Penyakit dekompresi neurologis dianggap lebih berat daripada penyakit dekompresi pada sendi
dan kulit, hal ini berhubungan dengan respon untuk pengobatan rekompresi dan risiko sekuele
jangka panjang. Beberapa gejala penyakit dekompresi yang sangat umum adalah nyeri
musculoskeletal dan sensasi kesemutan di kulit. Gejala lain yang relatif umum adalah kelelahan
dan lemas, persepsi gangguan kognitif, dan sakit kepala. Meskipun beberapa penyakit
dekompresi terjadi selama proses dekompresi, akan tetapi kebanyakan kasus dekompresi
terjadi setelah penyelam muncul ke permukaan. Waktu timbulnya gejala setelah penyelam
muncul di permukaan adalah 42% terjadi dalam waktu 1 jam, 60% terjadi dalam waktu 3 jam,
83% terjadi dalam waktu 8 jam, 98% terjadi dalam waktu 24 jam. Gejala juga dapat timbul
setelah 24 jam.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat kasus kecelakaan akibat penyelaman diperkirakan 3 - 4 kasus setiap


10.000 penyelam, rata-rata setiap tahunnya adalah 1.000 kasus. Sedangkan di regional Asia-
Pacific berkisar antara 500-600 kasus. Di Indonesia, prevalensi terjadinya penyakit dekompresi
belum diketahui secara pasti. Insiden sama besarnya antara penyelam usia muda (18-24 tahun)
dengan penyelam usia dewasa diatas 25 tahun. Selain itu, untuk Insiden perbandingan jenis
kelamin yakni didapatkan dari 1.000 penyelam 1,52% pria dan 1,27% Wanita.

Patofisiologi

Saat seseorang menyelam, terjadinya peningkatan maka udara yang kita hirup lebih
banyak dari yang biasanya. Seperti kita ketahui bahwa udara yang kita hirup saat menyelam
adalah mayoritas oksigen dan nitrogen. Peningkatan oksigen yang dihirup akan berdampak
positif bagi metabolisme tubuh, namun gas nitrogen tidak dibutuhkan tubuh kita. Maka
akibatnya, gas nitrogen akan terakumulasi didalam tubuh penyelam proporsi dengan durasi
penyelaman dan kedalaman penyelaman. Dengan kata lain, semakin lama kita menyelam,
semakin dalam kita menyelam, maka akumulasi nitrogen didalam tubuh penyelam akan
semakin banyak. Pada saat seseorang tersebut naik ke permukaan air dengan terlalu cepat, gas
nitrogen yang terakumulasi tersebut akan keluar dari fase larut dalam bentuk gelembung gas
akibat penurunan tekanan yang terlalu cepat sehingga terbentuklah gelembung pada pembuluh
darah yang pada gilirannya akan menyumbat pembuluh darah.
Faktor Risiko

Terdapat beberapa factor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya DCS antara lain :

• Ktinggian diatas 5.500m (18.000ft)


• Paparan yang lama
• Riwayat paparan hyperbaric
• Kehilangan tekanan cepat
• Peningkatan aktivitas fisik setelah dekompresi
• Usia lebih dari 40 tahun

Faktor-faktor lainnya seperti :

• Kegemukan
• Riwayat dekompresi dalam 18 hari sebelumnya
• Jenis kelamin Wanita
• Haid
• Cidera

Klasifikasi penyakit dekompresi ada dua tipe yaitu : tipe I dan tipe II

Penyakit dekompresi tipe I

Penyakit dekompresi tipe I ditandai dengan adanya satu atau kombinasi gejala-gejala
berikut: nyeri ringan yang berlangsung selama kira-kira 10 menit, gatal atau kulit seperti
tertarik yang menyebabkan sensasi gatal dan terbakar pada kulit, cutis marmorata yaitu ruam
papul/plak pada kulit berwarna biru-merah yang tersebar pada bagian tubuh. Cutis marmorata
ini disebabkan oleh amplifikasi emboli gas dalam kapiler kutaneus. Keterlibatan kelenjar limfe
jarang dan biasanya ditandai dengan edema pitting yang tidak nyeri. Beberapa ahli
menyebutkan bahwa anoreksi dan kelelahan yang berlebihan usai menyelam merupakan
manifestasi penyakit dekompresi tipe I.

Nyeri seperti diikat terjadi pada sebagian besar penderita (70-85%) dengan penyakit
dekompresi tipe I. Nyeri adalah gejala klinis yang paling sering pada penyakit dekompresi tipe
ringan dan biasanya dideskripsikan seperti nyeri tumpul, nyeri terhujam, dan nyeri seperti sakit
gigi dan biasanya terjadi pada persendian, tendon, dan jaringan. Sendi bahu biasanya
merupakan sendi yang paling sering terkena. Kadangkala penyelam menganggap hal ini
sebagai suatu tarikan biasa sebuah otot yang over-exercise.

Penyakit dekompresi tipe II

Penyakit dekompresi tipe II memiliki karakteristik yaitu gejala-gejala pulmoner, syok


hipovolemia, dan keterlibatan sistem saraf. Gejala-gejala klinis biasanya mulai segera tetapi
bisa juga tertunda sampai 36 jam.

• Sistem saraf
Medulla spinalis adalah lokasi tersering pada penyakit dekomrpesi tipe II, yang
gejalanya menyerupai trauma medulla spinalis. Nyeri pada tulang belakang dapat mulai
beberapa menit sampai jam usai menyelam dan dapat berujung pada paresis, paralisis,
parestesia, dan hilangnya kontrol spinchter, dan nyeri pada badan bagian bawah.
• Mata
Ketika penyakit dekompresi mengenai otak, banyak gejala yang dapat terjadi.
Skotomata negatif, nyeri kepala, gangguan penglihatan, pusing, perubahan status
mental dapat terjadi
• Telinga
Jika mengenai labirinti, penyakit dekompresi dapat memberikan gejala mual, muntah,
vertigo, dan nystagmus, serta tinnitus dan ketulian parsial.
• Pulmo
Jika mengenai pulmo, penyakit dekompresi dapat memberikan gejala berupa perasaan
terbakar pada substernal ketika inspirasi, batuk non produktif yang dapat menjadi
paroksismal, dan distres pernapasan yang berat
• Sistem sirkulasi
Dapat terjadi peningkatan hematokrit sesuai dengan kedalaman penyelaman. Hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemia.

Tatalaksana

• Selamatkan pasien dari air & lakukan imobilisasi bila dicurigai terdapat trauma.
• Berikan oksigen 100%, intubasi bila perlu, dan berikan larutan Ringer Laktat secara
intravena.
• Aspilet dapat diberikan jika pasien tidak mengalami perdarahan. Gelembung nitrogen
berinteraksi dengan platelet, dan menyebabkan adhesi dan aktivasi, yang diduga
berkontribusi pada obstruksi vena2 mikro dan menyebabkan iskemia pada penyakit
dekompresi.
• Lakukan resusitasi kardiopulmoner jika perlu, atau needle torakosentesis jika terdapat
pneumotoraks tension.
• Jangan memposisikan pasien pada posisi Trendelenburg, karena dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan rusaknya sawar darah otak.
• Segera transport ke rumah sakit yang memiliki fasilitas hiperbarik.

Prognosis

Prognosis yang baik jika para petugas kesehatan bisa mengenali gejala yang timbul
sejak awal, diagnosis yang tepat, dan pengobatan yang adekuat. Tingkat keberhasilan dari
terapi dan pengobatan lebih dari 75-85% dapat dicapai.

Indonesia merupakan negara maritim yang dimana kegiatan menyelam menjadi salah
satu favorite para wisatawan, terdapat penyakit yang bisa timbul yang disebabkan dari
menyelam ini seperti Decompression Sickness (DCS). Penyakit dekompresi ini merupakan
suatu syndrome atau penyakit yang diakibatkan oleh penurunan tekanan dengan cepat
disekitarnya sehingga memicu pelepasan dan pengembangan gelembung gelembung gas dari
fase larut dalam darah atau jaringan, yang dimana gelembung ini akan menghambat aliran
darah dan akan berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat. DCS dibagi menjadi dua tipe
yaitu tipe I dan tipe II. Penyakit ini sering terjadi lantaran kurang/keterbatasananya
pengetahuan sang penyelam. Dan penyakit ini biasanya terjadi pada penyelam karena ketika
menyelam, tekanan atmosfer akan meningkat sehingga gas nitrogen akan larut dalam darah.
DAFTAR PUSTAKA

A. Arsunan Arsin. Dkk. 2016. Faktor Risiko Kejadian Decompression Sickness Pada
Masyarakat Nelayan Peselam Tradisional Pulau Saponda. Bagian Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Universitas Hassanudin

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta

Halena, Isrumanti. Dkk. 2017. Pengaruh Kedalaman Menyelam, Lama Menyelam,


Anemia Terhadap Kejadian Penyakit Dekompresi Pada Penyelam Tradisional. RSUP Dr.
Kariadi Semarang

Anda mungkin juga menyukai