PENDAHULUAN
Decompression sickness bukan penyakit akibat kerja yang umum. Namun, dapat
terjadi pada penyelam rekreasi scuba, penyelam komersial, dan pekerja lain yang
menggunakan udara terkompresi. 1
Decompression sickness pertama kali dipelajari dan mulai dimengerti pada tahun
1814. Pada waktu tersebut disebutkan bahwa penyakit dekompresi disebutkan karena
adanya produksi gelembung-gelembung nitrogen di dalam sirkulasi dan kejadian ini
berhubungan dengan kedalaman, waktu dan tingkat penyelaman di mana penyelam naik
dari kedalaman. 2
Dekompresi sickness (DCS) merupakan hasil dari gas yang keluar dari solusi
dalam cairan tubuh dan jaringan ketika seorang penyelam naik terlalu cepat. Hal ini
terjadi karena penurunan tekanan menurunkan kelarutan gas dalam cairan. Selain itu,
perluasan gas di paru-paru dapat menyebabkan pecahnya alveolar, yang dikenal sebagai
"Pulmonary Overinflation Syndrome," yang mungkin, dapat menyebabkan emboli gas
arterial (AGE). DCS, AGE, dan semua bentuk klinis lainnya dikelompokkan bersama di
bawah judul "penyakit dekompresi." 2
Di permukaan bumi, tubuh manusia terkena tekanan ambient yang merupakan
hasil dari tekanan parsial gabungan dari semua gas di atmosfer bumi. Pada permukaan
laut, kekuatan tekanan ini digambarkan sebagai 1 atmosfer absolute (ATA). Pada waktu
penyelam turun, akan terjadi paparan terhadap kekuatan tekanan gas yang semakin besar
untuk dapat larut dalam cairan tubuh dan jaringan, seperti yang dijelaskan oleh hukum
gas alam. Pada saat penyelam naik kembali akan melewati kolom udara dan apabila
penyelam naik terlalu cepat dapat terbentuk formasi gelembung-gelembung udara dan
decompression sickness atau ruptur alveolar (Pumonary Overinflation Syndrome) dengan
hasil adanya gelembung udara pada sirkulasi alveolar [Alveolar Gas Embolism AGE)] 2
Gelembung-gelembung udara bisa terbentuk di pembuluh darah, di mana mereka
dapat menyebabkan iskemia dan infark dalam jaringan, di mana mereka dapat memulai
respon inflamasi. Perubahan inflamasi yang terjadi dapat menyebabkan ekstravasasi ke
dalam jaringan, dan mengganggu sirkulasi dan mengakibatkan edema. 2
1
Rekreasi scuba diving adalah jenis yang paling umum dari paparan hiperbarik,
terutama karena perkembangan pesat dari olahraga scuba yang semakin dinikmati
masyarakat dalam dekade terakhir. Terapi Oksigen Hiperbarik (HBO) adalah terapi
definitif untuk penyakit dekompresi, AGE, keracunan CO, infeksi clostridial, luka
kecelakaan, ulkus kaki diabetes, kegagalan skin graft, osteomyelitis refrakter, luka bakar
termal, infeksi nekrosis jaringan lunak , dan osteoradionekrosis. 2
2
BAB 2
PEMBAHASAN
3
penyelam yang sehat yang mengikuti tabel penyelaman yang diterbitkan. Bila dalam air
yang dalam dan dingin, prevalensi kecelakaan dan kematian adalah 10,5 dan 2,9 masing-
masing 100.000 penyelam. Prevalensi kejadian tak diinginkan lebih tinggi di antara
penyelam komersial dan latihan evakuasi kapal selam. 5
4
untuk penanganan DCS, semuanya dianggap sebagai kasus yang serius dan
membutuhkan pertolongan yang bersifat segera meskipun sebenarnya gejala yang timbul
adalah ringan. DCI dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
1. Tipe I Biasanya nyeri pada sendi atau sendi. Bisa sangat menyakitkan atau hanya
bersifat mengganggu. Hal ini jarang terjadi pada penyelam olahraga kecuali
penyelaman sudah lama.
Karakter dari tipe 1 adalah sebagai berikut :
a. Nyeri ringan hingga 10 menit dari waktu timbulnya
b. Nyeri pada sendi atau sendi dengan konsekuensi kehilangan fungsi sendi. Rasa
sakit ini sering digambarkan sebagai rasa yang membosankan, dalam, berdenyut,
jenis sakit seperti sedang sakit gigi, biasanya di daerah sendi atau tendon, tetapi
juga di jaringan. Sendi yang paling sering terkena pada penyelam adalah sendi
bahu setelah melakukan penyelaman dangkal lebih dari 40 meter, sedangkan
sendi kaki dapat meyerang penyelam yang melakukan penyelaman lebih dalam.
Rasa sakit awalnya ringan dan perlahan-lahan menjadi lebih intens. Karena itu,
banyak penyelam merasakan gejala DCI awal adalah kelelahan atau otot seperti
ditarik. Tungkai atas mempunyai resiko untuk terkena 3x lebih besar daripada
tungkai bawah. Rasa nyeri pada tipe 1 dapat menutupi gejala-gejala neurologis
dari tipe 2.
c. Keterlibatan limfatik jarang dan biasanya ditandai dengan edema pitting yang
tidak sakit. Hal ini biasanya dimulai pada bagian dada dan akan cenderung
bergerak ke bawah trunkus pada beberapa hari setelahnya dan selesai di kaki
bawah. Pada tahap apapun jika ibu jari ditekan ke pembengkakan selama 15 -30
detik itu akan meninggalkan bekas. Kasus paling ringan akan melibatkan kulit
atau limfatik.
d. Tikungan-tikungan kulit yang menyebabkan gatal-gatal atau pembakaran sensasi
kulit atau ruam kulit, yang umumnya adalah ruam menyebabkan kulit menjadi
berbeda warna atau menjadi warna keunguan yang tampak di bagian dada atau
bahu. Terkadang, kulit akan tampak seperti kulit jeruk namun ini jarang terjadi.
5
Gambar 1. Skinbends
e. Anorexia dan rasa mual yang berlebih setelah melakukan penyelaman. (11)
2. Tipe II DCI ditandai dengan keterlibatan sistem saraf paru, gejala paru-paru dan
masalah peredaran darah seperti syok hipovolemik. Nyeri dilaporkan dalam hanya
sekitar 30% kasus. Karena kompleksitas anatomi sistem saraf pusat dan perifer,
tanda-tanda dan gejala bervariasi dan beragam. Gejala awal biasanya langsung tetapi
mungkin tertunda selama 36 jam.
Sistem-sistem organ yang terkena pada tipe II DCI, yaitu :
a. Sistem saraf
Sumsum tulang belakang adalah tempat yang paling umum untuk Type II
DCI; Gejalanya serupa dengan trauma sumsum tulang belakang. Gejala seperti
nyeri punggung bawah dapat mulai dalam beberapa menit sampai beberapa jam
setelah menyelam dan dapat berkembang menjadi kelumpuhan, kelumpuhan,
parestesia, kehilangan kontrol sfingter. Gejala yang muncul pertama kali adalah
nyeri di daerah abdomen atas atau trunkus bawah dan hal ini umum terjadi.
Sedangkan bila mengenai sumsum tulang belakang yang posisinya lebih tinggi,
gejala lebih terlihat di bagian leher dan lengan. Bentuk DCI dapat progresif dan
dinamis dan tidak mengikuti pola distribusi saraf perifer yang khas, sehingga
seringkali menghambat proses diagnosis dan hal ini pula yang membedakan DCI
dari cedera saraf traumatis.
6
Gejala umum lainnya termasuk sakit kepala atau gangguan penglihatan,
pusing, visi terowongan, dan perubahan status mental seperti kebingungan dan
disorientasi, kehilangan memori jangka pendek dan beberapa disfungsi kognitif.
b. Telinga
Telinga bagian dalam atau labirin, DCI menyebabkan kombinasi mual,
muntah, vertigo, dan nystagmus di samping tinnitus dan tuli parsial. Gangguan
labirin yang tidak terkait dengan gejala lain dari DCI harus dipandang sebagai
kasus barotrauma.
c. Paru
Gejalanya ditandai dengan (1) pembakaran inspirasi dan ketidaknyamanan
substernal, (2) batuk non-produktif yang dapat menjadi paroksismal, dan (3)
gangguan pernapasan berat. Hal ini terjadi pada sekitar 2% dari semua kasus DCI
dan dapat berakhir dengan kematian. Gejala dapat mulai sampai 12 jam setelah
menyelam dan bertahan selama 12-48 jam.
d. Sistem sirkulasi
Umumnya syok hipovolemik sangat umum dihubungkan dengan gejala
penyakit lainnya. Terjadi pergeseran dari intravascular menuju ruang
ekstravascular. Masalah takikardia (denyut jantung cepat) dan hipotensi postural
(pusing ketika Anda tiba-tiba duduk atau berdiri) diperlakukan oleh rehidrasi oral,
jika pasien sadar atau dengan infus intravena jika tidak sadar. Pengobatan yang
efektif dari DCI membutuhkan koreksi penuh dehidrasi apapun.
Trombus atau bekuan mungkin terbentuk dari aktivasi fase awal pembekuan
darah dan pelepasan zat vasoaktif dari sel-sel yang melapisi pembuluh darah.
Perbatasan darah-gelembung dapat bertindak sebagai permukaan asing
menyebabkan timbulnya efek ini. Muncul rasa nyeri di bahu yang dikarenakan
efek samping dari sirkulasi jantung meniru serangan jantung.
e. Nyeri Abdomen
Ini harus selalu diperlakukan sebagai gejala yang serius dan biasanya karena
kerusakan saraf tulang belakang. Hal ini penting untuk mengawasi output urin. 3
7
3. Pulmonary Barotrauma / Arterial Gas Embolisation
Pulmonary Overpressuration, contohnya pada penyelam yang menahan napas
terlalu lama pada saat naik ke permukaan menyebabkan embolisasi gas besar bila
pecah ke dalam pembuluh darah paru memungkinkan gas alveolar untuk memasuki
sirkulasi sistemik atau arteri. Emboli gas dapat terjadi di koroner, otak, dan lainnya
arteriol sistemik. Gelembung gas ini terus berkembang sebagai penurunan tekanan
yang semakin banyak, sehingga memperparah gejala klinis. Tanda dan gejala
tergantung pada jalannya emboli. Embolisasi arteri koroner dapat menyebabkan
infark miokard atau irama abnormal. Emboli arteri serebral dapat menyebabkan
stroke atau kejang.
Gejala AGE biasanya terjadi dalam waktu 10-20 menit setelah muncul ke
permukaan. Beberapa sistem mungkin terlibat. Gambaran klinis dapat terjadi tiba-tiba
atau secara bertahap, diawali dengan pusing, sakit kepala, dan kecemasan berlebih.
Gejala yang lebih dramatis dari unresponsiveness, shock, dan kejang dapat terjadi
dengan cepat. Gejala neurologis bervariasi, dan kematian dapat terjadi. Central
Nervous System DCI secara klinis serupa dengan AGE; karena pengobatan keduanya
memerlukan recompression.
Membedakan AGE cerbral dari Tipe II neurologis DCI biasanya didasarkan
pada gejala yang munculnya mendadak. Terdapat 2 kondisi yang muncul akibat dari
pulmonary overpressure yaitu nafas pendek dan biasanya mengikuti pendakian
penyelaman yang tidak terkontrol. Napas pendek dapat hilang dengan memperhatikan
posisi duduk dan pemberian oksigen. Emfisema mediastinum dapat didiagnosa
dengan adanya crackles pada ujung leher, Diagnosis dalam kedua kondisi harus
dikonfirmasi oleh dokter hiperbarik atau trauma dan penyelidikan yang tepat
dilakukan. 3
8
merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari
tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru
manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh
bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis.6
Alveoli paru-paru/ kantong udara merupakan kantong kecil dan tipis yang melekat
erat dengan lapisan pembuluh darah halus (kapiler) yang mebawa darah yang bebas
oksigen (deoxgenated) dari jantung. Molekul oksigen dapat disaring melalui dinding
pembuluh darah tersebut untuk masuk ke aliran darah. Sama halnya dengan
karbondioksida yang dilepaskan dari darah ke dalam kantong udara untuk dikeluarkan
melalui pernapasan, menentukan jumlah oksigen yang masuk ke dalam darah dan jumlah
karbondioksida yang dikeluarkan dari darah. 7
Permukaan bagian luar paru-paru ditutup oleh selaput pleura yang licin dan
selaput serupa membatasi permukaan bagian dari dinding dada. Kedua selaput tersebut
terletak dekat sekali dan hanya dipisahkan oleh lapisan cairan yang tipis, karenanya dapat
dipisahkan dan terdapat suatu rongga diantara selaput-selaput tersebut yang disebut ruang
antar rongga selaput dada (intra pleura space). Sewaktu menarik napas (inspirasi) dinding
dada secara aktif tertarik keluar oleh pengerutan dinding dada, dan sekat rongga dada
(diafragma) tertarik ke bawah. Berkurangnya tekanan di dalam menyebabkan udara
mengalir ke paru-paru. Dengan upaya yang maksimal pengurangan dapat mencapai 60-
9
100 mmHg di bawah tekanan atmosfir. Hembusan napas keluar (ekspirasi) disebabkan
mengkerutnya paru-paru dan dinding yang mengikuti pengembangan. Tekanan udara
yang meningkat di dalam dada memaksa gas-gas keluar dari paru-paru. Hal tersebut
terutama terjadi tanpa upaya otot tetapi dapat dibantu oleh hembusan napas yang kuat.7
Respirasi eksternal artinya udara dari atmosfer masuk ke dalam aliran darah untuk
dibawa ke dalam sel jaringan dan karbondioksida yang terkumpul di dalam paru
dikeluarkan dari tubuh. Respirasi internal meliputi aktivitas vital kimia yang memerlukan
kombinasi oksigen dan glikogen, kemudian dilepaskan menjadi energi, air dan
karbondioksida. 8
Volume paru menggambarkan fungsi statik paru. Volume dan kapasitas paru
dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, ukuran dan komposisi badan (Anonim 2008d).
Hasil pengukuran volume/kapasitas paru antara laki-laki dan perempuan pada kondisi
normal dapat dilihat pada Gambar 4. Pengukuran fungsi pernapasan ada banyak dan
bermacam-macam. Namun secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut : Selama
bernapas, kira-kira kira-kira 500 ml udara bergerak ke saluran napas dalam setiap
inspirasi, dan jumlah yang sama bergerak keluar dalam setiap eskpirasi. Hanya kira-kira
350 ml volume tidal/tidal volume (TV) benar-benar mencapai alveoli, sedangkan 150 ml
10
tetap berda di hidung, faring, trachea, dan bronki disebut sebagai volume udara mati
(dead space). Udara total yang diambil selama satu menit disebut volume menit
respirasi/respiratory minute volume (RMV), yang dihitung dengan perkalian udara tidal
dan laju pernapasan normal setiap menit. Volume rata-rata = 500 ml x 12 respirasi setiap
menit = 6.000 ml/menit dalam keadaan istirahat. Apabila bernapas kuat, maka jumlah
udara yang masuk ke dalam saluran napas dapat melebihi 500 ml udara. Kelebihan udara
tersebut disebut volume udara cadangan inspiratori, rata-rata 3.100 ml. Dengan demikian
sistem pernapasan normal dapat menarik 3.100 ml (volume udara cadangan respiratori) +
500 ml (volume udara tidal) = 3.600 ml. Namun dalam kenyataan, lebih banyak lagi
udara yang dapat ditarik bila inspirasi mengikuti eskpirasi kuat. Selanjutnya apabila
seseorang melakukan inspirasi normal dan kemudian melakukan ekspirasi sekuat-
kuatnya, maka akan dapat mendorong keluar 1.200 ml udara, volume udara tersebut
adalah volume udara cadangan eskpiratori. Setelah volume udara cadangan eskpiratori
dihembuskan, sejumlah udara masih tetap berada dalam paru-paru, karena tekanan
intrapleural lebih rendah sehingga udara yang tinggal tersebut dipakai untuk
mempertahankan agar alveoli tetap sedikit menggembung, dan juga sejumlah udara
masih tetap ada pada saluran udara pernapasan. Udara yang masih berada pada saluran
pernapasan tersebut adalah udara residu yang jumlahnya kira-kira 1.200 ml. Kapasitas
paru-paru dapat dihitung dengan menjumlahkan semua volume udara paru. Kapasitas
inspiratori adalah keseluruhan kemampuan inspirasi paru, yaitu jumlah volume udara
tidal dan volume cadangan inspiratori = 500 ml + 3.100 ml = 3.600 ml. Kapasitas residu
fungsional adalah jumlah volume udara residu dan volume udara cadangan ekspiratori =
2.400 ml. Kapasitas vital adalah volume udara cadangan inspiratori = volume udara tidal
+ volume udara cadangan eskpiratori = 4.800 ml. Akhirnya kapasitas total paru
merupakan jumlah semua volume udara yaitu = 6.000 ml 6
11
Gambar 4. Hasil pengukuran volume / kapasitas paru antara laki-laki dan
perempuan pada kondisi normal
12
Respirasi eksternal adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida antara paru dan
kapiler darah paru. Selama inspirasi, udara atmosfer mengandung oksigen memasuki
alveoli. Darah terdeoksigenasi dipompa dari ventrikel kanan melalui arteri pulmonaslis
menuju kapiler pulmonalis yang menyelubungi alveoli. PO2 alveolar 105 mmHg, pO2
darah teroksigenasi yang memasuki kapiler pulmonalis hanya 40 mmHg. Sebagai akibat
perbedaan tekanan tersebut, oksigen berdifunsi dari alveoli ke dalam darah
terdeoksigenasi sampai keseimbangan tercapai, dan pO2 darah terdeoksigenasi sekarang
105 mmHg. Ketika oksigen difusi dari alveoli ke dalam darah terdeoksigenasi,
karbondioksida berdifusi dengan arah berlawanan. Sampai di paru, pCO2 darah
terdeoksigenasi 46 mmHg, sedang di alveoli 40 mmHg. Oleh karena perbedaan pCO2
tersebut karbondioksida berdifusi dari darah terdeoksigenasi ke dalam alveoli sampai
pCO2 turun menjadi 40 mmHg. Dengan demikian pO2 dan pCO2 darah terdeoksigenasi
yang meninggalkan paru sama dengan udara dalam alveolar. Karbondioksida yang
berdifusi ke alveoli dhembuskan keluar dari paru selama ekspirasi. Pertukaran gas antara
karbondioksida dan oksigen dalam paru dan darah pada sistem sistemik dapat dilihat pada
gambar di bawah ini. 10
13
Gambar 5. Pertukaran gas antara karbondioksida dan oksigen dalam paru dan
darah pada sistem sistemik
Gas buang cenderung untuk berdifusi dari daerah dengan tekanan partial tinggi ke
daerah lain dimana tekanan partialnya lebih rendah yaitu dikarenakan selisih tekanan
(Pressure Gradient). Selisih tekanan oksigen dari alveoli ke aliran darah dan sebaliknya
selisih tekanan karbondioksida dari saluran darah ke alveoli menentukan pertukaran gas-
gas tersebut di dalam paru-paru. Keseimbangan terjadi dengan masuknya oksigen ke
aliran darah dari paru-paru. Selisih tekanan yang sama terdapat pada tingkatan jaringan
darah, dimana karbondioksida dilepaskan oleh jaringan masuk ke aliran darah dan
oksigen berdifusi ke dalam jaringan-jaringan. Hal tersebut tejadi pada setiap pernapasan
dan pertukaran peredaran darah. Pertukaran gas terjadi karena difusi, dan ini ditentukan
sampai tingkat tertentu di udara oleh berat jenis gas yang bersangkutan 7
Pengangkutan gas-gas pernapasan antara paru dan jaringan tubuh adalah tugas
darah. Bila oksigen dan karbondioksida masuk darah, terjadi perubahan kimiadan fisika
tertentu yang membantu pengangkutan dan pertukaran gas. Dalam setiap 100 ml darah
teroksigenasi mengandung 20 ml oksigen. Oksigen tidak mudah larut dalamair,
karenanya sangat sedikit oksigen yang diangut dalam keadaan larut dalam plasma darah.
Kenyataannya, 100 ml darah teroksigenasi hanya kira-kira 3% terlarut dalam plasma, 97
% sisanya diangkut dalam gabungan kimia dengan hemoglobin dalam eritrosit.
14
Hemoglobin terdiri dari protein yang disebut globin dan pigmen yang disebut heme.
Oksigen dan hemoglobin bergabung dalam suatu rekasi bolak-balik yang dengan mudah
membentuk oksihemoglobin. 10
Dalam pertukaran ion klor berdifusi ke dalam sel darah merah yang dikenal
sebagai chloride shift. Ion klor yang masuk plasma dari sel darah merah bergabung
dengan ion K untuk membentuk KCl. Ion bikarbonat yang masuk plasma dari sel darah
merah bergabung dengan ion Na, membentuk sodium bikarbonat. Rangkaian reaksi
tersebut bahwa karbondioksida dibawa dari sel jaringan sebagai ion bikarbonat dalam
plasma.8
15
2.6 Respirasi Pada Kondisi Ketinggian Yang Berbeda
Hukum difusi gas ini penting untuk menjelaskan pernapasan, baik pernapasan luar
maupun dalam. Hukum ini mengatakan bahwa gas akan berdifusi dari tempat yang
bertekanan parsialnya tinggi ke tempat yang tekanan parsialnya rendah. Selanjutnya
kecepatan berdifusi ditentukan oleh besarnya selisih tekanan parsial tersebut dan tebalnya
dinding pemisah.
2. Hukum Boyle
Hukum Boyle ini mengatakan bahwa apabila volume suatu gas tersebut berbanding
terbalik dengan tekanannya.
P.V = C
3. Hukum Dalton
Hukum ini penting untuk menghitung tekanan parsial gas delam suatu campuran gas,
misalnya menghitung tekanan parsial oksigen dalam udara pernapasan pada beberapa
ketinggian guna menjelaskan hipoksia. Hukum ini mengatakan bahwa tekanan total suatu
campuran gas sama dengan jumlah tekanan parsial gas-gas penysusn campuran tersebut.
16
Pt = P1 + p2 + .... + Pn
4. Hukum Henry
Hukum ini penting untuk menjelaskan penyakit dekompresi, seperti bends, chokes, dan
sebagainya yang dasarnya adalah penguapan gas yang larut. Hukum ini mengatakan
bahwa jumlah gas yang larut dalam suatu cairan tertentu berbanding lurus dengan
tekanan parsial gas tersebut pada permukaan cair tersebut.
A1 x P2 = A2 x P2
5. Hukum Charles
Hukum ini penting untuk menjelaskan tentang turunnya tekanan oksigen atau
berkurangnya persediaan oksigen bila isi tetap, maka tekanan gas tersebut berbanding
lurus denan suhu absolutnya. Jadi apabila seseorang membawa oksigen dalam botol pada
penerbangan tinggi, suhunya akan lebih rendah, maka tekanan gas tersebut akan menurun
pula atau dengan kata lain persediaan oksigen akan berkurang. Bila isi tetap :
P1 : P2 = T1 : T2
Bernapas merupakan sesuatu hal yang sangat penting pada kehidupan, terutama
bagi seorang penyelam. Pada saat penyelaman tekanan atmosfer di permukaan laut
17
dengan di dalam laut berbeda. Tekanan atmosfer akan menurun pada ketinggian karena
atmosfir diatasnya berkurang, sehingga udara pun berkurang. Demikian sebaliknya
tekanan akan meningkat bila seorang menyelam di bawah permukaan air. Hal tersebut
disebabkan perbedaan berat dari atmosfir dan berat dari air di atas penyelam.
Berdasarkan hukum pascal yang menyatakan bahwa tekanan terdapat di permukaan
cairan akan menyebar ke seluruh arah secara merata dan tidak berkurang pada setiap
tempat di bawah pemukaan laut. Tekanan akan meningkat sebesar 760 mmHg (1
atmosfir) untuk setiap kedalaman 10 m (33 kaki). Satuan-satuan dari jumlah tekanan
adalah atmosfir absolut (ATA), sedangkan ukuran tekanan (Gauge Pressure)
menunjukkan tekanan yang terlihat pada alat pengukur dimana terbaca 0 pada tingkat
permukaan, karena tekanan tersebut selalu 1 atmosfer lebih rendah daripada tekanan
absolut. 7
18
Boyle berlaku terhadap semua gas-gas di dalam ruangan-ruangan tubuh sewaktu
penyelam masuk ke dalam air maupun sewaktu naik ke permukaan.7
Sebagai contoh, apabila seorang penyelam Scuba menghirup napas penuh (6 liter)
pada kedalaman 10 meter (2 ATA), menahan napasnya dan naik ke permukaan (1 ATA),
udara di dalam dadanya akan berlipat ganda volumenya menjadi 12 liter, maka penyelam
tersebut harus menghembuskan 6 liter udara selagi naik untuk menghindari agar paru-
parunya tidak meledak. Sesuai hukum Boyle maka perhitungannya sebagai berikut :
P1 = 2 ATA V2 = 12/1
V1 = 6 liter = 12 liter
P2 = 1 ATA
V2 = ?
Di permukaan laut (1 ATA) dalam tubuh manusia terdapat kira-kira 1 liter larutan
nitrogen. Apabila seorang penyelam turun sampai kedalaman 10 meter (2 ATA) tekanan
parsial dari nitrogen yang dihirupnya menjadi 2 kali lipat dan akhirnya yang terlarut
dalam jaringan juga menjadi 2 kali lipat (2 liter). Waktu sampai terjadinya keseimbangan
tergantung pada daya larut gas di dalam jaringan dan pada kecepatan suplai gas ke dalam
jaringan oleh darah. Hal tersebut sesuai dengan hukum Henry yang menyatakan bahwa
pada suhu tertentu jumlah gas yang terlarut di dalam suatu cairan berbanding lurus
dengan tekanan partial dari gas tersebut di atas cairan. 7
Pada kondisi di atas permukaan laut gas nitrogen terdapat dalam udara pernapasan
sebesar 79%. Nitrogen tidak mempengaruhi fungsi tubuh karena sangat kecil yang larut
dalam plasma darah, sebab rendahnya koefisien kelarutan pada tekanan di atas
permukaan laut. Tetapi bagi seorang penyelam Scuba atau pekerja Caisson (pekerja
pembangun saluran di bawah air) yang berada pada kondisi udara pernapasan di bawah
tekanan tinggi, jumlah nitrogen yang terlarut dalam plasma darah dan cairan interstitial
sangat besar. Hal tersebut mengakibatkan pusing atau mabuk, yang disebut dengan gejala
19
nitrogen narcosis. 10
2.8 Hubungan antara gelembung gas vena dan efek samping dekompresi setelah
penyelaman
20
tidak bisa memberikan nilai diagnotik pada kasus individual. Tidak adanya gelembung
yang terdeteksi adalah prediksi yang baik untuk keselamatan dekompresi. Jadi,
hubungan antara gelembung gas dan resiko DCS dapat ditegakkan dengan beberapa
tingkat akurasi, salah satunya dengan deteksi gelembung yang dapat digunakan sebagai
alat untuk validasi keamanan prosedur dekompresi. 12
Nitrogen membentuk 70 persen dari udara yang kita hirup (di udara di sekitar kita
dan dalam tabung menyelam). Selama menyelam, sejumlah besar nitrogen diambil ke
dalam jaringan tubuh. Hal ini karena penyelam bernapas dengan menggunakan udara
pada tekanan yang lebih tinggi daripada jika mereka berada di permukaan. Kuantitas
nitrogen yang terlarut tergantung pada kedalaman dan durasi penyelaman. Semakin
dalam dan lama penyelaman, semakin banyak nitrogen yang diambil oleh tubuh. Hal ini
tidak akan menimbulkan masalah selama, sebagai penyelam tetap di bawah tekanan.
Ketika penyelam naik ke permukaan, tekanan disekitarnya akan turun dan nitrogen akan
dilepaskan dari tubuh melalui paru-paru ketika penyelam menghembuskan napas. Jika
tingkat pendakian melebihi di mana nitrogen dapat dilepaskan, akan terbentuk gelembung
dalam darah dan jaringan (mirip dengan membuka sebotol minuman soda terlalu cepat).
13
21
merasakan apa-apa sehingga tidak mencari pengobatan. Di ujung lain spektrum, pasien
dapat mengalami cardiopulmonary atau neurologis gejala yang parah yang dapat
mengakibatkan kematian. “Undeserced” DCI dapat dialami oleh penyelam yang sangat
berpegang teguh pada tabel dekompresi. Tidak memperhatikan gejala-gejala DCI dan
pengabaian gejala sangat umum terjadi penyelam-penyelam bahkan pada penyelam
professional. Sebih studi kasus mengatakan bahwa penyelam memiliki keterlambatan
rata-rata 32 jam sebelum meminta bantuan dalam kasus DCI. 5
Cardiopulmonary DCI :
Gejalanya mulai dari batuk dan sakit dada ringan. "Tersedak," adalah bentuk parah dari
DCI, dapat terjadi ketika gelembung vena membanjiri sirkulasi paru-paru. 5
22
Sumsum tulang belakang piamater sangat rentan terhadap pembentukan gelembung asli
karena nitrogen sangat larut dalam myelin dan memiliki suplai darah yang buruk. DCI
sumsum tulang belakang dapat terjadi ketika gelembung menghalangi arteri atau aliran
vena. Semakin rendah sumsum tulang belakang torakal adalah daerah yang paling sering
terkena, diikuti oleh lumbal, kemudian servikal. Perubahan patologis dapat dilihat secara
mikroskopis dan tersebar atau berisi area fokal nekrosis. Pada DCI parah, perubahan akut
termasuk pembuluh darah kosong yang menggembung di daerah meninges, serabut saraf,
piamater dengan perdarahan perivaskuler dan tetesan protein perivaskular
(mengindikasikan adanya edema vasogenik) Bila sudah kronis, akan muncul degenerasi
kolumna posterior, serabut posterior, traktus bilateral Lissauer, dan kolumna anterior. 5
Brain DCI :
AGE Cerebral adalah mekanisme yang paling banyak dijelaskan cedera otak pada
menyelam. AGE biasanya hasil dari barotrauma paru, tetapi juga dapat terjadi ketika
gelembung vena membanjiri filter paru atau memotong shunt kanan ke kiri, sebabkan
oklusi arteri dan yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan distribusi
vertebrobasilar. Volume gas dalam jumlah besar dapat menyebabkan stroke. Timbulnya
gejala AGE otak yang parah biasanya tiba-tiba dan dramatis, yang terjadi pada saat
berada di permukaan. Namun, kasus ringan AGE dapat hadir kemudian, karena rasa sakit
bisa menjadi pemicu, dan gejala neurologis dapat muncul kemudian. Seorang penyelam
yang tidak sadar pada saat sampai di permukaan bisa dianggap sebagai DCI otak sebagai
akibat dari AGE otak. 5
23
Inner Ear DCI :
DCI dapat mempengaruhi telinga bagian dalam, sehingga vertigo; Namun, beberapa
kondisi lain yang terkait dengan penyelaman dapat mengakibatkan vertigo. 5
24
2.10 Diagnosis Decompression Sickness
25
2.1.10.1 Membedakan antara Nyeri Tipe 1 dan Cedera
Perbedaan yang paling sulit adalah antara rasa sakit Tipe I penyakit dekompresi
dan sakit akibat cedera otot atau memar. Jika ada keraguan mengenai penyebab rasa
sakit, anggaplah bahwa penyelam menderita penyakit dekompresi dan diobati sesuai
dengan terapi rekompresi. Seringkali, rasa nyeri menutupi gejala-gejala penting lainnya.
Nyeri tidak boleh diobati dengan pemberian medikamentosa untuk membuat pasien lebih
nyaman. Rasa sakit mungkin satu-satunya cara untuk melokalisasi masalah dan
memonitor kemajuan pengobatan. 14
Banyak gejala tipe II penyakit dekompresi sama dengan emboli gas arterial,
meskipun perjalanan waktu umumnya berbeda. (AGE biasanya terjadi dalam waktu 10
menit dari permukaan.) Karena pengobatan awal dari kedua kondisi ini adalah sama dan
karena kondisi pengobatan selanjutnya didasarkan pada respon pasien terhadap
pengobatan, pengobatan tidak harus ditunda tidak perlu untuk membuat diagnosis . 14
Dalam kasus yang jarang, penyakit dekompresi dapat berkembang di dalam air
ketika penyelam mengalami dekompresi. Gejala dominan biasanya akan nyeri sendi,
tetapi manifestasi yang lebih serius seperti mati rasa, kelemahan, gangguan pendengaran,
dan vertigo juga dapat terjadi. Dekompresi sickness adalah yang paling mungkin untuk
muncul di dekompresi dangkal berhenti sesaat sebelum permukaan. Beberapa kasus telah
terjadi selama pendakian menuju pemberhentian pertama atau segera sesudahnya.
Pengobatan penyakit dekompresi dalam air akan bervariasi tergantung pada jenis
peralatan menyelam digunakan. 14
Sebuah perbedaan yang sangat sulit adalah antara nyeri tungkai akibat DCI dan
keseleo otot atau memar karena keduanya dapat terjadi secara simultan. Sebuah luka
trauma yang terjadi saat menyelam dapat mempengaruhi penyelam untuk DCI karena
26
jaringan yang terluka mungkin mengalami perfusi buruk karena edema atau rusak
pembuluh darah. Gejala barotrauma nonpulmonary adalah umum di antara penyelam dan
mungkin meniru DCI. Differential diagnosis meliputi rupture bundar atau oval-window,
rupture membrane timpani dengan air yang dingin pada telinga tengah dan vertigo
altemobarik. Sejarah dapat membantu, karena rusaknya telinga bagian dalam atau DCI
otak biasanya terjadi setelah meninggalkan air, atau setidaknya pada pendakian.
Barotrauma hampir selalu terjadi pada penurunan kedalaman dan dipresipitasikan dengan
penurunan yang cepat tanpa ekualisasi tekanan atau bisa karena valsava yang terlalu
keras. Vertigo altemobarik dapat terjadi pada penurunan atau pendakian dikarenakan
ketidakseimbangan telinga tengah pada stimulasi vestibular asimetris. Differential
diagnosis untuk sakit kepala pada penyelam adalah DCI, sinus, otologik, atau barotrauma
gigi dan pemerasan masker. Sakit kepala karena tegang, neuralgia, dan disfungsi sendi
temporomandibular (TMJ) merupakan hasil dari peralatan kurang pas. Meski langka,
karbon monoksida dapat mencemari suplai udara penyelam, yang menyebabkan sakit
kepala parah dan gejala sistemik dan SSP lainnya. Penyebab lain dari sakit kepala
penyelam termasuk sakit kepala exertional jinak, sakit kepala karena stimulus rasa
dingin, dan keracunan karena binatang laut berbahaya. 5
DCI didiagnosa secara klinis; tidak ada nilai-nilai laboratorium yang dapat
membantu untuk mengecualikan diagnosis. Namun, pemeriksaan darah lengkap dan
kimia dasar harus dilakukan bersama dengan pemeriksaan klinis untuk menilai status
cairan pasien. Untuk menyingkirkan rhabdomyolysis, pemeriksaan creatine kinase (CK)
harus dilakukan pada penyelam yang menyelam di laut kasar, mengalami kelelahan, atau
hipotermia. Selain itu, peningkatan kadar CK, transaminase, dan tingkat laktat
dehidrogenase telah dibuktikan dalam penyelam dengan DCI secara umum dan secara
khusus AGE. Pemeriksaan toksikologi harus dilakukan, karena penyalahgunaan zat dapat
berkontribusi untuk pengembangan DCI. Penggunaan kokain secara khusus dapat
meningkatkan kemungkinan toksisitas oksigen berupa kejang. 5
27
2.13.1 Perawatan Prehospital
Mengeluarkan pasien dari dalam air dan lakukan imobilisasi bila ada kecurigaan
terhadap trauma. Umumnya, rekompresi dalam air bukanlah suatu pilihan yang aman
karena akan terjadi masalah dengan suplai udara, hipotermia, toksisitas oksigen potensial,
dehidrasi, dan lingkungan yang tidak terkendali membuatnya kurang ideal dan
meningkatkan risiko tenggelam. Namun bila berada di daerah terpencil tanpa adanya
dukungan ruang HBO, ini mungkin satu-satunya pilihan. Terapi dapat diberikan dengan
cara berikan oksigen 100%, intubasi jika perlu, dan pemberian normal saline atau ringer
laktat intravena. Pertolongan pertama dengan menggunakan oksigen terbukti sangat
menguntungkan. Divers Alert Network (DAN) telah mengupayakan untuk menempatkan
oksigen pada lokasi-lokasi penyelaman, khususnya bagi yang membutuhkan waktu
panjang untuk sampai pada tempat adanya ruang HBO dan memastikan pula bahwa orang
terampil dalam menggunakannya. Sebuah studi tentang pertolongan pertama penggunaan
oksigen menemukan bahwa waktu rata-rata penggunaannya setelah di permukaan adalah
4 jam dan 2,2 jam setelah timbulnya gejala DCS. 47% persen dari korban menerima
oksigen. Gejala-gejala hilang sempurna ditemukan pada 14% korban. Bahkan yang lebih
mengejutkan adalah bahwa 51% dari korban menunjukkan perbaikan. Ini adalah dengan
pemberian oksigen sebelum pengobatan HBO. Bahkan setelah pengobatan HBO tunggal,
mereka yang telah menerima oksigen sebelum menyelam HBO beberapa jam
sebelumnya, akan memperoleh hasil yang lebih baik setelah diterapi HBO. 5
28
Jangan menempatkan pasien dalam posisi Trendelenburg. Menempatkan pasien
dalam posisi kepala di bawah dianggap sebagai pengobatan standar cedera menyelam
untuk mencegah embolisasi gas serebral. Praktek ini harus ditinggalkan karena
sebetulnya proses ini akan meningkatkan tekanan intra trakeal dan memperburuk cedera
blood brain barrier. 5
- Berikan oksigen 100% untuk mencuci nitrogen keluar dari paru-paru dan
mengatur peningkatan gradien difusi untuk meningkatkan pelepasan nitrogen dari
tubuh. 5
- Berikan cairan intravena untuk rehidrasi sampai output urin adalah 1-2 ml / jam.
Rehidrasi bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi dan perfusi.5
29
Kortikosteroid : Methylprednisolone ( Berguna dalam mengobati inflamasi dan
reaksi alergi dengan cara menghambat aktivitas PMN dan meningkatkan permeabilitas
kapiler. Mekanisme untuk terapi DCS juga masih belum jelas. 15
2.14 Prevensi
- Bila ingin menyelam lebih dari 1x sehari, buatlah penyelaman pertama yang
terdalam terlebih dahulu
- Bila sudah menyelam selama beberapa hari berturut-turut, ambilah waktu untuk
beristirahat cukup
- Minum banyak cairan sebelum menyelam. Kekurangan cairan karena panas atau
alkohol yang berlebih sangat berbahaya
- Pastikan Anda berada dalam kondisi fisik yang baik dan cukup istirahat.
Lakukan pemeriksaan medis yang teratur.
- Pastikan ada selang waktu minimal 24 jam antara menyelam dan perjalanan
melalui udara atau mendaki gunung. Jika Anda memiliki pengobatan dekompresi,
30
interval dianjurkan sebelum penyelaman berikutnya setidaknya 48 jam. 15
BAB 3
3.1 Sejarah
31
Terapi oxygen hiperbarik adalah bernafas dengan 100% oxygen dengan
peningkatan tekanan atmosfer diatas normal. Terapi ini merupakan terapi sudah lama ada
sejak tahun 1600. Chamber yang pertama digunakan dibuat oleh seorang british clergy
bernama Henshaw. Beliau membuat struktur yang disebut “domicillium” yang digunakan
untuk terapi berbagai macam penyakit. Ide ini diteruskan oleh ahli bedah perancis
Fontaine, yang membangun ruang operasi bertekanan mobile pada tahun 1879. Dr.
Orville Cunningham, seorang professor anaesthesia, menyadari bahwa kondisi pasien
penyakit jantung lebih membaik bila mereka tinggal pada level air laut, dibandingkan
pada daerah dataran tinggi, sehingga ia membuat apa yang dikenal sebagai "Steel Ball
Hospital." Struktur yang didirikan pada tahun 1928 ini, merupakan gedung berlantai 6,
berdiameter 64 feet, dan dapat mencapai tekanan 3 atm. Rumah sakit ini lantas ditutup
pada tahun 1930 karena kurangnya bukti ilmiah yang mengindikasikan jika treatment ini
dapat menyembuhkan penyakit. 16
Pihak militer melanjutkan bekerja dengan oxygen hiperbarik pada tahun. Hasil
kerja dari Paul Bert, yang mendemonstrasikan efek toxic dari oxygen (menyebabkan
grand mal seizure), begitu juga dengan hasil kerja dari J.Lorrain-Smith, yang
mendemonstrasikan pulmonary oxygen toxicity, digunakan oleh navy divers, untuk
menghitung waktu paparan terhadap oxygen pada kedalaman yang berbeda-beda
(tekanan yang berbeda) berdasarkan waktu kejang. 16
Pada tahun 1950, HBO digunakan pertama kali pada operasi jantung dan paru.
Pada tahun 1960, HBO digunakan untuk CO poisoning, dan sejak saat itu terus dipelajari
dan digunakan untuk berbagai keperluan kesehatan.16
3.2 Definisi
Hyper" berarti meningkat dan "baric" mengarah pada tekanan. Hyperbaric oxygen
therapy (HBOT) berarti treatment secara berkala untuk seluruh badan dengan
penggunaan 100% oksigen pada tekanan diatas dari tekanan atmosfer normal. Tekanan
normal atmosfer bumi mencapai 15psi level air laut. Tekanan tersebut didefinisikan
32
sebagai 1 ATA (atmosfer absolute). Udara yang kita hirup mengandung sekitar 20%
oksigen dan 80% nitrogen. Selama melakukan terapi HBO, tekanan tersebut akan
meningkat 2x lipat, menjadi 2 ATA pada 100% oksigen. Terapi ini biasa dilakukan pada
tempat yang dinamakan chamber.16
3.3 Macam
33
radiation tissue injury dengan protokol “wound healing” standard. Protokol
tersebut adalah pasien menghirup oksigen 100% selama 90-120 menit pada
tekanan berkisar dari 2 hingga 2,4 ATA. 16
3.4 Dasar Penggunaan HBO
Pengobatan oksigen hiperbarik secara umum didasarkan pada pemikiran-
pemikiran / alasan-alasan sebagai berikut: (Mahdi, Sasongko, Siswanto, et al, 2013)
1) Pemakaian tekanan akan memperkecil volume gelembung gas dan penggunaan
oksigen hiperbarik juga akan mempercepat resolusi gelembung gas.
2) Daerah-daerah atau tempat-tempat yang iskemik atau hipoksik akan menerima
oksigen secara maksimal.
3) Di daerah yang iskemik, oksigen hiperbarik mendorong / merangsang pembentukan
pembuluh darah kapiler baru.
4) Penekanan pertumbuhan kuman-kuman baik gram positif maupun gram negatif
dengan pemberian OHB.
5) Oksigen hiperbarik mendorong pembentukan fibroblas dan meningkatkan efek
fagositosis (bakterisidal) dari leukosit.
34
5. Infeksi bakteri
6. Keracunan karbonmonoksida
7. Crush injury and reimplanted appendages
8. Keracunan sianida
9. Penyakit dekompresi
10. Gas gangren
11. Cangkokan (graft) kulit
12. Infeksi jaringan lunak oleh kuman aerob dan anaerob
13. Osteoradinekrosis
14. Radionekrosis jaringan lunak
15. Sistitis akibat radiasi
16. Ekstrasi gigi pada rahang yang diobati dengan radiasi
17. Kanidiobolus koronotus
18. Mukomikosis
19. Osteomielitis
20. Ujung amputasi yang tidak sembuh
21. Ulkus diabetik
22. Ulkus stasis refraktori
23. Tromboangitis obliterans
24. Luka tidak sembuh akibat hipoperfusi dan trauma lama
25. Inhalasi asap
26. Luka bakar
27. Ulkus yang terkait dengan vaskulitis.
3.5.2 Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut :
a. Kontraindikasi absolut adalah pneumothorak yang belum dirawat, kecuali bila
sebelum pemberian oksigen hiperbarik dapat dikerjakan tindakan bedah untuk
mengatasi pneumotorak tersebut.
b. Selama beberapa tahun orang beranggapan bahwa keganasan yang belum diobati
atau keganasan metastatik akan menjadi lebih buruk pada pemakaian oksigen
hiperbarik untuk pengobatan dan termasuk kontraindikasi absolut kecuali pada
keadaan-keadaan luar biasa. Namun penelitian-penelitian yang dikerjakan akhir-
akhir ini menunjukkan bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh lebih cepat dalam
suasana oksigen hiperbarik. Penderita keganasan yang diobati dengan oksigen
hiperbarik biasanya secara bersama-sama juga menerima terapi radiasi atau
kemoterapi.
35
c. Kehamilan juga dianggap kontraindikasi karena tekanan parsial oksigen yang
tinggi berhubungan dengan penutupan patent ductus arteriosus, sehingga pada
bayi prematur secara teori dapat terjadi fibroplasia retrolental. Namun penelitian
yang kemudian dikerjakan menunjukkan bahwa komplikasi ini nampaknya tidak
terjadi.16
Kontraindikasi relatif :
Beberapa keadaan yang memerlukan perhatian tetapi bukan merupakan
kontraindikasi absolut pemakaian oksigen hiperbarik adalah sebagai berikut :
a. Infeksi saluran napas bagian atas
Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Dapat ditolong dengan
menggunakan dekongestan dan miringotomi bilateral.
b. Sinusitis kronis
Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Untuk pemakaian
oksigen hiperbarik pada penderita ini dapat diberikan dekongestan dan
miringotomi bilateral.
c. Penyakit kejang
Menyebabkan penderita lebih mudah terserang konvulsi oksigen. Namun
bilamana diperlukan penderita dapat diberi anti konvulsan sebelumnya.
d. Emfisema yang disertai retensi CO2
Ada kemungkinan bahwa penambahan oksigen lebih dari normal akan
menyebabkan penderita secara spontan berhenti bernafas akibat hilangnya
rangsangan hipoksik. Pada penderita-penderita dengan penyakit paru disertai
retensi CO2, terapi oksigen hiperbarik dapat dikerjakan bila penderita diintubasi
dan memakai ventilator.
e. Panas tinggi yang tidak terkontrol
Merupakan predisposisi terjadinya konvulsi oksigen. Kemungkinan ini dapat
diperkecil dengan pemberian aspirin dan selimut hipotermia. Juga sebagai
pencegahan dapat diberikan anti konvulsan.
f. Riwayat pnemotorak spontan.
Penderita yang mengalami pnemothorak spontan dalam RUBT kamar tunggal
akan menimbulkan masalah tetapi di dalam RUBT kamar ganda dapat dilakukan
36
pertolongan-pertolongan yang memadai. Sebab itu bagi penderita yang
mempunyai riwayat pnemothorak spontan, harus dilakukan persiapan-persiapan
untuk dapat mengatasi terjadinya hal tersebut.
g. Riwayat operasi dada
Menyebabkan terjadinya luka dengan air trapping yang timbul saat
dekompresi. Setiap operasi dada harus diteliti kasus demi kasus untuk
menentukan langkah-langkah yang harus diambil. Tetapi jelas proses dekompresi
harus dilakukan sangat lambat.
h. Riwayat operasi telinga
Operasi pada telinga dengan penempatan kawat atau topangan plastik di
dalam telinga setelah stapedoktomi, mungkin suatu kontraindikasi pemakaian
oksigen hiperbarik sebab perubahan tekanan dapat menggangu implan tersebut.
Konsultasi dengan seorang ahli THT perlu dilakukan.
i. Kerusakan paru asimotomatik yang ditemukan pada penerangan atau pemotretan
dengan sinar X
Memerlukan proses dekompresi yang sangat lambat. Menurut pengalaman,
waktu dekompresi antara 5-10 menit tidak menimbulkan masalah.
j. Infeksi virus
Pada percobaan binatang ditemukan bahwa infeksi virus menjadi lebih hebat
bila binatang tersebut diberi oksigen hiperbarik. Dengan alasan ini dianjurkan
agar penderita yang terkena salesma (common cold) menunda pengobatan dengan
oksigen hiperbarik sampai gejala akut menghilang apabila tidak memerlukan
pengobatan segera dengan oksigen hiperbarik.
k. Spherositosis kongenital
Pada keadaan ini butir-butir darah merah sangat fragil dan pemberian oksigen
hiperbarik dapat diikuti dengan hemolisis yang berat. Bila memang pengobatan
oksigen hiperbarik mutlak diperlukan keadaan ini tidak boleh jadi penghalang
sehingga harus dipersiapkan langkah-langkah yang perlu untuk mengatasi
komplikasi yang mungkin timbul.
l. Riwayat neuritis optik.
37
Pada beberapa penderita dengan riwayat neuritis optik, terjadinya kebutaan
dihubungkan dengan terapi oksigen hiperbarik. Namun kasus yang terjadi sangat
sedikit. Tetapi jika ada penderita dengan riwayat neuritis optik diperkirakan
mengalami ganguan penglihatan yang berhubungan dengan retina, bagaimanapun
kecilnya pemberian oksigen hiperbarik harus segera dihentikan dan perlu
konsultasi dengan ahli mata.16
38
Tabel 4. Waktu dan Kedalaman Dekompresi
39
g. Asymptomatic omitted decompression
h. Pengbatan gejala-gejala yang ada diikuti dengan rekompresi dalam air
i. Follow-up trreatment untuk sisa-sisa gejala
j. Keracunan gas monoksida
k. Gas Gangren
40
p. Keracunan gas CO berat, sianida dan inhalasi asap rokok
q. Asymptomatic omitted decompression
r. Symptomatic uncontrolled ascent
s. Timbulnya gejala-gejala pada saat kedalaman kurang dari 60 kaki
DCS Tipe 2 diterapi awal dengan kompresi inisial pada 60 kaki. Bila gejala
membaik pada saat pemberian oksigen pertama maka terapi dilanjutkan dengan
menggunakan Tabel 6. Bila gejalanya parah, tidak berubah atau semakin berat pada 20
menit awal di kedalaman 60 kaki, maka gunakan treatment tabel 6A.14
41
Tabel 7. Treatment Table 6A
Indikasi :
42
43
Tabel 8. Treatment Table 4
44
Tabel 9. Treatment Tabel 7
45
Tabel 10. Treatment Tabel I DCS
46
Tabel 11. Treatment of Symptom Reccurence
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
2. Noltkamper, Daniel. Scuba Diving : Barotrauma and Decompression Sickness. 2012.
Cited on : Feb 16th, 2017. Available from :
http://www.emedicinehealth.com/barotraumadecompression_sickness/article_em.htm
3. Bennett, Mike. Handbook of diving and Hyperbaric Medicine, The Prince of Wales
Hospital Oktober 2004.
4. Kusuma, Ratih. Caisson Disease. 2012. Cited on : Feb16th 2017). Available from :
http://www.scribd.com/doc/92963588/Caisson-Disease
5. Rijadi, R.M. Penyakit Dekompresi. In :Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik.
Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL. P: 89-103.
6. Anonimous. Decompression Sickness and Decompression Illness. 2009. Cited on : Feb
16th 2017). Available from : http://www.thescubasite.com/Learn-To-Scuba-
Dive/decompression-sickness-decompression-illness
7. Bennett, Mike. Handbook of diving and Hyperbaric Medicine, The Prince of Wales
Hospital Oktober 2004.
8. Irga. Barotrauma. January 3 2008. Cited on : Feb16th 2017.Available from :
http://irwanashari.com.
9. Powell, M.R. Mechanism and Detection of Decompression Sickness . 2009. Cited on:
September 5th 2013. Available from : http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/768397.pdf
10. Noltkamper, D.F. Barotrauma/decompression sickness treatment. 2012. (Available from
:
http://www.emedicinehealth.com/barotraumadecompression_sickness/page10_em.htm#P
revention, Cited on : September 5th ,2013)
11. Alfred A. Bove. Decompression Sickness(Caisson Disease; The Bends). The Merk
Manual. 2009.
12. Anonymous. Diagnosis and treatment of decompression sickness and arterial gas
embolism. 2005. Hal 31-32.
13. Huda N. Tesis Pengaruh Hiperbarik Oksigen (HBO) terhadap perfusi perifer luka
gangrene pada penderita DM DI RSAL Dr. Ramelan Surabaya. FK UI. 2010
48
14. Djauw, Lukman. Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB) Di Lembaga Kesehatan Kelautan
Angkatan Laut (Lakesla). Surabaya. 2015.
15. Vann R D, Denoble P J, Howle L E, Weber P W et all. Resolution and Severity in
Decompression Illness. Aviation, Space and Enviromental Medicine. Volume 80, No.5,
Section I. 2009.
16. U.S. Navy Diving Manual. Diagnosis and treatment of Decompression Sickness and
Arterial Gas Embolism. Chapter 20.
49