Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN

“HENTI JANTUNG”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pembimbing:
Ida Rosidawati, M. Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 3/4A

Nadya Paramitha

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kematian jantung mendadak (SCD) adalah kematian akibat kehilangan fungsi jantung.
Korban mungkin atau mungkin tidak memiliki didiagnosa penyakit jantung. Waktu dan cara
kematian yang tak terduga. Hal ini terjadi dalam beberapa menit setelah gejala muncul. Alasan
yang mendasari paling umum untuk pasien mati mendadak dari serangan jantung adalah penyakit
jantung koroner (buildups lemak dalam arteri yang memasok darah ke otot jantung). Sehingga
pembuluh darah sempit, otot jantung bisa berhenti karena kekurangan suplai darah.
Dari 90 % korban dewasa sudden cardiac death (SCD), dua atau lebih dari korban disebabkan
karena arteri koroner utama menyempit oleh lemak. Sedangkan dua-pertiga dari korban ditemukan
bekas luka dari serangan jantung sebelumnya. Ketika kematian mendadak terjadi pada orang
dewasa muda, kelainan jantung lainnya merupakan penyebab yang lebih mungkin. Adrenalin
dilepaskan selama aktivitas fisik atau olahraga yang sering menjadi pemicu munculnya SCD.
Dalam kondisi tertentu, berbagai obat jantung dan obat lainnya, serta penyalahgunaan obat
terlarang dapat menyebabkan irama jantung abnormal yang juga dapat menyebabkan kematian
SDC.
Serangan tiba-tiba jantung (SCA) adalah suatu kondisi dimana jantung tiba-tiba dan tak
terduga berhenti berdetak. Ketika ini terjadi, darah berhenti mengalir ke otak dan organ vital
lainnya. SCA biasanya menyebabkan kematian jika tidak dirawat dalam beberapa menit.
SCA tidak sama dengan serangan jantung . Serangan jantung terjadi ketika darah mengalir ke
bagian dari otot jantung tersumbat. Selama serangan jantung, jantung biasanya tidak tiba-tiba
berhenti berdetak. SCA, bagaimanapun mungkin dapat terjadi setelah atau selama pemulihan dari
serangan jantung.
Penangkapan mendadak Jantung (SCA) adalah penyebab utama kematian di Amerika
Serikat, mengklaim sebuah 325.000 kematian setiap tahun. SCA membunuh 1.000 orang per hari
atau satu orang setiap dua menit. Dan paling sering terjadi pada pasien dengan penyakit jantung,
terutama mereka yang telah gagal jantung kongestif.
Sebanyak 75 persen orang yang meninggal karena tanda-tanda menunjukkan SCA
serangan jantung sebelumnya. Delapan puluh persen memiliki tanda-tanda penyakit arteri
koroner.
SCAs dicatat 10.460 (75,4 persen) dari seluruh 13.873 kematian penyakit jantung pada
orang berusia 35-44 tahun, dan proporsi penangkapan jantung yang terjadi out-of-rumah sakit
meningkat dengan usia, dari 5,8 persen pada orang usia 0-4 tahun 61,0 persen pada orang usia
lebih dari 85 years.
Orang yang memiliki penyakit jantung akan meningkatkan risiko untuk SCA. Namun,
kebanyakan SCA terjadi pada orang yang tampak sehat dan tidak memiliki penyakit jantung atau
faktor risiko lain untuk SCA. Seorang yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit jantung
atau ada anggota keluarga yang pernah meninggal mendadak perlu mewaspadai terjadinya cardiac
arrest. Upaya pencegahan lain adalah dengan menjalankan gaya hidup sehat dan rutin berolahraga.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana konsep dasar dari henti jantung ?


2. Bagaiman penaganan yang tepat dari henti jantung ?
3. Bagaimana asuhan keperawatn pada henti jantung ?

C. Tujuan

1. Untuk menetahui bagaiman konsep dasar dari henti jantung.


2. Untuk mengetahui penanganan cepat dari henti jantung.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada henti jantung.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. KONSEP PENYAKIT
a. Definisi
Henti jantung merupakan kondisi dimana jantung berhenti sehingga tidak dapat
memompakan darah mengakibatkan kerusakan organ karena suplai darah ke seluruh
tubuh terhenti atau tidak tercapai. Kematian yang tidak terduga atau proses kematian
yang terjadi cepat, yaitu dalam waktu 1 jam sejak timbulnya gejala. Artinya, kematian
terjadi akibat timbulnya gangguan irama jantung yang menyebabkan kegagalan
sirkulasi darah.

b. Epidemiologi

Menurut riskesdas 2018, prevalensi penyakit jantung pada penduduk semua umur
menurut provinsi terdapat sebesar 1,5 % di Indonesia, prevalensi tertinggi penyakit
jantung sendiri terdapat di Kaltara sebanyak 2,2 %. Sedangkan prevalensi terendah
terdapat di NTT sebanyak 0,7 %.
c. Tanda dan gejala
Menurut beberapa penelitian (Asma,nur. Rikard, antala 2016) Tanda dan gejala henti
jantung Antara lain :
1. Organ-organ tubuh mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen,
ternasuk otak.
2. Hipoksia serebral atau ketidakadaan oksigen pada otak, menyebabkan kehilangan
kesadaran (collaps)
3. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit,
selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit.
4. Napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas).
5. Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat
terasa pada arteri.
6. Tidak ada denyut jantung.

d. Patofisiologi
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun,
umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti
jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran
oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi
akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan
oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5
menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death).
1. Penyakit jantung koroner
Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya
dikenal sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab
dari cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai
oksigen ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah
materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran
plak, semakin buruk sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi
memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga
dapat terjadi infark. Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan
menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi
langsung dari jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.
2. Stess fisik
Sterss fisik tertentu dapat menyebabakan sistem konduksi jantung gagal berfungsi,
diantaranya :
a) Pendarahan yang banyak akibat luka trauma atau pendarahan dalam.
b) Sengatan listrik
c) Kekurangan oksigen akibat tersendak, penjeratan, tenggelam ataupun
serangan asma yang berat.
d) Kadar magnesium dan kalium yang redah
e) Latihan yang berlebihan, adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang
mengalami gangguan jantung
f) Stress fisik seperti tersendak, penjeratan dapat menyebabkan vegal refleks
3. Kelainan bawaan
Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga.
Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini
mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir
dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur) jantung
dan dapat meningkatkan kemungkinan terkena SCA.
4. Perubahan struktur jantung
Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat
menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat
mengganggu impuls listrik. Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung
akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga
dapat menyebabkan perubahan struktur dari jantung.
5. Obat-obatan
Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain,
digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya
materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari
keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak
adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium
toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.
6. Temponade jantung
Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga
tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan
kematian.
7. Tension pneumothoraks
Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara
akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam
paru. Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini
terjadi, jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava
superior) tertekan, sehingga membatasi aliran balik ke jantung.

e. Penyebab/Faktor resiko
Menurut beberapa penelitian berjudul Prevalensi dan faktor-faktor determinan henti
jantung (Delima, Laurentia, Hadi siswoyo (2009)) dan Faktor-faktor resiko yang
berhubungan dengan henti jantung (Setyorini 2011) Faktor-faktor resiko yang dapat
menimbulkan terjadinya henti jantung dapat berupa :
1. Usia
Insiden henti jantung dapat meningkat seiring dengan betambahnya usia bahkan
dengan pasien yang bebas dari serangan jantung tiba-tiba (SCA: sudden cardiac
arrest).
2. Jenis kelamin
Tampaknya pria mempunyai resiko lebih tinggi terkena serangan jantung tiba-tiba
(SCA) dibandingkan dengan wanita yang lebik beresiko mengalami henti jantung
atau CAD yang mendasari.
3. Merokok
Merokok telah dilibatkan sebagai suatu factor yang meningkatkan insiden SCD (ada
efek aritmogenik langsung dari merokok sigaret atas miokardium ventrikel). Tetapi
menurut pengertian Framingham, peningkatan resiko akibat merokok hanya terlihat
pada pria. Yang menarik, peningkatan resiko ini menurun pada pasien yang berhenti
merokok. Merokok juga meningkatkan insiden CAD yang tampil pada kebanyakan
pasien yang menderita henti jantung.
4. Penyakit jantung yang mendasari seperti : Penyakit arteri koronaria, Hipertrofi
septum yang asimetik (ASH), Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW) dll.
Faktor-faktor lainya :
a) Hipertensi: peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic merupakan
predisposisi SCD.
b) Hiperkolesteremia: tidak ada hubungan jelas antara kadar kolesterol serum dan
SCD yang telah ditemukan.
c) Diabetes mellitus: dalam penelitian Framingham hanya pada wanita ditemukan
peningkatan insiden SCD yang menyertai intoleransi glukosa.
d) Ketidakaktifan fisik: gerak badan mempunyai manfaat tidak jelas dalam
mengurangi insiden SCD.
e) Obesitas: menurut data Framingham, obesitas meninggkatkan resiko SCD pada
pria, bukan wanita.

I. DATA FOKUS
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Klien mengatakan sesak nafas dan 1. Klien tampak dispnea
nafas terasa berat 2. RR 16x per menit
1. Klien mengatakan bahwa ia 3. Nadi cepat 120x per menit
merasakan sakit didaerah dada 4. Klien tampak meriingis
Skala nyeri 7 (0-10) terlebih jika 5. Klien tampak gelisah
disentuh atau ditekan
2. Klien mengatakan bahwa ia tidak bisa
tidur dengan nyaman
3. Klien mengatakan cemas akan keadaan
dirinya
II. ANALISA DATA
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 DS: Dispnea Pola nafas tidak
1. Klien mengatakan sesak efektif
dan terasa berat bila
bernafas
2. Klien merasa kelelahan Suplai oksigen ke
DO: jantung menurun
1. Klien tampak dyspnea RR
16x per menit
2. Klien tampak kelelahan
3. Nadi cepat 120x per menit
2 DS: Nyeri pada pembuluh Nyeri akut
1. Klien mengatakan nyeri darah
pada bagian dada
2. Skala nyeri 7 (0-10)
3. Klien merasa tidak nyaman
karena nyerinya Impuls dihantarkan
DS ke otak
1. Klien tampak meringis
2. Klien tampak gelisah
3. Klien tampak berkeringat

Infark miokard

III. Diagnosa Keperawatan NANDA


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan suplai oksigen ke tubuh menurun
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit
IV. INTERVENSI
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Pola nafas tidak efektif NOC : NIC :
berhubungan dengan suplai 1. Respiratory status : Airway Management
oksigen ke tubuh menurun Ventilation 1. Buka jalan nafas,
2. Respiratory status : guanakan teknik chin
1. Definisi : Airway patency lift atau jaw thrust bila
Pertukaran udara 3. Vital sign Status perlu
inspirasi dan/atau 2. Posisikan pasien untuk
ekspirasi tidak adekuat Kriteria Hasil : memaksimalkan
1. Mendemonstrasikan ventilasi
2. Batasan karakteristik : batuk efektif dan 3. Identifikasi pasien
- Penurunan tekanan suara nafas yang perlunya pemasangan
inspirasi/ekspirasi bersih, tidak ada alat jalan nafas buatan
- Penurunan pertukaran sianosis dan dyspneu 4. Pasang mayo bila perlu
udara per menit (mampu 5. Lakukan fisioterapi
- Menggunakan otot mengeluarkan dada jika perlu
pernafasan tambahan sputum, mampu 6. Keluarkan sekret
- Nasal flaring bernafas dengan dengan batuk atau
- Dyspnea mudah, tidak ada suction
- Orthopnea pursed lips) 7. Auskultasi suara nafas,
- Perubahan 2. Menunjukkan jalan catat adanya suara
penyimpangan dada nafas yang paten tambahan
- Nafas pendek (klien tidak merasa 8. Lakukan suction pada
- Assumption of 3-point tercekik, irama nafas, mayo
position frekuensi pernafasan 9. Berikan bronkodilator
- Pernafasan pursed-lip dalam rentang bila perlu
- Tahap ekspirasi normal, tidak ada 10.Berikan pelembab
berlangsung sangat suara nafas udara Kassa basah NaCl
lama abnormal) Lembab
- Peningkatan diameter 3. Tanda Tanda vital 11. Atur intake untuk
anterior-posterior dalam rentang cairan mengoptimalkan
- Pernafasan rata- normal (tekanan keseimbangan
rata/minimal darah, nadi, 12.Monitor respirasi dan
 Bayi : < 25 atau > 60 pernafasan) status O2
 Usia 1-4 : < 20 atau
> 30 Terapi Oksigen
 Usia 5-14 : < 14 atau 1. Bersihkan mulut, hidung
> 25 dan secret trakea
 Usia > 14 : < 11 atau 2. Pertahankan jalan nafas
> 24 yang paten
 Kedalaman 3. Atur peralatan
pernafasan oksigenasi
 Dewasa volume 4. Monitor aliran oksigen
tidalnya 500 ml saat 5. Pertahankan posisi
istirahat pasien
 Bayi volume 6. Observasi adanya tanda
tidalnya 6-8 ml/Kg tanda hipoventilasi
- Timing rasio 7. Monitor adanya
- Penurunan kapasitas kecemasan pasien
vital terhadap oksigenasi

3. Faktor yang Vital sign Monitoring


berhubungan : 1. Monitor TD, nadi, suhu,
- Hiperventilasi dan RR
- Deformitas tulang 2. Catat adanya fluktuasi
- Kelainan bentuk tekanan darah
dinding dada 3. Monitor VS saat pasien
- Penurunan berbaring, duduk, atau
energi/kelelahan berdiri
- Perusakan/pelemahan 4. Auskultasi TD pada
muskulo-skeletal kedua lengan dan
- Obesitas bandingkan
- Posisi tubuh 5. Monitor TD, nadi, RR,
- Kelelahan otot sebelum, selama, dan
pernafasan setelah aktivitas
- Hipoventilasi sindrom 6. Monitor kualitas dari
- Nyeri nadi
- Kecemasan 7. Monitor frekuensi dan
- Disfungsi irama pernapasan
Neuromuskuler 8. Monitor suara paru
- Kerusakan 9. Monitor pola
persepsi/kognitif pernapasan abnormal
- Perlukaan pada 10. Monitor suhu, warna,
jaringan syaraf tulang dan kelembaban kulit
belakang 11. Monitor sianosis
- Imaturitas Neurologis perifer
12. Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan proses penyakit 1. Pain Level, Pain Management
2. Pain control, 1.Lakukan pengkajian
1. Definisi : 3. Comfort level nyeri secara
Kriteria Hasil : komprehensif termasuk
Sensori yang tidak 1. Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,
menyenangkan dan nyeri (tahu durasi, frekuensi,
pengalaman emosional penyebab nyeri, kualitas dan faktor
yang muncul secara mampu presipitasi
aktual atau potensial menggunakan 2.Observasi reaksi
kerusakan jaringan atau tehnik nonverbal dari
menggambarkan adanya nonfarmakologi ketidaknyamanan
kerusakan (Asosiasi untuk mengurangi 3.Gunakan teknik
Studi Nyeri nyeri, mencari komunikasi terapeutik
Internasional): serangan bantuan) untuk mengetahui
mendadak atau pelan 2. Melaporkan bahwa pengalaman nyeri pasien
intensitasnya dari ringan nyeri berkurang 4.Kaji kultur yang
sampai berat yang dapat dengan mempengaruhi respon
diantisipasi dengan menggunakan nyeri
akhir yang dapat manajemen nyeri 5.Evaluasi pengalaman
diprediksi dan dengan 3. Mampu mengenali nyeri masa lampau
durasi kurang dari 6 nyeri (skala, 6.Evaluasi bersama pasien
bulan. intensitas, frekuensi dan tim kesehatan lain
dan tanda nyeri) tentang ketidakefektifan
2. Batasan karakteristik : 4. Menyatakan rasa kontrol nyeri masa
- Laporan secara verbal nyaman setelah lampau
atau non verbal nyeri berkurang 7.Bantu pasien dan
- Fakta dari observasi 5. Tanda vital dalam keluarga untuk mencari
- Posisi antalgic untuk rentang normal dan menemukan
menghindari nyeri dukungan
- Gerakan melindungi 8.Kontrol lingkungan
- Tingkah laku berhati- yang dapat
hati mempengaruhi nyeri
- Muka topeng seperti suhu ruangan,
- Gangguan tidur (mata pencahayaan dan
sayu, tampak capek, kebisingan
sulit atau gerakan 9.Kurangi faktor
kacau, menyeringai) presipitasi nyeri
- Terfokus pada diri 10. Pilih dan lakukan
sendiri penanganan nyeri
- Fokus menyempit (farmakologi, non
(penurunan persepsi farmakologi dan inter
waktu, kerusakan personal)
proses berpikir, 11. Kaji tipe dan sumber
penurunan interaksi nyeri untuk
dengan orang dan menentukan intervensi
lingkungan) 12. Ajarkan tentang teknik
- Tingkah laku non farmakologi
distraksi, contoh : 13. Berikan analgetik
jalan-jalan, menemui untuk mengurangi
orang lain dan/atau nyeri
aktivitas, aktivitas 14. Evaluasi keefektifan
berulang-ulang) kontrol nyeri
- Respon autonom 15. Tingkatkan istirahat
(seperti diaphoresis, 16. Kolaborasikan dengan
perubahan tekanan dokter jika ada keluhan
darah, perubahan dan tindakan nyeri
nafas, nadi dan tidak berhasil
dilatasi pupil) 17. Monitor penerimaan
- Perubahan autonomic pasien tentang
dalam tonus otot manajemen nyeri
(mungkin dalam
rentang dari lemah ke Analgesic Administration
kaku) 1. Tentukan lokasi,
- Tingkah laku karakteristik,
ekspresif (contoh : kualitas, dan derajat
gelisah, merintih,
menangis, waspada, nyeri sebelum
iritabel, nafas pemberian obat
panjang/berkeluh 2. Cek instruksi dokter
kesah) tentang jenis obat,
- Perubahan dalam dosis, dan frekuensi
nafsu makan dan 3. Cek riwayat alergi
minum 4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
3. Faktor yang kombinasi dari
berhubungan : analgesik ketika
Agen injuri (biologi, pemberian lebih dari
kimia, fisik, psikologis) satu
5. Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek
samping)

V. IMPLEMENTASI
NO Diagnosa Implementasi
1 Pola nafas tidak efektif 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
berhubungan dengan suplai oksigen 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
ke tubuh menurun 3. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
4. Pertahankan jalan nafas yang paten
5. Atur peralatan oksigenasi
6. Monitor aliran oksigen
7. Pertahankan posisi pasien
8. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
9. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi

2 Nyeri akut berhubungan dengan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara


proses penyakit komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

VI. EVALUASI
A. Evaluasi Formatif
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
B. Evaluasi Sumatif
1. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Tanda vital dalam rentang normal
4. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Cardiac arrest atau henti jantung adalah suatu keadaan diaman jantung berhenti sehingga
tidak dapat memompakan darah keseluruh tubuh. Ini disebabkan oleh beberapa penyakit yang
diderita pasien. Henti jantung jika tidak di tangani secara cepat akan mengakibatkan suplai oksigen
yang paling utama ke otak, jika tidak terpenuhi akan mengakibatkan pada tidak terpenuhinya
oksigen ke seluruh tubuh. Ketiak pasien yang terkena henti jantung tidak ditangani dengan cepat
dalam jangka waktu yang lama maka akan berakibat kematian pada pasien.
Jadi peliharalah jantung kita dan sayangi jantung kita untuk hidup yang lebih baik.

B. SARAN
Sekian makalah ini kami buat dan kami susun sesuai dengan format yang ada. Terima kasih
kepada pihak dan sumber yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,sehingga dapat
terselesaikan sampai batas waktu yang telah ditentukan. Jika dalam penyusunan makalah ini
terdapat kesalahan mohon kritik dan saran yang besifat membangun. Semoga makalah ini menjadi
lebih bermanfaat unuk para mahasiswa pada umumnya dan untuk mahasiswa keperawatan pada
khususnya.
Sekian makalah ini Saya susun dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, arif. 2009. penghantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler. Jakarta : salemba medika
Lestari Eko,Darwati. 2015 Studi Fenomenologi: Pengalaman Perawat Dalam Melaksanakan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Henti Jantung Di Salah Satu Igd Rumah Sakit Tipe A. Jawa Timur Vol.X Nomor 4 Oktober 2015
- Jurnal Medika Respati
Khalilati, Noor. 2017.Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Ketepatan Kompresi Dada
Dan Ventilasi Menurut Aha Guidelines Di Ruang Perawatan Intensif Rsud. Dr. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017
Mumpuni, Risna Yekti. 2017. Pengalaman Perawat Puskesmas Kota Malang Dalam
Penatalaksanaan Henti Jantung (Out-Of-Hospital Cardiac Arrest) Vol 9. No. 1, Maret 2017
Smeltzer, suzanne C. & Bare, brenga G. 2011.buku ajar keperawatan medikal bedah (Brunner &
suddarth). Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai