Disusun oleh :
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat
dan karunia-Nya, kami selaku penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah “Asuhan Keperawatan Kritis dengan Cardiac Arrest”. Sholawat serta
salam kami curahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Yang
berkat hadirnya membawa cahaya yang membuat manusia melangkah keluar dari
dunia gelap.
Disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Keperawatan
Kritis. Yang mana dalam pelaksanaan pengerjaan serta penyusunan makalah ini
didapati dari hasil diskusi, buku, serta pencarian di internet terkait artikel-artikel
yang berhubungan dengan Asuhan Keperawatan Kritis dengan Cardiac Arrest.
Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak terkait :
1. Bapak , selaku Dosen Pembimbing Keperawatan Kritis yang telah
memberikan bimbingan kepada kami sehingga tersusunlah makalah ini.
2. Orang tua, yang telah memberikan dukungan dalam segala hal.
3. Rekan kelompok yang telah bersama-sama mengerjakan serta menyusun
makalah ini. Juga rekan Mahasiswa/i Politeknik Kesehatan Kemenkes
Banten, Jurusan Keperawatan Tangerang, khususnya Progam Studi Profesi
Ners.
Seperti tak ada gading yang tak retak, begitupula dengan makalah ini yang
jauh dari kata sempurna. Peribahasa mengatakan ikhtiar menjalani untung
menyudahi, penulis berusaha sebaik mungkin menyusun makalah ini. Namun
dalam berbagai sisi tentu banyak kekuragan yang harus dibenahi. Sekiranya satu
dua kalimat dalam bentuk kritik dan saran yang membangun bisa menjadi tombak
yang akan membuat penulis lebih baik lagi ke depannya. Terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi Cardiac Arrest....................................................................... 3
B. Faktor Predisposisi Cardiac Arrest......................................................
C. Penyebab Cardiac Arrest......................................................................
D. Tanda-tanda Cardiac Arrest.................................................................
E. Patofosiologi Cardiac Arrest ..............................................................
F. Prognosis Cardiac Arrest.....................................................................
G. Penatalaksanaan Cardiac Arrest...........................................................
H. Pemeriksaan Penunjang Cardiac Arrest...............................................
I. Pemeriksaan Penunjang Cardiac Arrest...............................................
J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Cardiac Arrest...........................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum yang akan dicapai yaitu mahasiswa mampu
memahami konsep dasar asuhan keperawatan kritis pada pasien dengan
cardiac arrest.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang harus dicapai yaitu mahasiswa mampu :
a. Mengetahui Definisi Cardiac Arrest
b. Mengetahui Faktor Predisposisi Cardiac Arrest
c. Mengetahui Penyebab Cardiac Arrest
d. Mengetahui Tanda-tanda Cardiac Arrest
e. Mengetahui Proses Terjadinya Cardiac Arrest
f. Mengetahui Patofisiologi Cardiac Arrest
g. Mengetahui Prognosis Cardiac Arrest
h. Mengetahui Penatalaksanaan Cardiac Arrest
i. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Cardiac Arrest
j. Mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Cardiac Arrest
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. Faktor Predisposisi
Iskandar dalam Juliana (2018) mengatakan bahwa faktor risiko cardiac
arrest adalah: laki-laki usia 40 tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk
terkena cardiac arrest satu berbanding delapan orang, sedangkan pada wanita
adalah satu berbanding 24 orang. Semakin tua seseorang, semakin rendah risiko
henti jantung mendadak. Orang dengan faktor risiko untuk penyakit jantung,
seperti hipertensi, hiper kholesterolemia dan merokok memiliki peningkatan
risiko terjadinya cardiac arrest.
Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan
mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:
1. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab
lain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab
tertentu cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam
jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung
adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien
dengan penyakit jantung atherosclerotic.
2. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab (umumnya
karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat seseorang
cenderung untuk terkena cardiac arrest.
3. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena
beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia)
justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat cardiac arrest.
Kondisi seperti ini disebut proarrythmic effect. Pemakaian obat-obatan
yang bisa mempengaruhi perubahan kadar potasium dan magnesium dalam
darah (misalnya penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia
yang mengancam jiwa dan cardiac arrest.
4. Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak
normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma gelombang
QT yang memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest pada anak dan
dewasa muda.
5. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arteri
koronari dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa
muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas
fisik yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest apabila
dijumpai kelainan tadi.
6. Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya
cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan
pada organ jantung.
3 2 9
VF/VT Periksa irama Asistol/PEA
jantung,
4 perlu
defibrilasi?
Beri 1 kali shock Lakukan CPR segera sebanyak 5
a) Manual biphasic: dgn ukuran siklus 10
khusus (120-200 J) Ketika telah tersedia IV/IO,
b) AED : dgn ukuran khusus. beri vasopresor. Epinephrine
c) Monophasic: 360 J 1 mg IV/IO, ulangi setiap 3-5
Lakukan CPR segera menit atau beri 1 dosis
vasopresin 40 unit IV/IO
5 Periksa irama untuk menggantikan
epinephrine dosis pertama dan
jantung, perlu
kedua. Atropin 1 mg IV/IO
defibrilasi?
untuk asistol atau PEA
6 dengan frekuensi lambat,
ulangi tiap 3-5 menit ( sampai 3
dosis)
Lanjutkan pemberian CPR
sementara defibrilator di-charge
kemudian berikan 1 kali shock.
Segera mulai lagi CPR Setelah
pemberian defibrilasi. Ketika
IV/IO tersedia, berikan
vasopresor dan lanjutkan CPR
(sebelum/sesudah defibrilasi) 11
Periksa irama jantung,
a) Epinephrine 1 mg perlu defibrilasi?
IV/IO Ulangi
setiap 3-5 menit.
b) Mungkin bisa diberikan
1 dosis vasopresin 40
unit IV/IO untuk
menggantikan dosis
pertama dan kedua dari
epinephrine.
7 P
eriksa irama
jantung,
perlu 12
defibrilasi? a).Jika asistol kembali ke
box10 b).Jika ada Kembal
8 aktifitas kelistrikan, i ke
periksa nadi, jika tidak box 4
ada
Lanjutkan CPR , lakukan defibrilasi 1X. nadi, kembali ke box 10.
Segera mulai lagi CPR setelah c). Jika nadi teraba, lanjutkan 13
ke perawatan post resusitasi.
pamberian defibrilasi. Berikan
bersamaan dng CPR (sebelum/sesudah (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118,
defibrilasi) amiodrone 300mg IV/IO, 2010).
kemudian siapkan kemungkinan
tambahan 150 mg, atau lidocain 1-1,5
mg/kg BB dosis pertama, kemudian 0,5
-0,75 mg/kg (max 3)
Skema 2.1 Algoritma penatalaksanaan
henti jantung pada arithmia
G. Prognosis
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 8
sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung (Diklat Ambulans Gawat
Darurat 118, 2018). Kondisi tersebut dapat dicegah dengan pemberian resusitasi jantung
paru dan defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya
kerusakan otak), untuk secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi
jantung paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami
henti jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30%
sampai 45 %. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator yang
mudah diakses di tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan
kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan
meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64%
(American Heart Assosiacion, 2010).
H. Penatalaksanaan Henti jantung (Cardiac Arrest)
1. Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupa Cardio Pulmonary
Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada kelangsungan hidup dan
komplikasi yang ditimbulkan setelah terjadinya henti jantung pada bayi dan anak.
2. CPR atau yang lebih dikenal dengan istilah Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan
upaya yang dilakukan terhadap korban atau penderita yang sedang berada dalam
kondisi gawat atau kritis untuk mengembalikan nafas dan sirkulasi spontan. RJP terdiri
atas Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup Lanjutan (BHL). BHD adalah
tindakan resusitasi yang dilakukan tanpa menggunakan alat atau dengan alat yang
terbatas berupa bag-mask ventilation, sedangkan BHL sudah menggunakan alat dan
obat-obatan resusitasi sehingga penanganan dapat dilakukan lebih optimal.
3. Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengoptimalkan tekanan perfusi dari arteri
koronaria jantung dan aliran darah ke organ-organ penting selama fase low flow.
Kompresi jantung yang adekuat dan berkelanjutan dalam pemberian penanganan
bantuan hidup dasar sangat penting pada fase ini.
4. Menurut (Thygerson dalam Rega dkk, 2018) prinsip penanganan anak cardiac arrest
terdapat 4 rangkaian yaitu early acces, early CPR, early defibrillator, dan early
advance care:
a. Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala dan
tanda awal serta segera memanggil pertolongan untuk mengaktifasi EMS (Cepat
hubungi fasilitas pelayanan kegawatdarutan jantung, ex: call 118 )
b. Early CPR: CPR akan mensuplai sejumlah minimal darah ke
jantung dan otak, sampai defibrilator dan petugas yang terlatih datang.
c. Early defibrillator: pada beberapa korban, pemberian defibrilasi segera ke
jantung korban bisa mengembalikan denyut jantung.
d. Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan dan ketersediaan peralatan
bantuan pernafasan.
4) S: Skala Severity
Skala kegawatan dapat di gunakan GCS untuk gangguan kesadaran skala nyeri
atau ukuran lain yang berkaitan dengan ukuran
5) T: Time/Waktu
Kapan keluhan tersebut mulai dirasakan/ditemukan atau seberapa sering
keluhan tersebut dirasakan. Pada unit gawat darurat riwayat kesehatan lengkap
dan pengkajian subjektif secara detail jarang di lakukan atau di butuhkan.
Pengkajian di unit gawat darurat lebih di fokuskan pada keluhan utama yang
di rasakan pasien
h. Pengkajian Objektif
Pengkajian objektif adalah sekumpulan data yang dapat dilihat da diukur
meliputi TTV, BB dan TB pasien, pemeriksaan fisik, hasil perekaman EKG, serta
tes diagnostik.
i. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi adalah pemeriksaan di mulai dari status keseluruhan pasien.apakah
pasien sadar atau tidak, penampilan secara umum pasien (general apperance).
Rapi atau berantakan, melihat apakah pasien bernapas dengan tersengal-
sengal, bagaimana warna kulit dan mukosa, apakah ada memar, perdarahan,
atau bengkak. Perhatikan postur dan pergerakan tuuh apakah ada
nyeri,gangguan neurologis, orthopedi, dan status mental.
2) Auskultasi adalah digunakan untuk pemeriksaan paru-paru, jantung dan suara
peristaltik. Periksa kualitas suara, intensitas, dan durasi. Lakukan pemeriksaan
auskultasi sebelum dilakukan palpasi dan perkusi.
3) Palpasi adalah diperiksa untuk karasteristik permukaan seperti, tekstur kulit,
sensitifitas, tugor dan suhu tubuh.gunakan palpasi ringan untuk memeriksa
denyut nadi, deformitas, kekuatan otot, sedangkan palpasi dalam dapat
digunakan untuk mengidentifikasi adanya massa, nyeri, ukuran, organ dan
adanya kekakuan.
4) Perkusi adalah dapat dilakukan untuk mengevaluasi organ atau kepadatan
tulang dan dapat di gunakan untuk membedakan struktur padat, berongga, atau
adanya cairan.
5) Pengkajian Neurologis
Indikator utama dalam pengkajian neurologis adalah tingkat kesadaran pasien.
Untuk mengetahui status neurologis dan mencatat perubahan setiap saat maka
dapat di gunakan Glasgow Coma Scale (GCS) untuk dewasa dan pediatrik
glasgow coma scale pada anak-anak yang belum bisa bicara.
6) Pengkajian Kardiovaskuler
Gunakan EKG 12 lead untuk mengetahui atau menilai adanya abnormalitas
irama
a) Suara jantung
b) Murmur
c) Efusi perikat /tamponad
d) Perfusi
7) Pernapasan
Suara napas dikelompokan menjadi, trakheal, bronkhiale, vesikuler, dan
bronkovesikuler, suara napas abnormal (berat) termasuk stridor, ronkhi, rales,
terputus-putus, dan sulit bernapas.
8) Gastrointestinal
Pada pengkajian subjektif perlu di kaji/pemeriksaan sistem gastrointestinal.
Apakah ada riwayat gastritis, sirosis hepatis, appendisitis, dan pankreatitis, dll.
Apakah ada gaya hidup yang mempengaruhi masalah gastrointestinal.
9) Perkemihan
Catat frekuensi urine, adanya inkontinensia, terasa panas, dan bau aneh. Kaji
pula lokasi nyeri dan kateter.
10) Muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal dalam gawat darurat biasanya berhubungan
dengan trauma dan infeksi.
11) Integumen
Periksa warna kulit, tekstur, turgor dan suhu tubuh kulit, apakah ada tanda-
tanda pucat sianosis,atau kekuningan.
12) Hematologis
Periksa gangguan tanda-tanda perdarahan seperti memar, ptechiae,
konjungtiva pucat, nyeri dan memar,dll.
13) Imunologi
Gaya hidup, status imunisasi, dan riwayat penyakit adalah faktor kunci dalam
pemeriksaan imun.demam adalah pertimbangan penting tapi tidak selamanya
orang yang bersuhu tinggi dalam keadaan bahaya. Hal lain yang
dipertimbangkan adalah status imunisasi terbaru dan riwayat kontak dengan
orang yang memiliki gejala yang sama.
14) Endokrin
Perhatikan adanya gangguan endokrin jika pasien merasa sering lelah, lemah,
perubahan status mental, penurunan BB, panas dingin, poliuri, polidipsi, dan
polifagi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d suplai oksigen tidak adekuat (D.0003)
b. Penurunan curah jantung b.d kemampuan pompa jantung menurun (D.0008)
c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosis Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan pertukaran gas b.d Setelah diberikan asuhan I.01015 Pemantauan Respirasi
suplai oksigen tidak adekuat keperawatan selama
1. Observasi:
(D.0003) (….x….) oksigenasi dalam a. Monitor frekuensi, irama,
batas normal dengan kriteria kedalaman dan upaya napas
b. Monitor pola napas
hasil :
c. Monitor kemampuan batuk
1. Dispnea menurun efektif
2. Bunyi napas tambahan d. Monitor adanya produksi
menurun sputum
3. Napas cuping hidung e. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
menurun
f. Palpasi kesimetrisan
4. PCO2 membaik ekspansi paru
5. PO2 membaik g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
6. Takikardi membaik
i. Monitor nilai AGD
7. pH arteri membaik j. Monitor hasil x-ray toraks
8. Pola napas membaik
2. Terapeutik :
a. Atur interval dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hsil
pemantauan, jika perlu
1. Observasi :
2. Terapeutik:
a. Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
b. Pertahankan kepatenan jalan
napas
c. Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
d. Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
e. Tetap berikan oksigen sata
pasien ditransportasi
f. Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
3. Edukasi
a. Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
di rumah
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
b. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan
atau tidur
Penurunan curah jantung b.d Setelah diberikan asuhan I.02075 Perawatan Jantung
kemampuan pompa jantung keperawatan selama
1. Observasi:
menurun (D.0008) (….x….) keadekuatan a. Identifikasi tanda/ gejala
jantung memompa darah primer penurunan curah
jantung
meningkat dengan kriteria
b. Identifikasi tanda/ gejala
hasil : sekunder penurunan curah
1. Kekuatan nadi perifer jantung
c. Monitor tekanna darah
meningkat
d. Mo itor intake dan output
2. Ejection fraction (EF) cairan
meningkat e. Monitor berat badan setiap
3. Palpitas menurun hari pada waktu yang sama
f. Monitor saturasi oksigen
4. Bradikardia menurun g. Monitor keluhan nyeri dada
5. Takikardia menurun h. Monitor EKG 12 sadapan
6. Gambaran EKG aritmia i. Monitor aritmia
j. Monitor nilai laboratorium
menurun
jantung
k. Monitor fungsi alat pacu
7. Lelah menurun jantung
8. Edema menurun l. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
9. Distensi vena jugularis
sesudah aktivitas
menurun m. Periksa tekanan darah dan
10. Dispnea menurun frekuensi nadi sebelum dan
sesudah pemberian obat
11. Oliguria menurun
12. Pucat/sianosis menurun
2. Terapeutik :
13. Batuk menurun a. Posisikan pasien semi-
14. Suara jantung S3 Fowler atau Fowler dengan
menurun kaki ke bawah atau posisi
nyaman
15. Suara jantung S4
b. Berikan diet jantung yang
menurun sesuai
c. Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermiten,
sesuai indikasi
d. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
e. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres, jika
perlu
f. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
g. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
3. Edukasi :
a. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
b. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
c. Anjurkan berhenti merokok
d. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan
harian
e. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
4. Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
b. Rujuk ke program
rehabilitas jantung
1. Observasi :
a. Identifikasi karakteristik
nyeri dada
b. Monitor EKG 12 sadapan
untuk perubahan ST dan T
c. Monitor aritmia
d. Monitor elektrolit yang
dapat meningkatkan risiko
aritmia
e. Monitor enzim jantung
f. Monitor saturasi oksigen
g. Identifikasi startifikasi pada
sindrom koroner akut
2. Terapeutik:
a. Pertahankan tirah baring
minimal 12 jam
b. Pasang akses intravena
c. Puasakan hingga bebas nyeri
d. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi ansietas
dan stres
e. Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk beristirahat
dan pemulihan
f. Siapkan menjalani intervensi
koroner perkutan, jika perlu
g. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
3. Edukasi
a. Anjurkan segera melaporkan
nyeri dada
b. Anjurkan menghindari
manuver valsava
c. Jelaskan tindakan yang
dijalani pasien
d. Ajarkan teknik menurunkan
kecemasan dan ketakutan
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antiplatelet, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
antiangina
c. Kolaborasi pemberian
morfin, jika perlu
d. Kolaborasi pemberian
intopropik, jika perlu
e. Kolaborasi pemberian obat
untuk mencegah manuver
valsava
f. Kolaborasi pencegahan
trombus dengan
antikoagulan, jika perlu
g. Kolaborasi pemeriksaan x-
ray dada, jika perlu
3. Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
d. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
4. Kolaborasi :
a. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
1. Observasi :
2. Terapeutik:
a. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan defisit
yang dialami
b. Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
c. Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
d. Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
e. Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
f. Fasilitasi transportasi untuk
menghindari aktivitas, jika
perlu
g. Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi
aktivitas yang dipilih
h. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
i. Fasilitasi aktivitas pengganti
saat mengalami keterbatasan
waktu, energi, atau gerak
j. Fasilitasi aktivitas motorik
kasar untuk pasien hiperaktif
k. Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
l. Fasilitasi aktivitas motorik
untuk merelaksasi otot
m. Fasilitasi aktivitas dengan
komponen memori implisit
dan emosional
n. Libatkan dalam permainan
kelompok yang tidak
kompeitif, terstruktur, dan
aktif
o. Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan
p. Libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
q. Fasilitasi mengembangkan
motivasi dan penguatan diri
r. Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
s. Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
t. Berikan penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas
3. Edukasi
a. Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
b. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
c. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan
kesehatan
d. Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika perlu
e. Anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
b. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association (AHA), (2010). Adult Basic Life Support: Guidelines
For Cardiopulmonary Resuscitation And Emergency Cardiovascular Care
American Hearth Association (AHA), (2015). Life Is Why: Guidelines For
Cardiopumonary & Emergency Cardio Care
Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, (2018). Basic Trauma Life Support
And Basic Cardiac Life Support. Edisi tujuh. Jakarta: Yayasan ambulans
gawat darurat 118.
Juliana (2018). “Gambaran Pengetahuan Perawat dalam Melakukan Bantuan Hidup
Dasar (Bhd) di Ruangan Intensive Care Unit (ICU) RSUD Dr. Pirngadi
Medan” Jurnal Online Keperawatan Indonesia. Vol.1, No.2 (Hlm. 17-22)
Rahmat dkk (2018). “Pengalaman Perawat dalam Penanganan Cardiac Arrest di
Instalasi Gawat Darurat Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado”. e-journal
Keperawatan (e-Kp). Vol.6, No.2 (Hlm. 1-8)
Rega dkk, (2018). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Cardiac Arrest. Stikes Graha
Medika Kotamobagu. 11 Oktober 2020
Sudoyo AW, (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna
Publishing
Supriyanto dkk (2018). “Peran Perawat dalam Penanganan Pasien dengan Cardiac
Arrest di Ruang ICU RSUD Kota Surakarta”. (Hlm. 1-15)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.