Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan
gagal napas mendadak yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru
yang mendasari sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena
patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak faktor predisposisi seperti
syok karena perdarahan, sepsis, rudapaksa/trauma pada paru atau bagian tubuh
lainnya, pankreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi heroin, atau
metadon (Mutaqin Arif, 2008)
Sindrom gawat napas akut juga dikenal dengan edema paru
nonkardiogenik. Sindrom ini merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan
penurunan progresif kandungan oksigen di arteri yang terjadi setelah penyakit
atau cedera serius. ARDS biasanya membutuhkan ventilasi mekanik yang
lebih tinggi dari tekanan jalan napas normal. Terdapat kisaran yang luas dari
faktor yang berkaitan dengan terjadinya ARDS termasuk cedera langsung
pada paru (seperti inhalasi asap) atau gangguan tidak langsung pada tubuh
(seperti syok).
Adult Respiraotry Distress Syndrome (ARDS) merupakan suatu
bentukan dari gagal nafas akut yang ditandai dengan : hipoksemia, penurunan
fungsi paru-paru, dispnea, edema paru-paru bilateral tanpa gagal jantung, dan
infiltrate yang menyebar. Selain itu ARDS juga dikenal dengan nama
“noncardiogenic pulmonary edema atau shock pulmonary” (Somantri, 2007).
Adult Respiraotry Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan
gagal nafas yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang
mendasari sebelumnya (Mutaqqin, 2013).

B. Manifestasi Klinik
ARDS merupakan suatu respons terhadap berbagai macam injuri atau
penyakit yang mengenai paru-paru baik itu secara langsung atau tidak
langsung. berbagai keadaan dan penyakit dasar yang dapat menyebabkan
timbulnya ards/ali yaitu: langsung antara lain: aspirasi asam lambung,
tenggelam, kontusio paru, pnemonia berat, emboli lemak, emboli cairan
amnion, inhalasi bahan kimia dan keracunan oksigen. sedangkan tidak
langsung, terdiri dari  sepsis, trauma berat, syok hipovolemik, transfusi darah
berulang, luka bakar, pankreatitis, koagulasi intravaskular diseminata dan
anafilaksis.
Sekitar 12-48 jam setelah penyebab atau faktor pencetus timbul, mula-
mula pasien terlihat sesak (takipnea) dan takikardia. Analisis gas darah (agd)
memperlihatkan hipoksemia berat yang kurang respons dengan terapi oksigen
foto toraks memperlihatkan gambaran infiltrat bilateral yang difus tanpa
disertai oleh gejala edema paru kardiogenik.
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan

C. Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa
trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.
FAKTOR RESIKO
1. Trauma langsung pada paru
a. Pneumoni virus,bakteri,fungal
b. Contusio paru
c. Aspirasi cairan lambung
d. Inhalasi asap berlebih
e. Inhalasi toksin
f. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2. Trauma tidak langsung
a. Sepsis
b. Shock
c. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
d. Pankreatitis
e. Uremia
f. Overdosis Obat
g. Idiophatic (tidak diketahui)
h. Bedah Cardiobaypass yang lama
i. Transfusi darah yang banyak
j. PIH (Pregnand Induced Hipertension)
k. Peningkatan TIK
l. Terapi radiasi

D. Patofisiologi
Sindrom ARDS selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam
paru. Sindrom ini merupakan suatu edema paru yang berbeda dari edema paru
karena kelainan jantung. Perbedaannya terletak pada tidak adanya peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologist, mula-mula terjadi
kerusakan membrane kapiler alveoli, selanjutnya terjadi peningkatan
permeabilitas endothelium kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan
edema paru ARDS, pentng untuk mengetahui hubungan struktur dan fungsi
alveoli.
Membran alveoli terdiri atas dua tipe sel yaitu sel tipe 1 ( tipe A) sel
penyokong yang tidak mempunyai mkrovili dan amat tipis. Sel tipe II (tipe B)
berbentuk hamper seperti kubus dengan mikrovili dan merupakan sumber
utama surfaktan alveoli. Sekat pemisah udara dan pembuluh darah disusun
dari sel tipe I atau tipe II dengan membrane basal endothelium dan sel
endothelium.
Sel pneumosit tipe I amat peka terhadap kerusakan yang disebabkan
oleh berbagai zat yang terinhalasi. JIka terjadi kerusakan sel-sel yang
menyusun 95% dari permukaan alveoli ini, akan amat menurunkan keutuhan
sekat pemisah alveoli-kapiler. Pada kerusakan mendadak paru, mula-mula
terjadi peradangan interstitial, edema, dan perdarahan yang disertai dengan
profilasi sel tipe II yang rusak. Keadaan ini dapat membaik secara lambat atau
membentuk fibrosis paru secara luas.
Sel endotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada
60 amstrong sehingga terjadi perembesan cairan dan unsure-unsur lain dari
darah ke dalam alveoli dan terjadi edema paru. Mekanisme kerusakan endotel
pada ARDS dimulai dengan aktivitas komplemen sebagai akibat trauma, syok,
dan lain-lain. Selanjutmya aktivitas komplemen akan menghasilkan C5a yang
menyebabkan granulosit teraktivasi dan menempel serta merusak endothelium
mikrovaskuler paru, sehingga mengakibatkan peningkatan peremeabilitas
kapiler paru. Agregasi granulosit neutrofil merusak sel endhotelium dengan
melepaskan protease yang menghancurkan struktur protein seperti kolagen,
elastin dan fibronektin, dan proteolisis protein plasma dalam sirkulasi seperti
faktor Hageman, fibrinogen, dan komplemen (Yusuf, 1996).
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan
merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan
atelekstatis kogestif yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru
menjadi kaku dan komplien paru menurun. Kapasitas residu fugsional
menurun. Hipoksemia berat merupakan gejaka penting ARDS dan penyebab
hipoksemia adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-
venous (aliran darah mengalir ke alveoli yang kolpas) dan kelainan difusi
alveoli kapiler akibat penebalan dinding alveoli kapiler. Edema menyebabkan
jumlah udara sisa (residu) pada paru di akhir eskpirasi normal dan kapasitas
residu fiungsional (FRC) menurun. (Mutaqin, 2013).

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ARDS terdiri atas penatalaksanaan terhadap penyakit
dasar yang dikombinasi dengan penatalaksanaan suportif terutama
mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan optimalisasi fungsi
hemodinamik sehingga diharapkan mekanisme kompensasi tubuh akan
bekerja dengan baik bila terjadi gagal multiorgan. Penatalaksanaan penyakit
dasar sangat penting, misalnya penatalaksanaan hipotensi dan eradikasi
sumber infeksi pada sepsis.
Khas pada ARDS, hipoksemia yang terjadi refrakter terhadap terapi
oksigen dan hal ini kemungkinan diakibatkan adanya shunting (pirau) darah
melalui daerah paru yang tidak terventilasi yang disebabkan alveoli terisi
eksudat protein dan terjadi atelektasis.
Continous positive airway pressure (CPAP) dapat mencegah atelektasis
alveolar, mengurangi disfungsi ventilasi/perfusi dan membantu kerja
pernapasan. Kebutuhan untuk intubasi dan ventilasi mekanik mungkin akan
semakin besar sehingga pasien harus dirawat di unit perawatan intensif.
Positive end expiratory pressure (PEEP) 25-15 mmH2O dapat digunakan
untuk mencegah alveoli menjadi kolaps. Tekanan jalan napas yang tinggi yang
terjadi pada ARDS dapat menyebabkan penurunan cairan jantung dan
peningkatan risiko barotrauma (misalnya pneumotoraks).
Tekanan tinggi yang dikombinasi dengan konsentrasi O2 yang tinggi
sendiri dapat menyebabkan kerusakan mikrovaskular dan mencetuskan
terjadinya permeabilitas yang meningkat hingga timbul edema paru. Salah
satu bentuk teknik ventilator yang lain yaitu inverse ratio ventilation dapat
memperpanjang fase inspirasi sehingga transport oksigen dapat berlangsung
lebih lama dengan tekanan yang lebih rendah. extra corporeal membrane
oxygenation (ECMO) menggunakan membran eksternal artifisial untuk
membantu transport oksigen dan membuang CO2. Strategi terapi ventilasi ini
tidak begitu banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk memperbaiki
prognosis secara umum tapi mungkin bermanfaat pada beberapa kasus.
Optimalisasi fungsi hemodinamik dilakukan dengan berbagai cara.
Dengan menurunkan tekanan arteri pulmonal berarti dapat membantu
mengurangi kebocoran kapiler paru. Caranya ialah dengan restriksi cairan,
penggunaan diuretik dan obat vasodilator pulmonar (nitric oxide/NO). Pada
prinsipnya penatalaksanaan hemodinamik yang penting yaitu
mempertahankan keseimbangan yang optimal antara tekanan pulmoner yang
rendah untuk mengurangi kebocoran ke dalam alveoli, tekanan darah yang
adekuat untuk mempertahankan perfusi jaringan dan transport O2 yang
optimaI. Kebanyakan obat vasodilator arteri pulmonal seperti nitrat dan
antagonis kalsium juga dapat menyebabkan vasodilatasi sistemik sehingga
dapat sekaligus menyebabkan hipotensi dan perfusi organ yang terganggu.
Obat-obat inotropik dan vasopresor seperti dobutamin dan noradrenalin
mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah sistemik dan curah
jantung yang cukup terutama pada pasien dengan sepsis (vasodilatasi
sistemik). Inhalasi NO telah digunakan sebagai vasodilator arteri pulmonal
yang selektif. Karena diberikan secara inhalasi sehingga terdistribusi pada
daerah di paru-paru yang menyebabkan vasodilatasi. Vasodilatasi yang terjadi
pada alveoli yang terventilasi akan memperbaiki disfungsi ventilasi/perfusi
sehingga dengan demikian fungsi pertukaran gas membaik. NO secara cepat
diinaktivasi oleh hemoglobin mencegah reaksi sistemik.

F. Pemeriksaan diagnostik
Diagnostik ARDS dapat dibuat berdasarkan pada criteria berikut :
1. Gagal nafas akut
2. Infiltrat pulmoner “fluffy” bilateral pada gambaran rontgen thoraks.
3. Hipoksemia (PaO2 di bawah 50-60 mmHg) meski FcO2 50-60% (fraksi
oksigen yang dihirup). Alkalosis respiratorik, tahap lanjut akan terjadi
hiperkapnea. (Mutaqin, 2013).
4. Chest X—ray: pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat
juga terlihat adanya bayangan infiltrat yang terletak di tengah region
perihilar paru-paru. Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran di interstisial
secara bilateral dan infiltrat alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup
keseluruhan lobus paru-paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
5. ABGs: hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnia (penurunan nilai CO2
dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap
hiperventilasi), hiperkapnia (PaCO2 > 50) menunjukkan terjadi gangguan
pernapasan. Alkalosisrespiratori (pH> 7,45) dapat timbul pada stadium
awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang
berhubungan dengan peningkatan anatomicaldeadspace dan penurunan
ventilasi alveolar. Asidosis metabolisme dapat timbul pada stadium lanjut
yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah, akibat
metabolisme anaerob.
6. Pulmonary Function Test: kapasitas pengisian paru-paru dan volume paru-
paru menurun, terutama PRC, peningkatan anatomicaldeadspace
dihasilkan oleh area di mana timbul vasokonstriksi dan mikroemboli.
G. Pathway

Timbul serangan

Trauma endothelium paru Trauma type II


dan epithelium alveolar pneumocytes

Peningkatan permeabilitas Kerusakan jaringan paru Penurunan surfactan

Edema Pulmonal Atelektasis

Alveoli terendam Penurunan pengembangan Abnormalitas ventilasi


paru perfusi

Hipervolemia Hipoksemia Gangguan pertukaran


gas

Pola napas tidak efektif Hipotensi


Ansietas
Defisit Pengetahuan
Perfusi perifer tidak
efektif

Bersihan jalan napas Peningkatan produksi


tidak efektif sekret
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, nomer rekam medis,
diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, dll.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama dan penyakit sekarang
ARDS dapat terjadi dalam 24-48 jam timbulnya serangan, ditandai
dengan napas pendek, takipnea, dan gejala yang berhungan dengan
penyebab utamanya, misalnya syok.
2) Riwayat kesehatan dahulu/factor resiko
a) Syok (banyak sebab)
b) Trauma (kontusio pulmonal, fraktur multiple, trauma kepala)
c) Cidera system saraf yang serius. Cidera system saraf yang serius
seperti trauma, CVA, tumor dan peningkatan (tekanan
intracranial-PTIK) dapat menyebabkan tterangsangnya saraf
simpatis, sehingga terjadi vasokonstriksi sistemik dengan
distribusi sejumlah besar volume darah ke aliran pulmonal. Hal
ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan kemudian
akan menyebabkan cidera paru (lung injuri)
d) Gangguan metabolic (pancreatitis, uremia)
e) Emboli lemak dan cairan amnion
f) Infeksi parudifus (bakteri, viral, fungal)
g) Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen konsentrasi tinggi, gas
klorin, NO2, ozon)
h) Aspirasi (sekresi gastric, tenggelam, keracunan hidrokarbon)
i) Drug ingestion dan overdosis narkotik/non-narkotik (heroin,
opioid, aspirin)
j) Hemolystik disorder, seperti DIC, multiple blood transfusion
dan kardio pulmonary bypass
k) Major surgery
c. Pola aktifitas sehari-hari
Adanya penurunan kesadaran mengakibatkan terjadinya
gangguan secara umum untuk aktifitas sehari hari yang meliputi
pemenuhan nutrisi, cairan dan elektrolit, aktifitas dan istirahat, serta
perawatan diri.
d. Pemeriksaan fisik
Hipoksemia timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan rasio
ventilasi perfusi sekunder terhadap timbulnya kompresi dan kolaps
saluran napas kecil. Peningkatan kerja napas timbul sebagai akibat
dari meningkatnya resistensi jalan udara, menurunya kapasitan
fungsional residu (FRC), dan penurunan compliance paru sekunder
terhadap atelektasis serta penekana pada saluran napas. Hipoksemia
dan peningkatan kerja napas akan mengakibatkan kelemahan (fatigue)
pada klien dan berkembang menjadi hipoventilasi alveolar.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan berdasarkan stadium
akan di uraikan melalui penjelasan berikut:
1) Fase eksudatif (exudative phase)
Kelemahan, menurunya kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, takipnea, dan alkalosis respiratori. Hasil inspeksi
dada didpatkan penggunaan otot bantu pernapasan dan adanya
peningkatan tekanan darah arteri.
2) Fase fibroprolifelatif (fibroproliverative phase)
Peningkatan tekanan darah arteri, peningkatan workload
ventrikel kiri. Suara nafas crackles/rales, agitasi yang berhubungan
dengan hipoksia, hiperventilasi, hiperkardia, peningkatan kerja
napas, asidosis laktat (berhubungan dengan metabolisme aerob),
perubahan dalam perfusi (denyut jantung meningkat, penurunan
tekanan darah, perubahan temperature dan warna kulit, penurunan
capillery refill). Disfungsi pada organ seperti :
a) Otak, terjadi perubahan kesadaran, agitasi dan halusinasi;
b) Jantung, terjadi penurunan curah jantung, (cardiac output) yang
mengakibatkan angina, CHF (gagal jantung kongestif),
disritmia, dan miokard infark.
c) Ginjal, terjadi penurunan produksi urin atau laju filtrasi
glomerulus (LFG)
d) Kulit, terdapat bintik bintik dan ditemukan adanya tanda
iskemik.
e) Hati, didapati adanya peningkatan SGOT, biliriubim, alkalin
fosfat, dan penurunan albumin
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto rontgen dada (chest x ray) : tidak terlihat jelas pada stadium
awal atau dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang
terletak di tengah region perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat
penyebaran interstisial secara bilateral dan infiltrate alveolar,
menjadi rata dan dapat mencakup keseluruh lobus paru. Tidak
terjadi pembesaran pada jantung.
2) ABGs : hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan
nilai CO2 dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai
kompensasi terhadap hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2 >50)
menunjukkan terjadi pernapasan. Alkalosis respiratori (pH>7,45)
dapat timbul pada stadium awal, tetapi asidosis dapat juga timbul
pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan dead
space dan penurunan ventilasi alveola. Asidosis metabolic dapat
timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan nilai laktat
darah, akibat metabolism anaerob.
3) Tes fungsi paru (pulmonary fungsion test) : compliance paru dan
volume paru menurun, teruatama FRC, peningkatan dead space
dihasilkan oleh pada area terjadinya fasokonstriksi dan
mikroemboli timbul.
4) Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
(D.0149)
b. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
(D.0003)
c. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi (D.0022)
d. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/ atau vena
(D.0009)
e. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan (D.0005)
f. Ansietas b.d kurang terpapar informasi (D.0080)
g. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi (D.0111)

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
NO Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan I.01006 latihan Batuk Efektif
tidak efektif b.d keperawatan selama … Observasi :
hipersekresi jalan diharapkan kemampuan 1. Identifikasi kemampuan batuk
napas (D.0149) membersihkan secret atau 2. Monitor adanya retensi sputum
obstruksi jalan napas untuk 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
mempertahankan jalan saluran napas
napas tetap patenn 4. Monitor input dan output cairan
meningkat dengan kriteria
hasil : Terapeutik :
1. Batuk efektif 1. Atur posisi semi-fowler atau fowler
meningkat 2. Pasang perlak dan bengkok di
2. Produksi sputum pangkuan pasien
menurun 3. Buang sekret pada tempat sputum
3. Mengi menurun
4. Wheezing menurun Edukasi :
5. Dispnea menurun 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
6. Frekuensi napas efektif
membaik 2. Anjurkan tarik napas dalam melalui
7. Pola napas membaik hidung
3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik napas dalam yang ke 3

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian mukotilitik atau
ekspektoran, jika perlu

I. 01011 Manajemen Jalan Napas


Observasi :
1. Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, pola napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)

Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan headtilt dan chinlift (jaw trhrust
jika curiga trauma servikal)
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
5. Lakukan penghisapan lender kurang
dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen jika perlu

Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontra indikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan I.01015 Pemantauan Respirasi
gas b.d keperawatan selama … Observasi:
ketidakseimbangan diharapkan oksigenasi dan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
ventilasi-perfusi atau eliminasi dan upaya napas
(D.0003) karbondioksida pada 2. Monitor pola napas
membrane alveolus-kapiler 3. Monitor kemampuan batuk efektif
dalam batas normal dengan 4. Monitor adanya produksi sputum
kriteria hasil : 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
1. Dispnea menurun 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
2. Bunyi napas tambahan 7. Auskultasi bunyi napas
menurun 8. Monitor saturasi oksigen
3. Napas cuping hidung 9. Monitor nilai AGD
menurun 10. Monitor hasil x-ray toraks
4. PCO2 membaik
5. PO2 membaik Terapeutik :
6. Takikardi membaik 1. Atur interval dan prosedur pemantauan
7. pH arteri membaik 2. Informasikan hsil pemantauan, jika
8. Pola napas membaik perlu

I.01026 Terapi Oksigen


Observasi :
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodik
dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen
5. Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelektasis
8. Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
9. Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen

Terapeutik:
1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
4. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
5. Tetap berikan oksigen sata pasien
ditransportasi
6. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah

Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan atau tidur
3 Hipervolemia b.d Setelah diilakukan I.03121 Pemantauan Cairan
gangguan mekanisme tindakan keperawatann Observasi
regulasi (D.0022) selama … diharapkan 1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
ekuilibrium antara volume 2. Monitor frekuensi napas
cairan di ruang intraselular 3. Monitor tekanan darah
dan ekstraselular tubuh 4. Monitor berat badan
meningkat dengan kriteria 5. Monitor waktu pengisian kapiler
hasil : 6. Monitor elastisitas atau turgor kulit
1. Keluaran urin 7. Monitor jumlah, warna dan berat jenis
meningkat urine
2. Kelembaban membran 8. Monitor kadar albumin dan protein
mukosa meningkat total
3. Edema menurun 9. Monitor hasil pemeriksaan serum
4. Tekanan dara membaik 10. Monitor intake dan output cairan
5. Membran mukosa 11. Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
membaik 12. Identifikasi tanda-tanda hipervolemia
6. Turgor kulit membaik 13. Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan

Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesui
dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
4 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan I.02079 Perawatan Sirkulasi
efektif b.d penurunan keperawatan selama … Observasi
aliran arteri dan/ atau diharapkan keadekuatan 1. Periksa sirkulasi perifer
vena (D.0009) aliran darah pembuluh 2. Identifikasi faktor risiko gangguan
darah distal untuk sirkulasi
mempertahankan jaringan 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
meningkat dengan kriteria bengkak pada ekstermitas
hasil :
1. Denyut nadi perifer Terapeutik
meningkat 1. Hindari pemasangan infus atau
2. Warna kulit pucat pengambilan darah di area keterbatasan
menurun perfusi
3. Pengisian kapiler 2. Hindari pengukuran tekanan darah paa
membaik ekstermitas dengan keterbatasan perfusi
4. Akral membaik 3. Hindari penekanan dan pemasangan
5. Turgor kulit membaik torniquet pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi

Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
6. Anjurkan menghindari penggunaan
obat penyekat beta
7. Anjurkan melakukan perawatan kulit
yang tepat
8. Anjurkan program rehabilitas vaskular
9. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
10. Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan
5 1. Pola napas Setelah dilakukan tindakan I.01011 Manajemen Jalan Napas
tidak efektif keperawatan selama … Observasi
b.d depresi diharapkan inspirasi dan/ 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
pusat atau ekspirasi yang kedalaman, usaha napas)
pernapasan memberikan ventilasi 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
(D.0005) adekuat membaik dengan gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kriteria hasil : kering)
1. Dispnea menurun 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
2. Penggunaan otot bantu aroma)
napas menurun
3. Pemanjangan fase Terapeutik
ekspirasi menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Frekuensi napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
membaik thrust jika curiga trauma servikal)
5. Kedalaman napas 2. Posisikan semi-fowler atau fowler
membaik 3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
6 Ansietas b.d kurang Setelah dilakukan tindakan I.09314 Reduksi Ansietas
terpapar informasi keperawatan selama … Observasi
(D.0080) diharapkan kondisi emosi 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
terhadap objek yang tidak berubah (mis. kondisi, waktu, stresor)
jelas akibat antisipasi 2. Identifikasi kemampuan mengambil
bahaya yang keputusan
memungkinkan menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal
dengan kriteria hasil : non verbal)
1. Verbalisasi
kebingungan menurun Terapeutik
2. Verbalisasi khawatir 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
akibat kondisi yang menumbuhkan kepercayaan
dihadapi menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi
3. Perilaku gelisah kecemasan, jika memungkinkan
menurun 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Perilaku tegang 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
menurun 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
5. Konsentrasi membaik meyakinkan
6. Pola tidur membaik 6. Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan datang

Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga utuk tetap bersama
pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
7 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan I.12383 Edukasi Kesehatan
b.d kurang terpapar keperawatan selama … Observasi
informasi (D.0111) diharapkan kecukupan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
informasi kognitif yang menerima informasi
berkaitan dengan topik 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
tertentu meningkat dengan menigkatkan dan menurunkan
kriteria hasil : motivasi perilaku hidup bersih dan
1. Perilaku sesuai anjuran sehat
meningkat
2. Verbalisasi minat Terapeutik
dalam belajar 1. Sediakan materi dan media pendidikan
meningkat kesehatan
3. Kemampuan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan
menjelaskan sesuai kesepakatan
pengetahuan tentang 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
suatu topik meningkat
4. Perilaku sesuai dengan Edukasi
pengetahuan meningkat 1. Jelaskan faktor risiko yang dapat
5. Pertanyaan tentang mempengaruhi kesehatan
masalah yang dihadapi 2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
menurun sehat
6. Persepsi yang keliru 3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan
terhadap masalah untuk meningkatkan perilaku hidup
menurun bersih dan sehat

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan komponen dari proses
keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan
dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi
mencakup melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas
kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan sesuai dengan
intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang dharapkan dalam
perencanaan. Dalam dokumentasi dikenal 2 cara yaitu secara sumatif dan
formatif. Biasanya evaluasi menggunakan acuan SOAP atau SOAPIER
sebagai tolak ukur pencapaian implementasi. Perawat mempunyai tiga
alternatif dalam menentukan sejauh mna tujuan tercapai.
a. Berhasil : perilaku klien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan pada tujuan.
b. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik
yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan
perilaku yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.

Anda mungkin juga menyukai