Anda di halaman 1dari 22

ACUTE LUNG OEDEMA (ALO)

A. DEFINISI
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara
masif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan
respirasi dan ancaman gagal napas.
Acute Lung Oedema (ALO) adalah kegawatan yang mengancam nyawa
dimana terjadi akumulasi di interstisial dan intra alveoli paru disertai hipoksemia
dan kerja napas yang meningkat.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Kardiogenik

1. Penyakit pada arteri koronaria

Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah
pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai
oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak
mampu memompa darah lagi seperti biasa.

2. Kardiomiopati

Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli


diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh
infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek
racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati
menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu
mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih
berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi
beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan
mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
3. Gangguan katup jantung

Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak
mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah
mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.

4. Hipertensi

Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot


ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

2. NON-KARDIOGENIK

Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

1. Infeksi pada paru


2. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
3. Paparan toxic
4. Reaksi alergi
5. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
6. Neurogenik

C.KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2,


kardiogenik dan non-kardiogenik. Edema Paru Kardiogenik
disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya.
Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi,
dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.

Cardiogenic pulmonary edema


Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh
adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak
bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau
jantung tidak kuat lagi memompa.

Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang


tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan
oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang
disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari
beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit
atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau
klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi
lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh
darah dari paru-paru. Pada gilirannya, hal ini menyebabkan cairan
dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika
tekanan membesar.

Non-cardiogenic pulmonary edema

Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang


umumnya disebabkan oleh hal berikut :

a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi


sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan
ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi
dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.

b. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-


infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun,
infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-
paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan
cairan dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan
dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary
edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut,
dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan
tubuh.

d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi


disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi
lebih dari 10,000 feet.

e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial


hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak
dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru,
menyebabkan neurogenic pulmonary edema.

f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya


menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin
terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling
paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi
yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema
hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).

g. Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada


pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis
aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin
intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.

h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-


cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary
embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru),
luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau
transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa
infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

PATOFISIOLOGI

Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan


yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru
sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-
persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang
buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru”
ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary
edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia
dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk
sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah


sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-
angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat
mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary
edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah
lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal
dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat
(tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin
terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih
jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter
mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales
atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus
yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama
bernapas).

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3


stadium:

Stadium 1.

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen


akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan
kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini hanya berupa
adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas
menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat
inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat
inspirasi.

Stadium 2.

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh


darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur
dan septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran napas
kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi.
Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat
takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi
ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran
limfe sehingga penumpukan cairan interstisial diperlambat

Stadium 3.

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat


terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak
sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan
volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia,
tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan
dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).

Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan medical adalah untuk mengurangi volume total yang
bersirkulasi dan untuk memperbaiki pertukaran pernafasan.
A. Oksigenasi:
1. Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia dan
dipsnea.
2. Oksigen dengan tekanan intermiten atau tekanan positif kontinu, jika tanda-tanda
hipoksia menatap.
3. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jikaterjadi gagal napas.
4. Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP)
5. Gas darah arteri (GDA).

B. Farmakoterapi :
1. Morfin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea, merupakan
kontra indikasi pada cedera faskuler serebral, penyakit pulmonal kronis, atau syok
kardiogenik. Siapkan selalu nalokson hidroklorida (narcan) untuk depresi pernafasan
luas.
2. Diuretik : furosemid (lasix) IV untuk membuat evek diuretik cepat.
3. Digitalis : untuk memperbaiki kekuatan kontraksi jantung, di berikan dengan
kewaspadaan tinggi pada pasien dengan MI akut.
4. Aminivilin : untuk mengi dan bronkospasme, drip IV kontinu dalam dosis sesuai berat
badan

C. Perawatan sportif :
1. Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki di bawah, lebih baik bila kaki
terjuntai di samping tempat tidur, untuk membantu arus balik vena ke jantung.
2. Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang konkrit
3. Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur
4. Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang di lakukan
untuk mengatasi kondisi dan apa makna respon terhadap pengobatan

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada edema paru,meliputi :
1. Gagal nafas
2. Asidosis respiratorik
3. Henti jantung

2.8 Pencegahan
1. Kenali tahap dini kapan tanda2 dan gejala2 yang ditunjukkan merupakan tanda dan
gejala kongesti pulmonal yaitu auskultasi bidang paru paru pasien dengan penyakit
jantung
2. Hilangkan stress emosional dan terlalu letih untuk mengurangi kelebihan beban
ventrikel kanan.
3. Berikan morfin untuk mengurangi ansietas, dipsneu dan preload.
4. Lakukan tindakan mencegah gagal jantung kongestif dan penyuluhan pasien.
5. Nasihatkan untuk tidur dengan bagian kepala tempat tidur ditinggikan 25cm.
6. Tindakan bedah untuk menghilangkan atau meminimalkan defek valvular yang
membatasi aliran darah ke dalam dan keluar ventrikel kanan

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
o Posisi ½ duduk.
o Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
o Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
o Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
o Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 –
10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin
intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
o Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai
dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90
mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama
dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
o Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
o Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap
4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
o Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit
atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis
dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
o Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
o Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
o Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel / corda tendinae.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN EDEMA PARU

3.1 PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku / bangsa, alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
diagnosa medik.

b. Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh sesak nafas, badan lemas

c. Riwayat penyakit sekarang


Adanya sesak nafas dan kelemahan,sianosis

d. Riwayat penyakit dahulu


pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien mengeluh
merasakan nyeri dada hebat dan pasien pernah mengalami hipertensi, Penyakit
paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin
ditemui pada klien

e. Riwayat penyakit keluarga


Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, hepatitis,dan
hipertensi

B. Pola Fungsional Gordon


a. Pola persepsi kesehatan
b. Pola Nutrisi
c. Pola Eliminasi
d. Pola Aktivitas- latihan
e. Pola Istirhat-Tidur
f. Pola Kognitif perseptual
g. Pola Konsep diri
h. Pola Peran Hubungan
i. Pola seksualitas-produksi
j. Pola Koping-toleransi stress
k. Pola nilai kepercayaan

PEMERIKSAAN FISIK
A.Data Objektif
a. Keadaan umum : k/u lemah
b. Kesadaran : Composmentis
c. TB : -
d. BB : -
e. TTV :
TD : >120/80 mmHg
N : >80x/mnt
RR : > 20x/mnt
S : >37,5oC

PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE


1. Kepala
Inspeksi : Warna rambut, kebersihan rambur,rontok/tidak, bentukwajah.
Palpasi : ada benjolan atau tidak
2. Mata
Inspeksi : Bentuk mata, warna sklera dan konjungtiva, akomodasi mata
3. Hidung
Inspeksi : Ada benjolan atau tidak, bentuk hidung
4. Telinga
Inspeksi : Bentuk, kebersihan telinga, terdapatsedikit cilia
Palpasi :Teksturpina, helix kenyal.
5. Mulut
Inspeksi : bentuk bibir, ada stomatitis atau tidak, warna bibir.
6. Leher
Inspeksi : Simetris atau tidak
Palpasi : Kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak membesar.
7. Paru
Inspeksi : Bentuk dada asimetris
Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri tidak sama
Perkusi : pekak
Auskultasi : terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat
wheezing.
Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi atau
teknan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat
mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit
membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan
fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif intrapleural yang besar
dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang berwarna kemerahan
serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah setengah
lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat
ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edem perifer,
akral dingin dengan sianosis . Dan pada edem paru non kardiogenik didapatkan
Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan
auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah dada.
8. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis terlihat
Palpasi : PMI teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar Murmur
9. Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : Hitung bising usus
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
10. Ekstremitas
Inspeksi : Atas /bawah simetris atau tidak, hitung jumlah jari
11. Integumen
Inspeksi : Terlihat sianosis pada kuku
Palpasi : Akral dingin

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorim yang diperlukan untuk mengkaji etiologi edema paru.
Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi/ darah rutin, fungsi
ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa gas darah.
2. Radiologi
Pada foto thorax untuk menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar, pedikel
vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis kerley
A, B dan C akibat edema. Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan
edem paru kardiogenik dan edem paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada
keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem tidak akan tampak secara radiologi
sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah teknik juga dapat
mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru, seperti rotasi, inspirasi,
ventilator, posisi pasien.
3. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG biasa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemik
atau infark miokard akut dengan edema paru.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan akumulasi protein dan
cairan dalam interstitial/area alveolar
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan secret
c. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan intubasi endotrakeal
d. Gangguan pola nafas yang berhubungan menurunnya ekspensi paru skunder
terhadap penumpukan cairan dalam alveoli
e. Menurunnya Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidak
seimbangan suplai nutrisi dan kebutuhan oksigen

3.3 RENCANA KEPERAWATAN


3. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
o
1 Ketidakefektifa Pola nafas 1. Berikan informasi 1. Informasi
n pola kembali efektif pada pasien tentang yang adekuat
nafas berhubun setelah penyakitnya dapat
gan dengan dilakukan membawa
keadaan tubuh tindakan pasien lebih
yang lemah keperawatan 2. Atur posisi semi kooperatif
selama 3 × 24 fowler dalam
jam, dengan memberikan
kriteria hasil: terapi
- Tidak terjadi
hipoksia atau 3. Observasi tanda 2. Jalan nafas
hipoksemia dan gejala sianosis yang longgar
- Tidak sesak dan tidak ada
- RR normal sumbatan
(16-20 × / 4. Berikan terapi proses
menit) oksigenasi respirasi dapat
- Tidak terdapat berjalan
kontraksi otot dengan lancar.
bantu nafas
- Tidak terdapat 3. Sianosis
sianosis 5. Observasi tanda- merupakan
tanda vital salah satu
tanda
manifestasi
ketidakadekua
tan suply O2
pada jaringan
tubuh perifer .
6. Observasi 4. Pemberian
timbulnya gagal oksigen secara
nafas. adequat dapat
mensuplai dan
memberikan
cadangan
oksigen,
7. Kolaborasi dengan sehingga
tim medis dalam mencegah
memberikan terjadinya
pengobatan hipoksia.
5. Dyspneu,
sianosis
merupakan
tanda
terjadinya
gangguan
nafas disertai
dengan kerja
jantung yang
menurun
timbul
takikardia dan
capilary refill
time yang
memanjang/la
ma.

6.
Ketidakmamp
uan tubuh
dalam proses
respirasi
diperlukan
intervensi
yang kritis
dengan
menggunakan
alat bantu
pernafasan
(mekanical
ventilation).

7. Pengobatan
yang diberikan
berdasar
indikasi sangat
membantu
dalam proses
terapi
keperawatan

2 Gangguan Fungsi 1. Berikan 1. Informasi


pertukaran Gas pertukaran gas penjelasan pada yang adekuat
berhubungan dapat maksimal pasien tentang dapat
dengan distensi setelah penyakitnya membawa
kapiler dilakukan pasien lebih
pulmonar tindakan kooperatif
keperawatan 2. Atur posisi pasien dalam
selama 3 × 24 semi fowler memberikan
jam dengan terapi
kriteria hasil:
- Tidak terjadi 3. Bantu pasien 2. Jalan nafas
sianosis untuk melakukan yang longgar
- Tidak sesak reposisi secara dan tidak ada
- RR normal sering sumbatan
(16-20 × / 4. Berikan terapi proses
menit) oksigenasi respirasi dapat
- BGA normal: berjalan
î partial pressure dengan lancer
of oxygen
(PaO2): 75-100 3. Posisi yang
mm Hg 5. Observasi tanda – berbeda
î partial pressure tanda vital menurunkan
of carbon resiko
dioxide perlukaan
(PaCO2): 35-45 akibat
mm Hg imobilisasi
î oxygen content6. Kolaborasi 4. Pemberian
(O2CT): 15- dengan tim medis oksigen secara
23% dalam memberikan adequat dapat
î oxygen pengobatan mensuplai dan
saturation memberikan
(SaO2): 94- cadangan
100% oksigen,
î bicarbonate sehingga
(HCO3): 22-26 mencegah
mEq/liter terjadinya
î pH: 7.35-7.45 hipoksia

5. Dyspneu,
sianosis
merupakan
tanda
terjadinya
gangguan
nafas disertai
dengan kerja
jantung yang
menurun
timbul
takikardia dan
capilary refill
time yang
memanjang/la
ma.

6. Pengobatan
yang diberikan
berdasar
indikasi sangat
membantu
dalam proses
terapi
keperawatan
3 Resiko tinggi Infeksi tidak 1. Berikan penjelasan 1. Informasi
infeksi terjadi setelah pada pasien tentang yang adekuat
berhubungan dilakukan kondisi yang dapat
dengan area tindakan dialaminya membawa
invasi keperawatan pasien lebih
mikroorganisme selama 3 × 24 2. Observasi tanda- kooperatif
sekunder jam, dengan tanda vital. dalam
terhadap kriteria hasil: memberikan
pemasangan - Pasien mampu terapi
selang mengurangi 3. Observasi daerah
endotrakeal kontak dengan pemasangan selang 2.
area endotrakheal Meningkatnya
pemasangan suhu tubuh
selang 4. Lakukan tehnik dpat dijadikan
endotrakeal perawatan secara sebagai
- Suhu normal aseptik indicator
(36,5oC) terjadinya
infeksi
5. Kolaborasi dengan 3. Kebersihan
tim medis dalam area
memberikan pemasangan
pengobatan selang
menjadi factor
resiko
masuknya
mikroorganis
me
4.
Meminimalka
n organisme
yang kontak
dengan pasien
dapat
menurunkan
resiko
terjadinya
infeksi

5. Pengobatan
yang diberikan
berdasar
indikasi sangat
membantu
dalam proses
terapi
keperawatan

4 Bersihan jalan Keadekuatan 1. Motivasi 1. Nafas dalam


napas tak efektif pola napas klien untuk dapat
b.d sekret yang tercapai setelah napas membantu
kental atau pemberian panjang dan membebaskan
hipersekresi intervensi dalam jalan napas
sekunder akibat selama 2x24 apabila tidak
ALO jam. terdapat
Kriteria hasil: kontra 2. Diuretic
indikasi dapat
 RR
2. Kolaborasi membantu
dalam
pemberian proses
rentang
diuretik pengeluaran
normal,
sesuai cairan dari
14-18
indikasi dalam tubuh
kali/men
it
3. Membebask
 Tidak
an jalan napas
3. Kolaborasi
terdapat
aspirasi
retraksi
cairan paru
otot
(pungsi)
bantu
sesuai
napas
indikasi
tambaha
n
 Ekspans
i dada
simetris
 Klien
mengata
kan
tidak
sesak

5 Perubahan Perfusi jaringan1. Observasi vital 1. Memantau


perfusi jaringan adekuat setelah sign pasien kondisi klien
b.d gangguan pemberian 2. Berikan posisi 2. Memberi
transport O2 ke intervensi semi fowler rasa nyaman
jaringan selama 1x24 3. Kolaborasi serta
sekunder akibat jam pemberian membantu
ALO Kriteria hasil: oksigenasi sesuai pola napas
- CRT <3 indikasi
detik Monitoring hasil
- Akral laboratorium BGA
hangat, kering, secara berkala
merahNadi
dalam rentang
normal, 60-100
kali/menit

 Ph darah
dalam
rentang
normal,
7,35-
7,45
 BGA
dalam
batas
normal

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, 2007.

Buku Saku Diagnosa Keperawatan

. Jakarta: EGC

Colquhaun, M. C, 2004.

ABC of Resusitation 5

th

Edition

. London: BMJ Publishing

Frizzell, et all, 2001.

Handbook of Pathophysiology.

New York: Springhouse corp

Griffiths, M. J. D, 2004.

Respiratory Management in Critical Care

. London: BMJ Publishing

Hudak&Gallo, 2005.

Keperawatan Kritis

. Jakarta: EGC

Price, Wilson, 2006.

Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

. Jakarta: EGC

Smeltzer, BG., 2000.

Bru

nner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical

Nursing 3 ed

. Philadelpia: LWW Publishe

Anda mungkin juga menyukai