Anda di halaman 1dari 17

Laporan Pendahuluan Akut Lung Oedema (ALO)

A. Definisi
Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru Yang Terjadi Secara
Mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam, 2006).
Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Terjadinya Penumpukan Cairan Secara Masif Di
Rongga Alveoli Yang Menyebabkan Pasien Berada Dalam Kedaruratan Respirasi Dan Ancaman
Gagal Napas.(Suryani,2007).
Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Terkumpulnya Cairan Ekstravaskuler Yang Patologis
Di Dalam Paru. (Soeparman;767 2008).

B. Etiologi

Penyebab terjadinya alo dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Edema paru kardiogenik

Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler.
a. Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada
arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh
arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu
memompa darah lagi seperti biasa.
b. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli
diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi
pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari
obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan
ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan
dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila
ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan
kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di
paru-paru (flooding).
c. Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak
mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah
mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
d. Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot
ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
2. Edema paru non kardiogenik

Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi paru
itu sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

1. Infeksi pada paru


2. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
3. Paparan toxic
4. Reaksi alergi
5. Acute respiratory distress syndrome (ards)
6. Neurogenik

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-
kardiogenik. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada
penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada
organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa
tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk.
Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang
dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari
otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat
menjurus pada akumulasi lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh
darah dari paru-paru. Pada gilirannya, hal ini menyebabkan cairan dari pembuluh-
pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.

Non-cardiogenic pulmonary edema


Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh
hal berikut :
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat
dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,
atau radiasi pada paru-paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure
yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di
paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada
pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g. Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus
pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan
pulmonary edema.
h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema
mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke
paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-
related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia
pada wanita-wanita hamil.
D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin
adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan,
atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema
akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat
mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on
exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-
pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan
stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales
atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden
pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya
ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat
inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih
memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh
gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat
takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri,
tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan
cairan interstisial diperlambat
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan
nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita
hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati
(Ingram and Braunwald, 2007).
E. PATOFISIOLOGI
Pemahaman mengenai mekanisme ini memerlukan tinjauan mengenai
pembentukkan dan reabsorbsi cairan paru serta struktur ultra paru. Ruang alveolar
dipisahkan dari interstisium paru terutama oleh sel epitel alveoli Tipe I, yang dalam
kondisi normal membentuk suatu barier relatif nonpermiabel terhadap aliran cairan dari
interstitium ke rongga rongga udara (spaces). Faktor penentu yang paling penting
dalam pembentukkan cairan ekstravaskuler adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan
onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstitial, serta permeabilitas sel endotelium
terhadap air, zat terlarut (solut) dan molekul besar seperti protein plasma.
Ciri perubahan dini pada edema paru adalah terjadinya peningkatan aliran limfatik.
Perubahan ini terjadi karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang
mengelilingi arteriola paru dan saluran pernafasan yang kecil pembekaan saluran limfatik
ini akan berdampak pada struktur sekitarnya dan mengakibatkan terjadinya prubahan
hubungan tekanan pada struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah adanya obstruksi
pada saluran kecil yang telah dibuktikan sebagai perubahan fisiologis dini pada klien
dengan gagal jantung kiri mengingat lesi ini tidak merata disaluran paru, maka timbul
perubahan dalam distribusi, ventilasi, dan perfusi yang kemidian menyebabkan terjadinya
hipoksemia ringan terkenanya arteriola kecil juga menyebabkan gambaran radiologis dini
pada gagal jantung kiri, yaitu suatu redistribusi aliran darah dari basis ke apek paru pada
klien dengan posisi tegak.

Jika terbentuknya cairan intersisial melebihi kapasitas sistem limfatik, maka terjadi
edema dinding alveolar. Pada fase ini komplan paru berkurang hal ini menyebabkan
terjadinya takipneu yang mungkin tanda klinis awal pada klien dengan edema paru.
Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah menyebabkan hipoksenia
memburuk. Meskipun demikian, ekskresi karbondioksida tidak terganggu dan klien akan
menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik.
Selain hal yang telah disebutkan diatas gangguan difusi juga berperan, dan pada fase ini
mungkin terjadi peningkatan pintas kanan ke kiri melalui alveoli yang tidak mengalami
ventilasi. Pada fase alveolar penuh dengan cairan, semua gambaran menjadi lebih berat
dan komplain akan menurun dengan nyata ( Nowak, 2006). Alveoli terisi cairan dan pada
saat yang sama aliran darah kedaerah tersebut tetap berlangsung, maka pintas kanan ke
kiri aliran darah akan menjadi lebih berat dan menyebabkan hipoksia yang rentan
terhadap peningkatan konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan yang
amat berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratorik akan tetap berlangsung.
Secara radiologis akan tampak gambaran infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh paru,
terutama daerah parahilar dan basal. Ketika klien dalam keadaan sadar dia akan tampak
mengalami sesak nafas hebat dan ditandai dengan takipnea, takikardi, serta sianosis bila
pernafasannya tidak dibantu. Keadaan ini disebut sebagai adult respiratory sindrom.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan fisik

1. Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
2. ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
3. Takikardia dengan s3 gallop.
4. Murmur bila ada kelainan katup.

Elektrokardiografi.

Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,
tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau
aritmia bisa ditemukan.

Laboratorium

1. Analisa gas darah po2 rendah, pco2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
2. enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
3. darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, ekg, enzim
jantung (ck-mb, troponin t), angiografi coroner.

foto thoraks pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan x-ray dada.
Radiograph (x-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung
jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral
column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih
gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih
banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus
yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan)
yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru
yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang
penyebab yang mungkin mendasarinya.

Pengukuran plasma b-type natriuretic peptide (bnp)

Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari
dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma b-type natriuretic peptide (bnp)
atau n-terminal pro-bnp. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam
darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari bnp
nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih)
adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai
yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai
penyebabnya.

Pulmonary artery catheter (swan-ganz)

Pulmonary artery catheter (swan-ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis
(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan
melalui ruang ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru
atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah
dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan
dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge
pressure dari 18 mmhg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary
edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmhg biasanya menyokong non-
cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter swan-ganz dan interpretasi
data dilakukan hanya pada intensive care unit (icu).

G. PENATALAKSANAAN

1. Posisi duduk.
2. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
3. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg tiap 5
10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin
intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB.
6. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis
dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau ampai tekanan darah sistolik
85 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
7. Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
8. Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan
tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1
ml/kgBB/jam.
9. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
10. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
11. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
12. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel / corda tendinae.

H. KOMPLIKASI

Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari


komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih
spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang
dikompromikan secara parah oleh paru-paru.

Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada


pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak.
Adult respiratori distres sindrom ( ARDS ) merupakan keadaan gagal nafas mendadak
yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya, sulit
untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum jelas dan terdapat
banyak faktor prespodisisi seperti syok karena perdarahan Sepsis, ruda paksa atau trauma
pada paru atau tubuh lainnya, pankreatitis akut, aspirasi cairan lambung intoksikasi hiroin
atau metadon. Sindrom gawat nafas akut juga dikenal dengan edema paru non
kardiogenik.
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a.Identitas :
b.Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja.
c. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang
mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,
pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
e. Pemeriksaan pada semua system tubuh :
1) B1 : Breathing
Mungkin terdapat nyeri saat inspirasi, RR meningkat, sesak nafas, sianosis,
batuk, suara nafas rongki
Pola nafas : dinilai kecepatan, irama, dan kualitas
Bunyi nafas : bunyi nafas normal, vesikuler, broncho vesikuler
Penurunan atau hilangnya bunyi nafas dapat menunjukkan adanya
atelectasis, pneumothorax, atau fibrosis pada pleura
Rales ( merupakan tanda awal adanya CHF, emphysema) merupakan
bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di dalam
trakheobronkial dan alveoli
Ronchi ( dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran nafas dan
peningkatan usaha nafas )
Bentuk dada : perubahan diameter anterior posterior (AP) menunjukkan
adanya COPD
Ekpansi dada : dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukkan adanya eteletaksis, lesi pada
paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pneumothorax, atau
penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat
Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : retraksi dari otot-otot
intercostal, substernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradox (
retraksi abdomen saat inspirasi ). Pada pola nafas ini dapat terjadi jika otot-
otot intercostal tidak mampu menggerakkan dinding dada
Sputum
Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan konsistensinya.
Mukoid sputum biasa terjadi pada bronchitis kronik dan asma bronkiale,
sputum yang mengandung darah dapat menunjukkan adanya edema paru,
TBC dan kanker paru
Parameter pada ventilator
Volume tidal
Normal : 10-15cc/kgBB
Perubahan pada uduma fidal menunjukkan adanya perubahan status
ventilasi penurunan volume tidal secara mendadak menunjukkan adanya
penurunan ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2. Sedangkan
peningkatan volume setidal secara mendadak menunjukkan adanya
peningkatan ventilasi alveolar yang akan menurunkan PCO2.
Kapasitas vital : Normal 50-60cc/kgBB
2) B 2 : Bleeding
Irama Jantung : frekuensi x/mnt, regular atau irregular
Distensi Vena Jugularis
Tekanan darah : hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator
Bunyi jantung : dihasilkan oleh aktivitas katup jantung
s1 : terdengar saat kontraksi otot jantun / sistol ventrikel. terjadi akibat
penutupan katup mitral dan triskupid
s2 : terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. terjadi akibat penutupan katup
pulmonal dan katup aorta
s3 : dikenal dengan ventrikuler gallop, menandakan adanya dilatasi
ventrikel
Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya terjadi
pada pasien gangguan katup / CHF
Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
Nadi perifer : ada/tidak akan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat
terjadi akibat adanya hipoksia miokardial
PMI ( Point of Maximal Impuls ): diameter normal 2cm, pada intercostal
ke lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukkan
adanya pembesaran ventrikel pasien hipoksemia kronis
Edema : dikaji lokasi dan derajatnya
3) B 3 : Brain
Tingkat kesadaran : penurunan pada tingkat kesadaran pada pasien dengan
respirator dapat terjadi akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan
vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan menurunkan sirkulasi cerebral
4) B 4 : Bladder
Mungkin dapat terjadi oliguria akibat gangguan fungsi ginjal
5) B 5 : Bowel
Jarang ditemukan masalah
Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan
pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi
6) B 6 : Bone
Mungkin disertai adanya kelemahan ( intoleransi aktivitas )
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat bantu
nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonary
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadat
pemasangan selang endotrakeal
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekret yang kental atau hipersekresi sekunder
akibat ALO
5. Perubahan perfusi jaringan b.d gangguan transport O2 ke jaringan sekunder akibat ALO
6. Nyeri akut berhubungan dengan edema dan inflamasi
7. Gangguan asam basa berhubungan dengan peningkatan cairan pada paru
8. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Penurunan cardiac output
9. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
10. Resiko syok hipovelemik berhubungan dengan perkejuan
11. Gangguan nutrisi kurang dari keb. Tubuh berhubungan dengan anoreksia
12. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
13. Gangguan metabolism berhubungan dengan peningkatan metabolism lemak
14. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi
15. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional

Ketidakefektifan
1 Pola nafas kembali 1.Berikan 1. Informasi yang
pola efektif setelah informasi pada adekuat dapat membawa
nafas berhubunga dilakukan tindakan pasien tentang pasien lebih kooperatif
n dengan keadaan keperawatan penyakitnya dalam memberikan
tubuh yang lemah selama 3 24 jam, terapi
dengan kriteria
hasil:
- Tidak terjadi 2. Jalan nafas yang
2. Atur posisi semi longgar dan tidak ada
hipoksia atau
fowler sumbatan proses
hipoksemia
respirasi dapat berjalan
- Tidak sesak dengan lancar.
3. Observasi tanda
- RR normal (16- 3. Sianosis merupakan
dan gejala sianosis
20 / menit) salah satu tanda
manifestasi
- Tidak terdapat ketidakadekuatan suply
kontraksi otot O2 pada jaringan tubuh
bantu nafas perifer .
- Tidak terdapat 4. Pemberian oksigen
sianosis 4. Berikan terapi secara adequat dapat
oksigenasi mensuplai dan
memberikan cadangan
oksigen, sehingga
mencegah terjadinya
hipoksia.

5. Observasi tanda-
tanda vital 5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya gangguan
nafas disertai dengan
kerja jantung yang
menurun timbul
takikardia dan capilary
refill time yang
memanjang/lama.
6.Ketidakmampuan
tubuh dalam proses
respirasi diperlukan
intervensi yang kritis
5.Observasi dengan menggunakan
timbulnya gagal alat bantu pernafasan
nafas. (mekanical ventilation).
7.Kolaborasi 7. Pengobatan yang
dengan tim medis diberikan berdasar
dalam memberikan indikasi sangat
pengobatan membantu dalam proses
terapi keperawatan

2 Gangguan Fungsi pertukaran 1. Berikan 1. Informasi yang


pertukaran Gas gas dapat maksimal penjelasan pada adekuat dapat membawa
berhubungan setelah dilakukan pasien tentang pasien lebih kooperatif
dengan distensi tindakan penyakitnya dalam memberikan
kapiler pulmonar keperawatan terapi
selama 3 24 jam 2. Atur posisi
dengan kriteria pasien semi fowler 2. Jalan nafas yang
hasil: longgar dan tidak ada
sumbatan proses
- Tidak terjadi respirasi dapat berjalan
sianosis dengan lancer
3. Bantu pasien
- Tidak sesak 3. Posisi yang berbeda
untuk melakukan
menurunkan resiko
- RR normal (16- reposisi secara
perlukaan akibat
20 / menit) sering
imobilisasi
- BGA normal: 4. Berikan terapi
4. Pemberian oksigen
oksigenasi
secara adequat dapat
partial pressure of
mensuplai dan
oxygen (PaO2): 75-
memberikan cadangan
100 mm Hgpartial
oksigen, sehingga
pressure of carbon
mencegah terjadinya
dioxide (PaCO2):
hipoksia
35-45 mm Hg
oxygen content 5. Observasi tanda 5. Dyspneu, sianosis
(O2CT): 15-23% tanda vital merupakan tanda
terjadinya gangguan
oxygen saturation
nafas disertai dengan
(SaO2): 94 100%
kerja jantung yang
bicarbonate menurun timbul
(HCO3): 22-26 takikardia dan capilary
mEq/liter refill time yang
pH: 7.35-7.45 memanjang/lama.
6. Kolaborasi 6. Pengobatan yang
dengan tim medis diberikan berdasar
dalam memberikan indikasi sangat
pengobatan membantu dalam proses
terapi keperawatan

3 Resiko tinggi Infeksi tidak terjadi 1.Berikan 1. Informasi yang


infeksi setelah dilakukan penjelasan pada adekuat dapat membawa
berhubungan tindakan pasien tentang pasien lebih kooperatif
dengan area keperawatan kondisi yang dalam memberikan
invasi selama 3 24 jam, dialaminya terapi
mikroorganisme dengan kriteria
sekunder terhadap hasil: 2. Observasi tanda- 2. Meningkatnya suhu
pemasangan tanda vital. tubuh dpat dijadikan
selang - Pasien mampu sebagai indicator
endotrakeal mengurangi kontak terjadinya infeksi
dengan area
3. Observasi daerah 3. Kebersihan area
pemasangan selang
pemasangan selang pemasangan selang
endotrakeal
endotrakheal menjadi factor resiko
- Suhu normal masuknya
(36,5oC) mikroorganisme
4. Lakukan tehnik
4.Meminimalkan
perawatan secara
organisme yang kontak
aseptik
dengan pasien dapat
menurunkan resiko
terjadinya infeksi

5. Kolaborasi
dengan tim medis 5. Pengobatan yang
dalam memberikan diberikan berdasar
pengobatan indikasi sangat
membantu dalam proses
terapi keperawatan
DIAGNOSA
16. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat bantu
nafas
17. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonary
18. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadat
pemasangan selang endotrakeal
19. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekret yang kental atau hipersekresi sekunder
akibat ALO
20. Perubahan perfusi jaringan b.d gangguan transport O2 ke jaringan sekunder akibat ALO
21. Nyeri akut berhubungan dengan edema dan inflamasi
22. Gangguan asam basa berhubungan dengan peningkatan cairan pada paru
23. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Penurunan cardiac output
24. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
25. Resiko syok hipovelemik berhubungan dengan perkejuan
26. Gangguan nutrisi kurang dari keb. Tubuh berhubungan dengan anoreksia
27. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
28. Gangguan metabolism berhubungan dengan peningkatan metabolism lemak
29. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi
30. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Arwonto dan Wartonah.2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Asuhan Keperaweatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Brunner &Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta

Mubarak, Wahit Iqbal & Cahyani, Nurul. 2007. Kebutuhan Dasar. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Prof. Dr. Adhi Djuanda. 2009. MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 9. Jakarta : Medidata Indonesia
Tucker, Martin. 2003. Buku Standart Keperawatan edisi V

Anda mungkin juga menyukai