1. DEFINISI
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya penumpukan cairan
secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan
respirasi dan ancaman gagal nafas (Gumiwang, 2007).
ALO juga dapat diartikan sebagai penumpukan cairan (serous/serosanguineous) oleh
karena adanya aliran cairan atau darah ke ruang interstisial paru yang selanjutnya ke
alveoli paru, bronkus, bronkiolus, atau interstisial space melebihi cairan balik/kembali ke
arah jantung atau melalui limfatik (Tamashefski, 2000).
2. ETIOLOGI
a. Ketidakseimbangan Starling Forces:
1) Peningkatan tekanan kapiler paru:
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat
sampai melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg
pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara
8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut.
Etiologi dari keadaan ini antara lain:
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel
kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
c. Insufisiensi Limfatik:
1) Post Lung Transplant.
2) Lymphangitic Carcinomatosis.
3) Fibrosing Lymphangitis (silicosis)
e. Kardiogenik
1) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena
adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan
darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang
disuplai oleh arteri tersebut.Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan
tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.
2) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik.Menurut
beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat
disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan
alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat
kemoterapi.Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga
tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung
memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak
mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru.
Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
3) Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak
mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi).Hal ini menyebabkan darah
mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
4) Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada
otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
3. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda.Edema
Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema
Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi
dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri
Cronic
a. Cardiogenic
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan
pada organ jantung.Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung
memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
buruk.Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk
(datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau
kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang
abnormal dapat menjurus pada akumulasi lebih dari jumlah darah yang biasa dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru.Pada gilirannya, hal ini menyebabkan cairan
dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
4. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto
toraks).Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar
dideteksi dini.Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi
cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan
tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.Transudasi ini terjadi tanpa perubahan
pada permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang
terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas.Sering kali
keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.
- Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin
adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup
pada saat inspirasi.
- Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial.Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor
intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal
oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks
bronkhokonstriksi.Sering terdapat takhipnea.Meskipun hal ini merupakan tanda
gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran
limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat.Pada pemeriksaan
spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
- Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar.Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia.Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita
hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia.Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-
hati.Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat
hipertensi kapiler paru.Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria
koronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat
dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa
dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase akan
mengurangi edema' paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-
kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang
penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak
parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan
edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau
kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah
seperti pada cardiogenic shock lung (Sjaharudin Harun & Sally Aman
Nasution,2006).
5. PATOFISIOLOGI
a. Penigkatan tekanan hidrostatik (tekanan yang mendorong cairan keluar sel) pada
kapiler paru terjadi jika kerja pemompaan ventrikel kiri tidak adekuat. Penyebabnya
adalah penurunan kekuatan miokardium atau keadaan yang menuntut peningkatan kerja
miokardium (gagal jantung), stenosis katup mitral atau regurgitasi. Akibatnya,
peningkatan atrium kiri akan dihantarkan ke belakang pembuluh darah paru.
b. Gangguan drainase limfatik mempermudah pembentukan edema paru. Biasanya,
kelebihan cairan filtrasi akan dibuang melalui system limfatik. Jika gagal jantung kanan
bersamaan dengan gagal jantung kiri, tekanan vena sistemik akan meningkat, begitu
pula tekanan pada tempat drainase pembuluh limfatik ke dalam vena sehingga
menghambat drainase limfatik.
c. Tekanan onkotik di kapiler berkurang pada hipoproteinemia, sehingga mendukung
terjadinya edema paru (tidak ada cukup perotein untuk mendorong cairan ke dalam
sel).
d. Pada edema paru interstisial, ruang interstisial di antara kapiler dan alveolus
meningkat. Akibatnya terjadi gangguan difusi yang terutama mengganggu pengambilan
O2. Sehingga pada aktifitas fisik dimana kebutuhan O2 meningkat, konsentrasi O2
dalam darah akan turun (hipoksemia, sianosis). Tekanan yang terus meningkat dan
kerusakan dinding alveolus menyebabkan filtrasi ke dalam ruang alveolus. Alveolus
yang terisi dengan cairan tidak lagi terlibat dalam proses pertukaran gas, cairan
memasuki jalan nafas sehingga meningkatkan resistensi jalan nafas.
e. Edema paru memaksa pasien untuk bernafas dalam posisi tegak (ortopneu). Pada posisi
duduk atau berdiri setelah berbaring, aliran balik vena dari bagian tubuh terbawah akan
turun (semakin turun bila dalam posisi tegak) sehingga tekanan atrium kanan dan curah
jantung kanan menurun. Aliran darah ke paru akan berkurang sehingga menyebabkan
penurunan teknan hidrostatik di kapiler paru dan dalam waktu yang bersamaan, aliran
vena pulmonalis dari bagian tubuh di atas paru akan meningkat. Selain itu, penurunan
tekanan vena sentralis membantu drainase limfatik dari paru. Akibatnya, bendungan
paru, serta edema alveolus dan interstisial akan berkurang.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG
- Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri, atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung.
- Gambaran iskemik, infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
- Edema paru non iskemik: gelombang T negative yang lebar dengan QT memanjang.
b. Laboratorium
- Analisis gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah, kemudian hiperkapnia.
- Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
- Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, enzim jantung (CK-CKMB,
Troponin T) diperiksa.
c. Foto Thoraks
Hilus melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema
interstisial atau alveolar.
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)
Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi
1. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2. Edema butterfly atau Bats Wing (edema sentral)
d. Ecocardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi),
segmental wall motion abnormality (PJK), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel
dan atrium kiri.
7. PENATALAKSANAAN
a. Posisi setengah duduk
b. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk
pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan 60
mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak
mampu mengurangi cairan edema secara adekuat dilakukan intubasi endotrakeal,
suction, dan ventilator/bipep.
c. Infuse emergensi
d. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
e. Nitrogliserin sublingual atau iv.
f. Peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah > 95 mmHg bisa diberikan iv
mulai dosis 3-5 g/kgBB. Jika tidak memberikan hasil memuaskan, dapat diberikan
nitroprusid.
g. Nitroprusid iv dimulai dosis 0,1 g/kgBB/menit bila tidak member respons dengan
nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah
sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi ke organ-organ vital.
h. Morfin sulfat: 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15 mg.
i. Diuretic : Furosemid 40-80 mg iv bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4
jam atau dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam.
j. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hiperfusi) Dopamin 2-5 g/kgBB/menit atau
Dobutamin 2-10g/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respons klinis atau keduanya.
k. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien innfark miokardial.
l. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis, atau tidak berhasil
dengan terapi oksigen.
m. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
n. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut, seperti regurgitasi, VSD, dan rupture
dinding ventrikel atau korda tendinae.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
b. Identitas :
c. Umur: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa
muda
d. Riwayat Masuk: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang
mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
e. Riwayat Penyakit Dahulu: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik
seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan
serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
f. Pemeriksaan fisik
- Sistem Integumen
Subyektif :
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
- Sistem Pulmonal
Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif :Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru,
- Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif :Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
- Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
- Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
- Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
- Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
- Studi Laboratorik
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
- Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
3. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontakilitas miokardial (penurunan).
Tujuan : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal
jantung.
Rencana tindakan :
a) Catat suara jantung
Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa.
Irama gallop sering ada (S2 dan S3). Murmur merupakan gambaran adanya
ketidaknormalan/stenosis dari katup.
b) Monitor tekanan darah
Rasional: pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama kelamaan
badan/body jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa
terjadi hipotensi berat.
c) Palpasi denyut peripher
Rasional: Penurunan CO akan menyebabkan kelemhn denyut pada arteri radialis,
poplitea,dorsalis pedis dan posttibial. Denyut dapat yang cepat atau reguler dan
mungkin juga terdapat pulsus alternans (denyut yang kuat di selingi denyut yang
lemah)
d) Lihat warna kulit,pucat,cyanosis
Rasional: Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer sebagai akibat sekunder
dari ketidakadekuatnya CO
e) Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti: lethargy, kebingungan, disoientasi
cemas dan depresi.
Rasional: Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi cerebralsebagai akibat sekunder dari
penurunan CO
f) Collaborative dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional: meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk
menanggulangi efek hypoxia/iskemia.
g) Collaborative pemberian diuretik
Rasional : Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac out put
yang relative normal yang di sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup
diuretics akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.
h) Collaborative pemberin digoxin
Rasional: meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan melambatkan kecepatan
denyut jantung (heart rate) dengan menurunkan kecepatan konduksi dan memperpanjng
periode retrakter dari AV junction untuk meningkatkan efisiensi jantung/cardiac out
put.
Rencana Tindakan:
Intervensi
N Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
o
1 Ketidakefektifa Pola nafas 1. Berikan HE 1. Informasi yang
n pola nafas kembali efektif pada pasien adekuat dapat
berhubungan setelah tentang membawa pasien
dengan dilakukan penyakitnya lebih kooperatif dalam
keadaan tubuh tindakan memberikan terapi
yang lemah keperawatan 2. Jalan nafas yang
selama 3 24 2. Atur posisi longgar dan tidak ada
jam, dengan semi fowler sumbatan proses
kriteria hasil: respirasi dapat
- Tidak terjadi berjalan dengan
hipoksia atau lancar.
hipoksemia 3. Observasi 3. Sianosis merupakan
- Tidak sesak tanda dan salah satu tanda
- RR normal gejala sianosis manifestasi
(16-20 / ketidakadekuatan
menit) suply O2 pada
- Tidak terdapat 4. Berikan terapi jaringan tubuh perifer
kontraksi otot oksigenasi .
bantu nafas 4. Pemberian oksigen
- Tidak terdapat secara adequat dapat
sianosis mensuplai dan
memberikan
5. Observasi cadangan oksigen,
tanda-tanda sehingga mencegah
vital terjadinya hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya gangguan
nafas disertai dengan
kerja jantung yang
6. Observasi menurun timbul
timbulnya takikardia dan
gagal nafas. capilary refill time
yang
memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan
tubuh dalam proses
7. Kolaborasi respirasi diperlukan
dengan tim intervensi yang kritis
medis dalam dengan
memberikan menggunakan alat
pengobatan bantu pernafasan
(mekanical
ventilation).
7. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
http://emedicine.medscape.com/article/157452-overview#showall. 31 Agustus
2015
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000140.htm. 31 Agustus
2015
Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter
Umum.Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga