Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE LUNG ODEMA ( ALO )

1. DEFINISI
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya penumpukan cairan
secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan
respirasi dan ancaman gagal nafas (Gumiwang, 2007).
ALO juga dapat diartikan sebagai penumpukan cairan (serous/serosanguineous) oleh
karena adanya aliran cairan atau darah ke ruang interstisial paru yang selanjutnya ke
alveoli paru, bronkus, bronkiolus, atau interstisial space melebihi cairan balik/kembali ke
arah jantung atau melalui limfatik (Tamashefski, 2000).

2. ETIOLOGI
a. Ketidakseimbangan Starling Forces:
1) Peningkatan tekanan kapiler paru:
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat
sampai melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg
pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara
8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut.
Etiologi dari keadaan ini antara lain:
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel
kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

2) Penurunan tekanan onkotik plasma


Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.Tetapi hipoalbuminemia
saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler
paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan
menyebabkan edema paru.
3) Peningkatan tekanan negatif intersisial:
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural,
contoh yang sering menjadi etiologi adalah:
1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
4) Peningkatan tekanan onkotik intersisial
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

b. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress


Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler
dan alveolar.Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang berhubungan
dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan
Starling Force.
1) Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
2) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
3) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl
thiourea).
4) Aspirasi asam lambung.
5) Pneumonitis radiasi akut.
6) Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
7) Disseminated Intravascular Coagulation.
8) Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
9) Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
10) Pankreatitis Perdarahan Akut.

c. Insufisiensi Limfatik:
1) Post Lung Transplant.
2) Lymphangitic Carcinomatosis.
3) Fibrosing Lymphangitis (silicosis)

d. Tak diketahui/tak jelas


1) High Altitude Pulmonary Edema.
2) Neurogenic Pulmonary Edema.
3) Narcotic overdose.
4) Pulmonary embolism
5) Eclampsia
6) Post cardioversion
7) Post Anesthesia
8) Post Cardiopulmonary Bypass

e. Kardiogenik
1) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena
adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan
darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang
disuplai oleh arteri tersebut.Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan
tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.
2) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik.Menurut
beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat
disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan
alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat
kemoterapi.Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga
tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung
memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak
mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru.
Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
3) Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak
mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi).Hal ini menyebabkan darah
mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
4) Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada
otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

3. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda.Edema
Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema
Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi
dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri
Cronic
a. Cardiogenic
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan
pada organ jantung.Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung
memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
buruk.Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk
(datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau
kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang
abnormal dapat menjurus pada akumulasi lebih dari jumlah darah yang biasa dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru.Pada gilirannya, hal ini menyebabkan cairan
dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.

b. Non-Cardiogenic Pulmonary Edema


Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal
berikut:
- Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang
dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
- Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,
atau radiasi pada paru-paru.
- Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
- High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
- Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang
parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-
paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
- Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada
pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
- Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
- Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema
mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke
paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-
related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia
pada wanita-wanita hamil.

4. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto
toraks).Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar
dideteksi dini.Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi
cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan
tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.Transudasi ini terjadi tanpa perubahan
pada permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang
terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas.Sering kali
keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.
- Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin
adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup
pada saat inspirasi.
- Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial.Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor
intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal
oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks
bronkhokonstriksi.Sering terdapat takhipnea.Meskipun hal ini merupakan tanda
gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran
limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat.Pada pemeriksaan
spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
- Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar.Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia.Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita
hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia.Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-
hati.Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat
hipertensi kapiler paru.Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria
koronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat
dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa
dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase akan
mengurangi edema' paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-
kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang
penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak
parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan
edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau
kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah
seperti pada cardiogenic shock lung (Sjaharudin Harun & Sally Aman
Nasution,2006).

5. PATOFISIOLOGI
a. Penigkatan tekanan hidrostatik (tekanan yang mendorong cairan keluar sel) pada
kapiler paru terjadi jika kerja pemompaan ventrikel kiri tidak adekuat. Penyebabnya
adalah penurunan kekuatan miokardium atau keadaan yang menuntut peningkatan kerja
miokardium (gagal jantung), stenosis katup mitral atau regurgitasi. Akibatnya,
peningkatan atrium kiri akan dihantarkan ke belakang pembuluh darah paru.
b. Gangguan drainase limfatik mempermudah pembentukan edema paru. Biasanya,
kelebihan cairan filtrasi akan dibuang melalui system limfatik. Jika gagal jantung kanan
bersamaan dengan gagal jantung kiri, tekanan vena sistemik akan meningkat, begitu
pula tekanan pada tempat drainase pembuluh limfatik ke dalam vena sehingga
menghambat drainase limfatik.
c. Tekanan onkotik di kapiler berkurang pada hipoproteinemia, sehingga mendukung
terjadinya edema paru (tidak ada cukup perotein untuk mendorong cairan ke dalam
sel).
d. Pada edema paru interstisial, ruang interstisial di antara kapiler dan alveolus
meningkat. Akibatnya terjadi gangguan difusi yang terutama mengganggu pengambilan
O2. Sehingga pada aktifitas fisik dimana kebutuhan O2 meningkat, konsentrasi O2
dalam darah akan turun (hipoksemia, sianosis). Tekanan yang terus meningkat dan
kerusakan dinding alveolus menyebabkan filtrasi ke dalam ruang alveolus. Alveolus
yang terisi dengan cairan tidak lagi terlibat dalam proses pertukaran gas, cairan
memasuki jalan nafas sehingga meningkatkan resistensi jalan nafas.
e. Edema paru memaksa pasien untuk bernafas dalam posisi tegak (ortopneu). Pada posisi
duduk atau berdiri setelah berbaring, aliran balik vena dari bagian tubuh terbawah akan
turun (semakin turun bila dalam posisi tegak) sehingga tekanan atrium kanan dan curah
jantung kanan menurun. Aliran darah ke paru akan berkurang sehingga menyebabkan
penurunan teknan hidrostatik di kapiler paru dan dalam waktu yang bersamaan, aliran
vena pulmonalis dari bagian tubuh di atas paru akan meningkat. Selain itu, penurunan
tekanan vena sentralis membantu drainase limfatik dari paru. Akibatnya, bendungan
paru, serta edema alveolus dan interstisial akan berkurang.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG
- Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri, atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung.
- Gambaran iskemik, infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
- Edema paru non iskemik: gelombang T negative yang lebar dengan QT memanjang.
b. Laboratorium
- Analisis gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah, kemudian hiperkapnia.
- Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
- Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, enzim jantung (CK-CKMB,
Troponin T) diperiksa.
c. Foto Thoraks
Hilus melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema
interstisial atau alveolar.
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)

Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi
1. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2. Edema butterfly atau Bats Wing (edema sentral)

d. Ecocardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi),
segmental wall motion abnormality (PJK), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel
dan atrium kiri.

7. PENATALAKSANAAN
a. Posisi setengah duduk
b. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk
pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan 60
mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak
mampu mengurangi cairan edema secara adekuat dilakukan intubasi endotrakeal,
suction, dan ventilator/bipep.
c. Infuse emergensi
d. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
e. Nitrogliserin sublingual atau iv.
f. Peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah > 95 mmHg bisa diberikan iv
mulai dosis 3-5 g/kgBB. Jika tidak memberikan hasil memuaskan, dapat diberikan
nitroprusid.
g. Nitroprusid iv dimulai dosis 0,1 g/kgBB/menit bila tidak member respons dengan
nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah
sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi ke organ-organ vital.
h. Morfin sulfat: 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15 mg.
i. Diuretic : Furosemid 40-80 mg iv bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4
jam atau dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam.
j. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hiperfusi) Dopamin 2-5 g/kgBB/menit atau
Dobutamin 2-10g/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respons klinis atau keduanya.
k. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien innfark miokardial.
l. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis, atau tidak berhasil
dengan terapi oksigen.
m. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
n. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut, seperti regurgitasi, VSD, dan rupture
dinding ventrikel atau korda tendinae.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
b. Identitas :
c. Umur: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa
muda
d. Riwayat Masuk: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang
mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
e. Riwayat Penyakit Dahulu: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik
seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan
serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
f. Pemeriksaan fisik
- Sistem Integumen
Subyektif :
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
- Sistem Pulmonal
Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif :Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru,
- Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif :Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
- Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
- Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
- Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
- Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
- Studi Laboratorik
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
- Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

2. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial
(penurunan).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
4. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah).
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang
terpajang informasi

3. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontakilitas miokardial (penurunan).
Tujuan : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal
jantung.
Rencana tindakan :
a) Catat suara jantung
Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa.
Irama gallop sering ada (S2 dan S3). Murmur merupakan gambaran adanya
ketidaknormalan/stenosis dari katup.
b) Monitor tekanan darah
Rasional: pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama kelamaan
badan/body jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa
terjadi hipotensi berat.
c) Palpasi denyut peripher
Rasional: Penurunan CO akan menyebabkan kelemhn denyut pada arteri radialis,
poplitea,dorsalis pedis dan posttibial. Denyut dapat yang cepat atau reguler dan
mungkin juga terdapat pulsus alternans (denyut yang kuat di selingi denyut yang
lemah)
d) Lihat warna kulit,pucat,cyanosis
Rasional: Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer sebagai akibat sekunder
dari ketidakadekuatnya CO
e) Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti: lethargy, kebingungan, disoientasi
cemas dan depresi.
Rasional: Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi cerebralsebagai akibat sekunder dari
penurunan CO
f) Collaborative dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional: meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk
menanggulangi efek hypoxia/iskemia.
g) Collaborative pemberian diuretik
Rasional : Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac out put
yang relative normal yang di sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup
diuretics akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.
h) Collaborative pemberin digoxin
Rasional: meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan melambatkan kecepatan
denyut jantung (heart rate) dengan menurunkan kecepatan konduksi dan memperpanjng
periode retrakter dari AV junction untuk meningkatkan efisiensi jantung/cardiac out
put.

Diagnosa Keperawatan 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli) Tujuan:
Pertukaran gas efektif
Kriteria hasil: menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat pada jringan di
tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan
Rencana tindakan:
a) Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels
Rasional: Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret yang
membutuhkan penanganan lebih lanjut
b) Atur posisi fowler dan bed rest
Rasional: merangsang pengembangan paru secara maksimal.
c) Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri
Rasional: hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
d) Collaborative pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi hypoxemia
jaringan
e) Collaborative pemberian obat Diuretic
Rasional: Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran gas
f) Bronkodilator
Rasional : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas.

Diagnosa Keperawatan 3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan


menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
Tujuan: Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil: Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar
jelas.
Rencana tindakan:
a. Identifikasi faktor penyebab
Rasional: Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang
tepat
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi
Rasional: Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala
tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat
Rasional: Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional: Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi
paru
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam
Rasional: Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif
Rasional: Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-
otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto
thorax
Rasional: Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

Diagnose keperawatan 4: Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman


kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan: Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi
kecemasan.
Kriteria hasil: Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan
frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana tindakan:
a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
b. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya
Rasional: pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak
kerjasama dalam perawatan.
c. Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
d. Bantu dalam menggunakan sumber koping yang ada
Rasional: Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat
dalam mengatasi stress.
e. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
Rasional: Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
f. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas
Rasional: Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi
klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan
g. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya
Rasional: Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi
dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

Diagnose keperawatan 5: Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari


sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)
Tujuan: Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil: Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup
Rencana tindakan:
a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta
adanya perubahan tanda-tanda vital
Rasional: Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b. Bantu Px memenuhi kebutuhannya
Rasional: Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri
c. Awasi Px saat melakukan aktivitas
Rasional: Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
d. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional: Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
e. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Rasional: Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme
f. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap
Rasional: Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien
pada kondisi normal.

Diagnose keperawatan 6: Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan


sehubungan dengan kurang terpajan informasi
Tujuan: Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Kriteria hasil:
- Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah
- PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi
medik
- Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup
yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah
Rencana tindakan:
a. Kaji patologi masalah individu.
Rasional: Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan
dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik
b. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada
tiba-tiba, dispena, distress pernafasan)
Rasional: Berulangnya proses penyakit memerlukan intervensi medik untuk mencegah,
menurunkan potensial komplikasi
c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional: Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.

Rencana Tindakan:
Intervensi
N Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
o
1 Ketidakefektifa Pola nafas 1. Berikan HE 1. Informasi yang
n pola nafas kembali efektif pada pasien adekuat dapat
berhubungan setelah tentang membawa pasien
dengan dilakukan penyakitnya lebih kooperatif dalam
keadaan tubuh tindakan memberikan terapi
yang lemah keperawatan 2. Jalan nafas yang
selama 3 24 2. Atur posisi longgar dan tidak ada
jam, dengan semi fowler sumbatan proses
kriteria hasil: respirasi dapat
- Tidak terjadi berjalan dengan
hipoksia atau lancar.
hipoksemia 3. Observasi 3. Sianosis merupakan
- Tidak sesak tanda dan salah satu tanda
- RR normal gejala sianosis manifestasi
(16-20 / ketidakadekuatan
menit) suply O2 pada
- Tidak terdapat 4. Berikan terapi jaringan tubuh perifer
kontraksi otot oksigenasi .
bantu nafas 4. Pemberian oksigen
- Tidak terdapat secara adequat dapat
sianosis mensuplai dan
memberikan
5. Observasi cadangan oksigen,
tanda-tanda sehingga mencegah
vital terjadinya hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya gangguan
nafas disertai dengan
kerja jantung yang
6. Observasi menurun timbul
timbulnya takikardia dan
gagal nafas. capilary refill time
yang
memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan
tubuh dalam proses
7. Kolaborasi respirasi diperlukan
dengan tim intervensi yang kritis
medis dalam dengan
memberikan menggunakan alat
pengobatan bantu pernafasan
(mekanical
ventilation).
7. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan

2 Gangguan Fungsi 1. Berikan HE 1. Informasi yang


pertukaran pertukaran gas pada pasien adekuat dapat
Gas dapat maksimal tentang membawa pasien
berhubungan setelah penyakitnya lebih kooperatif dalam
dengan dilakukan memberikan terapi
distensi kapiler tindakan 2. Jalan nafas yang
pulmonar keperawatan 2. Atur posisi longgar dan tidak ada
selama 3 24 pasien semi sumbatan proses
jam dengan fowler respirasi dapat
kriteria hasil: berjalan dengan
- Tidak terjadi lancer
sianosis 3. Bantu 3. Posisi yang berbeda
- Tidak sesak pasien untuk menurunkan resiko
- RR normal melakukan perlukaan akibat
(16-20 / reposisi imobilisasi
menit) secara 4. Pemberian oksigen
- BGA normal: sering secara adequat dapat
partial 4. Berikan mensuplai dan
pressure of terapi memberikan
oxygen oksigenasi cadangan oksigen,
(PaO2): 75- sehingga mencegah
100 mm Hg terjadinya hipoksia
partial 5. Dyspneu, sianosis
pressure of merupakan tanda
carbon 5. Observasi terjadinya gangguan
dioxide tanda
(PaCO2): tanda vital nafas disertai dengan
35-45 mm kerja jantung yang
Hg menurun timbul
oxygen takikardia dan
content capilary refill time
(O2CT): 15- 6. Kolaborasi yang
23% dengan tim memanjang/lama.
oxygen medis dalam 6. Pengobatan yang
saturation memberikan diberikan berdasar
(SaO2): 94- pengobatan indikasi sangat
100% membantu dalam
bicarbonate proses terapi
(HCO3): 22- keperawatan
26 mEq/liter
pH: 7.35-
7.45

3 Resiko tinggi Infeksi tidak 1. Berikan HE 1. Informasi yang


infeksi terjadi setelah pada pasien adekuat dapat
berhubungan dilakukan tentang kondisi membawa pasien
dengan area tindakan yang lebih kooperatif dalam
invasi keperawatan dialaminya memberikan terapi
mikroorganism selama 3 24 2. Meningkatnya suhu
e sekunder jam, dengan 2. Observasi tubuh dpat dijadikan
terhadap kriteria hasil: tanda-tanda sebagai indicator
pemasangan - Pasien vital. terjadinya infeksi
selang mampu 3. Kebersihan area
endotrakeal mengurangi pemasangan selang
kontak 3. Observasi menjadi factor resiko
dengan area daerah masuknya
pemasangan pemasangan mikroorganisme
selang selang 4. Meminimalkan
endotrakeal endotrakheal organisme yang
- Suhu normal kontak dengan pasien
(36,5oC) 4. Lakukan tehnik dapat menurunkan
perawatan resiko terjadinya
secara aseptik infeksi
5. Kolaborasi 5. Pengobatan yang
dengan tim diberikan berdasar
medis dalam indikasi sangat
memberikan membantu dalam
pengobatan proses terapi
keperawatan

3 Bersihan jalan Keadekuatan 1. Motivasi klien 1. Nafas dalam dapat


napas tak pola napas untuk napas membantu
efektif b.d tercapai setelah panjang dan membebaskan jalan
sekret yang pemberian dalam apabila napas.
kental atau intervensi tidak terdapat
hipersekresi selama 2x24 kontra indikasi
sekunder jam.
akibat ALO Kriteria hasil: 2. Kolaborasi 2. Diuretic dapat
- RR dalam pemberian membantu proses
rentang diuretik sesuai pengeluaran cairan
normal, 14-18 indikasi dari dalam tubuh
kali/menit
- Tidak terdapat
retraksi otot 3. Kolaborasi 3. Membebaskan jalan
bantu napas aspirasi cairan napas
tambahan paru (pungsi)
- Ekspansi dada sesuai indikasi
simetris
- Klien
mengatakan
tidak sesak

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

http://emedicine.medscape.com/article/157452-overview#showall. 31 Agustus
2015
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000140.htm. 31 Agustus
2015
Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter
Umum.Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga

Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London: BMJ


Publishing
Lewis, dkk. 1998. Medical Surgical Nursing. Copyright 2000 by Mosby

Modul Pendidikan dan Pelatihan Kardiologi Dasar bagi Perawat: 2015)


Mohamed, Karima. 2015. Pulmonary Edema Nursing Care). Nozha
International Hospital, Italian Hospital.
Nurarif & Kusuma. 2013. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS dan NANDA NIC-NOC Jilid I. Yogyakarta:
Media Action Publishing
Zimmerman J.L Taylor R.W, Dellinger R.P, Farmer. 1997. Fundamental Critical
support.Society of Critical Care Medicine.

Anda mungkin juga menyukai