Anda di halaman 1dari 16

A.

ACUTE LUNG OEDEM (ALO)

1. Definisi

Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya
penumpukan cairan secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien
berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas (Gumiwang, 2007).

Edema paru juga didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi


perpindahan cairan dari vaskular paru ke interstisial dan alveoli paru. 1 Pada
edema paru terdapat penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa secara
berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveoli paru. Edema yang terjadi akut
dan luas sering disusul oleh kematian dalam waktu singkat (Rampengan, 2014).

2. Etiologi

1. Ketidakseimbangan Starling Forces:

a. Peningkatan tekanan kapiler paru:

Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal


meningkat sampai melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya
berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan
vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman
dari mulai terjadinya edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara
lain:

a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi


ventrikel kiri (stenosis mitral).
b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan
fungsi ventrikel kiri.
c. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary
edema).

1
b. Penurunan tekanan onkotik plasma

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-


losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. Tetapi
hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga
peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja
pada hipoalbuminemia akan menyebabkan edema paru.

c. Peningkatan tekanan negatif intersisial:

Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara
pleural, contoh yang sering menjadi etiologi adalah:

1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura


(unilateral).
2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran
napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory
volume (asma).

d. Peningkatan tekanan onkotik intersisial

Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

1. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult


Respiratory Distress Syndrome).
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas
antara kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis
maupun surgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru
akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat
ketidakseimbangan Starling Force.
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).

2
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,
alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
d. Aspirasi asam lambung.
e. Pneumonitis radiasi akut.
f. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g. Disseminated Intravascular Coagulation.
h. Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j. Pankreatitis Perdarahan Akut.
2. Insufisiensi Limfatik:
a. Post Lung Transplant.
b. Lymphangitic Carcinomatosis.
c. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
3. Tak diketahui/tak jelas
a. High Altitude Pulmonary Edema.
b. Neurogenic Pulmonary Edema.
c. Narcotic overdose.
d. Pulmonary embolism
e. Eclampsia
f. Post cardioversion
g. Post Anesthesia
h. Post Cardiopulmonary Bypass

3. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik


dan non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya
sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan

3
oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi,
dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Cronic.

1. Cardiogenic Pulmonary Edema

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh


adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja
semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak
kuat lagi memompa. Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari
tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang
disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif
yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari
beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau
kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-
klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari
lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah
dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan
membesar. Penyebab edema paru kardiogenik ialah:

a. Gagal jantung kiri, yang dapat diakibatkan oleh: infark miokard,


penyakit katup aorta dan mitral, kardiomiopati, aritmia, hipertensi
krisis, kelainan jantung bawaan (paten duktus arteriosus, ventrikel
septal defek)

b. Volume overload
c. Obstruksi mekanik aliran kiri
d. Insufisiensi limfatik, yang terjadi sebagai akibat lanjut
transplantasi paru, karsinomatosis limfangiektasis, atau limfangitis
fibrosis (Rampengan, 2014).

4
2. Non-Cardiogenic Pulmonary Edema

Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang


umumnya disebabkan oleh hal berikut:

a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi


sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan
ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi
dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.

b. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-


infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-
racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada
paru-paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan
dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam
pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema.
Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut,
dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan
tubuh.
d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan
oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari
10,000 feet.
e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage),
seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya
berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan
neurogenic pulmonary edema.
f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya
menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin
terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis

5
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling
paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi
yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary
edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary
edema).
g. Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus
pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan
dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin
intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic
pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism
(gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru
akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-
related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi
virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan


radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun
kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini. Secara patofisiologi edema
paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan dengan kandungan protein
yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan
sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada
permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang
terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas.
Sering kali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.

6
a. Stadium 1

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya
sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena
terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

b. Stadium 2

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal
ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.

c. Stadium 3

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat


terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak
sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru
yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini
morphin hams digunakan dengan hati-hati. Edema Paru yang terjadi setelah
Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Namun

7
percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria koronaria, terjadi
edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah
dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan
menghambat cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase akan
mengurangi edema' paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru,
tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan
lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan
kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita
terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh
karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock
lung. (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

5. Patofisologi

a. Penigkatan tekanan hidrostatik (tekanan yang mendorong cairan keluar sel)


pada kapiler paru terjadi jika kerja pemompaan ventrikel kiri tidak adekuat.
Penyebabnya adalah penurunan kekuatan miokardium atau keadaan yang
menuntut peningkatan kerja miokardium (gagal jantung), stenosis katup
mitral atau regurgitasi. Akibatnya, peningkatan atrium kiri akan dihantarkan
ke belakang pembuluh darah paru.

b. Gangguan drainase limfatik mempermudah pembentukan edema paru.


Biasanya, kelebihan cairan filtrasi akan dibuang melalui system limfatik.
Jika gagal jantung kanan bersamaan dengan gagal jantung kiri, tekanan vena
sistemik akan meningkat, begitu pula tekanan pada tempat drainase
pembuluh limfatik ke dalam vena sehingga menghambat drainase limfatik.

c. Tekanan onkotik di kapiler berkurang pada hipoproteinemia, sehingga


mendukung terjadinya edema paru (tidak ada cukup perotein untuk
mendorong cairan ke dalam sel).

8
d. Pada edema paru interstisial, ruang interstisial di antara kapiler dan alveolus
meningkat. Akibatnya terjadi gangguan difusi yang terutama mengganggu
pengambilan O2. Sehingga pada aktifitas fisik dimana kebutuhan O2
meningkat, konsentrasi O2 dalam darah akan turun (hipoksemia, sianosis).
Tekanan yang terus meningkat dan kerusakan dinding alveolus
menyebabkan filtrasi ke dalam ruang alveolus. Alveolus yang terisi dengan
cairan tidak lagi terlibat dalam proses pertukaran gas, cairan memasuki jalan
nafas sehingga meningkatkan resistensi jalan nafas.

e. Edema paru memaksa pasien untuk bernafas dalam posisi tegak (ortopneu).
Pada posisi duduk atau berdiri setelah berbaring, aliran balik vena dari
bagian tubuh terbawah akan turun (semakin turun bila dalam posisi tegak)
sehingga tekanan atrium kanan dan curah jantung kanan menurun. Aliran
darah ke paru akan berkurang sehingga menyebabkan penurunan teknan
hidrostatik di kapiler paru dan dalam waktu yang bersamaan, aliran vena
pulmonalis dari bagian tubuh di atas paru akan meningkat. Selain itu,
penurunan tekanan vena sentralis membantu drainase limfatik dari paru.
Akibatnya, bendungan paru, serta edema alveolus dan interstisial akan
berkurang.

Gambar 1.1 Pathway ALO

9
6. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan foto toraks menunjukkan kardiomegali (pada pasien dengan


CHF) dan adanya edema alveolar disertai efusi pleura dan infiltrasi bilateral
dengan pola butterfly, gambaran vaskular paru dan hilus yang berkabut serta
adanya garis-garis Kerley b di interlobularis. Gambaran lain yang berhubungan
dengan penyakit jantung berupa pembesaran ventrikel kiri sering dijumpai.
Efusi pleura unilateral juga sering dijumpai dan berhubungan dengan gagal
jantung kiri.

2. EKG menunjukan gangguan pada jantung seperti pembesaran atrium kiri,


pembesaran ventrikel kiri, aritmia, miokard iskemik maupun infark.

3. Ekokardiografi dilakukan untuk mengetahui apakah ada penurunan fungsi


dari ventrikel kiri dan adanya kelainan katup-katup jantung.

4. Pemeriksaan laboratorium enzim jantung perlu dilakukan untuk membantu


menegakkan diagnosis infark miokard. Peningkatan kadar brain natriuretic
peptide (BNP) di dalam darah sebagai respon terhadap peningkatan tekanan di
ventikel; kadar BNP >500 pg/ml dapat membantu menegakkan diagnosis
edema paru kardiogenik.

5. Analisis gas darah (AGDA) dapat memperlihatkan penurunan PO2 dan


PCO2 pada keadaan awal tetapi pada perkembangan penyakit selanjutnya PO2
semakin menurun sedangkan PCO2 meningkat. Pada kasus yang berat biasanya
dijumpai hiperkapnia dan asidosis respiratorik.

6. Kateterisasi jantung kanan: Pengukuran P pw (pulmonary capillary wedge


pressure) melalui kateterisasi jantung kanan merupakan baku emas untuk pasien
edema paru kardiogenik yaitu berkisar 25-35 mmHg sedangkan pada pasien
ARDS P pw 0-18 mmHg.

10
7. Kadar protein cairan edema: Pengukuran rasio konsentrasi protein cairan
edema dibandingkan protein plasma dapat digunakan untuk membedakan
edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik. Bahan pemeriksaan diambil
dengan pengisapan cairan edema paru melalui pipa endotrakeal atau
bronkoskop dan pengambilan plasma. Pada edema paru kardiogenik,
konsentrasi protein cairan edema relatif rendah dibanding plasma (rasio 0,7)
karena sawar mikrovaskular berkurang (Rampengan, 2014).

7. Penatalaksanaan

Sasaran penatalaksanaan medical adalah untuk mengurangi volume


total yang bersirkulasi dan untuk memperbaiki pertukaran pernafasan.

a. Oksigenasi:

1. Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia


dan dipsnea.

2. Oksigen dengan tekanan intermiten atau tekanan positif kontinu, jika tanda-
tanda hipoksia menatap.

3. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jikaterjadi gagal napas.

4. Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP)

5. Gas darah arteri (GDA).

b. Farmakoterapi :

1. Morfin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea,


merupakan kontra indikasi pada cedera faskuler serebral, penyakit
pulmonal kronis, atau syok kardiogenik. Siapkan selalu nalokson
hidroklorida (narcan) untuk depresi pernafasan luas.

2. Diuretik : furosemid (lasix) IV untuk membuat evek diuretik cepat.

11
3. Digitalis : untuk memperbaiki kekuatan kontraksi jantung, di berikan
dengan kewaspadaan tinggi pada pasien dengan MI akut.

4. Aminivilin : untuk mengi dan bronkospasme, drip IV kontinu dalam dosis


sesuai berat badan

C. Perawatan sportif :

1. Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki di bawah, lebih baik bila
kaki terjuntai di samping tempat tidur, untuk membantu arus balik vena ke
jantung.

2. Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang


konkrit

3. Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur

4. Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang di
lakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respon terhadap
pengobatan

8. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada edema paru,meliputi :

a. Gagal nafas
b. Asidosis respiratorik
c. Henti jantung

9. Pencegahan

a. Kenali tahap dini kapan tanda2 dan gejala2 yang ditunjukkan


merupakan tanda dan gejala kongesti pulmonal yaitu auskultasi
bidang paru paru pasien dengan penyakit jantung
b. Hilangkan stress emosional dan terlalu letih untuk mengurangi
kelebihan beban ventrikel kanan.

12
c. Berikan morfin untuk mengurangi ansietas, dipsneu dan preload.
d. Lakukan tindakan mencegah gagal jantung kongestif dan penyuluhan
pasien.
e. Nasihatkan untuk tidur dengan bagian kepala tempat tidur ditinggikan
25cm.
f. Tindakan bedah untuk menghilangkan atau meminimalkan defek
valvular yang membatasi aliran darah ke dalam dan keluar ventrikel
kanan

Pengkajian

a. Identitas :

· Umur: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan


remaja/dewasa muda

· Riwayat Masuk: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas,
cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran
kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma.
Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin
menyertai klien

· Riwayat Penyakit Dahulu: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik


seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital
bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien

b. Pemeriksaan fisik

1. Sistem Integumen

Subyektif :

Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi


sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat,
kemerahan

2. Sistem Pulmonal

Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan

13
Obyektif :Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak,
penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang
paru,

3. Sistem Cardiovaskuler

Subyektif : sakit dada

Obyektif :Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,


kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur,
suara jantung tambahan

4. Sistem Neurosensori

Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

5. Sistem Musculoskeletal

Subyektif : lemah, cepat lelah

Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan


penggunaan otot aksesoris pernafasan

6. Sistem genitourinaria

Subyektif :-

Obyektif : produksi urine menurun/normal,

7. Sistem digestif

Subyektif : mual, kadang muntah

Obyektif : konsistensi feses normal/diare

8. Studi Laboratorik

Hb : menurun/normal

14
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah,
kadar karbon darah meningkat/normal

9. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

Diagnosa Keperawatan

No. SDKI SLKI SIKI


1. Pola napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan ventilasi (1.01002)
tidak selama 1 x 24 jam pola napas dengan
efektif b/d kriteria hasil: 1. Identivikasi adanya
hambatan 1. Dyspnea kelemahan otot bantu napas
upaya 2. Penggunaan otot bantu napas 2. Monitor status respirasi dan
napas 3. Frekuensi napas oksigenasi
3. Ajarkan melakukan teknik
relaksasi napas dalam
4. Berikan posisi fowler atau
semi fowler
5. Berikan oksigen sesuai
kebutuhan

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi oksigen (1.01026)


pertukaran selama 1x 24 jam pertukaran gas 1. Monitor efektifitas terapi
gas b/d (L.01003) dengan kriteria hasil: oksigen
perubahan 1. Gelisah 2. pertahankan kepatenan
membrane 2. PCO2 jalan napas
alveolus- 3. PO2 3. Gunakan perangkat oksigen
kapiler 4. Sianosis yang sesuai dengan tingkat
5. pola napas mobilitas pasien
6. Warna Kulit
3. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan ambulasi (1.06171)
aktivitas selama 1 x 24 jam toleransi aktivitas 1. Monitor frekuensi jantung
b/d (L.05047) dengan kriteria hasil: dan tekanan darah sebelum
ketidaksei 1. Keluhan lelah memulai ambulasi
mbangan 2. Sianosis 2. Libatkan keluarga untuk
antara 3. Tekanan darah membantu pasien dalam
suplai dan 4. Frekuensi nadi meningkatkan ambulasi
kebutuhan 5. Saturasi oksigen 3. Ajarkan ambulasi
oksigen sederhana yang harus
dilakukan

15
DAFTAR PUSTAKA
Fernando, L. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Edema Paru Akut
(Acute Lung Oedem). www.lentzeksplore.wordpress.com. Diakses tanggal
19 Juli 2014

Michellia, 2012. Acute Lungs Oedema (ALO). www.scribd.com. Diakses Tanggal 19


Juli 2014.

Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika

Pangestu, W. 2012. Edema Paru. www.scribd.com. Diakses Tanggal 19 Juli 2014.

Rampengan, H.S, 2014. Edema Paru Kardiogenik Akut. Jurnal Biomedik (JBM),
Volume 6, Nomor 3, November 2014, hlm. 149-156

16

Anda mungkin juga menyukai