Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN SISTEM PERSYARAFAN :


CEDERA KEPALA RINGAN (CKR)
DI RUANG IGD RSUD KOTA MATARAM

OLEH :

SUMADNIATI, S.KEP.
NPM: 015.02.0274

PROGRAM STUDY PROFESI NERS ANGKATAN XI B


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
CIDERA KEPALA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari

fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan

interstial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

kontinuitas otak
B. Etiologi
 Akselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak

membentur kepala yang sedang diam.


 Deselerasi terjadi jika kepala membentur kepala yang

diam
 Kompresi atau penekanan
C. Klasifikasi cidera kepala
a.Berdasarkan mekanisme
 Cidera kepala tumpul
 Cidera tembus
b.Berdasarkan morfologinya
 Fraktur tengkorak
 Lesi intrakranial
c.Berdasarkan berat ringannya
 Cidera Kepala Ringan (GCS 14-15)
 Cidera Kepala Sedang (GCS 9-13)
 Cidera Kepala Berat (GCS 3- 8)

D. Tanda dan Gejala


a. Fase Emergency
 Memar
 Hematum
 Perdarahan telinga
 Penurunan reflek batuk dan menelan
b. Cidera Kepala Ringan (GCS 14-15)
 Kehilangan kesadaran
 Tidak ada kontunision cerebral hematom
 Pusing dapat diatasi
c. Cidera Kepala Sedang (GCS 9-13)
 Disorientasi ringan
 Amnesia post trauma
 Sakit kepala
 Mual muntah
 Vertigo
 Gangguan pendengaran
d. Cidera Kepala Berat (GCS <3-8)
 Tidak sadar 24 jam
 Fleksi dan ekstensi
 Abnormal ekstremitas
 Edema otak
 Hemiparase
 Kejang
E. Skala koma Glasgow (Glasgow Coma Skala. GCS)
a. Membuka Mata (E)
4. Spontan
3. Terhadap bicara
2. Dengan rangsangan nyeri
1. Tidak ada reaksi
b. Respon Verbal (V)
5. baik dan tidak ada disorientasi
4. Kacau
3. Tidak tepat
2. Menyerang
1. Tidak ada jawaban
c. Respon Motorik (M)
6. menurut perintah
5. Mengetahui lokasi nyeri
4. Reaksi menghindar
3. Reaksi Fleksi
2. Reaksi Ekstensi
1. Tidak ada reaksi
F. Pemeriksaan Penunjang

a) CT Scan: (tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya

hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran

jaringan otak.

b) Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi

serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,

perdarahan, trauma.

c) X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),

perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen

tulang.

d) Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah

pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan

intrakranial.

e) Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit


sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.

G. Penatalaksanaan medic
 Pada pasien dengan cidera kepala, lakukan poto tulang

belakang cervical (proyeksi antara posterior, lateral

dan adentroid) cural cervikcal baru dilepaas setelah

dipastikan tulang cervical C1-C7 normal


 Pasang jalur IV dengan larutan salin normal (NaCl 0,9%),

RL cairan isotonic lebih efektif dari pada hipotonis

karena tidak menambah edema cerebri


 Pasien coma (6<5<8) dengan tanda – tanda herniasi

lakukan :
- Elevasi kepala

- Hiperventilasi intubasi meniotonik intermiten dengan

kecepatan 16 – 20 x/menit dengan volume tidak 10 – 12

RL/Kg. Atur tekanan CO2 sampai 28 – 32 mmHg


- Pasang kateter
- Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi.

Hematoma epidural yang besar subdural.

H. Pathway

Cidera kepala TIK - oedem


- hematom
Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan Sel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress


Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin
Sistemik & TD   sekresi asam lambung

O2   ggan metabolisme  tek. Pemb.darah Mual, muntah


Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

oedema paru  cardiac out put 


Ggan perfusi jaringan
Difusi O2 terhambat
Cerebral
Ggan perfusi jaringan
Gangguan pola napas

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a.Data Subyektif
 Nyeri pada kepala
 Mual
 Kepala terasa berat
b. Data Obyektif
 Pucat
 Terdapat luka dikepala
 Nyeri didaerah kepala
2. Diagnosa keperawatan
1.) Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian

aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral;

penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia

jantung)
2.) Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan

neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).

Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi

trakeobronkhial.
3.) Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi
dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4.) Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis;

konflik psikologis.

5.) Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau

kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan

/kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,

imobilisasi.

6.) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma,

kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia,

stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon

inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan

integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)

7.) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk mencerna

nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot

yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status

hipermetabolik.

8.) Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis

situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.

9.) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan

pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak mengenal

informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

3. Intervensi

1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema

cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,

disritmia jantung)
Tujuan: Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan,

kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.

Kriteria hasil: Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-

tanda peningkatan TIK

Intervensi Rasional
1. Tentukan faktor-faktor 1. Penurunan tanda/gejala neurologis
yg menyebabkan atau kegagalan dalam pemulihannya
koma/penurunan perfusi setelah serangan awal,
jaringan otak dan menunjukkan perlunya pasien
potensial peningkatan dirawat di perawatan intensif.
TIK.
2. Pantau /catat status 2. Mengkaji tingkat kesadaran dan
neurologis secara potensial peningkatan TIK dan
teratur dan bandingkan bermanfaat dalam menentukan
dengan nilai standar lokasi, perluasan dan
GCS. perkembangan kerusakan SSP.
3. Evaluasi keadaan pupil, 3. Reaksi pupil diatur oleh saraf
ukuran, kesamaan antara cranial okulomotor (III) berguna
kiri dan kanan, reaksi untuk menentukan apakah batang
terhadap cahaya. otak masih baik. Ukuran/ kesamaan
ditentukan oleh keseimbangan
antara persarafan simpatis dan
parasimpatis. Respon terhadap
cahaya mencerminkan fungsi yang
terkombinasi dari saraf kranial
optikus (II) dan okulomotor
(III).
4. Pantau tanda-tanda 4. Peningkatan TD sistemik yang
vital: TD, nadi, diikuti oleh penurunan TD
frekuensi nafas, suhu. diastolik (nadi yang membesar)
merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, jika diikuti
oleh penurunan kesadaran.
Hipovolemia/hipertensi dapat
mengakibatkan kerusakan/iskhemia
cerebral. Demam dapat
mencerminkan kerusakan pada
hipotalamus. Peningkatan
kebutuhan metabolisme dan
konsumsi oksigen terjadi
(terutama saat demam dan
menggigil) yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan TIK.
5. Pantau intake dan out 5. Bermanfaat sebagai indikator dari
put, turgor kulit dan cairan total tubuh yang
membran mukosa. terintegrasi dengan perfusi
jaringan. Iskemia/trauma serebral
dapat mengakibatkan diabetes
insipidus. Gangguan ini dapat
mengarahkan pada masalah
hipotermia atau pelebaran
pembuluh darah yang akhirnya akan
berpengaruh negatif terhadap
tekanan serebral.
6. Turunkan stimulasi 6. Memberikan efek ketenangan,
eksternal dan berikan menurunkan reaksi fisiologis
kenyamanan, seperti tubuh dan meningkatkan istirahat
lingkungan yang tenang. untuk mempertahankan atau
menurunkan TIK.
7. Bantu pasien untuk 7. Aktivitas ini akan meningkatkan
menghindari /membatasi tekanan intrathorak dan
batuk, muntah, intraabdomen yang dapat
mengejan. meningkatkan TIK.
8. Tinggikan kepala pasien 8. Meningkatkan aliran balik vena
15-45 derajad sesuai dari kepala sehingga akan
indikasi/yang dapat mengurangi kongesti dan oedema
ditoleransi. atau resiko terjadinya
peningkatan TIK.
9. Batasi pemberian cairan 9. Pembatasan cairan diperlukan
sesuai indikasi. untuk menurunkan edema serebral,
meminimalkan fluktuasi aliran
vaskuler TD dan TIK.
10. Berikan oksigen 10. Menurunkan hipoksemia, yang mana
tambahan sesuai dapat meningkatkan vasodilatasi
indikasi. dan volume darah serebral yang
meningkatkan TIK.
11. Berikan obat sesuai 11. Diuretik digunakan pada fase akut
indikasi, misal: untuk menurunkan air dari sel
diuretik, steroid, otak, menurunkan edema otak dan
antikonvulsan, TIK,. Steroid menurunkan
analgetik, sedatif, inflamasi, yang selanjutnya
antipiretik. menurunkan edema jaringan.
Antikonvulsan untuk mengatasi dan
mencegah terjadinya aktifitas
kejang. Analgesik untuk
menghilangkan nyeri . Sedatif
digunakan untuk mengendalikan
kegelisahan, agitasi. Antipiretik
menurunkan atau mengendalikan
demam yang mempunyai pengaruh
meningkatkan metabolisme serebral
atau peningkatan kebutuhan
terhadap oksigen.
2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan

kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan

otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi

trakeobronkhial.

Tujuan: mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi: bebas sianosis, GDA dalam batas normal

Intervensi Rasional
1. Pantau frekuensi, irama, 1. Perubahan dapat menandakan
kedalaman pernapasan. Catat awitan komplikasi pulmonal
ketidakteraturan pernapasan. atau menandakan
lokasi/luasnya keterlibatan
otak. Pernapasan lambat,
periode apnea dapat
2. Pantau dan catat kompetensi menandakan perlunya
reflek gag/menelan dan ventilasi mekanis.
kemampuan pasien untuk 2. Kemampuan memobilisasi atau
melindungi jalan napas membersihkan sekresi penting
sendiri. Pasang jalan napas untuk pemeliharaan jalan
sesuai indikasi. napas. Kehilangan refleks
menelan atau batuk
3. Angkat kepala tempat tidur
menandakan perlunaya jalan
sesuai aturannya, posisi
napas buatan atau intubasi.
miirng sesuai indikasi.
3. Untuk memudahkan ekspansi
paru/ventilasi paru dan
4. Anjurkan pasien untuk
menurunkan adanya
melakukan napas dalam yang
kemungkinan lidah jatuh yang
efektif bila pasien sadar.
5. Lakukan penghisapan dengan menyumbat jalan napas.
ekstra hati-hati, jangan 4. Mencegah/menurunkan
lebih dari 10-15 detik. Catat atelektasis.
karakter, warna dan kekeruhan
dari sekret. 5. Penghisapan biasanya
dibutuhkan jika pasien koma
atau dalam keadaan
imobilisasi dan tidak dapat
membersihkan jalan napasnya
sendiri. Penghisapan pada
trakhea yang lebih dalam
harus dilakukan dengan
ekstra hati-hati karena hal
tersebut dapat menyebabkan
atau meningkatkan hipoksia
yang menimbulkan
6. Auskultasi suara napas, vasokonstriksi yang pada
perhatikan daerah akhirnya akan berpengaruh
hipoventilasi dan adanya cukup besar pada perfusi
suara tambahan yang tidak jaringan.
normal misal: ronkhi, 6. Untuk mengidentifikasi
wheezing, krekel. adanya masalah paru seperti
atelektasis, kongesti, atau
7. Pantau analisa gas darah,
obstruksi jalan napas yang
tekanan oksimetri
membahayakan oksigenasi
cerebral dan/atau menandakan
8. Lakukan ronsen thoraks ulang.
terjadinya infeksi paru.
7. Menentukan kecukupan
pernapasan, keseimbangan
asam basa dan kebutuhan akan
terapi.
9. Berikan oksigen.
8. Melihat kembali keadaan
ventilasi dan tanda-
tandakomplikasi yang
berkembang misal: atelektasi
atau bronkopneumoni.
9. Memaksimalkan oksigen pada
darah arteri dan membantu
10. Lakukan fisioterapi dada
dalam pencegahan hipoksia.
jika ada indikasi.
Jika pusat pernapasan
tertekan, mungkin diperlukan
ventilasi mekanik.
10. Walaupun merupakan
kontraindikasi pada pasien
dengan peningkatan TIK fase
akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase
akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan
membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko
atelektasis/komplikasi paru
lainnya.
3)Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit

rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis

cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi

tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas

sistem tertutup (kebocoran CSS)

Tujuan: Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda

infeksi.

Kriteria evaluasi:Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Intervensi Rasional
1. Berikan perawatan 1. Cara pertama untuk menghindari
aseptik dan antiseptik, terjadinya infeksi nosokomial.
pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit 2. Deteksi dini perkembangan infeksi
yang mengalami memungkinkan untuk melakukan
kerusakan, daerah yang tindakan dengan segera dan
terpasang alat invasi, pencegahan terhadap komplikasi
catat karakteristik selanjutnya.
dari drainase dan
adanya inflamasi.
3. Pantau suhu tubuh 3. Dapat mengindikasikan perkembangan
secara teratur, catat sepsis yang selanjutnya
adanya demam, memerlukan evaluasi atau tindakan
menggigil, diaforesis dengan segera.
dan perubahan fungsi
mental (penurunan
kesadaran).
4. Anjurkan untuk 4. Peningkatan mobilisasi dan
melakukan napas dalam, pembersihan sekresi paru untuk
latihan pengeluaran menurunkan resiko terjadinya
sekret paru secara pneumonia, atelektasis.
terus menerus.
Observasi karakteristik
sputum.
5. Berikan antibiotik 5. Terapi profilatik dapat digunakan
sesuai indikasi pada pasien yang mengalami
trauma, kebocoran CSS atau
setelah dilakukan pembedahan
untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi nosokomial.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak.

PKB Ilmu Bedah XI – Traumatologi , Surabaya.

Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman

Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan

Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah.

Edisi Revisi. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai