Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK ENSEFALITIS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Disusun oleh :

1. Dian Ari Winurjati (18008)

2. Fitria Dania Julianti (18016)

3. Jana Lelyna (18017)

4. Risma Putri Ultifah (18022)

5. Suheni Nurul Hidayah (18027)

Kelas : 2A

AKADEMI KEPERAWATAN GIRI SATRIA HUSADA WONOGIRI

2020
MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK ENSEFALITIS

A. KONSEP MEDIS

A. PENGERTIAN

Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh

bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2010).

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang

disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab

tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus,

dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis

bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi

pertusis.

Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai macam

mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang

dapat mengenai selaput pembungkus otak sampai dengan medula spinalis

(Smeltzer, 2012). Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang

disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang menyebabkan infliltrasi

limfositik yang kuat pada jaringa otak dan leptomeningen menyebabkan

edema serebral, degenarasi sel ganglion otak dan kehancuran sel saraf difusi

(Anania, 2012).

B. ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menyebabkan ensefalitis,

misalnya bakteri protozoa, cacing, jamur, spiroxhaeta dan virus. Penyebab

terpenting dan paling sering adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus

langsung ke otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau

vaksinasi terdahulu.

Macam-macam ensefalitis virus menurut Robin :

a. Infeksi virus yang bersifat epidemic

b. Infeksi virus yang bersifat sporadic

c. Ensefalitis pasca infeksio, pasca morbili, dan pasca varisela.

C. PATOFISIOLOGI

Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna,

setelah masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan

secara lokal: aliran virus terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau

organ tertentu, penyebaran hematogen primer : virus masuk kedalam darah,

kemudian menyebar keorgan dan berkembang biak diorgan tersebut dan

menyebar melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lendir

dan menyebar melalui sistem persarafan.

Setelah terjadi penyebaran keotak, timbul manifestasi klinis ensefalitis,

Masa Prodromal berlangsung selama 1 – 4 hari ditandai dengan demam, sakit

kepala, sulit mengunyah, suhu badan naik, muntah, kejang hingga penurunan

kesadaran, paralisis, dan afasia.

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya

ialah:

1. Infeksi virus yang bersifat endemik

a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

b. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis

encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,

Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.

2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simpleks, Herpes

zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan

jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

3. Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela,

pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang

mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit.

Hassan, 2013).

E. MANIFESTASI KLINIS

Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah ensefalitis

adalah :

a. Panas badan meningkat.

b. Sakit kepala.

c. Muntah-muntah lethargi.

d. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.

e. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.

f. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.


F. PENATALAKSANAAN

Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap

sampai menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan

adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap

terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan

cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2010). Tata

laksana yang dikerjakan sebagai berikut :

a. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis

biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika

kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV,

dalam bentuk infus selama 3 menit.

b. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 -

1/4 S (tergantung umur) dan pemberian oksigen.

c. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan

oleh anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v

dibagi dalam 3 dosis.

d. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol

diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit.

Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol,

melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua


bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6

jam untuk waktu lama.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Biakan

b. Pemeriksaan serologis

c. Pemeriksaan darah

d. Punksi lumbal

e. EEG

f. CT scan

H. KOMPLIKASI

Komplikasi pada ensefalitis berupa :

a. Retardasi mental

b. Iritabel

c. Gangguan motorik

d. Epilepsi

e. Emosi tidak stabil

f. Sulit tidur

g. Halusinasi

h. Enuresis

i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.


I. PENCEGAHAN

Pencegahan utama radang otak adalah melalui vaksinasi terhadap virus

penyebabnya. Salah satu vaksin terhadap virus penyebab ensefalitis adalah

vaksin MMR. Vaksin ini memberikan perlindungan terhadap campak,

gondongan dan rubella, penyakit virus yang bisa menyebabkan radang otak.

Pada bayi dan balita, imunisasi MMR sebaiknya dilakukan sebanyak dua kali,

yaitu pada usia 15 bulan dan 5 tahun. Jika belum pernah melakukan vaksinasi

MMR, maka vaksin dapat diberikan kapan saja. Vaksin MMR juga diberikan

ketika akan bepergian ke wilayah yang rentan terhadap infeksi. Dalam hal ini,

konsultasikan kembali dengan dokter mengenai jenis vaksin yang tepat.

Selain imunisasi, ada beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan

untuk mencegah penularan virus dan menurunkan risiko radang otak, yaitu:

• Rajin mencuci tangan. Terutama sebelum makan dan setelah dari kamar

mandi.

• Tidak berbagi penggunaan alat makan dengan orang lain.

•Mencegah gigitan nyamuk, dengan mengenakan pakaian yang tertutup atau

menggunakan losion antinyamuk.

Lebih tepatnya, radang otak membutuhkan penanganan di rumah sakit. Makin

cepat penanganan dilakukan, makin tinggi tingkat keberhasilannya.


B. KONSEP KEPERAWATAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Identitas

Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.

b. Keluhan utama

Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.


c. Riwayat penyakit sekarang

Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan

meningkat kurang lebih 1-4 hari, sakit kepala.

d. Riwayat penyakit dahulu

Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari,

pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,

telinga dan tenggorokan.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus

contoh: Herpes dll.  Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus,

Streptococcus, E, Coli, dll.

f. Imunisasi

Kapan terakhir diberi imunisasi DTP

g. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

1) Kebiasaan

Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan

buang air besar di   WC, lingkungan penduduk yang berdesakan

(daerah kumuh)

2) Status Ekonomi

Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.

3) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang

semPemenuhan Nutrisi

4) Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien

Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi

maka dapat terjadi obstipasi.

5) Pola tidur dan istirahat

Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis

biasanya tidak dapat dievaluasi  karena pasien sering mengalami

apatis sampai koma.

6) Pola Aktivitas

a) Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena

bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.

b) Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka

latihan gerak dilakukan latihan positif. Upaya pergerakan

sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka

dilakukan latihan pasif sesuai ROM Kekuatan otot berkurang

karena px Ensefalitisdengan gizi buruk. Kesulitan yang

dihadapi bila terjadi komplikasi ke  jantung ,ginjal, mudah

terInfeksi berat, aktifitas togosit turun, Hb turun, punurunan

kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan

7) Pola Hubungan Dengan Peran

Interaksi dengan keluarga / orang lain  biasanya pada klien

dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun

mulai dari apatis sampai koma.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.

b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.

c. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.

d. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis,

gelisah.

e. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan

ROM Terbatas.

f. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual muntah.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun

Tujuan: tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil:Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran

infeksi endogen

Intervensi:

a. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik

petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.

R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol

penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu

yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.

b. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.


R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi

perkembangan Meningkosamia .

c. Berikan antibiotika sesuai indikasi

R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas

individu.

2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.

Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan

fungsi sensorik/motorik. Mendemonstrasikan TTV stabil. Melaporkan

tak adanya/menurunkan sakit kepala.

Intervensi  :

a. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau

tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan pungsi lumbal

R/. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya

resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis

dengan segera.

b. Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan

dengan keadaan normalnya, seperti GCS.

R/. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran

dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam

menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari

kerusakan serebral

c. Pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan

dari/hipertensi sistolik yang terus-menerus dan tekanan nadi yang

melebar
R/. Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah

serebral dengan konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada

tekanan darah sistemik. Kehilangan fungsi autoregulasi mungkin

mengikuti kerusakan vaskuler serebral local atau difus yang

menimbulkan peningkatan TIK. Fenomena ini dapat ditunjukkan

oleh peningkatan TD sistemik yang bersamaan dengan tekanan

darah diastolic(tekanan darah yang melebar)

d. Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan

R/. Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang

terdekat/keluarga tampaknya menimbulkan pengaruh trelaksasi

pada beberapa pasien dan mungkin akan dapat menurunkan TIK.

Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason,

metilprednison(medrol)

R/. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi

pembentukan edema serebral, dapat juga menurunkan risiko

terjadinya”fenomena rebound” ketika menggunakan manitol.

3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum

Tujuan : Tidak terjadi trauma

Kriteria hasil : Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain

Intervensi :

a. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi

bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan

pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.


R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah

tidak tergigit. Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat

mulut relaksasi.

b. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.

R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.

c. Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.

R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.

d. Observasi tanda-tanda vital

R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan

lanjutan.

4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis,

gelisah.

Tujuan: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol ditandai dengan :

menunjukkan postur rileks dan mampu istirahat/tidur dengan tepat

Intervensi :

a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai

dengan indikasi

R/. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas

pada cahaya dan meningkatkan istirahat/rileksasi

b. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata

R/. Meningkat kan vasokonstriksi, menumpulkan resepsi sensorik

yang selanjutnya akan menurunkan nyeri


c. Tingkat tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang

penting

R/. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

d. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman sperti kepala agak

tinggi sedikit pada meningitis

R/. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih

lanjut

e. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase

otot daerah leher dan bahu.

R/. Dapat membatu merelaksasikan ketegangan otot yang

meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.

f. Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein

R/. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat,

catatan : narkotik mungkin merupakan kotra indikasi sehingga

menimbulkan ketidakakuratan dalam pemeriksaaan neurologis

5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan

ROM terbatas.

Tujuan : mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional

optimal yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya kontraktur, footdrop.

Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi umum.

Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih dan usus.

Intervensi :
a. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala

ketergantungan (0-4)

R/. Pasien mampu mandiri (nilai 0), atau memerlukan bantuan

peralatan yang minimal (nilai 1); memerlukan bantuan sedang/

dengan pengawasan/diajarkan (nilai 2); memerlukan bantuan/

peralatan yang terus-menerus dan alat khusus (nilai 3); tergantung

secara total pada pemberi asuhan (nilai 4).

b. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan

karena tekanan. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit

perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.

R/. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran

terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh

bagian tubuh. Jika ada paralysis atau keterbatasan kognitif, pasien

harus diubah posisinya secara teratur dan posisi dari daerah yang

sakit hanya dalam jangka waktu yang sangat terbatas.

c. Berikan/Bantu untuk melakukan rentang gerak

R/. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal

ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.

d. Berikan matras udara/air, terapi kinetic sesuai dengan kebutuhan.


R/. Menyeinbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan

membantu meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan risiko

terjadinya trauma jaringan.

6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual muntah.

Tujuan : klien akan menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat dengan

Kriteria : BB dalam batas normal, nafsu makan baik/meningkat, tidak

ditemukan defisiensi nutrisi

Intervensi :

a. Kaji riwayat nutrisi, makanan yang disukai’

R/. Mengidentifikasi defisiensi serta pemberian intervensI

b. Kaji antropometri setiap hari

R/. Perubahan antropometri mengindikasikan perubahan status

nutrisi

c. Berikan intake makanan TKTP, mineral atau vitamin

R/. Diet TKTP mineral dan vitamin dapat memenuhi kebutuhan

gizi bagi   klien

d. Tingkatkan frekuensi makan. Berikan diet halus, rendah serat.

Hindari makan pedas/terlalu asam

R/. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang

dapat ditoleransi klien

e. Berikan anti jamur/pencuci mulut, anestetik jika diperlukan


R/. Stomatitis biasanya ada pada PEM, untuk meningkatkan

penyembuhan jaringan mulut dan memudahkan masukan diet

f. Berikan suplemen nutrisi, misalnya ensure bila diindikasikan

R/. Meningkatkan masukan protein dan kalori

DAFTAR PUSTAKA
Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium,

Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba, Jakarta, 2010.

Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta ,2013.

Arif mansjoer suprohaita,penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia,kapita

selekta kedokteran,edisi 2 jilid 3,jakarta,2000.

Arif, Mansur. (2010). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media

Aesculapius

Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2009

https://blogs.insanmedika.co.id/radang-otak/

Anania, et all. 2012. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:

Indeks.

Anda mungkin juga menyukai