Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EPISTAKSIS

KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Epistaksis adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum
(kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis
anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus
kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang
a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.
Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah
darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar
sehingga perdarahan lebih hebat.

B. Etiologi
Penyebab lokal :
1. Trauma misalnya karna mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung, trauma
pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik seperti
lepra dan sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada
penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.
Penyebab sistemik :
1. Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3. Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid.
4. Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia).

C. Patofisiologi
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada
sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang
disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang
dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)
interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan
hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat
anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri
labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s
area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan,
yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis
anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus
kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang
a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.
Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah
darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar
sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.

D. Manifestasi Klinik
Pertama adalah menjaga ABC
- A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk.
- B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang
mengalir ke belakang tenggorokan
- C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan
pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi.
Posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring
posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas.
1. Hentikan perdarahan
a. Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit.
b. Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk.
c. Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus epistaksis dan
hindari.
2. Jika perdarahan berlanjut :
a. Dapat akibat penekanan yang kurang kuat
b. Bawa ke fasilitas yang .
c. Dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah
perdarahan.
Apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau
pemasangan tampon hidung.

E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul :
• Sinusitis
• Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
• Deformitas (kelainan bentuk) hidung
• Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
• Kerusakan jaringan hidung
• Infeksi
F. Pemeriksaan Penunjang
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika
perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis
epistaksis.
• Pemeriksaan darah tepi lengkap.
• Fungsi hemostatis
• EKG
• Tes fungsi hati dan ginjal
• Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
• CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan
neoplasma.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal dengan penekanan pada hidung. Bila tidak berhasil dilakukan pemasangan
tampon pada hidung (tampon anterior ataupun posterior), kauterisasi secara kimia/listrik,
pemberian obat antikoagulansia, atau ligasi pembuluh darah. Keempat tindakan tersebut
membutuhkan keahlian medis tertentu.

KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.

d. Pola Persepsi dan konsep diri


- Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilekterus menerus (baik purulen ,
serous, mukopurulen).
8.Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
- Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Gelisah
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- Anemia
B. Penyimpangan KDM
Trauma Hidung
Masuknya benda asing
(jatuh, terpukul, pembedahan)
Mukosa Hidung Rapuh
Infeksi Nyeri
Perdarahan
Perdarahan Anterior
Perdarahan Posterior
Perdarahan Spontan
Mual, muntah, anemia
Obstruksi Jalan Nafas
Cemas
C. Diagnosa Keperawatan
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh..
2. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa
hidung.

D. Intervensi Keperawatan
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan psien
- Awasi jika terjadi anemia
- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan: pemberian
transfusi, medikasi.
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot
pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
INTERVENSI
• Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada. R/ penurunan bunyi nafas dapat
menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi sekret.
• Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif. R/ Sputum berdarah kental atau cerah
dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial.
• Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi. R/ posisi membantu memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan upaya pernafasan.
• Bersihkan sekret dari mulut dan trakea. R/ mencegah obstruksi/aspirasi.
• Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi. R/
Membantu pengenceran sekret.
• Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator. R/ mukolitik untuk
menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator
menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI
• Kaji tingkat kecemasan klien. R/ menentukan tindakan selanjutnya.
• Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien. R/ Memudahkan penerimaan klien terhadap
informasi yang diberikan
- Temani klien.
- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien
• Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta
gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti. R/ Meningkatkan pemahaman klien
tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
• Singkirkan stimulasi yang berlebihan R/ dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan
akan meningkatkan ketenangan klien.
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan.
• Observasi tanda-tanda vital. R/ Mengetahui perkembangan klien secara dini.
• Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. R/ Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa
hidung.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan.
INTERVENSI
• Kaji tingkat nyeri klien. R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
• Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya. R/ Dengan sebab dan akibat nyeri
diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.
• Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi. R/ Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi
sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri.
• Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien. R/ Mengetahui keadaan umum dan
perkembangan kondisi klien.
• Kolaborasi dngan tim medis. R/ Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien. Yaitu :
- Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius,
Jakarta.
2. Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby.
Philadelpia.
3. www.fkunhas.com
4. www.warta.com
5. www.blog.ilmukeperawatan.com
6. www.jevuska.com

Story
STIKES RS.BAPTIS KEDIRI

 Beranda
 TV Online ^_^
 Download Yuck ^_^

Jumat, 22 Agustus 2014


ASKEP EPISTAKSIS

LAPORAN
PENDAHULUAN

1.1 TINJAUAN TEORI


1.1.1 DEFINISI
1) Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung akibat
sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh.
2) Epistaksia adalah perdarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum(kelainan
sistemik).Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan.

1.1.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG


Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid hidung terdiri
dari :
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi (dorsum=punggung)
3. Puncak hidung
4. Ala nasi (alae=sayap)
Fungsi hidung yaitu :
1. Jalan napas
2. Alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)
3. Penyaring udara
4. Sebagai indra penghidu (penciuman)
5. Untuk resonansi udara
6. Membantu proses bicara
7. Refleks nasal
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior
terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach.
Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang esfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.Epistaksis
posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk
darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan
lebih hebat.
Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari little’s area/pleksus kiesselbach yang berada
pada dinding depan dari septum hidung.

1.1.3 KLASIFIKASI
1.1.3.1Mimisan Depan
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut 'mimisan depan'
(epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering
mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu
kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu
maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang menuju ke tenggorokan,
kecuali jika pasien dalam posisi telentang.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat hidung, tetapi
kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Mimisan depan akibat :
1. Mengorek-ngorek hidung
2. Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC
3. Terlalu lama terpapar sinar matahari
4. Pilek atau sinusitis
5. Membuang ingus terlalu kuat
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri dalam 3 - 5
menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan mengompres hidung dengan air
dingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1. Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan. Pada posisi duduk atau
berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju
perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke
tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru
dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung. Pertahankan
tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai masa 10 menit terlewati.
Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu mengerutkan pembuluh
darah, sehingga perdarahan berkurang.
4. Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan napas lewat
hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.
5. Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah sakit, karena
mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan
kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit
kedepan.
1.1.3.2Mimisan Belakang
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah rongga hidung
bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya.Mimisan belakang
kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan juga mengenai anak-
anak.Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan adalah
pembuluh darah yang cukup besar, Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan
kemudian tertelan masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada
beberapa kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
1. Hipertensi
2. Demam berdarah
3. Tumor ganas hidung atau nasofaring
4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
5. Kekurangan vitamin C dan K.
6. Dan lain-lain
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus segera dibawa ke
puskesmas atau RS, Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter
dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar
melalui mulut.Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon.Ujung kateter satunya
yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan menyumbat rongga hidung
bagian belakang.Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas
medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi
untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini
dinamakan ligasi.

1.1.4 ETIOLOGI
Penyebab lokal :
1. Trauma misalnya karna mengorek hidung, terjatuh,terpukul, benda asing di hidung,trauma
pembedahan,atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik seperti lepra dan
sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung, sinus paranasal dan nasofaring.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada penerbang
maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.

Penyebab sistemik :
1. Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah
2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3. Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid.
4. Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia)

1.1.5 PATOFISIOLOGI

Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang
membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus
Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah
yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas) interna yaitu
arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat
perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan)
dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri
palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s area).Jika pembuluh darah tersebut
luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung,
dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior
terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach.
Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.
Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah,
batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga
perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.

Pathway
1.1.6 Manifestasi Kliniks
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan. Epitaksis berat,
walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam keselamatan jiwa pasien,
bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber perdarahan dapat berasal dari depan
hidung maupun belakang hidung. Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau
dari a.etmoid anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak
dan biasanya dapat sembuh sendiri.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoid posterior. Perdarahan
biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi,
arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung.
1.1.7 Penatalaksanaan
1.1.7.1 Kolaborasi
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan darah. Sebuah
opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke
depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan selama tiga
menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan biasanya akan
berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti
sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung, biasanya dicegah
dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari.Jika disebabkan tekanan, dapat
digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriksi).Jika masih tidak berhasil,
dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini
dipasang 1-3 hari.
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epitaksis adalah:
Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok atau infeksi
Mencegah berulangnya epitaksis
Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki dulu keadaan umum
pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu sendiri.
Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau tampon jauh lebih efektif
daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan menunggu darah berhenti dengan sendirinya.
Jika pasien datang dengan perdarahan maka pasien sebaiknya diperiksa dalam keadaan duduk, jika
terlalu lemah pasien dibaringkan dengan meletakan bantal di belakang punggung pasien. Sumber
perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan hidung dari bekuan darah,
kemudian dengan menggunakan tampon kapas yang dibasahi dengan adrenalin 1/10000 atau lidokain 2
% dimasukan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat
dibiarkan selama 3-5 menit.
Perdarahan Anterior
Dapat menggunakan alat kaustik nitras argenti 20-30% atau asam triklorasetat 10% atau dengan
elektrokauter. Bila perdarahan masih berlangsung maka dapat digunakan tampon anterior (kapas
dibentuk dan dibasahi dengan adrenalin + vaseline) tampon ini dapat digunakan sampai 1-2 hari.
Perdarahan Posterior
Perdarahan biasanya lebih hebat dan lebih sukar dicari, dapat dilihat dengan menggunakan pemeriksaan
rhinoskopi posterior. Untuk mengurangi perdarahan dapat digunakan tampon Beelloqk.

1.1.7.2 Mandiri
Pada epitaksis, gejala yang utama adalah perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi
yang bersangkutan. Oleh sebab itu pada tindakan penanganan mandiri perawat, yang harus
diperhatikan adalah penanganan pada:
1. Risiko kekurangan volume cairan,
2. Nyeri,
3. Risiko infeksi.
Tindakan mandiri perawat diantaranya adalah:
1. Awasi tanda-tanda vital
2. Awasi masukan/haluaran, hitung kehilangan cairan akibat perdarahan
3. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membrane mukosa mulut
4. Kaji keluhan nyeri
5. Awasi tanda-tanda vital
6. Berikan posisi yang nyaman
7. Dorong penggunaan manajemen nyeri
8. Kurangi prosedur tindakan invasive
9. Awasi tanda-tanda vital Kurangi pengunjung
1.1.7.3 Perawatan
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan darah. Sebuah
opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke
depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan selama tiga
menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan biasanya akan
berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti
sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung, biasanya dicegah
dengan menyemprotkan salinpada hidung hingga tiga kali sehari.
Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah
(vasokonstriksi).Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung dapat
menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari. Kematian akibat pendarahan hidung adalah
sesuatu yang jarang.

1.1.8 TEST DIAGNOSTIK


1. Pemeriksaan Laboratorium
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.Jika
perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis.
2. Pemeriksaan darah tepi lengkap.
3. Fungsi hemostatis
4. EKG
5. Tes fungsi hati dan ginjal
6. Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
7. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan
neoplasma.

1.1.9 KOMPLIKASI
1. Sinusitis
2. Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
3. Deformitas (kelainan bentuk) hidung
4. Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
5. Kerusakan jaringan hidung infeksi
6. Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia
7. Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum
8. Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik, Perforasi septum, tuba
eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )
9. Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis fasialis, infark
miokard.
10. Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard.
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat terjadi syok atau anemia,
turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan infark serebri, insufisiensi koroner, atau
infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian.Dalam hal ini harus segera diberi pemasangan
infus untuk membantu cairan masuk lebih cepat. Pemberian antibiotika juga dapat membantu
mencegah timbulnya sinusitis, otitis media akibat pemasangan tampon.
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang.Namun, jika disebabkan kerusakan
pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui hidung dan sulit untuk
disembuhkan.Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang efektif.Dimungkinkan penyembuhan
struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah) adalah solusi satu-satunya.

1.2 TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN


1.2.1 PENGKAJIAN
1) Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
2) Riwayat Penyakit sekarang
Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
Riwayat penyakit dahulu :Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma,
Pernah mempunyai riwayat penyakit THT, Pernah menedrita sakit gigi geraham.
3) Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
4) Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
5) Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat : Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat
tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung
c. Pola istirahat dan tidur : selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri : klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri
menurun
e. Pola sensorik :daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik
purulen ,serous, mukopurulen).
6) Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :Mengeluh badan lemas.
Data Obyektif :Perdarahan pada hidung/mengucur banyak, Gelisah, Penurunan tekanan
darahPeningkatan denyut nadi, Anemia.
1.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. PK : Perdarahan
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan terjadinya pendarahan di saluran nafas
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
4. Cemas berhubungan dengan ansietas
5. Hipertemi berhubungan dengan terjadinya Veremia

1.2.3 PERNCANAAN KEPERAWATAN


1. PK : Perdarahan
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteriahasil : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemia
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien
b. Monitor tanda vital.
Rasional : TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
c. Monitor jumlah perdarahan pasien. Rasional : untuk mengetahui ketidakseimbangan kadar HB dalam
tubuh
d. Awasi jika terjadi anemia.
Rasional : pendarahan yang terlalu banyak/lama dapat menyebabkan terjadinya anemia
e. Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian transfusi,
medikasi
Rasional : untuk mengetahui tindakan selanjutnya

2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan terjadinya pendarahan di saluran nafas
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria hasil : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot
pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis.
Intervensi :
a. Kaji bunyi atau kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelectasis, ronchi dan wheezing menunjukkan
akumulasi secret
b. Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif.
Rasional : Sputum berdarah kental atau cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka
bronchial.
c. Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi.
Rasional :Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.
Rasional :Mencegah obstruksi/aspirasi
e. Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional :Membantu pengenceran secret
f. Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator
Rasional :Mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret,
bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan
ketidaknyamanan.

3. Gangguan rasa nyaman, pusing berhubungan dengan peningkatan tekanan darah


Tujuan : rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil :Klien tidak mengeluh pusing, tidak tampak kesakitan, Tekanan darah terkontrol < 130/90
mmHg.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
Rasional : meningkatkan relaksasi
b. Batasi aktivitas
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokonstriksi menyebabkan sakit kepala, pusing karena adanya
peningkatan tekanan vaskuler serebral
c. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien istirahat selama 1 jam setelah makan
Rasional : menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan
d. Beri obat analgesic dan antiansietas (diazepam) sesuai indikasi
Rasional : menurunkan nyeri dan menurunkan system saraf simpatetik dan dapat mengurangi
ketegangan serta ketidaknyamanan yang diperberat oleh stress
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
Rasional : untuk mengetahui tindakan selanjutnya
4. Cemas berhubungan dengan ansietas
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteriahasil :
Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya, Klien mengetahui dan mengerti
tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi :
a. Kaji tindakan kecemasan klien.
Rasional :Menentukan tindakan selanjutnya
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien : Temani klien, Perlihatkan rasa empati (datang
dengan menyentuh klien).
Rasional :Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan
kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti.
Rasional : Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut
sehingga klien lebih kooperatif
d. Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang, Batasi
kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan.
Rasional :Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.

e. Observasi tanda-tanda vital.


Rasional :Mengetahui perkembangan klien secara dini
f. kolaborasi dengan tim medis.
Rasional :Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien

5. Hipertemi berhubungan dengan terjadinya veremia


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan temperatur suhu dalam batas normal (36˚-37˚C)
Kriteria hasil : klien tidak menunjukkan kenaikan suhu tubuh, suhu tubuh dalam batas normal (36˚-37˚C)
Intervensi :
a. Mengkaji saat timbulnya demam
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien
b. Mengobservasi TTV
Rasional : TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
c. Tingkatkan intake cairan
Rasional : peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkatkan sehingga perlu
diimbangi asupan cairan
d. Mencatat asupan dan keluaran
rasional : untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan tubuh
e. Memberikan terapi cairan intravena dan obat-obatan
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta..
Balai Penerbit. FK.UI. 1998. Buku Ajar Penyakit THT. Gaya Baru. Jakarta
Doengoes, Marilyn, et al, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby. Philadelpia
MC. Closky J. dan Bulaceck G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby. Philadelpia.
http://www.wartamedika.com/mimisan-atau-epistaksis.html
http://blog.ilmukeperawatan.com/epistaksis.html
Diposting oleh Debby Natalia di 20.06
ASKEP Klien dengan Gangguan Epistaksis

EPISTAKSIS

A. Definisi
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau keluhan
bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan
mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk
mengobati epistaksis secara efektif.
B. Etiologi dan Patofisiologi
Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari little’s area/pleksus
kiesselbach (gambar 3) yang berada pada dinding depan dari septum hidung.
Dua faktor yang paling penting dari epistaksis pada anak-anak adalah :
- Trauma minor : Mengorek-ngorek hidung, menggaruk, bersin, batuk atau mengedan,
terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC, terlalu lama
terpapar sinar matahari dan membuang ingus terlalu kuat.
- Mukosa hidung yang rapuh : terdapat infeksi saluran napas atas, pengeringan mukosa,
penggunaan steroid inhalasi melalui hidung
Penyebab epistaksis lainnya adalah adanya benda asing di dalam rongga hidung, polip hidung,
kelainan darah, kelainan pembuluh darah dan tumor pada daerah nasofaring.
C. Tinjauan Keperawatan
PENGKAJIAN :
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

7. Pola fungsi kesehatan


a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik
purulen , serous, mukopurulen).
8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
- Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- Anemia
D. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. PK : Perdarahan
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
3. Cemas
4. Nyeri Akut
E. Perncanaan Keperawatan
1. PK : Perdarahan
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan psien
- Awasi jika terjadi anemia
- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian
transfusi, medikasi (Diagnosa NANDA,NIC,NOC).
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan
otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis

No. Intervensi Rasional


1 Mandiri
Kaji bunyi atau kedalaman Penurunan bunyi nafas dapat
pernapasan dan gerakan dada. menyebabkan atelektasis, ronchi dan
 Catat kemampuan wheezing menunjukkan akumulasi
mengeluarkan mukosa/batuk sekret
efektif Sputum berdarah kental atau cerah
dapat diakibatkan oleh kerusakan paru
atau luka bronchial
· Berikan posisi fowler atau semi Posisi membantu memaksimalkan
fowler tinggi ekspansi paru dan menurunkan upaya
Bersihkan sekret dari mulut dan pernafasan
trakea Mencegah obstruksi/aspirasi
Pertahankan masuknya cairan Membantu pengenceran sekret
sedikitnya sebanyak 250 ml/hari
kecuali kontraindikasi
2 Kolaborasi
Berikan obat sesuai dengan Mukolitik untuk menurunkan batuk,
indikasi mukolitik, ekspektoran, ekspektoran untuk membantu
bronkodilator memobilisasi sekret, bronkodilator
menurunkan spasme bronkus.

3. Cemas
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteriahasil:
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
No. Intervensi Rasional
1 Kaji tingkat kecemasan klien Menentukan tindakan selanjutnya
Berikan kenyamanan dan Memudahkan penerimaan klien terhadap
ketentraman pada klien informasi yang diberikan
 Berikan penjelasan pada klien Meningkatkan pemahaman klien tentang
tentang penyakit yang dideritanya penyakit dan terapi untuk penyakit
perlahan, tenang seta gunakan tersebut sehingga klien lebih
kalimat yang jelas, singkat mudah kooperatif
dimengerti Dengan menghilangkan stimulus yang
Singkirkan stimulasi yang mencemaskan akan meningkatkan
berlebihan misalnya : ketenangan klien.
- Tempatkan klien diruangan yang Mengetahui perkembangan klien secara
lebih tenang dini.
- Batasi kontak dengan orang lain Obat dapat menurunkan tingkat
/klien lain yang kemungkinan kecemasan klien
mengalami kecemasan
Observasi tanda-tanda vital.
4. Nyeri Akut
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteriahasil:
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan

No. Intervensi Rasional


1 Kaji tingkat nyeri klien Mengetahui tingkat nyeri klien
Jelaskan sebab dan akibat nyeri dalam menentukan tindakan
pada klien serta keluarganya selanjutnya
Ajarkan tehnik relaksasi dan Dengan sebab dan akibat nyeri
distraksi diharapkan klien berpartisipasi dalam
Observasi tanda tanda vital dan perawatan untuk mengurangi nyeri
keluhan klien Klien mengetahui tehnik distraksi
Kolaborasi dngan tim medis dan relaksasi sehinggga dapat
- Terapi konservatif : mempraktekkannya bila mengalami
a. obat Acetaminopen; Aspirin, nyeri
dekongestan hidung Mengetahui keadaan umum dan
perkembangan kondisi klien.
Menghilangkan /mengurangi
keluhan nyeri klien

DAFTAR PUSTAKA
1. Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius,
Jakarta..
2. Balai Penerbit. FK. UI. 1998. Buku Ajar Penyakit THT. Gaya Baru. Jakarta
3. Doengoes, Marilyn, et al, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
4. Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby.
Philadelpia
5. MC. Closky J. dan Bulaceck G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby.
Philadelpia.

Anda mungkin juga menyukai