Anda di halaman 1dari 25

1

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

1. Lesi Lestari P05120319024


2. M. Nizam P05120319025
3. Marshella Syafitri P05120319027
4. Mella Oktaviana P05120319030
5. Neice Shieva Shazhabilla P05120319033
6. Povi Kurniaty P05120319035
7. Putri Yunda Utami P05120319037
8. Razita Fakhira Siregar P05120319039
9. Riska Amelia P05120319041
10. Sherina Inayah Tria Y P05120319043
11. Via Ana Oktaria P05120319047

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Sahran, M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
TA 2020/2021

1
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmatnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini
terdiri dari asuhan keperawatan pada pasiem dengan benigna prostatic
hyperplasia (BPH).

Dalam penyelesaian Makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan,


terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun,
berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dengan cukup baik. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih
baik lagi di masa yang akan datang.

Bengkulu, Januari 2021

Penyusun

2
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................3
BAB I: PENDAHULUAN....................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...............................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................5
C. TUJUAN....................................................................................................5
BAB II: ISI............................................................................................................6
A. PENGERTIAN BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA........................6
B. ETIOLOGI BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA...............................6
C. PATOFISIOLOGI BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA...................7
D. MANIFESTASI KLINIS BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA.........8
E. DERAJAT BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA...............................9
F. KOMPLIKASI BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA.........................9
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG BENIGNA PROSTATIC
HYPERPLASIA..........................................................................................10
H. PENTALAKSANAAN BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA...........11
BAB III: PEMBAHASAN....................................................................................13
A. CONTOH SOAL KASUS BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA.......13
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BENIGNA
PROSTATIC HYPERPLASIA....................................................................13
BAB IV: PENUTUP..............................................................................................24
A. KESIMPULAN.........................................................................................24
B. SARAN......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

3
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar
prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen
prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskular yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Jitowiyono &
Kristiyanasari, 2012). Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit
yang disebabkan oleh penuaan. Tanda klinis BPH biasanya muncul
pada lebih dari 50% laki-laki yang berusia 50 tahun keatas.
Penyebab terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui
secara pasti, namun faktor usia dan hormonal menjadi predisposisi
terjadinya BPH. Beberapa faktor meyebutkan bahwa hiperplasia prostat
sangat erat kaitannya dengan peningkatan DTH (dehidrotestosteron),
peningkatan esterogen-testosteron, interaksi antar sel stroma dan sel
epitel prostat, berkurangnya kematian sel, dan teori stem sel. Faktor lain
yang mempengaruhi BPH adalah latar belakang kondisi penderita
misalnya usia, riwayat keluarga, obesitas, meningkatnya kadar kolesterol
darah, pola makan tinggi lemak hewani, olahraga, merokok, minuman
beralkohol, penyakit Diabetes Mellitus, dan aktifitas seksual.
Pasien BPH akan mengalami gangguan elimasi urine yang akan
menimbulkan gangguan eliminasi urine akut hemoragik post operasi,
struktur pasca operasi, dan infeksi (Haryono, 2013) sehingga dapat
menurunkan aktifitas dan produktivitas pasien. Pasien yang
mengalami hambatan dalam eliminasi urine terkadang memerlukan
tindakan operasi untuk mengatasinya dan mengharuskan mendapatkan
perawatan secara intensive (Kusnadi & Atoilah, 2013).
Selain penatalaksanaan medis, asuhan keperawatan juga penting
untuk mengatasi gangguan eliminasi urine. Salah satu perawatan pasien
BPH yaitu pemasangan kateter jika terjadi retensi urine untuk membantu
pasien berkemih, melakukan progam Bladder Training juga sangat

4
5

penting ketika kateter sudah dilepas untuk latihan kontraksi otot-otot


parineal sehingga pasien dapat mengontrol kencingnya lagi secara
bertahap peran dan tanggung jawab perawat sangat diperlukan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada pasien BPH.
Berdasarkan data yang ada, prevalensi BPH adalah umur 41-50
tahun sebanyak 20%, 51-60 tahun sebanyak 50%, dan dengan umur
diatas 80 tahun sebanyak 90%. Angka di Indonesia, bervariasi antara
24-30% dari kasus urologi yang di rawat di beberapa rumah saki
(BPOM, 2013) prostat jinak atau BPH ini merupakan penyakit tersering
kedua pada kasus penyakit kelenjar prostat yang tercatat di klinik
urologi di Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat
karya tulis ilmiah dengan judul asuhan keperawatan dengan masalah
gangguan eliminasi urine pada pasien BPH yang bertujuan untuk
mendeskripsikan kasus/masalah kesehatan dengan penerapan asuhan
keperawatan secara sistematis yaitu mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi dalam penerapan
asuhan keperawatan pada pasien gangguan perkemihan (BPH).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan benigna prostatic
hyperplasia?

C. TUJUAN
1. Untuk mendapat gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan Benigna Prostatic Hyperplasia.

5
6

BAB II
ISI

A. PENGERTIAN BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak
kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau
semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan
fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika.
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan
berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius.
BPH atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan yang
berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak
akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun.

B. ETIOLOGI BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang
belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung
pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH
adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab
antara lain :
1) Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat
mengalami hiperplasi .
2) Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan
hormon estrogen dan penurunan testosteron yang
mengakibatkan hiperplasi stroma.

6
7

3) Interaksi stroma - epitel


Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast
growth factor dan penurunan transforming growth factor
beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4) Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan
lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5) Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi
sel transit.

C. PATOFISIOLOGI BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


BPH terjadi pada umur yang semakin tua (>50 tahun) dimana
fungsi testis sudah menurun, akibat penurunan fungsi testis ini dapat
menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosteron dan
dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan atau pembesaran
prostat. Maskrokospik dapat mencapai 60-100 gram dan kadang-kadang
mencapai 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius,
tetapi tidak mengenai bagian posterior lobus medialis. Tonjolan ini dapat
menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah atau
menekan dari bagian tengah, kadang-kadang penonjolan itu merupakan
suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen uretra.
Pada penampang, tonjolan dapat dibedakan dengan jelas antara
jaringan prostat yang masih baik. Warna tonjolan tergantung pada unsur
yang bertambah, jika tonjolan tersebut pada kelenjer maka warna
tonjolannya kuning kemerahan dengan konsistensi lunak dan berbatas
tegas dengan jaringan prostat. Jika pembesaran atau penonjolan terjadi
pada jaringan prostat yang terdesak maka warnanya putih keabu-abuan dan
konsistensinya padat dan apabila tonjolan ditekan maka akan keluar cairan
seperti susu.

7
8

Apabila unsur fibromuskular yang bertambah maka tonjolan


berwarna abu-abu dan padat serta tidak mengeluarkan cairan seperti
jaringan prostat yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas. Gambaran
mikroskopiknya juga bermacam-macam tergantung pada unsur yang
berpoliferasi, biasanya yang lebih banyak berpoliferasi adalah unsur
kelenjer sehingga terjadi penambahan kelenjer dan terbentuk kista-kista
yang dilapisi epitel koboid selapis dimana pada beberapa tempat
membentuk papil-papil ke dalam lumen membran basalis yang masih utuh
dan terkadang terjadi penambahan kelenjer yang kecil-kecil sehingga
menyerupai karsinoma.

D. MANIFESTASI KLINIS BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat
Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma
Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1) Gejala Obstruktif
 Hesitancy yaitu memulai kencing yang lama dan
seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan
oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu
beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna
mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
 Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing
yang disebabkan karena ketidakmampuan otot
destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
 Harus mengedan (training).
 Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber
pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat
melampaui tekanan di uretra.
 Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil.
2) Gejala Iritatif

8
9

 Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit


ditahan.
 Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari
biasanya.
 Nokturia yaitu terbangun pada malam hari untuk miksi.
 Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

E. DERAJAT BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


Menurut Sjamsuhidajat tahun 2005 benigna prostat hiperplasia
dibagi menjadi empat derajat yaitu:
1) Stadium I
Terjadi obstruksi namun bladder/vesika urinari masih mampu
mengeluarkan atau mensekresikan urin sampai habis.
2) Stadium II
Pada stadium ini terjadi retensi urin namun vesika urinari
masih mampu mengeluarkan urin walau tidak sampai habis,
masih tersisa sekitar 60-150 cc dan pada stadium ini terjadi
disuria dan nocturia.
3) Stadium III
Pada stadium ini urin setiap berkemih urin tersisa dalam vesika
urinari sekitar ≥ 150 cc.
4) Stadium IV
Pada stadium ini terjadi retensi urin total, vesika urinari penuh
sehingga pasien terlihat kesakitan dan pada stadium ini urin
menetes secara periodik ( over flow inkontinen ).

F. KOMPLIKASI BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


1) Urinary traktusinfection
2) Retensi urin akut
3) Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan
fungsi ginjal.

9
1
0

Bila operasi bisa terjadi:


1) Impotensi (kerusakan nervus pudenden)
2) Hemoragic pasca bedah
3) Fistula
4) Striktur pasca bedah
5) Inkontinensi urin

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA


(BPH)
1) Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus
sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan dalam
rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur dapat
diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul pada
prostat, apakah batas atas dapat diraba. Derajat berat obstruksi dapat
diukur dengan menentukan jumlah sisa urine setelah miksi spontan.
Sisa miksi ditentukan engan mengukur urine yang masih dapat keluar
dengan kateterisasi. Sisa urine dapat pula diketahui dengan melakukan
ultrasonografi kandung kemih setelah miksi.
2) Pemeriksaan Laboratorium
 Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar
ureum kreatinin.
 Bila perlu lakukan pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA),
untuk dasar penentuan biopsi.
3) Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos abdomen
 BNO-IVP
 Systocopy
 Systografi
 USG

10
1
1

H. PENATALAKSANAAN BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


1) Observasi (Watchful waiting)
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan, pasien
tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya
tetap di awasi oleh dokter. Pasien disarankan menghindari hal-hal yang
dapat memperburuk keadaannya, adapun hal yang harus dihindari pasien
antara lain:
 Berolahraga secara teratur.
 Pertahankan berat badan ideal.
 Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
 Berhenti merokok.
 Minum air putih minimal delapan gelas sehari.
 Mengurangi konsumsi daging dan lemak hewan, karena
kandungan lemaknya dapat meningkatkan resiko berbagai
penyakit.
 Banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan
khususnya yang mengandung antioksidan tinggi.
2) Medikamentosa/ Obat-obatan
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan,
sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan
berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa
repens, dan lain-lain), gelombang alfa blocker dan golongan
supresor androgen.
3) Pembedahan
 Prostatektomi Suprapubis
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih
dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
 Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.
Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat
berguna untuk biopsi terbuka.

11
1
2

 Prostatektomi Retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan
suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati
kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih
tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk
kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis.
 Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan
instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada
prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada
uretra dan mengurangi kontriksi uretra. Cara ini diindikasikan
ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan
efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat
dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi
lebih rendah di banding cara lainnya.
 TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat
uretra menggunakan resektroskop. TURP merupakan operasi
tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan
terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat
yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian
dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus
dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan
reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi
uretra parsprostatika (Anonim,FKUI,1995), karena pembedahan
tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan
timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

12
1
3

BAB III
PEMBAHASAN

A. CONTOH KASUS BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


Seorang laki-laki berusia 67 tahun, dibawa ke IGD RS karena merasa
kesakitan pada bagian bawah perutnya, dia juga mengeluh tidak bisa
buang air kecil. Pada saat dilakukan pemeriksaan oleh seorang perawat
selanjutnya diketahui bahwa sejak dua bulan terakhir buang air kecil
pasien tidak lancar, kadang urinnya berwarna kemerahan sehingga
dicurigai mengandung senyawa keton, pasien juga mengeluhkan setiap
buang air kecil harus mengejan dan terasa nyeri dipinggangnya, pasien
tidak pernah mempunyai riwayat penyakit prostat. Sejak 5 jam sebelum
datang ke rumah sakit, air kencingnya macet total, perut bagian bawah
semakin memberas, menegang dan sangat nyeri.

B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BENIGNA


PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)
A. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pendidikan, tanggal masuk ke rumah sakit,
nomor register dan diagnosa keperawatan.
2) Keluhan utama
Bapak datang dengan mengeluh tidak bisa buang air keci, nyeri
pada pinggang dan pada saat BAK harus mengejan.
3) Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti infeksi
saluran kemih, vesicholithiasis atau sindrom nefrotik.
 Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat sebelum dibawa ke RS sejak dua bulan terakhir
BAK pasien tidak lancar, urinnya berwarna kemerahan,

13
1
4

ketika BAK harus mengedan dan sejak 5 jam sebelum


datang ke RS air kencingnya macet total, abdomen bagian
bawah semakin membesar dan menegang serta pasien
merasa sangat nyeri.
 Riwayat kesehatan Keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti penyakit
kelamin, DM, hipertensi dan lain-lain yang mungkin
penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
4) Pemeriksaan Fisik
 Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan
suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan
pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada
retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
 Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik
bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan
pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan
retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya
ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
 Pemeriksaan penis dan uretra untuk mendeteksi
kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu
uretra, karsinoma maupun fimosis.
 Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya
epididimitis
 Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk
menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko
uretra dan besarnya prostat.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Pre Operasi
 Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor dan

14
1
5

ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara


adekuat.
 Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli –
buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
 Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan
pasca obstruksi diuresis.
 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
atau menghadapi prosedur bedah.
 Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
2) Post Operasi
 Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan
insisi sekunder pada TUR-P.
 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung
kemih sering.
 Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan
tindakan pembedahan
 Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan
ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek
pembedahan

C. Intervensi Keperawatan
1) Pre Operasi
1. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor dan
ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara
adekuat.
 Tujuan : Retensi urin berkurang
 Kriteria hasil:

15
1
6

 Berkemih dalam jumlah yang cukup/normal


 Tidak terapa distensi vesika urinari

N
INTERVENSI RASIONAL
O
Untuk meminimalkan retensi urin
Dorong klien untuk berkemih tiap 2-
1. distensi berlebihan pada vesika
4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
urinari.
Observasi aliran urin, perhatian
Untuk mengevaluasi obstruksi dan
2. jumlah urin dan kekuatan
pilihan intervensi
pancarannya.
Awasi dan catat waktu serta jumlah Retensi urine meningkatkan tekanan
3. setiap kali berkemih dalam saluran perkemihan yang
dapat mempengaruhi fungsi ginjal
Untuk meningkatkan aliran cairan,
Berikan cairan sampai 3000 ml
meningkatkan perfusi ginjal serta
4. sehari dalam toleransi jantung.
membersihkan ginjal, vesika urinari
dari pertumbuhan bakteri.
Untuk mengurangi spasme vesika
Berikan obat sesuai indikasi
5. urinari dan mempercepat
(antispamodik)
penyembuhan

2. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli –


buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
 Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
 Kriteria Hasil :
 Menunjukkan nyeri berkurang/hilang
 Ekspresi wajah rileks

N INTERVENSI RASIONAL
O
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi dan Untuk menentukan intervensi
intensitas nyeri (1-10). selanjutnya
2. Berikan tindakan kenyamanan Untuk menurunkan tegangan otot,
(sentuhan terapeutik, pengubahan memfokusksn kembali perhatian

16
1
7

posisi, pijatan punggung ) dan dan dapat meningkatkan


aktivitas terapeutik. kemampuan koping.
3. Pertahankan tirah baring jika Diperlukan selama fase awal dan
diindikasikan fase akut
4. Pertahankan patensi kateter dan Mempertahankan fungsi kateter
sistem drainase. Pertahankan dan drainase sistem, menurunkan
selang bebas dari lekukan dan resiko distensi / spasme buli -
bekuan buli.
5. Kolaborasi dalam pemberian Untuk Menghilangkan spasme
antispasmodik

3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh yang berhubungan


dengan pasca obstruksi diuresis.
 Tujuan : Keseimbangan cairan tubuh dapat dikontrol
 Kriteria hasil:
 TTV stabil
 Membran mukosa lembab
 Keluaran urin tepat

N INTERVENSI RASIONAL
O
1. Pantau keluaran urin tiap jam bila Diuresisi yang cepat dapat
diindikasikan. Perhatikan keluaran mengurangkan volume total karena
100-200 ml/. ketidakcukupan jumlah natrium
diabsorbsi tubulus ginjal
2. Pantau masukan dan kaluaran Indikator keseimangan cairan dan
cairan. kebutuhan penggantian.
3. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan Deteksi dini terhadap hipovolemik
peningkatan nadi dan pernapasan, sistemik.
penurunan tekanan darah, diaforesis
dan pucat.
4. Tingkatkan tirah baring dengan Menurunkan kerja jantung
kepala lebih tinggi. memudahkan hemeostatis sirkulasi.
5. Kolaborasi dalam memantau Berguna dalam evaluasi kehilangan
pemeriksaan laboratorium sesuai darah / kebutuhan penggantian.

17
1
8

indikasi. Serta dapat mengindikasikan


contoh: Hb / Ht, jumlah sel darah terjadinya komplikasi misalnya
merah. Pemeriksaan koagulasi, penurunan faktor pembekuan
jumlah trombosit. darah,

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau


menghadapi prosedur bedah.
 Tujuan : Cemas berkurang/hilang
 Kriteria hasil:
 Klien tidak cemas lagi
 Klien sudah bisa menerima keadaannya sekarang
 Klien sudah memahami tujuan dari pembedahan

N INTERVENSI RASIONAL
O
1. Dampingi klien dan bina hubungan Menunjukka perhatian dan
saling percaya. keinginan untuk membantu.

2. Memberikan informasi tentang Membantu klien dalam memahami


prosedur tindakan yang akan tujuan dari suatu tindakan.
dilakukan.
3. Dorong klien atau orang terdekat Memberikan kesempatan pada
untuk menyatakan masalah atau klien dan konsep solusi pemecahan
perasaan. masalah.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
 Tujuan : Klien paham tentang proses penyakitnya dan
prognosisnya.
 Kriteria hasil:

18
1
9

 Prilaku dan pola hidup berubah menjadi lebih baik.


 Berpartisipasi dalam pengobatan

N INTERVENSI RASIONAL
O
1. Dorong klien menyatakan rasa takut Membantu klien dalam
persaan dan perhatian. mengalami perasaan.
2. Kaji ulang proses penyakit, dan Memberikan dasar pengetahuan
pengalaman klien. dimana klien dapat membuat
pilihan informasi terapi.

2) Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi
sekunder pada TUR-P.
 Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
 Kriteria hasil:
 Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang.
 Ekspresi wajah klien tenang.
 Klien menunjukkan ketrampilan relaksasi
No INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan pada klien tentang gejala Klien dapat mendeteksi gajala
dini spasmus kandung kemih. dini spasmus kandung kemih.
2. Pemantauan klien pada interval yang Menentukan terdapatnya
teratur selama 48 jam, untuk spasmus sehingga obat – obatan
mengenal gejala – gejala dini dari bisa diberikan.
spasmus kandung kemih.
3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas Memberitahu klien bahwa
nyeri dan frekuensinya akan ketidaknyamanan hanya
berkurang dalam 24 sampai 48 jam. temporer.
4. Beri penyuluhan pada klien agar Mengurang kemungkinan
tidak berkemih ke seputar kateter. spasmus.
5. Ajarkan penggunaan teknik Menurunkan tegangan otot,
relaksasi, termasuk latihan nafas memfokuskan kembali perhatian
dalam dan imajinasi. dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.

19
2
0

6. Menjaga selang drainase urine tetap Sumbatan pada selang kateter


aman dipaha untuk mencegah oleh bekuan darah dapat
peningkatan tekanan pada kandung menyebabkan distensi kandung
kemih. Irigasi kateter jika terlihat kemih dengan peningkatan
bekuan pada selang. spasme.
7. Anjurkan pada klien untuk tidak Mengurangi tekanan pada luka
duduk dalam waktu yang lama insisi.
sesudah tindakan TUR-P.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk Menghilangkan nyeri dan
memberi obat – obatan (analgesik mencegah spasmus kandung
atau anti spasmodik ) kemih.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif:


alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih
sering.
 Tujuan : Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
 Kriteria hasil:
 Klien tidak mengalami infeksi
 TTV normal dan tidak menunjukkan tanda-tanda shock
 Waktu penyembuhan sesuai dengan yang direncanakan
N INTERVENSI RASIONAL
O
1. Pertahankan sistem kateter steril, Mencegah masuknya bakteri dan
berikan perawatan kateter dengan virus yang menyebabkan infeksi.
steril.
2. Anjurkan intake cairan yang cukup ( Meningkatkan output urine
2500 – 3000 ) sehingga dapat sehingga resiko terjadi ISK
menurunkan potensial infeksi. dikurangi dan mempertahankan
fungsi ginjal.
3. Pertahankan posisi urin bag Menghindari refleks balik urine
dibawah. yang dapat memasukkan bakteri ke
kandung kemih.
4. Observasi tanda – tanda vital, Mencegah sebelum terjadi shock.

20
2
1

laporkan tanda – tanda shock dan


demam.
5. Observasi urine: warna, jumlah, Mengidentifikasi adanya infeksi.
bau.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk Untuk mencegah infeksi dan
memberi obat antibiotik. membantu proses penyembuhan.

3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan


pembedahan .
 Tujuan : Tidak terjadi pendarahan.
 Kriteria hasil:
 Klien tidak menunjukkan tanda-tanda pendarahan.
 TTV dalam batas normal.
 Urin lancar lewat kateter

N INTERVENSI RASIONAL
O
1. Jelaskan pada klien tentang sebab Menurunkan kecemasan klien dan
terjadi perdarahan setelah mengetahui tanda – tanda
pembedahan dan tanda – tanda perdarahan
perdarahan
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi Gumpalan dapat menyumbat
gumpalan dalm saluran kateter kateter, menyebabkan peregangan
dan perdarahan kandung kemih
3. Sediakan diet makanan tinggi serat Dengan peningkatan tekanan pada
dan memberi obat untuk fosa prostatik yang akan
memudahkan defekasi . mengendapkan perdarahan .
4. Mencegah pemakaian termometer Dapat menimbulkan perdarahan
rektal, pemeriksaan rektal atau prostat .
huknah, untuk sekurang –
kurangnya satu minggu .
5. Pantau traksi kateter: catat waktu Traksi kateter menyebabkan
traksi di pasang dan kapan traksi pengembangan balon ke sisi fosa
dilepas . prostatik, menurunkan perdarahan.
Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah
pembedahan .
6. Observasi: Tanda – tanda vital tiap Deteksi awal terhadap komplikasi,
4 jam, pemasukan dan pengeluaran dengan intervensi yang tepat

21
2
2

dan warna urin. mencegah kerusakan jaringan yang


permanen .

4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan


akan impoten akibat dari TUR-P.
 Tujuan : Fungsi seksual dapat dipertahankan.
 Kriteria hasil:
 Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan
menurun .
 Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
 Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah.
 Klien mengerti tentang pengaruh TUR -P pada seksual.

N INTERVENSI RASIONAL
O
1. Beri kesempatan pada klien untuk Untuk mengetahui masalah klien.
memperbincangkan tentang pengaruh
TUR – P terhadap seksual.
2. Jelaskan tentang : kemungkinan Kurang pengetahuan dapat
kembali ketingkat tinggi seperti membangkitkan cemas dan
semula dan kejadian ejakulasi berdampak disfungsi seksual.
retrograd (air kemih seperti susu).
3. Mencegah hubungan seksual 3-4 Bisa terjadi perdarahan dan
minggu setelah operasi . ketidaknyamanan.
4. Dorong klien untuk menanyakan Untuk mengklarifikasi kekhatiran
kedokter salama di rawat di rumah dan memberikan akses kepada
sakit dan kunjungan lanjutan . penjelasan yang spesifik.

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek


pembedahan
 Tujuan : Kebutuhan beristirahat/tidur dapat terbenuhi.
 Kriteria hasil:
 Klien mampu beristirahat/tidur dalam waktu yang
cukup.

22
2
3

 Klien mengungkapan sudah bisa tidur .


 Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .

N INTERVENSI RASIONAL
O
1. Jelaskan pada klien dan keluarga meningkatkan pengetahuan klien
penyebab gangguan tidur dan sehingga mau kooperatif dalam
kemungkinan cara untuk tindakan perawatan .
menghindari.

2. Ciptakan suasana yang mendukung, Suasana tenang akan mendukung


suasana tenang dengan mengurangi istirahat
kebisingan .
4. Beri kesempatan klien untuk Menentukan rencana mengatasi
mengungkapkan penyebab gangguan gangguan
tidur.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk Mengurangi nyeri sehingga klien
pemberian obat yang dapat bisa istirahat dengan cukup .
mengurangi nyeri ( analgesik ).

23
2
4

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika Hiperplasia prostat jinak (BPH)
adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Tanda klinis BPH
biasanya muncul pada lebih dari 50% laki-laki yang berusia 50 tahun
keatas. Untuk membuat asuhan keperawatan pada pas

B. SARAN

24
2
5

DAFTAR PUSTAKA

Ivanka, Nelvia. 2020. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE


OPERASI DENGAN BENIGNA PROSTAT HYPERLASIA.
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/id/eprint/1067. Diakses pada Jumat, 22
Januari 2021.
Astutik, Asri. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BENIGNA
PROSTATE HYPERLASIA (BPH) POST TUR-P HARI KE 1 DAN 2 DENGAN
MASALAH NYERI AKUT. http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/id/eprint/2494.
Diakses pada Jumat, 22 Januari 2021.
Wulandari, Tresna. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.M DENGAN
BENIGHT PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH) DI RUANG KELAS UTA,A
DAHLIA RSUD H. HANAFIE MUARA BUNGO TAHUN 2019.
http://repo.stikesperintis.ac.id/960/. Diakses pada Sabtu, 23 Januari 2021.
VD, Patma. 2020. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST
OPERASI BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASI BERDASARKAN SDKI DI
RUANG BOUGENVIL 1 RSUD DR. SOEGIRI LAMONGAN.
http://repository.unair.ac.id/id/eprint/97653. Diakses pada Sabtu, 23 Januari 2021.

25

Anda mungkin juga menyukai