Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
mengaruniakan banyak berkat dan rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini pada waktunya.
Dalam penulisan makalah ini, kami banyak mendapat hambatan, tapi berkat
bimbingan dan petunjuk, dorongan, nasehat dan saran dari dosen pengampuh, makalah
ini dapat di selesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan
banyak terimakasih kepada : Maam Sharely Nursy Siringoringo ,S.Kp., M.Kep.,
sebagai dosen pengampuh serta pembimbing materi yang selalu bersedia meluangkan
waktunya, memberikan arahan dan masukan dalam penulisan makalah ini. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menganugerahkan berkat yang melimpah untuk
segala kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada kami.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam
penyajian maupun materi. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam typhoid atau yang juga dikenali dengan nama lain yaitu, Typhus abdominalis,
Typhoid fever atau Enteric fever merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih 1 minggu, gangguan pada
pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit infeksi dari Salmonela ialah
segolongan penyakit infeksiyang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang
tergolong dalam genus Salmonella, biasanya mengenai saluran pencernaan.(Hasan &
Alatas, 1991, dikutip Sodikin, 2011: hal.240).
Dari berbagai macam penyakit infeksi bakteri yang ada di belahan dunia ini, demam
typhoid menjadi masalah besar di Negara-negara berkembang.Kebanyakan penyakit
ini terjadi pada penduduk Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika latin.
Dampak yang akan terjadi pada pasien penderita typhoid yang tidak segera ditangani
mengakibatkan keadaan yang semakin memburuk, didalam usus bisa terjadi
pendarahan usus, perforasi dan peritonitis, diluar usus mengakibatkan terjadinya
lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia), yaitu meningitis, kolestisiasis,
ensefelopati.
Diantaranya peran perawat dari aspek prefentif adalah pencegahan terjadinya thypoid
atapun penularan penyaklit typhoid dengan cara memelihara kebersihan perorangan,
pemberia vaksin atau imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut. Peran
perawat dari aspek kuratif adalah dengan cara memberikan perawatan secara maksimal
kepada pasien, menganjurkan kepada pasien atau keluarga yang menemani untuk
menjaga kebersihan, pemberian nutrisi yang sesuai dan adekuat, menganjurkan
istirahat total atau titah baring bila terjadi peningkatan suhu tubuh, serta menempatkan
pasien di ruangan khusus, atau isolasi. Peran perawat ditinjau dari aspek promotif yaitu
dengan memberikan pendidikan kesehatan atau penjelasan tentang penyakit terhadap
klien atau keluarga tentang penyebab, gejala, perawatan, pengobatan serta
pencegahanannya. Dari aspek rehabilitatif peran perawat yaitu dengan pemulihan
keadaan pasien yang mengalami penyakit typhoid, seperti menjaga kebersihan
makanan dan minuman serta pengawasan makanan, jajanan yang bersih dari orang tua
yang ketat kepada anaknya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGY
E. KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya timbul pada minggu ke-3 atau ke-4 dan terjadi pada ± 25%
kasus yang tidak mendapatkan pengobatan.Kematian sering mengikuti komplikasi ini.
Komplikasi tersebut antara lain :
Gangguan metabolic
Perdarahan saluran cerna
Perforasi saluran cerna
Peritonitis
Hepatitis tifosa
Pnemonia
Ensefalopati tifosa
Meningitis
Abses pada berbagai organKomplikasi yang paling sering terjadi dan
berbahaya adalah perdarahan dan perforasi saluran cerna. Turunnya suhu
tubuh secara drastis sering menjadi pertanda terjadinya komplikasi tersebut.
http://www.infokesehatan.co.id
F. PENCEGAHAN
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
Penyediaan air minum yang memenuhi
Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
Pemberantasan lalat.
2. Usaha terhadap manusia ;
Imunisasi
Pendidikan kesehatan pada masyarakat: hygiene sanitasi
personal hygiene.
(Mansjoer, Arif 1999)
G. PROGNOSA
Bila penderita diobati secara baik dan benar pada minggu pertama demam
tifoid, prognosis akan baik karena umumnya penyakit ini akan mereda setelah
2 hari kemudiaan dan kondisi penderita membaik dalam 4-5 hari selanjutnya.
Bila ada keterlambatan pengobatan resiko komplikasi akan meningkat dan
waktu pemulihan akan semakin lama.
Umumnya ,fatality rate demam tifoid yang tidak di obati adalah 10%-20%.
Perkiraan angka case fatality rate penderita demam tifoid sekita 1-4%. Anak-
anak di bawah usia 4 tahun, memiliki fatality rate 4 %. Sedangkan anak-anak
usia di atas 4 tahu 10 kali lebih kecil kemungkinan kematiannya dari anak usia
dibawahnya.
WHO, Weekly Epidemiological Record. 2008
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Lab
Pembiakan kuman dari darah penderita. Pembiakan akan positif selama
minggu pertama penyakit, yaitu pada saat-saat terjadinya bekteremi.
Tes serologi Widal ialah percobaan terhadap antibodi, berupa aglutinasi
antigen-antibodi.
Perhitungan lekosit merupakan cara penting bagi diagnosis penyakit
thypoid, yaitu akan ditemukan lekopeni yang terutama disebabkan
menurunnya jumlah sel polinukleus dan sering menghilangnya sel
eosinofil.
Pada minggu ke-3, kemih dapat mengandung kuman thypoid.
I. PEMERIKSAAN FISIK
A. Atraumatic Care
Atraumatic care atau asuhan atraumatic adalah penyediaan asuhan terapeuetik dalam
lingkungan oleh seorang (personal) dengan melalui penggunaan intervensi yang
menghilangkan atau memperkecil distress psikologis dan fisik yang dialami oleh anak-
anak dan keluarga mereka dalam system pelayanan kesehatan.
Atraumatic care yang dimaksud di sini adalah perawatan yang tidak menimbulkan
adanya trauma pada anak dan keluarga. Perawatan tersebut difokuskan dalam
pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian keperawatan anak. Perhatian
khusus pada anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang sangat
penting karena masa anak-anak merupakan proses menuju kematangan, yang mana jika
proses menuju kematangan tersebut dapat hambatan atau gangguan maka anak tidak
lagi mencapai kematangan.
Tindakan
Observasi
- Identifikasi perasaan khawatir,kesepian dan ketidakberdayaan.
- Identifikasi pandangan tentang hubungan antara spiritual dan kesehatan.
- Identifikasi harapan dan kekuatan pasien.
- Identifikasi ketaatan dalam beragama.
Terapeutik
- Berikan kesempatan mengekspresikan perasaan tentang penyakit dan
kematian.
- Berikan kesempatan mengekspresikan dan meredakan marah secara tepat.
- Yakinkan bahwa perawat bersedia mendukung selama masa
ketidakberdayaan.
- Sediakan privasi dan waktu tenang untuk aktivitas spiritual.
- Diskusikan keyakinan tentang makna dan tujuan hidup, jika perlu.
- Fasilitasi melakukan kegiatan ibadah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Identitas Klien
V. Reaksi Hospitalisasi
A. pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
- Teman membawa anaknya ke RS karena : Demam sudah 3 hari.
- Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : Dokter menceritakan
penyakit yang di alami anak
- Perasaan orang tua saat ini : Sedih
- Orang tua selalu berkunjung ke RS : Tidak Teman sekerja
- Yang akan tinggal dengan anak :
B. pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap : Anak tersebut mengerti tentang
penyakit yang dialaminya saat ini.
VI.. Aktivitas sehari-hari
A. Nutrisi
B. Cairan
E. Olah Raga
8. Mata
Inspeksi :
a. Palpebra : Edema / tidak : tidak
Radang / tidak : tidak
b. Sklera : Ikterus /tidak : tidak
c. Congjungtiva : Radang / tidak : tidak
Anemis / tidak : tidak
d. Pupil : - Refleks pupil terhadap cahaya :
e. Posisi mata : Simetris / tidak : simetris
f. Gerakan bola mata : normal
g. Penutup kelopak mata : refleks
h. Keadaan bulu mata : normal
i. Penglihatan : normal
9. Hidung & Sinus
Inspeksi :
10. Telinga
Inspeksi:
11. Mulut
Inspeksi :
a. Gigi
- Keadaan gigi : bersih
- Karang gigi/ karies : tidak ada
- Pemakaian gigi palsu : tidak memakai
b. Gusi
Merah / radang / tidak : merah
c. Lidah
Kotor / tidak : kotor
d. Bibir
- Cyanosis / pucat / tidak : pucat
- Basah / kering / pecah : pecah
- Mulut berbau / tidak : berbau
- Kemampuan bicara : normal
12. Tenggorokan :
a. Warna mukosa : normal
b. Nyeri tekan : tidak nyeri
c. Nyeri menelan : nyeri
13. Leher
Inspeksi
Kelenjar thypoid : Membesar / tidak : tidak
Palpasi
a. Kelenjar tiroid : teraba / tidak : tidak
b. Kaku kuduk / tidak : tidak
c. Kelenjar limfe : membesar/ tidak : tidak
14. Abdomen
Inspeksi
a. Membuncit : tidak
b. Ada luka / tidak : tidak
15. Genitalia dan Anus : normal
16. Ekstremitas atas
a. Motoric
- Pergerakan kanan / kiri : normal
- Kekuatan otot kanan / kiri : normal
- Tonus otot kanan / kiri normal
- Koordinasi gerak : normal
-
17. Status Neurologi
Status neurologi An. L . F baik, tidak ada terganggu atau sulit
digerakan. Saraf –saraf cranial An. L berfungsi dengan sebagaimana
mestinya.
a.Lab darah
Tanggl 07-05-2019
Pukul :10.44 WIB
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Bilirubin total 0,90 mg/dl 0.00-1.00
Bilirubin direk 0.30 mg/dl < 0,20
SGOT 22.0 u/l 40.0 u/l
SGPT 23.0 u/l 41.0 u/l
Leokosit 12.61 4.80-10.80
Eritrosit 4.52 4.20- 5.40
Hemoglobin 11,9 g/dl 12-16 g/dl
Hematokrit 34.9 % 37-47 g/dl
MCV 77.2 79-99
MCH 34.1 g/dl 33.0-47.0
Trombosit 178x 10 /ul 82.0-95.0
HbSag Negative negatif
Gol. Darah O -
Widal (+)
I. Terapi
Per-oral Per-interal
1. Ceftriaxon 2x 3 mg
Paracetamol 250 mg 2. Dexa 3 x2 mg
Ctm 3x1 3. Sotatic 2x 1 ½
4. N. 500 /drip
Curliv 2x1 5. Inffus RL 20 tpm
6. D5 15 tpm
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang
tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C
yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah
diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah
minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan
makanan.
2. Diagnosa Keperawatan
b. gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat.
.
3. Perencanaan
Tujuan:
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil :
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam
batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak
elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24
jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-
hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum
banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Tujuan:
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil:
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising
usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal,
konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien,
anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat
badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau
hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan
ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat antiemetik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Kriteria hasil :
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan
tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas
klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha,
temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian
yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4 :
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan
kelemahan fisik
Tujuan :
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil :
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan
kekuatan otot.
Intervensi :
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan
sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara
bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5
infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi
purulen/drainase serta febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan
infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi
balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik
sesuai indikasi.
EVALUASI
a. Tidak hypetermy lagi
b. Pola eliminasi berfungsi normal
c. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
d. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi
e. Nyeri pada abdomen teratasi
f. Nyeri berkurang atau hilang
g. Pengetahuan meningkat tentang penyakitnya
BAB IV
KESIMPULAN
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat
masuknyaSalmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk
bersama-samacairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya
hambat terhadapmikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat
HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lamung, sehingga
Salmonella spp dapat masuk ke dalamusus penderita dengan lebih senang.
Salmonella spp seterusnya memasuki folikel-folikellimfe yang terdapat di dalam
lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengancepat untuk menghasilkan
lebih banyak Salmonella spp.
Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran cerna
(mulut,esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, dstnya). S typhi
masuk ke tubuhmanusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar.
SARAN
- Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini
meskipun lingkungan hidupumumnya adalah baik.
- Dengan kasus demam typoid, semoga bisa menjadi acuan pemahaman
mengenai bagian-bagian yang terkait dengan demam typoid, dan dapat
mengetahui cara pencegahan yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/typhoid-abdominalis.html
Mansjoer, Arif 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapis, Jakarta.
Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Sjaifoellah Noer, 1998, Standar Perawatan Pasien, Monica Ester, Jakarta.
Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.